Sel-sel Spermatogenik pada Tubulus Seminiferus

6

1.2. Sel-sel Spermatogenik pada Tubulus Seminiferus

Tubulus seminiferus adalah suatu organ berbentuk saluran panjang dan berkelok- kelok yang terdapat dalam lobulus testis. Di dalam tubulus seminiferus inilah terdapat proses perkembangan sel-sel spermatogenik yang membelah beberapa kali dan akhirnya berdiferensiasi untuk menghasilkan spermatozoa. Proses ini disebut dengan spermatogenesis. Sel-sel spermatogenik tersebut tersebar dalam empat sampai delapan lapisan yang menempati ruangan antara lamina basalis dan lumen tubulus seminierus. Semakin banyak lapisan sel-sel spermatogenik maka gambaran diameter tubulus seminiferus semakin besar. Sel-sel spermatogenik terdiri atas spermatogonium, spermatosit primer, spermatosit sekunder dan spermatid Junqueira et al., 1995. Lebih lanjut menurut Junqueira et al. 1995 spermatogenesis terdiri atas 3 fase yaitu: Spermatositogenesis mitosis adalah fase spermatogonium membelah menghasilkan generasi sel baru yang nantinya akan menghasilkan spermatosit. Fase ini dimulai dengan sel benih primitif yaitu spermatogonium A1 stem selsel induk mengalami proliferasi melalui mitosis menjadi spermatogonium A2, A3, A4, intermediet dan spermatogonia B, spermatogonia B membelah lagi akhirnya terbentuk spermatosit primer. Spermatogonium biasanya terletak dekat lamina basalis, relatif kecil, mengandung kromosom diploid. Meiosis adalah fase spermatosit mengalami dua kali pembelahan secara berturutan dengan mereduksi sampai setengah jumlah kromosom dan jumlah DNA persel menghasilkan spermatid. Fase ini dimulai dengan spermatosit primer memasuki tahap profase dari pembelahan meiosis I preleptoten, leptoten, zigoten, pakiten, diploten, diakinesis. Spermatosit primer memiliki 46 44+XY kromosom dan 4N DNA. Preleptoten, aktif dalam sintesis DNA, struktur kromosom tidak jelas. Leptoten, kromosom mengalami kondensasi dan terdiri atas 2 kromatid. Zigoten terjadi penebalan kromosom dan sinapsis kromosom. Pakiten, sinapsis kromosom semakin sempurna dan kromosom semakin menebal dan memendek, inti dan sitoplasma tumbuh dan merupakan sel yang terbesar dalam garis turunan sel spermatogenik. Diploten, pasangan kromosom terpisah tapi tetap bergabung pada bagian kiasma. Diakinesis, kromosom semakin memendek dan dua kromatid yang menyusun tiap kromosom dapat terlihat. Metafase, kromosom di bidang ekuator. Anafase, masing-masing kromosom di kutub yang berlawanan. Telofase, dua anak inti baru dan terbentuklah dua sel baru yang disebut spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder kemudian menyelesaikan meiosis II menghasilkan empat spermatid. Spermatid masih berhubungan satu dengan yang lain 7 melalui jembatan sitoplasmajembatan intersel. Karena profase dari meiosis I waktunya lebih lama maka spermatosit primer hampir dapat diamati dan selnya paling besar. Spermatosit sekunder selnya lebih kecil dari spermatosit primer, mempunyai 23 kromosom dan 2N DNA, sulit diamati karena berumur pendek dengan cepat memasuki meiosis II. Spermiogenesis adalah fase spermatid mengalami proses sitodiferensiasi sehingga menghasilkan spermatozoa. Spermatid berbatasan dengan lumen, mengandung 23 kromosom dan 1N DNA, ukuran kecil, inti dengan kromatin padat. Spermiogenesis tediri atas 3 fase yaitu 1 Fase golgi: sitoplasma spermatid mengandung kompleks golgi yang mencolok dekat inti, mitokondria, sepasang sentriol, ribosom bebas dan tubulus retikulum endoplasma licin. Granula proakrosom kecil berkumpul dalam kompleks golgi dan kemudian menyatu membentuk satu granula akrosom yang terdapat di dalam vesikel akrosom berbatas membran. Sentriol bermigrasi ke posisi dekat permukaan sel dan berlawanan dengan lokasi dari akrosom pembentuk. Pembentukan aksonema berflagela dimulai dan sentriol bermigrasi kembali ke arah inti, sambil memilin komponen aksonema sewaktu bergeser. 2 Fase akrosomal: vesikel dan granula akrosom menyebar untuk menutupi belahan anterior dari inti yang memadat yang dikenal dengan akrosom. Kutub anterior sel yang mengandung akrosom akan berorientasi ke arah basis tubulus seminiferus. Inti menjadi lebih panjang dan lebih padat. Salah satu dari sentriol tumbuh secara bersama membentuk flagelum. Mitokondria berkumpul di sekitar bagian proksimal flagelum membentuk bagian menebal yaitu bagian tengah tempat pergerakan spermatozoa dibangkitkan. 3 Fase pematangan: sitoplasma residu dibuang dan difagositosis oleh sel Sertoli dan spermatozoa dilepas ke dalam lumen tubulus. 8 III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap RAL berpola faktorial. Faktor pertama adalah faktor perlakuan waktu, waktu pengamatan I dan waktu pengamatan II. Faktor kedua adalah faktor perlakuan variasi dosis. Tigapuluh dua ekor mencit dibagi menjadi dua perlakuan waktu, selanjutnya masing-masing dibagi menjadi 5 perlakuan variasi dosis dan masing-masing terdiri atas enam ekor hewan uji sebagai ulangan. Perlakuan infus kayu amargo diberikan satu kali setiap hari dengan volume 1,0 mL selama 35 hari. Setelah 35 hari dilakukan pengamatan I untuk kelompok 1 dan kelompok 2 tetap dipelihara selama 14 hari untuk mengetahui reversibilitasnya. Dosis infus kayu amargo dari masing-masing perlakuan adalah 1. Perlakuan A kontrol : tanpa perlakuan 2. Perlakuan B plasebo : 1,0 mL aquades 3. Perlakuan C dosis 1 : 1000 mgkgBBhari 4. Perlakuan D dosis 2 : 2000 mgkgBBhari 5. Perlakuan E dosis 3 : 4000 mgkgBBhari

3.2 Bahan Penelitian

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) Terhadap Jaringan Ginjal Mencit (Mus musculus L.)

0 86 70

Uji Antifertilitas Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

4 25 111

Uji Antifertilitas ekstrak N-Heksana biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur Sprague Dawley secara IN VIVO

2 15 116

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP BERAT TESTIS, JUMLAH SEL LEYDIG, DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus L)JANTAN DEWASA YANG DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMAT

2 33 97

EFEK PEMAPARAN KEBISINGAN TERHADAP JUMLAH SEL-SEL SPERMATOGENIK DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus L.)

3 12 38

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN E TERHADAP JUMLAH SEL SPERMATOGENIK DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT JANTAN (Mus musculus L) YANG DIPAPARKAN ASAP ROKOK

0 13 68

Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 15 116

Pemberian Vitamin C, E, Serta Kombinasinya Meningkatkan Diameter Tubulus Seminiferus Mencit (Mus musculus) Galur Swiss Webster Yang Diberi Pajanan Allethrin.

0 0 43

Pengaruh Saos Tomat (solanum lycopersicum) Terhadap Diameter Tubulus Seminiferus Mencit (Mus musculus) Galur DDY Yang Diinduksi Dengan Cisplatin.

0 0 31

Pengaruh Pasta Tomat (Solanum lycopersicum) Terhadap Diameter Tubulus Seminiferus Mencit (Mus musculus) Galur DDY Yang Dipapar Asap Rokok Berfilter.

0 1 36