PENGARUH IMBANGAN DOSIS PUPUK N, P, K DAN KOMPOS KOTORAN SAPI DALAM BENTUK PELET DAN NON PELET TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH REGOSOL
SKRIPSI
Disusun oleh : Jefi Mohamad Qoris
20110210014
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
(2)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Guna Memperoleh
Derajat Sarjana Pertanian
Disusun oleh : Jefi Mohamad Qoris
20110210014
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
(3)
ii
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Q.S Al Insyirah : 6-8)
Jika seseorang percaya sesuatu itu tidak mungkin, pikirannya akan bekerja baginya untuk membuktikan mengapa hal itu tidak mungkin. Tetapi, Jika seseorang percaya, benar-benar percaya, sesuatu dapat dilakukan maka pikirannya akan bekerja baginya dan membantunya mencari jalan untuk melaksanakannya. (David J. Schwartz)
Kesuksesan adalah standar yang diberikan orang lain untuk menilai kita. Kepuasan adalah standar yang kita berikan untuk diri sendiri.
(4)
iii
takdirMu telah Kau jadikan aku manusia yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku.
Lantunan Al-fatihah beriring Shalawat dalam sholatku merintih, menadahkan doa dalam syukur yang tiada terkira, terima kasihku untukMu. Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk Ayahanda dan Ibundaku tercinta, yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada didepanku. Ayah,.. Ibu... terimalah bukti kecil ini sebagai kado keseriusanku untuk membalas semua pengorbananmu dalam hidupmu demi hidupku kalian ikhlas mengorbankan segala perasaan tanpa kenal lelah, dalam lapar berjuang separuh nyawa hingga segalanya. Maafkan anakmu Ayah,… Ibu… masih saja ananda menyusahkanmu.
Dalam sholat di lima waktu mulai fajar terbit hingga terbenam
seraya tangaku menadah” ya Allah ya Rahman ya Rahim... Terimakasih telah kau tempatkan aku diantara kedua malaikatmu yang setiap waktu
ikhlas menjagaku,...mendidikku,…membimbingku dengan baik, ya Allah… berikanlah balasan setimpal syurga firdaus untuk mereka dan
jauhkanlah mereka nanti dari panasnya sengat hawa api nerakamu.
"Hidupku terlalu berat untuk mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan
bantuan Tuhan dan orang lain.
"Tak ada tempat terbaik untuk berkeluh kesah selain bersama sahabat-sahabat
terbaik”..
(5)
iv
apa”, buat saudara sekaligus sahabatku
anak-anak BLACKGODZILA dan anak kos Lembah Siluman, Awaludin (suhu walker), Fuad (pudel), Pras (ocos), Emin (paimin), Jefi (jepun), Gilang (geri), Yuda (Bambang), J-ho, Seto (gendon), anam (anamkha), Acil (icong), mas Dedi (amoeng), Rizki (alzoen), Dingga (biloba), Ferdy (batek) dan dede. “Jadi juga aku pakai toga setelah melewati masa-masa sulit harus mengulang penelitian berkali-kali’, makasih sudah jadi sobat
“gila” dalam segala hal yang selalu memotivasiku saat ku benar-benar patah arang mengerjakan skriphit ini. Buat yang masaih mengejar mimpi menggapai toga, tetap semangat kejar terus target wisudamu, pantang menyerah dan tetap fokus, kini hanya doa yang dapat aku bantu, semoga sukses !!!
Kalian semua bukan hanya menjadi teman dan adik yang baik,
kalian adalah saudara bagiku!!
Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan dikejar, untuk sebuah pengharapan, agar hidup jauh lebih bermakna, hidup tanpa mimpi ibarat arus sungai. Mengalir tanpa tujuan. Teruslah
belajar, berusaha, dan berdoa untuk menggapainya. Jatuh berdiri lagi. Kalah mencoba lagi. Gagal Bangkit lagi.
Never give up!
Sampai Allah SWT berkata “waktunya pulang”
Hanya sebuah karya kecil dan untaian kata-kata ini yang dapat kupersembahkan kepada kalian semua,, Terimakasih beribu
terimakasih kuucapkan..
Atas segala kekhilafan salah dan kekuranganku,
kurendahkan hati serta diri menjabat tangan meminta beribu-ribu kata maaf tercurah.
(6)
v
1. Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim Pembimbing.
4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Yogyakarta, Agustus 2016 Yang membuat pernyataan
Jefi Mohamad Qoris 20110210014
(7)
vi
DAFTAR ISI ... vi DAFTAR TABEL ... viii DAFTAR LAMPIRAN ... ix INTISARI ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. I. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. B. Perumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. II. TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. A. Tanaman jagung (Zea mays. L) ... Error! Bookmark not defined.
B. Tanah Regosol ... Error! Bookmark not defined. C. Kompos kotoran sapi ... Error! Bookmark not defined. D. Pupuk N, P, dan K... Error! Bookmark not defined. E. Pupuk pelet... Error! Bookmark not defined. F. Hipotesis ... Error! Bookmark not defined. III. TATA CARA PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Waktu dan Tempat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Bahan dan Alat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Cara Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Parameter yang Diamati ... Error! Bookmark not defined. F. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. A. Variabel Vegetatif ... Error! Bookmark not defined. B. Variabel Generatif ... Error! Bookmark not defined.
(8)
(9)
viii
2. Rerata jumlah daun (helai) 13 MST ... Error! Bookmark not defined. 3. Hasil rerata luas daun ... Error! Bookmark not defined. 4. Rerata berat segar dan berat kering tanaman (gram) pada umur 16 MST. Error! Bookmark not defined.
5. Berata berat segar bunga (gram) pada umur 16 MST ...Error! Bookmark not defined.
6. Berata berat kering bunga (gram) pada umur 16 MST. ....Error! Bookmark not defined.
7. Berata panjang bunga (cm) pada umur 16 MST. ...Error! Bookmark not defined.
8. Rerata jumlah tangkai bunga (helai) pada umur 16 MST. Error! Bookmark not defined.
(10)
ix
2. Perhitungan kebutuhan pupuk. ... Error! Bookmark not defined. 3. Perhitungan kebutuhan pupuk. ... Error! Bookmark not defined. 4. Layout ( tata letak penelitian) ... Error! Bookmark not defined.
5. Proses pembuatan pupuk pelet ... Error! Bookmark not defined. 6. Bahan dan Alat. ... Error! Bookmark not defined. 7. Tanaman umur 16 minggu pada berbagai perlakuan. ...Error! Bookmark not defined.
8. Tabel sidik ragam tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun dan berat segar tanaman. ... Error! Bookmark not defined. 9. Tabel berat kering tanaman, berat segar tanaman, berat kering bunga dan
panjang bunga. ... Error! Bookmark not defined. 10. Tabel sidik ragam jumlah tangkai (helai)... Error! Bookmark not defined. 11. Ringkasan parameter hasil penelitian... Error! Bookmark not defined.
(11)
(12)
1
Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Email : [email protected]
ABSTRACT
The study, entitled balance dose of fertilizer N, P, K and farm manure in pelet form to the growth of maize ( Zea mays L. ) in soil regosol which aims to determine the effect and the best balance of compost manure on the growth of the corn crop in the ground has regosol conducted between February and June 2016 in the Green House and the Faculty of Agriculture UMY .
This research was conducted with the experimental method with single factor experimental design were arranged in a completely randomized design ( CRD ). Factors that were tested, namely the balance of cow dung compost fertilizers and NPK were pelletized consists of 6 treatments are P1 : Fertilizer N 60 kg / ha ; P 30 kg / hectare ; K 15 kg / hectare + composted farm manure 15 t / ha form of pellets . P2 : Fertilizer N 80 kg / ha ; P 40 kg / hectare ; K 20 kg / hectare + composted farm manure 20 t / ha form of pellets . P3 : Fertilizer N 100 kg / ha ; C 50 kg / hectare ; K 25 kg / hectare + composted farm manure 25 t / ha form of pellets . P4 : Fertilizer N 60 kg / ha ; P 30 kg / hectare ; K 15 kg / hectare + composted farm manure 15 t / ha grain forms . P5 : Fertilizer N 80 kg / ha ; P 40 kg / hectare ; K 20 kg / hectare + composted farm manure 20 t / ha granular form . P6 : Fertilizer N 60 kg / ha ; P 30 kg / hectare ; K 15 kg / hectare + composted farm manure 25 t / ha of grain shape.
Balance of fertilizer N, P , K and composted farm manure granular form affect the growth of corn plants in regosol soil and fertilizer N 60 , P 30 , K 15 kg / hectare + composted farm manure 15 t / ha of grain shape is best counterweight .
(13)
1
mempunyai beberapa keunggulan. Menurut Sugiyono et al. (2004) dalam Nur
(2013) dilihat dari nilai gizinya, jagung mempunyai kadar protein lebih tinggi (9,5%) dibandingkan dengan beras (7,4%). Selain itu, kandungan mineral dan vitamin antara beras dan jagung juga hampir sama. Keunggulan jagung dibanding jenis serealia lainnya adalah warna kuning pada jagung. Warna kuning pada jagung dikarenakan kandungan karotenoid. Jagung kuning mengandung karotenoid berkisar antara 6,4-11,3 μg/g, 22% diantaranya beta-karoten dan 51% xantofil., Pigmen xantofil yang utama adalah lutein dan zeaxanthin (Koswara, 2000 dalam Nur, 2013). Beta-karoten memiliki aktivitas provitamin A yang dapat
memberikan perlindungan terhadap kebutaan, khususnya disebabkan oleh katarak dengan menjadi filter terhadap sinar UV. Xanthofil memiliki fungsi meregulasi perkembangan sel dan melindungi sel normal dari sel mutan pemicu penyebab kanker, menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan tubuh, sistem imunitas tubuh terhadap serangan infeksi dengan meningkatkan komunikasi antar sel, dan mencegah penyakit jantung (Abdelmadjid, 2008. dalam Nur, 2013).
Peluang budidaya jagung dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan). Produksi jagung nasional mencapai 17,6 juta ton pipilan kering dengan luas panen 4,8 juta hektar (ha). Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul R Sempurnajaya menyebutkan, produksi jagung pada 2011
(14)
turun 1,1 juta ton atau 5,99 persen menjadi 17,23 juta ton pipilan kering dibandingkan produksi sepanjang 2010. Oleh karena itu data pada tahun 2011 disebutkan bahwa indonesia mengimpor jagung mencapai 2,9 juta ton, Argentina sejauh ini berkontribusi memasok kebutuhan jagung dalam negeri sekira 70 persen terhadap total volume impor per bulan, kemudian disusul India, yang berkontribusi sekira 10 % (Gusmardi, 2012).
Upaya peningkatan produksi jagung, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi, selalu diiringi oleh penggunaan pupuk, terutama pupuk anorganik, untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Pada prinsipnya, pemupukan dilakukan secara berimbang, sesuai kebutuhan tanaman dengan mempertimbangkan kemampuan tanah menyediakan hara secara alami, keberlanjutan sistem produksi, dan keuntungan yang memadai bagi petani. Menurut Syafrudin dkk (2008), tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang diserap melalui tanah. Pupuk kandang adalah campuran antara kotoran hewan dengan sisa makanan hewan. Campuran ini mengalami pembusukan hingga tidak berbentuk seperti asalnya lagi dan memiliki kandungan hara yang cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Selain itu kandang kotoran sapi yang berasal dari air kencing hewan, tetapi biasanya hanya dikenal oleh sekelompok masyarakat. Hal ini disebabkan karena jumlahnya yang kecil dan jarang ada secara khusus mengumpulkan air kencing hewan untuk pemupukan. Didalam pupuk kandang sapi teradapat beberapa kandungan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Nina (2014) Pupuk kandang kotoran sapi juga mengandung 1,8 - 2,4% nitrogen, 1,0 - 1,2% fosfor (P205), 0,6 - 0,8% potassium (K20). Pupuk
(15)
pelet adalah salah satu alternatif pengubahan bentuk dari pupuk curah menjadi berbentuk pelet atau granul. Pupuk pelet mempunyai beberapa keunggulan, hal ini diungkapkan Isroi (2009), pupuk pelet memiliki keunggulan yang sama dengan POG, yaitu: kemudahan aplikasi, pengemasan, dan transportasi. Keunggulan yang lain adalah proses pembuatan yang lebih singkat dan mudah.
Tanah regosol merupakan jenis tanah yang masih muda, terbentuk pada timbunan bahan induk yang baru diendapkan, yang terangkut dari tempat lain dan tertimbun pada tempat tersebut. Tanah regosol dengan tekstur kasar atau kandungan pasir tinggi akan mempunyai porositas yang baik karena didominasi oleh pori makro, namun mempunyai tingkat kesuburan rendah di mana unsur hara mudah tercuci (Darmawijaya, 1990 dalam June, 2011). Menurut Gunadi et.al.
(2005) dalam June (2011) tanah regosol miskin akan bahan organik (0,95 %),
dengan demikian kemampuan menyimpan air dan unsur hara sangat rendah, sedangkan keberadan bahan organik membantu mengimbagi beberapa sifat fisik.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pemberian bahan organik ke tanah akan berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah secara simultan. Pengaruhnya adalah memperbaiki aerase tanah, menambah kemampuan tanah menahan unsur hara, meningkatkan kapasitas menahan air, meningkatkan daya sanggah tanah, sebagai sumber unsur hara dan sumber energi bagi mikroorganisme tanah (Hardjowigeno, 2003 dalam June, 2011)
B. Perumusan Masalah
Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan menimbulkan dampak negatif terhadap tanah yang menyebabkan pemampatan sehingga bwerakibat
(16)
unsur hara tidak tersedia bagi tanaman. Berdasarkan permasalahan tersebut diperlukan adanya penggunaan pupuk organik dan anorganik yang seimbang sehingga unsur hara dapat tersedia bagi tanaman. Untuk mengimbangi pupuk anorganik (N,P,K) dipadukan dengan pupuk organik (kompos kotoran sapi) diaplikasikan dalam bentuk pelet dan non pelet.
Belum adanya patokan tentang imbangan antara pupuk N, P, K dan kompos kotoran sapi maka perlu dikaji dalam penelitian imbangan pupuk N,P,K dan kompos kotoran sapi dalam bentuk pelet dan non pelet terhadap pertumbuhan jagung.
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh pupuk N,P,K dan kompos kotoran sapi dalam bentuk pelet dan non pelet terhadap pertumbuhan tanaman Jagung.
2. Mendapatkan imbangan terbaik pupuk N,P,K dan kompos kotoran sapi dalam bentuk pelet dan non pelet pada pertumbuhan tanaman jagung di tanah regosol.
(17)
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman jagung (Zea mays. L)
Jagung sudah familiar bagi sebagian masyarakat. Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini banyak beredar jenis jagung. Jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan jenis Zea mays L. Secara umum
klasifikasi dan sistimatika tanaman jagung sebagai berikut : kingdom plantae
(tumbuh-tumbuhan), divisi Spermatophyta (tumbuhan berbiji), subdivisio
Angiospermae (berbiji tertutup), kelas monocotyledone (berbij satu), ordo
Graminae (rumput-rumputan),family Graminaceae,genus Zea,spesies Zea mays L
Jagung merupakan komoditas pertanian yang masuk dalam unggulan, karena merupakan tanaman yang dibutuhkan oleh manusia, baik bagi makanan sehari-hari atau biasa disebut makanan pokok maupun untuk kebutuhan yang lain (pakan ternak), bahan baku industry, bahkan sebagai bahan baku farmasi (GPEI Jawa Timur, 2009 ; dalam Bayu, 2010). Meskipun jagung berasal dari daerah
tropis namun jagung dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Hal ini disebabkan variasi sifat pada sejumlah jenis jagung yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik, sehingga dalam jangka waktu pendek jagung dapat tersebar diseluruh penjuru dunia. Jagung dapat tumbuh pada iklim sedang hingga beriklim sub-tropis/tropis yang basah namun di daerah tropis juga banyak ditemukan jagung. Suhu yang diperlukan jagung berkisar antara 210 C hingga 300 C akan tetapi temperatur optimum jagung adalah 230 C hingga 270 C dengan curah hujan ideal 85-200 mm/bulan selama masa pertumbuhan. Hanya saja saat perkecambahan sebenarnya benih memerlukan suhu yang cocok guna
(18)
menunjang kehidupan embrio dan pertumbuhan kecambah, suhu yang di inginkan adalah 300 C. Jagung dapat ditanam di berbagai macam ketinggian tempat yang berbeda, dari mulai dataran rendah hingga daerah pegunungan yang memiliki ketinggian 1.000-1.800 m di atsas permukaan laut. Jagung yang ditanam di dataran rendah di bawah 800 m di atas permukaan laut dapat berproduksi dengan baik namun bila di budidayakan lebih dari 800 m di atas permukaan laut dapat memberikan hasil yang baik (AAK, 2010).
Tanaman jagung berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar seminal tumbuh dari radikula dan embrio, akar adventif disebut juga akar tunjang. Akar ini tumbuh dari buku paling bawah, yaitu sekitar 4 cm dibawah permukaan tanah. Sementar akar udara adalah akar yang tumbuh dari dua atau lebih buku terbawah dekat permukaan tanah. Perkemabangan jagung tergantung varietas, kesuburan tanah, dan keadaan air tanah.
Batang jagung tidak bercabang, berebentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas yang akan memunculkan buah atau tongkol jagung. Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8-48 helai (tergantung varietas).
Bunga jagung tidak memiliki petal dan sepal sehingga disebut bunga tidak lengkap. Bunga jagung juga tidak sempurna karena bunga jantan dan betina berada pada bunga yang berbeda. Bunga jantan terdapat di ujung batang sedangkan bunga betina terdapat diketiak daun ke-6 atau ke-8 dari bunga jantan. Maka dari itu penyerbukan jagung ini akan terjadi bila serbuk sari dari bunga
(19)
jantan jatuh dan menempel pada rambut tongkol. Pada jagung biasanya terjadi penyerbukan silang (cross pollinated crop). Penyerbukan terjadi dari serbuk sari
tanaman lain, sangat jarang terjadi penyerbukan yang serbuk sarinya berasal dari tanaman sendiri (Purwono dan Rudi, 2011).
Jagung Super Hibrida BISI-18 merupakan jagung hibrida silang tunggal (single cross), yang baik sekali bila ditanam pada dataran rendah hingga dataran
tinggi sampai ketinggian 1.000 meter diatas permukaan laut. Tinggi tanaman mencapai sekitar 230 cm, batang dan daun berwarna hijau gelap. Daun bertipe medium dan tegak, sedangkan batang tanaman besar, kokoh dan tegak. Jagung super hibrida BISI-18 mempunyai ketahanan terhadap penyakit penyakit karat daun (Puccinia sorghi) dan hawar daun (Helminthosporium maydis). Saat 50%
pembungaan (keluar rambut) pada dataran rendah terjadi pada sekitar umur 57 hari sedangkan pada dataran tinggi saat sekitar umur 70 hari. Bentuk tangkai bunga kompak dan agak tegak dengan warna tangkai (anther) ungu kemerahan, warna sekam ungu kehijauan serta warna rambut juga ungu kemerahan.
Kedudukan tongkol jagung super hibrida BISI-18 sekitar 115 cm di atas tanah dan relatif sama pada setiap tanaman, sedangkan besar tongkolnya relatif sangat seragam di setiap tanaman. Klobot yang menutupi tongkol jagung dengan baik bermanfaat untuk menghindari tetesan air hujan yang masuk ke dalam tongkol jagung yang dapat menyebabkan tumbuhnya jamur pada biji jagung. Sehingga jagung ini bisa ditanam pada musim hujan maupun kemarau. Tingkat pengisian pucuk tongkolnya (tip filling) bisa mencapai 97%. Bentuk biji termasuk
(20)
Jumlah barisan biji dalam satu tongkol antara 14-16 baris. Termasuk tipe tongkol yang besar. Kadar rendemen tongkol, mencapai sekitar 83%. Jagung dipanen saat masak fisiologis yaitu umur sekitar 100 hari pada dataran rendah sedangkan pada dataran tinggi saat umur sekitar 125 hari. Potensi hasil panen mencapai 12 ton/hektar. rata-rata pipilan kering adalah sekitar 9,1 ton/hektar. Bobot 1.000 butir biji jagung (diukur dalam kondisi Kadar Air 15%) adalah sekitar 303 gram.
B. Tanah Regosol
Tanah regosol, adalah tanah dengan ciri-ciri antara lain: kasar, teksturnya berbutir, warna sedikit abu-abu hingga kekuningan, mengandung bahan organik dalam jumlah yang sedikit. Jenis tanah regosol ini sangat baik jika ditanami tanaman palawija semisal tembakau jagung, tomat dan lain-lain. Tanah regosol ini banyak dijumpai di selurun nusantara khususnya di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, NTT dan masih banyak lagi lainnya
Menurut USDA, regosol merupakan tanah yang termasuk ordo entisol. Secara umum, tanah entisol adalah tanah yang belum mengalami perkembangan yang sempurna, dan hanya memiliki horizon A yang marginal. Contoh yang tergolong entisol adalah tanah yang berada di sekitar aliran sungai, kumpulan debu vulkanik, dan pasir. Umur yang masih muda menjadikan entisol masih miskin sampah organik sehingga keadaannya kurang menguntungkan bagi sebagian tumbuhan.
Secara spesifik, ciri regosol adalah berbutir kasar, berwarna kelabu sampai kuning, dan bahan organik rendah. Sifat tanah yang demikian membuat tanah tidak dapat menampung air dan mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik.
(21)
Dengan kandungan bahan organik yang sedikit dan kurang subur, regosol lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman palawija, tembakau, dan buah-buahan yang juga tidak terlalu banyak membutuhkan air.
Ciri tanah Regosol umumnya belum menampakkan deferensiasi horison, meski regosol tua sudah terbentuk horison A1 lemah warna kelabu mulai terlapuk. Tekstur kasar, Struktur kursai/lemah, Konsistensi lepas sampai gembur, pH 6-7. Makin tua, struktur dan konsistensi makin padat/memadas dengan drainase dan forositas yang terhambat, Umumnya belum membentuk hakikat sehingga peka terhadap erosi. Cukup mengandung P & K yang masih segar, tetapi kurang N Regosol Abu Vulkanik terdapat di sekitar bangunan api dengan visiografi vulkanik fan, semua bahan vulkanik hasil eropsi gunung berapi berupa debu, pasir, kerikil, batu, bom dan lapili. Bahan kasar di tengah lahan halus di tepi. Kaya hara tanaman kecuali N tapi belum terlapuk sehingga perlu pupuk organik, pupuk kandang, dan pupuk hijau. Umumnya tekstur makin halus makin produktif.
Bahan mineral yang ada dalam tanah dikategorikan berdasarkan ukuran fraksi/pecahannya, yaitu : Ukuran Fraksi 2 mm – 50 µ : pasir, Ukuran Fraksi 50 µ
– 2 µ : debu, Ukuran Fraksi kurang dari 2µ : liat Beberapa jenis mineral primer yang sering terdapat dalam tanah dan juga kandungan unsur hara-nya dapat dilihat pada tabel berikut : Kwarsa (SiO2), Alsit Ca, Dolomit Ca, Mg, Feldspar (K, Na, Ca), Mika (K, Mg, Fe), Amfibole (Ca, Mg, Fe, Na), Piroksin (Ca, Mg, Fe), Olivin (Mg, Fe), Leusit K, Apatit P.
Regosol banyak tersebar di Jawa, Sumatera, dan Nusa Tenggara yang kesemuanya memiliki gunung berapi. Menurut Hardjowigeno (2007) dalam
(22)
Dikdik (2014) jenis tanah Regosol memiliki ciri-ciri bertekstur kasar dengan kadar pasir lebih dari 60%, umur tanah masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis. Jenis tanah ini mendukung kapasitas infiltrasi dengan kategori sedang. Tanah Regosol pada Sub DAS Kreo sebesar 46,87% dan berada pada lereng atas hingga tengah.
Menurut Lia (2015) perbaikan regosol perlu dilakukan untuk memperkecil faktor pembatas yang ada pada tanah tersebut sehingga mempunyai tingkat kesesuaian yang lebih baik untuk lahan pertanian. Untuk menghindari kerusakan tanah lebih lanjut dan meluas diperlukan usaha konservasi tanah dan air yang lebih mantap. Salah satu upaya pengelolaan untuk peningkatan produktivitas sumberdaya lahan, perlu diberikan energi kepada lahan-lahan pertanian, antara lain dengan penambahan bahan amelioran, bahan organik dan pemupukan.
Menurut Helmi (2009) pemberian jerami padi sejumlah 20 ton/ha dan pupuk SP-36 sejumlah 60 kg/ha mampu meningkatkan berat polong kering per hektar sebesar 35,82 % terhadap tanpa perlakuan (kontrol). Kombinasi perlakuan ini dapat menghasilkan perubahan beberapa sifat fisika tanah Regosol serta dapat meningkatkan potensi hasil kacang tanah dan produktivitas hingga sebesar 32,84 % terhadap hasil deskripsi kacang tanah varietas Anoa. Pada pemberian 20 ton/ha bahan organik berupa jerami padi, dosis optimum pemberian pupuk fosfat (SP-36) diperoleh pada dosis 108,50 kg/ha dengan hasil maksimum berat polong kering per hektar adalah 3,02 ton /ha.
(23)
C.
Kompos kotoran sapiBahan organik memiliki peran penting di tanah karena : 1) membantu menahan air sehingga ketersediaan air tanah lebih terjaga, 2) membantu memegang ion sehingga meningkatkan kapasitas tukar ion atau ketersediaan hara. 3) menambah hara terutama N, P, dan K setelah bahan organik terdekomposisi sempurna, 4) membantu granulasi tanah sehingga tanah menjadi lebih gembur atau remah, yang akan memperbaiki aerasi tanah dean perkembangan sistem perakaran, serta 5) memacu pertumbuhan mikroba dan hewan tanah lainnya yang sangat membantu proses dekomposisi bahan organik tanah (Sarwono, 1987 dalam
Yoga, 2010).
Pupuk padat biasanya didapatkan dari kotoran sapi sedangkan pupuk cair diambil dari air kencing (urin). Ada juga yang diambil dari campuran faeses dan urin, biasanya berbentuk campuran kental seperti lumpur. Selain bentuk fasanya, ada juga pupuk kandang yang berupa campuran antara kotoran dengan material lain. Seperti, kotoran ayam yang bercampur dengan sekam padi yang dijadikan alas kandang atau kotoran sapi yang bercampur jerami. Berikut ini, beberapa jenis pupuk kandang yang banyak dipergunakan.
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik yang berbentuk cair maupun padat. Pupuk organik mengandungan hara makro dan mikro rendah sehingga perlu diberikan dalam jumlah banyak. Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman (Agung, 2009). Pupuk organik
(24)
dapat dibuat dari berbagai jenis bahan, antara lain sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah media jamur, limbah pasar, limbah rumah tangga dan limbah pabrik, serta pupuk hijau. Karena bahan dasar pembuatan pupuk organik bervariasi, kualitas pupuk yang dihasilkan juga beragam sesuai dengan kualitas bahan asalnya (Yoga, 2010). Kotoran ternak sapi merupakan salah satu bahan organik yang berpotensi untuk dijadikan pupuk organik. Kandungan unsur hara pupuk kompos kotoran sapi adalah Kadar air 80%, Bahan organik 16 %, N 0,3 %, P2O5 0,2 %, K2O 0,15 %, CaO 0,2%, Rasio C/N 20-25 % namun kandungan hara ini belum cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman sehingga perlu penambahan pupuk lainnya untuk meningkatkan kadar unsur hara agar menjadi pupuk organik yang berkualitas (Setiawan, 2005 dalam Muh dan Fatmawati, 2008). Selain itu
pupuk kandang sapi memiliki komposisi kandungan unsur hara paling banyak bila dibandingkan dengan pupuk kandang dari hewan lain.
Jenis hewan
Unsur Makro (%) Unsur Mikro (%)
N P K Ca Mg Mn Fe Cu Zn
Ayam 1,72 1,82 2,18 9,23 0,86 610 3475 160 501
Sapi 2,04 0,76 0,82 1,29 0,48 528 2597 56 236
Kambing 2,43 0,73 1,35 1,95 0,56 468 2891 42 291
Domba 2,03 1,42 1,61 2,45 0,62 490 2188 23 225
Sumber : Organic Vegetable Cultivation in Malaysia
Menurut penelitian M Fachrurozi dkk (2014) menunjukkan bahwa yang berupa kompos kotoran sapi 75% (14,12 ton/ha) dan paitan 25% (1,335 ton/ha-1) memiliki jumlah buah dan berat basah buah yang lebih tinggi bila dibandingkan
(25)
dengan perlakuan lain dengan potensi panen sebesar 2,904 ton/ha. Pada hasil analisa kimia tanah setelah penelitian secara umum menunjukkan adanya peningkatan residu tertinggal dalam tanah seperti persentase N-total, P dan K.
Menurut Andhi dkk (2014) Perlakuan perlakuan kompos kotoran sapi 75% dan paitan 25% menghasilkan hasil bobot segar buah tomat lebih tinggi dibanding perlakuan yang lain.
D. Pupuk N, P, dan K
Pupuk merupakan salah satu sumebr nutrisi utama yang diberikan pada tanaman, baik dalam masa pertumbuhan, perkembangan dan proses reproduksi. Setiap hari tanaman memerlukan nutrisi berupa mineral dan air. Tiga senyawa utama dalam pupuk anorganik yaitu nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Menurut Arif (2013), Unsur nitrogen (N) merupakan komponen utama dari protein yang cepat terlihat pengaruhnya pada tanaman dan bermanfaat memacu pertumbuhan secara umum, terutama pada fase vegetatif. Unsur fosfor (P) bertugas untuk mengedarkan energi kesuluruhan bagian tanaman, merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar serta mempercepat pertumbuhan tanaman, sedangkan unsur kaliaum (K) berperan sebagai aktivator berbagai enzim dan membantu membentuk protein, karbohidrat, dan sebagai faktor pendukung dalam proses fotosintesis, fiksasi nitrogen, respirasi dan reaksi-reaksi biokimia dalam tanaman.
Nitrogen (N) terkandung didalam pupuk urea dalam jumlah 46%. Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Pupuk Urea berbentuk butir-butir kristal berwarna putih, dengan rumus kimia NH2 CONH2,
(26)
merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya sangat mudah menghisap air (higroskopis), karena itu sebaiknya disimpan di tempat kering dan tertutup rapat. Pupuk Urea sangat besar kegunaannya bagi tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan, antara lain: Membuat daun tanaman lebih hijau segar dan banyak mengandung butir hijau daun (chlorophyl) yang mempunyai peranan sangat panting dalam proses fotosintesa, Mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, cabang), dan menambah kandungan protein tanaman menurut (Palimbani, 2007 dalam Lia 2015).
Phospor (P) terkandung dalam SP-36 dalam bentuk P2O5 dengan jumlah
36%. Pupuk ini berasal dari fosfat alam batuan. Berbentuk non peletdan berwarna
abu-abu. Unsur hara phospor (P) mempunyai peranan memacu pertumbuhan akar perkembangan akar, memacu pembentukan bunga dan masaknya buah/biji, mempercepat panen, dan memperbesar presentase terbentuknya bunga menjadi buah/biji, menambah daya tahan tanaman terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan. Namun kekurangannya dapat mengakibatkan daun berubah warna menjadi tua dan tampak mengkilat kemerahan: tepi daun, cabang, dan batang berwarna merah ungu lalu berubah menjadi kuning. Ukuran buah atau biji kecil, buruk, dan cepat matang, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, lamban pemasakan dan produksi tanaman rendah (Hakim dkk, 1986).
Kalium (K) terkandung dalam pupuk KCl dengan jumlah 60% melalui proses ekstraksi bahan baku (deposit K) yang kemudian diteruskan dengan pemisahan bahan melalui penyulingan untuk menghasilkan pupuk KCl. Peran utama kalium ialah sebagai aktivator berbagai enzim. Pupuk Kalium (KCl)
(27)
berfungsi mengurangi efek negatif dari pupuk N, memperkuat batang tanaman, serta meningkatkan pembentukan hijau dan dan dan karbohidrat pada buah dan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Kekurangan hara kalium menyebabkan tanaman kerdil, lemah (tidak tegak, proses pengangkutan hara pernafasan dan fotosintesis terganggu yang pada akhirnya mengurangi produksi. Kelebihan kalium dapat menyebabkan daun cepat menua sebagai akibat kadar magnesium daun dapat menurun kadang-kadang menjadi tingkat terendah sehingga aktivitas fotosintesa terganggu (Mutmainna, 2012 dalam Lia 2015).
Menurut hasil penelitian Susantidiana (2011) kombinasi perlakuan tanah, pukan kambing + Urea 1,8 g/tanaman, SP36 1,3 g/tanaman, KCl 1,5 g/tanaman mengasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman terbaik. Kombinasi perlakuan Tanah, pukan kambing + Urea 1,8 g/tanaman, SP36 1,3 g/tanaman, KCl 1,5 g/tanaman mengasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman terbaik.
Kasniari dan Nyoman (2007) perlakuan kombinasi dosis pupuk (Urea 300 kg ; SP.36 75 Kg ; KCl 50 kg) per hektar dengan pupuk alternatif Dekorgen (3 liter per hektar) memberikan berat gabah kering giling tertinggi (65,69 g/pot) atau lebih tinggi 59,99% dibandingkan perlakuan kombinasi antara pupuk (Urea 150 kg ; SP.36 0 kg ; KCl 0 kg) per hektar dengan pupuk Dekorgan (3 liter per hektar).
E. Pupuk pelet
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas pupuk organik. Salah satunya yaitu dengan mengubah pupuk organik curah ke pupuk organik granul atau pelet. Hal tersebut dikarenakan pupuk granul atau pelet
(28)
tidak menimbulkan debu, dapat mencegah terjadinya segresi, mencegah overdosisnya tanaman terhadap pelepasan nutrisi yang mendadak, serta memperbaiki penampilan dan kemasan produk (Menurut Ni Wayan, 2015). Selain itu kompos yang berbentuk pelet memiliki beberapa kelebihan yang mampu menutupi kekurangan dari kompos berbasis kotoran sapi yang berbentuk curah, yaitu:
a. Efektif dalam model transportasi jarak jauh dan penyimpanan. Hal ini dikarenakan terjadinya pengurangan volum yang signifikan setelah proses pelletizing. Volum pelet berukuran 5 mm menjadi 50-80% dari volume awal. b. Dapat diaplikasikan di dekat pemukiman penduduk karena kompos berbentuk
pelet tidak menghasilkan atau menimbulkan debu.
c. Proses peluruhan kompos pelet lebih lama dibandingkan dengan kompos curah (slow release). Oleh karena itu, jika kompos yang digunakan belum
matang maka efek terhadap tanaman akibat dari dekomposisi material organik yang mudah terdekomposisi akan terbatasi. Proses peluruhan yang lebih lama (atau bertahap) ini juga mencegah over dosisnya tanaman terhadap pelepasan nutrisi yang mendadak (fertilizer burn).
d. Kompos pelet mengalami peluruhan dan melepaskan nitrogen nitrat beberapa minggu setelah kompos curah. Hal ini membuat kondisi anaerobik dipertahankan dalam pelet sehingga nitrifikasi meningkat.
Agar pupuk organik granul atau pelet tidak mudah larut dan hancur maka perlu ditambah bahan perekat. Penggunaan bahan perekat bertujuan untuk meningkatkan kekompakan granul sehingga granul tidak mudah hancur dan keras.
(29)
Perekat yang biasa digunakan sebagai campuran dapat berupa perekat alami dan buatan. Bahan perekat yang digunakan harus mempunyai sifat rekat yang baik sehingga dapat memperbaiki sifat fisik maupun kimia, selain itu perekat mudah ditemukan, dan dengan harga yang terjangkau.
Menurut Suriadikarta dan Setyorini, (2006) dalam Krishna (2015), Secara
fisik, pupuk organik dapat dibedakan dalam bentuk curah dan pelet. Pupuk organik dalam bentuk curah memiliki beberapa kekurangan, antara lain lebih cepat kering dan mudah tersapu oleh hembusan angin sehingga sulit untuk diaplikasikan. Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pupuk curah tersebut adalah dengan membuat pupuk organik dalam bentuk pelet. Pupuk dalam bentuk pelet dapat mengurangi overdosis tanaman, memperbaiki penampilan dan kemasan produk. Pupuk dalam bentuk pelet memiliki kelebihan, yaitu dapat mereduksi volume sampai 50-80% dan juga mereduksi debu sehingga lebih mudah diangkut untuk jarak jauh. Namun, pupuk organik dalam bentuk pelet memiliki beberapa kelemahan yang antara lain mudah pecah dan hancur. Kelemahan ini dapat diatasi dengan menambahkan bahan perekat dalam pembuatan pelet.
Menurut penelitian Agus Ruhnayat (2015) pemberian pupuk organik pelet sebanyak 15 ton/hektar memberikan peningkatan pertubuhan, hasil panen dan mutu tanaman sedangkan pemberian pupuk organik dalam bentuk cair hanya memberikan pengaruh terhadap hasil tanaman. Didukung oleh penelitian Phrasetyo (2011) dalam Lia (2015) pemberian pupuk organik dikobinasikan dengan pupuk urea sebanyak 18,75 ton/ha) dapat meningkatkan pertumbuhan
(30)
hasil tanaman, sehingga dari hasil penelitian diduga semakin meningkatnya dosis akan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan maupun hasil tanaman jagung.
Menurut Isroi (2009) dalam Lia (2015), pembuatan pupuk dalam bentuk pelet dilakukan untuk memudahkan aplikasi, memudahkan transportasi pupuk dan mengurangi biaya tranportasi. Pupuk berbentuk pelet juga lebih mudah ditaburkan dari pada bentuk curah.
F. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah imbangan pupuk N 60 kg/hektar, P 30 ton/hektar, K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar akan menghasilkan pertumbuhan dan hasil jagung terbaik.
(31)
19
III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Februari 2016 – Juli 2016.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu tanah Regosol, tanah lempung, kotoran sapi, benih jagung, benih jagung (BISI-18). Alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah polybag, mesin pencetak pelet, sekop, cangkul, karung goni, timbangan elektrik, mistar, leaf area meter, green moisture meter.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode percobaan dengan rancangan percobaan faktor tunggal yang disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL). Faktor yang diujikan yaitu imbangan dosis pupuk kompos kotoran sapi dan NPK yang dipeletkan terdiri dari 6 perlakuan yaitu
P1 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/ hektar bentuk pelet.
P2 : Pupuk N 80 kg/hektar ; P 40 kg/hektar ; K 20 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar bentuk pelet.
P3 : Pupuk N 100 kg/hektar ; P 50 kg/hektar ; K 25 kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/ hektar bentuk pelet.
P4 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/hektar bentuk bentuk non pelet.
(32)
P5 : Pupuk N 80 kg/hektar ; P 40 kg/hektar ; K 20 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar bentuk non pelet.
P6 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/hektar bentuk non pelet.
Pada penelitian ini terdapat 6 perlakuan dengan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga total percobaan 18 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdapat 3 tanaman sampel dan 1 tanaman cadangan.
D. Cara Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1. Pembuatan Kompos Kotoran Sapi
Tahap pertama adalah pencampuran semua bahan-bahan yang di perlukan untuk pembuatan kompos, yaitu kotoran sapi (50 kg), serbuk gergaji (112 g), abu (2700 g) dan kapur (1 kg) secara merata. Lalu ditumpuk di tempat yang ternaungi dari sinar matahari dan hujan secara langsung dan dibiarkan selama 1 hari. Esok harinya mengaduk tumpukan bahan kompos lalu taburi dengan stardec dosis 2500 gram, kemudian ditumpuk lagi dengan ketinggian minimal 80 cm. Tumpukan di biarkan terbuka sampai 7 hari. Pambalikan bahan kompos di lakukan setiap 7 hari sekali, tujuan membalik tumpukan agar suplai oksigen dapat masuk kedalam bahan secara merata karena oksigen diperlukan untuk aktivitas mikroba.. Aktivitas mikroba dapat di tandai dengan adanya peningkatan suhu. Peningkatan suhu terjadi menjelang hari ke 8 hingga hari ke 21. Dan pada hari ke 28, suhu menurun kembali.
(33)
2. Pembuatan Pelet Kotoran Sapi
Pada pembuatan pelet ini membutuhkan beberapa proses diantaranya :
a. Pencampuran
Pada tahap pencampuran ini adalah tahap awal dalam pembuatan pelet. Tujuan dari proses pencampuran ini adalah agar bahan-bahan yang diperlukan akan tercampur secara merata/ homogen. Pencampuran bahan-bahan dilakukan mulai dari bahan yang volumenya paling besar hingga bahan yang volumenya paling kecil. Bahan-bahan yang dicampurkan adalah kompos kotoran sapi, urea, KCL, SP36 dan lempung sebagai perekat serta kebutuhan lempung 10 % dari total kompos kotoran sapi yaitu sebanyak 1360,572 gram.
b. Pencetakan/Penggilingan pelet.
Pencetakan/ penggilingan pelet merupakan pembentukan bahan baku menjadi pelet dengan menggunakan mesin pencetak pelet (farm pelleter). Cara
pencetakan/penggilingan pelet dilakukan dengan cara memasukan semua bahan yang sudah dicampur ke dalam mesin pencetak pelet, sambil menekan bahan yang belum masuk dengan sempurna agar masuk secara keseluruhan. Saat pelet keluar lalu ditampung menggunakan wadah agar pelet tidak jatuh dan hancur dikarenakan pelet masih dalam kondisi basah.
c. Pengeringan
Setelah pelet yang dicetak keluar dan tertampung dalam wadah maka tahap selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan dilakuakan di dalam green house
(34)
kadar air yang terkandung di dalam pelet sehingga kadar air berkurang menjadi stabil (± 10%) dan tidak mudah ditumbuhi jamur.
3. Pengaplikasian Pelet Kotoran Sapi Pada Budidaya Jagung a. Persiapan media tanam
Tahap pertama yaitu persiapan media tanam. Media yang digunakan dalam penelitian adalah tanah regosol yang menggunakan polybag. Media disiapkan dengan memasukan tanah regosol ke dalam polybag yang sudah sudah dicampur dengan pupuk dasar denga dosis 95,22 gram dan diberi label menurut perlakuan masing-masing.
b. Penanaman
Penanaman dilakukan sehari setelah pemupukan dengan cara memberi lubang pada tanah polybag dan memasukan 2 benih/ lubang.
c. Pemeliharaan tanaman
Penyiraman dilakukan setiap hari dengan memberi air secukupnya menggunakan selang, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya untuk menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, jumlah air yang diperlukan lebih besar sehingga pemberian air diberikan dua kali lipatnya.
Pemberian pupuk susulan baik pelet dan non pelet diberikan 2 kali selama masa tanam, yaitu pada umur 10 hari dan 45 hari, masing-masing sebanyak 95,12 gram. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman jagung berumur 2 minggu (daun 2) setelah tanam (MST) dengan memilih 1 tanaman jagung dengan pertumbuhannya lebih baik dengan ciri tinggi ± 10 cm dan tanaman terlihat sehat.
(35)
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida saat terjadi serangan yang dapat membahayakan produksi tanaman jagung namun bila serangan hama tidak terlalu merugikan maka pengendalian hanya menggunakan pengendalian manual. Hama yang dikendalikan adalah belalang, pengendalian menggunakan pestisida regen dengan dosis 5 ml. Pengendalian dilakukan hanya saat hama menyerang.
d. Pengamatan terahkir tanaman jagung
Pengamatan terakhir tanaman jagung dilakukan dengan cara memisahkan bunga, batang, daun dan akar. Pengamtan terakhir tanaman jagung dengan cara mengambil bunga dilakukan dengan cara memotong bunga atau dapat dilakukan dengan mematahkan bunga. Bunga jagung dan brangkasan tanaman (akar, batang dan daun) dimasukan ke dalam kantong kertas yang sudah diberi label dan untuk selanjutnya dilakukan analisis data.
E. Parameter yang Diamati
Pengamatan dilakukan terhadap 3 tanaman sampel yang terdiri dari : 1. Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap 1 minggu sekali sejak tanaman berumur 1 minggu setelah tanam sampai tanaman berbunga. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur mulai dari pangkal batang bawah hingga ujung daun tertinggi dinyatakan dalam satuan centimeter (cm).
2. Jumlah daun (helai)
Penghitungan jumlah daun dilakukan setiap 1 minggu sekali sejak tanaman berumur 1 minggu setelah tanam sampai tanaman berbunga (umur 13 MST).
(36)
Perhitungan dilakukan dengan cara mengitung daun yang membuka dan dinyatakan dalam satuan helai.
3. Luas daun (cm)
Pengukuran luas daun dilakukan saat akhir pengamatan tanaman berumur 13 minggu dengan menggunakan leaf area meter. Pengukuran dilakukan dengan
cara meletekkan sampel daun di atas scanner leaf area meter dan hasil dilihat di
layar monitor. Hasil pengukuran luas daun dinyatakan dalam satuan centimeter (cm2).
4. Berat segar brangkasan tanaman (g)
Pengukuran berat segar tanaman dilakukan saat akhir pengamtan (umur 13 MST), dengan cara menyobek polybag kemudian media tanam digemburkan di
bawah pancuran air sambil dibilas sampai bagian akar bersih. Setelah itu dilakukan penimbangan dan berat segar dinyatakan dalam satuan gram (g).
5. Berat kering brangkasan tanaman (g)
Pengukuran berat kering tanaman dilakukan setelah diukur berat brangkasan basah dan dijemur pada terik sinar matahari sampai kering. Tanaman yang telah dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas koran dan dioven pada suhu 65oC sampai berat konstan 2 hari. Hasil berat kering tanaman dinyatakan dalam satuan gram (g).
6. Berat segar bunga (g)
Berat segar bunga dilakukan saat akhir pengamatan (umur 13 MST). Dengan memotong pangkal bunga jagung dan menimbangnya. Hasil berat segar bunga dinyatakan dalam satuan gram (g).
(37)
7. Berat kering bunga (g)
Pengamatan berat kering bunga dilakukan saat akhir pengamatan (umur 13 MST). Dengan cara di jemur pada terik matahari sampai kering. Untuk mendapatkan berat kering yang konstan maka bunga dioven pada 650C. Hasil berat kering bunga dinyatakan dalam satuan gram (g).
8. Panjang bunga (cm)
Pengukuran panjang bunga dilakukan saat saat akhir pengamatan (umur 13 MST). Dengan cara mengukur menggunakan penggaris. Pengukuran panjang bunga mulai dari pangkal bunga hingga ujung bunga dan dinyatakan dalam satuan gram (g).
9. Jumlah tangkai bunga (helai)
Penghitungan jumlah tangkai bunga dilakukan saat masa tanam selesai dengan cara menghitung setiap helai tangkai bunga yang ada. Hasil jumlah tangkai bunga dinyatakan dalam satuan helai.
F. Analisis Data
Hasil pengamatan yang diperoleh kemudian di sidik ragam pada taraf nyata 5%. Apabila hasil sidik ragam terdapat pengaruh perlakuan yang berbeda nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan DMRT (Duncan’s Multiple Range
(38)
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Variabel Vegetatif
Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman.
1. Tinggi tanaman (cm)
Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman dapat dilihat pada table 1.
Tabel 1. Rerata tinggi tanaman (cm) pada umur 13 MST Perlakuan
Tinggi Tanaman
(cm) P1 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet
P2 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar pelet P3 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar pelet P4 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar non pelet P5 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet P6 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar non pelet
250,8 c 271,2 bc 258,5 bc 284,0 ab 284,1 ab 301,3 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
pengaruh antar perlakuan berdasarkan uji Duncan pada taraf α = 5%.
Dari tabel 1 terdapat perbedaan nyata antar perlakuan P6 (N,P,K (100,50,25) kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/ hektar bentuk non pelet) dengan perlakuan P1, P2, P3 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain. Hal ini diduga perlakuan N,P,K (100,50,25) kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/ hektar bentuk non pelet (P6), bahwa pupuk sudah lebih mudah tersedia bagi tanaman karena pupuk non pelet yang bersifat lebih remah dan mudah tersedia sehingga lebih mudah diserap tanaman.
(39)
Gambar 1. Grafik tinggi tanaman umur 1-13 minggu pada berbagai perlakuan Keterangan :
P1 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/ hektar bentuk pelet.
P2 : Pupuk N 80 kg/hektar ; P 40 kg/hektar ; K 20 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar bentuk pelet.
P3 : Pupuk N 100 kg/hektar ; P 50 kg/hektar ; K 25 kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/ hektar bentuk pelet.
P4 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/hektar bentuk non pelet.
P5 : Pupuk N 80 kg/hektar ; P 40 kg/hektar ; K 20 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar bentuk non pelet.
P6 : Pupuk N 100 kg/hektar ; P 50 kg/hektar ; K 25 kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/hektar bentuk non pelet.
Berdasarkan gambar 1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman mulai umur 12 minggu pada perlakuan P6 yaitu perlakuan pupuk bentuk non pelet dengan dosis N,P,K 100, 50, 25 kg/hektar dan kotoran sapi 25 ton/hektar lebih tinggi dari perlakuan lain.
Menurut Ni Wayan (2014) semakin banyak bahan perekat yang digunakan untuk membuat pelet akan mempengaruhi waktu hancurnya pelet yang semakin lama. Hal ini dikarenakan daya rekat antar granul yang lebih rendah sehingga
0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
T in g g i T a n a m a n ( cm ) Minggu Ke P1 P2 P3 P4 P5 P6
(40)
granul akan lebih cepat hancur. Jika granul terlalu cepat hancur maka akan terjadi pelepasan nutrisi yang lebih cepat. Demikian pula jika granul lebih lama hancur makan lebih lama pula pertumbuhan tanaman jagung akibat terhambatnya persediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman jagung.
Peleburan granul pelet juga dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam tanah, pada penelitian ini dilakukan penyiraman setiap hari untuk memperoleh hasil yang baik pada tanaman sampel. Pada perlakuan pupuk-pelet memiliki kecenderungan untuk menyerap air lebih tinggi dibanding dengan perlakuan non-pelet. Kecenderungan menyerap air lebih tinggi ini diduga mengakibatkan pori mikro tanah tertutup dengan air (an-aerob) sehingga akan mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik oleh karena itu pada perlakuan pupuk-pelet didapat hasil yang rendah dalam tabel tinggi tanaman jagung (tabel 1).
Perlakuan P6 menunjukkan tinggi tanamann nyata lebih tinggi daripada perlakuan P1, P2 dan P3 walalupun perlakuan P6 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan P4 dan P5. Jika dilihat pada tabel 1 maka dapat disimpulkan dengan pemberian pupuk yang semakin rendah semakin rendah pula pertumbuhan tinggi tanaman. Raihan (2000) dalam Hermanuddin dkk. (2012), menyatakan
bahwa dalam budidaya tanaman jagung umumnya membutuhkan unsur hara dari berbagai jenis dan dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga hampir dipastikan bahwa tanpa dipupuk, tanaman tidak mampu memberikan hasil seperti yang diharapkan. Atau dengan kata lain sangat perlu diperhatikan pemberian unsur hara pada budidaya tanaman jagung.
(41)
Ini diduga pada perlakuan pupuk pelet itensitas penyerapan unsur hara menjadi lebih terhambat akibat lambatnya proses peleburan granul sehingga ketersediaan unsur hara menjadi terhambat. Menurut Sarief (1986), menyatakan bahwa dengan tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup pada saat pertumbuhan vegetatif, maka proses fotosintesis akan berjalan aktif, sehingga proses pembelahan, pemanjangan, dan differensiasi sel akan berjalan lancar sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Ini juga didukung oleh hasil sidik ragam (lampiran 7) yang menunjukkan perlakuan pupuk-pelet menghasilkan tinggi tanaman yang rendah, hasil terendah didapat pada perlakuan pupuk pelet dengan dosis pupuk N 60 kg/hektar, P 30 kg/hektar, K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/hektar (P1).
2. Jumlah daun (helai)
Daun sebagai tempat kegiatan fotositensis untuk penghasil energy yang akan diperlukan untuk proses pertumbuhan tanaman. Hasil sidik ragam parameter jumlah daun menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 % (lampiran 8), rerata jumlah daun dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rerata jumlah daun (helai) 13 MST Perlakuan
Jumlah Daun (helai) P1 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet
P2 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar pelet P3 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar pelet P4 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar non pelet P5 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet P6 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar non pelet
14,0 a 14,0 a 15,0 a 15,0 a 14,0 a 13,7 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
(42)
Bedasarkan tabel 2 menunjukkan rerata jumlah daun yang dihasilkan dari semua perlakuan baik pupuk kompos dalam bentuk pelet maupun non pelet dengan berbagai dosis tidak beda nyata. Diduga jumlah daun yang terbentuk lebih dominan dipengaruhi oleh faktor genetik dari tanaman tersebut yaitu sifat yang diturunkan dari induknya. Hal ini sejalan dengan pendapat Gardner et al (1991)
dalam Selly (2011) pada beberapa komponen pengamatan seperti laju
pemanjangan batang dan jumlah daun tanaman, dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan. Sifat genetik tanaman berasal dari varietas atau kultivar unggul karena masing-masing varietas memiliki ciri dalam menampilkan sifat tanaman seperti seberapa banyak jumlah daun yang terbentuk pada tanaman jagung. Menurut Syukur (2005), menyatakan bila varietas yang sama di tanam pada lingkungan yang sama akan memberikan karakter yang sama.
Grafik pengamatan jumlah daun gambar 2 yang diamati setiap satu minggu satu kali, menunjukkan bahwa jumlah daun minggu ke 11-12 pada perlakuan pupuk N,P,K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet (P1) lebih banyak daripada perlakuan lain.
Tanaman jagung dalam pertumbuhan vegetatifnya membutuhkan unsur hara yang cukup khususnya unsur hara nitrogen. Penyerapan unsur hara yang cukup berpengaruh terhadap proses pembentukan sel tanaman yaitu daun apabila penyerapan yang dilakukan oleh tanaman tidak maksimal maka pembentukan sel yang terjadi pada tanaman juga tidak maksimal. Pertumbuhan tanaman jagung memerlukan unsur hara untuk pembentukan organ-organ tanaman terutama kebutuhan unsur hara Nitrogen. Menurut Widayanti (2008) menyatakan bahwa
(43)
dengan bertambahnya unsur N pada tanaman berasosisasi dengan pembentukan klorofil daun sehingga meningkatkan fotosintesis untuk memacu pertumbuhan daun.
Gambar 2. Grafik jumlah daun pada berbagai perlakuan
Keterangan :
P1 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/ hektar bentuk pelet.
P2 : Pupuk N 80 kg/hektar ; P 40 kg/hektar ; K 20 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar bentuk pelet.
P3 : Pupuk N 100 kg/hektar ; P 50 kg/hektar ; K 25 kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/ hektar bentuk pelet.
P4 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/hektar bentuk non pelet.
P5 : Pupuk N 80 kg/hektar ; P 40 kg/hektar ; K 20 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar bentuk non pelet.
P6 : Pupuk N 100 kg/hektar ; P 50 kg/hektar ; K 25 kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/hektar bentuk non pelet.
Tanaman jagung dalam pertumbuhan vegetatifnya membutuhkan unsur hara yang cukup khususnya unsur hara nitrogen. Penyerapan unsur hara yang cukup berpengaruh terhadap proses pembentukan sel tanaman yaitu daun apabila
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Ju m la h D a u n ( h e la i) minggu ke P1 P2 P3 P4 P5 P6
(44)
penyerapan yang dilakukan oleh tanaman tidak maksimal maka pembentukan sel yang terjadi pada tanaman juga tidak maksimal. Pertumbuhan tanaman jagung memerlukan unsur hara untuk pembentukan organ-organ tanaman terutama kebutuhan unsur hara Nitrogen. Menurut Widayanti (2008) menyatakan bahwa dengan bertambahnya unsur N pada tanaman berasosisasi dengan pembentukan klorofil daun sehingga meningkatkan fotosintesis untuk memacu pertumbuhan daun tanaman.
3. Luas daun (cm2)
Hasil sidik ragam parameter luas daun menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata luas daun dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3.Hasil rerata luas daun
Perlakuan Luas Daun
(cm2) P1 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet
P2 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar pelet P3 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar pelet P4 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar non pelet P5 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet P6 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar non pelet
3364,0 a 3559,0 a 4858,3 a 5660,7 a 4775,3 a 4428,7 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
pengaruh antar perlakuan berdasarkan uji F pada taraf 5%.
Pertumbuhan tanaman merupakan proses peningkatan jumlah dan ukuran daun dan batang. Oleh karena itu luas daun sering digunakan suatu tolak ukur pertumbuhan tanaman. Menurut Suwarsono dkk (2011), indeks luas daun adalah salah satu parameter penting untuk mengidentifikasi produktivitas tanaman. Pengamatan luas daun dilakukan setelah masa tanam peneleitian selesai. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada benda nyata pada semua perlakuan terhadap
(45)
perlakuan penggunaan pupuk organik kotoran sapi baik yang dipelet ataupun non pelet dengan berbagai macam dosis tidak memberikan pengaruh terhadap luas daun. Hal ini diduga pemberian dosis pada masing-masing perlakuan sudah mampu mencukupi ketersidaan unsur hara untuk pembentukan luas daun. Menurut muhammad (2014), Semakin banyak makanan maka daun akan lebih lebar jika dibandingkan dengan daun yang zat haranya kurang.
Menurut Sri rahmi (2002), pengukuran luas daun dapat dipakai untuk menduga proses-proses fisiologi pada tanaman seperti proses intersepsi, fotosisntesis dan proses evapotranspirasi. Karena luas daun menunjukkan akan seberapa banyak sinar matahari yang dapat diserap tanaman untuk dimanfaatkan dalam proses fotosintesis.
4. Berat segar dan Berat kering tanaman (gram).
Hasil sidik ragam parameter berat segar tanaman menunjukkan beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil berat segar tanaman dapat dilihat pada tabel 4:
Tabel 4. Rerata berat segar dan berat kering tanaman (gram) pada umur 16 MST.
Perlakuan Berat Segar Tanaman (gram) Berat Kering Tanaman (gram) P1 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet
P2 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar pelet P3 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar pelet P4 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar non pelet P5 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet P6 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar non pelet
339,5 d 440,9 cd 493,4 bc 583,9 ab 641,5 a 576,7 ab 98,5 b 123,3 b 127,2 b 165,5 a 168,1 a 174,0 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
(46)
Dari tabel 4 terdapat perbedaan nyata antara perlakuan P5 yaitu N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet dengan perlakuan P1, P2, P3 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dengan dosis pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar bentuk non pelet yang diberikan maka akan memberikan hasil berat segar tanaman yang baik. Hal itu diduga karena pemberian dosis pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar bentuk non pelet akan meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Manuhuttu dkk (2014), mengatakan bahwa berat segar tanaman juga dipengaruhi oleh keadaan hara yang tersedia dalam media tanam.
Adapun hasil berat segar tanaman terbaik diperoleh pada perlakuan pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar bentuk non pelet. Hal tersebut dipengaruhi oleh pupuk organik non pelet bersifat lebih remah daripada pupuk organik pelet. Sifat pupuk pelet yang lebih lambat tersebut dikarenakan peleburan atau hancurnya pupuk pelet yang juga dipengaruhi oleh bahan perekat, dalam penelitian ini yang menggunakan bahan perekat lempung/tanah liat. Menurut Hanafiah (2007), tanah liat memiliki permeabilitas (tingkat kesarangan tanah untuk dilalui aliran massa air) atau pelokasi (kecepatan aliran air untuk melewati massa tanah) yang lambat sehingga bahan penyuburan tanah, seperti kapur dan pupuk organik yang diberikan tidak akan cepat hilang (tersedia bagi tanaman).
Berdasarkan hasil sidik ragam berat kering tanaman yang ditunjukkan pada tabel 4 bahwa perlakuan P4, P5, P6 menunjukkan berat kering tanaman yang
(47)
tidak berbeda nyata namun, ke 3 perlakuan nyata lebih berat daripada perlakuan P1, P2, P3 (pelet).
Berat kering tanaman dapat menunjukkan bahwa seberapa banyak unsur hara yang terserap oleh tanaman. Lakitan (1996) juga menyatakan bahwa unsur hara yang diserap tanaman, baik yang digunakan dalam sintesis senyawa organik maupun yang tetap dalam bentuk ionic dalam jaringan tanaman akan memberikan kontribusi terhadap pertambahan berat tanaman.
B. Variabel Generatif
Parameter pertumbuhan generatif terdiri dari berat segar bunga, berat kering bunga, panjang bunga, dan jumlah tangkai bunga jantan.
1. Berat segar bunga (gram)
Hasil sidik ragam parameter berat segar bunga menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 % (lampiran 9) Hasil rerata berat segar bunga dapat dilihat pada tabel 5 :
Tabel 5. Berata berat segar bunga (gram) pada umur 16 MST
Perlakuan
Berat Segar Bunga (gram) P1 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet
P2 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar pelet P3 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar pelet P4 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar non pelet P5 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet P6 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar non pelet
3,2 a 2,9 a 3,9 a 6,9 a 4,7 a 5,2 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
pengaruh antar perlakuan berdasarkan uji F pada taraf 5%
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa berat segar bunga yang dihasilkan dari semua perlakuan baik pupuk kompos dalam bentuk pelet maupun dengan berbagai dosis tidak beda nyata.
(48)
Unsur hara yang paling berperan dalam masa pembungaan adalah unsur P dan air, oleh karena itu ketersidiaan unsur P akan berpengaruh dalam berat segar bunga. Sarief (1986) mengatakan bahwa unsur phospor ini mempunyai peranan yang lebih besar pada pertumbuhan generatif tanaman, terutama pada pembungaan, pembentukan tongkol dan biji.
Peran air sangat berpengaruh terhadap terbentuknya bunga pada tanaman jagung dan sebagai media untuk mengangkut kebutuhan hara tanaman. Ini sependapat pritchet (1979) dalam Onrizal (2005) yang mengatakan air merupakan
faktor penting untuk memfungsikan secara tepat bagian besar proses-proses tumbuh-tumbuhan dan tanah. Air memperngaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam semua proses pertumbuhan, aktivitas metabolisme sel.
Tinggi tanaman mempengaruhi proses fotosintesis tanaman, cahaya yang dimanfaatkan secara langsung untuk proses fotosintesis akan mendapatkan hasil fotosintesis yang besar pula diamana akan mempengaruhi proses generatif tanaman jagung yang tidak langsung akan berpengaruh terhadap berat segar bunga (Ni Nyoman dan Ari, 2007 dalam Aris dan I ketut ngawit, 2011)
2. Berat kering bunga (gram)
Hasil sidik ragam parameter berat kering bunga menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata berat kering bunga dapat dilihat pada tabel 6.
Pada tabel 6 berat kering bunga menunjukkan hasil bahwa berat kering bunga yang dihasilkan dari semua perlakuan dengan berbagai dosis dalam bentuk pelet maupun non pelettidak beda nyata. Parameter berat kering bunga ini
(49)
digunakan untuk mengukur seberapa efektif unsur hara yang terserap untuk pembentukan bunga karena bunga sudah sudah melalui tahap pengovenan dimana kandungan air sudah tidak ada lagi. Reza (2013), mengatakan dengan hanya memperhatikan bobot kering dapat diukur laju tumbuh pertanaman dan laju pertumbuhan relatif. Dengan demikian semua perlakuan tidak berpengaruh terhadap parameter berat kering bunga.
Tabel 6. Berata berat kering bunga (gram) pada umur 16 MST. Perlakuan
Berat Kering Bunga (gram) P1 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet
P2 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar pelet P3 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar pelet P4 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar non pelet P5 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet P6 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar non pelet
1,3 a 1,4 a 1,8 a 3,5 a 2,0 a 2,5 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
pengaruh antar perlakuan berdasarkan uji F pada taraf 5% 3. Panjang bunga (cm)
Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel 7.
Pada tabel 7 menunjukan bahwa panjang bunga yang dihasilkan dari semua perlakuan dengan berbagai dosis dalam bentuk pelet maupun non pelet tidak beda nyata. Pada fase generatif, faktor yang mempengaruhi yaitu kandungan unsur hara (terutama P), kandungan air dan faktor tumbuhan itu. Menurut fachrozi Subakti (2013) dalam penelitiannya mengatakan jumlah daun mempengaruhi proses fotosintesis dan akan berpengaruh langsung terhadap hasil fotosintat dimana akan berpengaruh juga terhadap fase generatif tanaman jagung.
(50)
Tabel 7. Rerata panjang bunga (cm) pada umur 16 MST.
Perlakuan Panjang
Bunga (cm) P1 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet
P2 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar pelet P3 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar pelet P4 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar non pelet P5 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet P6 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar non pelet
25,3 a 22,4 a 24,9 a 36,5 a 26,3 a 26,9 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
pengaruh antar perlakuan berdasarkan uji F pada taraf 5%.
Pada tabel 7 rerata panjang bunga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Ini juga didukung oleh hasil analisis parameter jumlah daun dan luas daun tanaman jagung yang menunjukkan hasil yang tidak berebeda nyata. Diduga tanaman jagung mengalami proses fotosintesis dengan baik dimana akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jagung pada fase generatif atau dengan kata lain mempengaruhi proses pembentukan dan panjang bunga. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan fitter dan hay (1994) bahwa jumlah daun akan mempengaruhi laju transpirasi, karena tanaman yang bertranspirasi bebas, air di evaporasi dari dinding sel menuju epidermis yang lembab dari bagian daun dan lepas ke udara melalui stomata.
Pemupukan juga akan mempengaruhi pada fase generatif tanaman jagung, pada perlakuan pemupukan tanaman jagung terdapat kandungan unsur hara N dan P dimana unsur hara tersebut sangat generatif yaitu fase dimana tanaman mulai membentuk pembungaan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Kuswandi (2007) bahwa unsur hara N ikut berperan dalam pembungaan, namun peranan N tidak terlalu besar seperti halnya peran unsur hara P dalam pembentukan bunga. Peran unsur hara P dalam pembentukan bunga mempengaruhi pembentukan dan
(1)
Didalam pupuk kandang sapi teradapat beberapa kandungan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Nina (2014) Pupuk kandang kotoran sapi juga mengandung 1,8 - 2,4% nitrogen, 1,0 - 1,2% fosfor (P205), 0,6 - 0,8% potassium (K 20).
Pupuk pelet adalah salah satu alternatif pengubahan bentuk dari pupuk curah menjadi berbentuk pelet atau granul. Pupuk pelet mempunyai beberapa keunggulan, hal ini diungkapkan Isroi (2009), pupuk pelet memiliki keunggulan yang sama dengan POG, yaitu: kemudahan aplikasi, pengemasan, dan transportasi. Keunggulan yang lain adalah proses pembuatan yang lebih singkat dan mudah.
Tanah regosol dengan tekstur kasar atau kandungan pasir tinggi akan mempunyai porositas yang baik karena didominasi oleh pori makro, namun mempunyai tingkat kesuburan rendah di mana unsur hara mudah tercuci (Darmawijaya, 1990 dalam June, 2011). Menurut Gunadi et.al. (2005) dalam June (2011) tanah regosol miskin akan bahan organik (0,95 %), dengan demikian kemampuan menyimpan air dan unsur hara sangat rendah, sedangkan keberadan bahan organik membantu mengimbagi beberapa sifat fisik.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan bahan organik. Menurut Hardjowigeno (2003) dalam June (2011) pemberian bahan organik ke tanah akan berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah secara simultan. Pengaruhnya adalah memperbaiki aerase tanah, menambah kemampuan tanah menahan unsur hara, meningkatkan kapasitas menahan air, meningkatkan daya sanggah tanah, sebagai sumber unsur hara dan sumber energi bagi mikroorganisme tanah. Salikin (2003) dalam June (2011) menambahkan bahwa pemberian dan pengembalian limbah organik berupa kotoran ternak (pupuk kandang), bahan organik sisa panen maupun limbah hasil pertanian pada lahan– lahan pertanian, merupakan tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang diharapkan dapat mengurangi degradasi lahan, mendukung kemantapan peningkatan produktivitas lahan dan sistem pertanian akan terlanjutkan.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pupuk pelet dan non pelet N,P,K (KCL, SP36, Urea) dan kotoran sapi terhadap pertumbuhan tanaman jagung dan mendapatkan imbangan paling tepat kotoran sapi yang dicampur dengan N,P,K (KCl, SP36, Urea) bentuk pelet dan tanpa pelet pada tanaman jagung di tanah regosol.
TATA CARA PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium. Pengamatan pertumbuhan tanaman jagung dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan September 2015-Desember 2015.
Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu tanah Regosol, tanah lempung, kotoran sapi, benih jagung. Alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah polybag, mesin pencetak pelet, sekop, cangkul, karung goni, timbangan elektrik, mistar, leaf area meter, green moisture meter.
(2)
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode percobaan dengan rancangan percobaan faktor tunggal yang disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL). Faktor yang diujikan yaitu imbangan dosis pupuk kompos kotoran sapi dan NPK yang dipeletkan terdiri dari 6 perlakuan yaitu P1:Kompos kotoran sapi 15 ton/ hektar +urea 119,57 kg, SP36 66,67 kg, KCl 50 kg/ hektar dipeletkan. P2:Kompos kotoran sapi 20 ton/ hektar +Urea 76,08 kg, SP36 38,88 kg, KCl 41,6 kg/ hektar dipeletkan. P3:Kompos kotoran sapi 25 ton/ hektar +Urea 32,61 kg, SP36 11.11 kg, KCl 33,33 kg/ hektar dipeletkan. P4:Kompos kotoran sapi 15 ton/ hektar +urea 119,57 kg, SP36 66,67 kg, KCl 50 kg/ hektar. P5:Kompos kotoran sapi 20 ton/ hektar +Urea
76,08 kg, SP36 38,88 kg, KCl 41,6 kg/ hektar. P6:Kompos kotoran sapi 25 ton/ hektar +Urea 32,61 kg, SP36 11.11 kg, KCl 33,33 kg/ hektar.
Pada penelitian ini terdapat 6 perlakuan dengan masing-masing perlakuan di ulang sebanyak 3 kali sehingga total percobaan 18 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdapat 3 tanaman sampel dan 1 tanaman cadangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Variabel vegetatif.
Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman.
Tabel 1. Rerata variabel vegetatif. Tinggi tanaman
Jumlah daun
Luas daun
Berat segar
Berat kering P1 = pelet dosis 15 ton/hektar 250,8 c 14,0 a 3364,0 a 339,5 d 98,5 b P2 = pelet dosis 20 ton/hektar 271,2 bc 14,0 a 3559,0 a 440,9 cd 123,3 b P3 = pelet dosis 25 ton/hektar 258,5 bc 15,0 a 4858,3 a 493,4 bc 127,2 b P4 = non pelet dosis 15
ton/hektar
284,0 ab 15,0 a 5660,7 a 583,9 ab 165,5 a
P5 = non pelet dosis 20 ton/hektar
284,1 ab 14,0 a 4775,3 a 641,5 a 168,1 a
P6 = non pelet dosis 25 ton/hektar
(3)
Gambar 1 tinggi tanaman pada berbagai perlakuan
Gambar 2 jumlah daun pada berbagai perlakuan
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan terbaik tinggi tanaman didapat pada perlakuan pupuk non-pelet dengan dosis 25 ton/h (P6) yaitu 301,3 cm meskipun tidak berbeda nyata dengan perlauan pupuk non pelet dengan dosis 15 ton/hektar (P4) yaitu 284,0 dan dosis 20 ton/hektar (P5) yaitu 284,1 ton/hektar. Hal ini diduga perlakuan pupuk non pelet dapat terserap dengan baik jika dibanding dengan perlakuan pupuk pelet. Menurut Sarief (1986) menyatakan bahwa dengan tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup pada saat pertumbuhan vegetatif, maka proses fotosintesis akan berjalan aktif, sehingga proses pembelahan, pemanjangan, dan differensiasi sel akan berjalan lancar sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Berdasarkan gambar 1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman mulai umur 12 minggu pada perlakuan P6 yaitu perlakuan pupuk non pelet dengan dosis N,P,K dan kotoran sapi 25 ton/hektar lebih tinggi dari perlakuan lain.
Bedasarkan tabel 1 menujukkan rerata jumlah daun yang dihasilkan dari semua perlakuan baik pupuk yang dipelet (P1, P2, P3) maupun non-pelet (P4, P5, P6) ini tidak berbeda nyata. Diduga jumlah daun yang terbentuk lebih dominan dipengaruhi oleh faktor genetik dari tanaman tersebut yaitu sifat yang diturunkan dari induknya. Hal ini sejalan dengan pendapat Gardener et al (2991) dalam Selly
0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 400,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
T IN G G I T A N A M A N ( cm ) MINGGU KE- P1 P2 P3 P4 P5 P6 0 5 10 15 20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Ju m la h D a u n (H e la i)
MINGGU KE -
P1 P2 P3 P4 P5 P6
(4)
(2011) pada beberapa komponen pengamatan seperti laju pemanjangan batang dan jumlah daun tanaman, dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan. Grafik pengamatan jumlah daun gambar 2 yang diamati setiap satu minggu satu kali, menunjukkan bahwa jumlah daun minggu ke 13-15 pada perlakuan pada perlakuan pupuk pelet-kotoran sapi dengan dosis 25 ton/hektar dan N,P,K (Urea
32,61 kg, SP36 11.11 kg, KCl 33,33 kg/ hektar) (P3) lebih banyak daripada perlakuan lain. Hal ini dikarenakan pupuk pelet yang diapliakasikan yang bersifat
slow realese sehingga unsur hara yang terserap untuk daun juga sedikit demi sedikit, dengan demikian daun yang kering lebih lama bahkan lebih sedikit dibandingkan dengan pupuk non-pelet. Menurut Syarifuddin dkk (2007), gejala kekurangan atau kelebihan N pada tanaman jagung dapat diidefitikasikan melalui warna daun. Kekurangan N mengakibatkan klorosis pada daun (berwarna kuning pada daun)sebaliknya kelebihan N membuat daun berwarna hijau gelap.
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa luas daun dengan berbagai perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Dengan demikian maka perlakuan penggunaan pupuk organik kotoran sapi baik yang dipelet ataupun non pelet dengan berbagai macam dosis tidak memberikan pengaruh terhadap luas daun. Hal ini diduga pemberian dosis pada masing-masing perlakuan sudah mampu mencukupi ketersidaan unsur hara untuk pembentukan luas daun. Menurut Muhammad (2014), Semakin banyak makanan maka daun akan lebih lebar jika dibandingkan dengan daun yang zat haranya kurang.
Berdasarkan hasil sidik ragam berat segar tanaman yang ditunjukan pada tabel 4, perlakuan terbaik terdapat pada pupuk nonpelet N,P,K-kotoran sapi dengan dosis 20 ton/hektar (P5) yaitu 641,5. Pada perlakuan P5 menunjukkan berat segar tanaman yang nyata lebih tinggi daripada perlakuan P1, P2, P3 walaupun perlakuan P5 menunjukkan hasil tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 dan P6. Hal itu diduga karena pemberian dosis pupuk yang tinggi akan mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Manuhuttu dkk (2014), mengatakan bahwa berat segar tanaman juga dipengaruhi oleh keadaan hara yang tersedia dalam media tanam.
Berdasarkan hasil sidik ragam berat kering tanaman yang ditunjukkan pada tabel 5 bahwa perlakuan P4, P5, P6 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata namun, ke 3 perlakuan nyata lebih berat daripada perlakuan P1, P2, P3 (pelet). Berat kering tanaman dapat menunjukkan bahwa seberapa banyak unsur hara yang terserap oleh tanaman. Lakitan (1996) juga menyatakan bahwa unsur hara yang diserap tanaman, baik yang digunakan dalam sintesis senyawa organik maupun yang tetap dalam bentuk ionic dalam jaringan tanaman akan memberikan kontribusi terhadap pertambahan berat tanaman
(5)
b. Variabel generatif.
Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas berat segar bunga, berat kering bunga, panjang bunga, dan jumlah malai.
Tabel 2. Variabel generatif.
Berat segar bunga
Berat kering bunga
Panjang bunga
Jumlah malai
P1 = pelet dosis 15 ton/hektar 3,2 a 1,3 a 25,3 a 11,7 a P2 = pelet dosis 20 ton/hektar 2,9 a 1,4 a 22,4 a 14,7 a P3 = pelet dosis 25 ton/hektar 3,9 a 1,8 a 24,9 a 13,7 a P4 = non pelet dosis 15 ton/hektar 6,9 a 3,5 a 36,5 a 11,0 a P5 = non pelet dosis 20 ton/hektar 4,7 a 2,0 a 26,3 a 12,0 a P6 = non pelet dosis 25 ton/hektar 5,2 a 2,5 a 26,9 a 11,7 a
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa hasil berat segar bunga pada semua perlakuan tidak berbeda nyata. Dengan demikian perlakuan pupuk pelet maupun non pelet tidak berpengaruh pada parameter berat segar bunga. hal ini diduga pemberian unsur hara dan air yang sama pada tiap perlakuan sehingga menunjukan hasil yang tidak beda nyata. Sarief (1986) mengatakan bahwa unsur phospor ini mempunyai peranan yang lebih besar pada pertumbuhan generatif tanaman, terutama pada pembungaan, pembentukan tongkol dan biji.
Pada tabel 2 berat kering bunga menunjukkan hasil bahwa antar perlakuan tidak berbeda nyata. Dengan demikian pemberian pupuk yang dapat dijadikan asupan hara bagi tanaman tidak berpengaruh pada parameter berat kering bunga.
Pada tabel 2 rerata panjang bunga dapat dilihat semua sampel perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Diduga tanaman jagung mengalami proses fotosintesis dengan baik dimana akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jagung pada fase generatif atau dengan kata lain mempengaruhi proses pembentukan dan panjang bunga. dengan demikian semua perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
Pada tabel 9 rerata jumlah malai bunga bahwa semua sampel perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini diduga tercukupinya unsur hara yang diperlukan oleh tanaman jagung dan proses fotosintesis yang berlangsung dengan baik. Hal ini juga didukung oleh sidik ragam jumlah daun dan luas daun yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata.
KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan
1. Pernggunaan pupuk nonpelet N,P,K dan kotoran sapi berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, berat segar tanaman dan berat kering tanaman; dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun, luas daun, berat segar bunga, berat kering bunga, panjang bunga dan jumlah malai.
2. Pada parameter tinggi tanaman perlakuan pupuk nonpelet dengan dosis N,P,K (Urea 32,61 kg, SP36 11.11 kg, KCl 33,33 kg/ hektar) dan kotoran sapi 25 ton/hektar (P6) walaupun tidak berpengaruh nyata pada perlakuan
(6)
P4 dan P5, sedangkan untuk parameter berat basah tanaman perlakuan pupuk non pelet dengan dosis N,P,K (hektar +Urea 76,08 kg, SP36 38,88 kg, KCl 41,6 kg/ hektar ) dan kotoran sapi 20 ton/hektar (P5) tidak berpengaruh nyata dengan perlakuan P4 dn P6
b. Saran
Untuk mengathui penggunaan pupuk pelet yang lebih optimal perlu dilakukan penelitian sampai dengan hasil tanaman (panen). Selain itu perlu dilakukan uji lapangan untuk mengatahui pengaruh penggunaan pupuk pelet yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Isroi. 2009. Pupuk organik pelet (POP).
June, A.P. 2011. Perbaikan Sifat Fisik Tanah Regosol Dan Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brasica Juncea. L)Akibat Pemberian Bokashi Ela Sagu Dan Pupuk Urea
Lakitan, B.1996. fisiologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman . Raja Grafindo persada. Jakarta.
Manuhuttu, A.P, rehatta, H. Kailola,J.J.G. 2014. Pengaruh konsentrasi pupuk hayati bioboost terhadap peningkatan produksi tanaman selada (lactuca sativa. l).
Muhammad, R. 2014. Plastisitas
Nina, R. 2014. Pengaruh Pemberian Pupuk Kotoran Sapi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Pada Tanah Humus.
Nur, A. 2013. Teknologi farmasi pada tepung jagung.
Sarief, E. S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana . Bandung.
Selly, R.S. 2011. Keragaan fenotipe tanaman jagung hasil persilangan : studi heritabilitas beberapa sifat tanaman.
Syafruddin, S. Saenong, dan Subandi. 2007. Pemantauan kecukupan hara N berdasarkan bagan warna daun.