4
quassinoid Robinson, 1995. Quassinoid-quassinoid yang paling utama dari amargo adalah quassin, isoquassin dan neoquassin Kohler, 1996.
Menurut Kohler 1996 amargo memmpunyai kemampuan sebagai bahan antifertilitas, antimalaria, antidisentri, dan antianemia. Sementara itu, Raji et al., 1995 mengatakan
beberapa agen antimalaria mempunyai kemampuan sebagai bahan antifertilitas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Raji et al., 1995 menunjukkan quassinoid yang terkandung dalam
kayu amargo mampu menghambat steroidogenesis pada sel Leydig tikus dan mempunyai sifat reversibel. Selain itu, dari penelitian Raji dan Bolarinwa 1997 menunjukkan bahwa
senyawa bioaktif kayu amargo menyebabkan berkurangnya berat testis, epididimis, vesikula seminalis, dan berkurangnya jumlah spermatozoa epididimis tikus.
Sejauh ini, belum ada laporan mengenai pengaruh senyawa bioaktif kayu amargo yang dapat menyebabkan gangguan terhadap spermatogenesis mencit sehingga dapat menurunkan
fertilitasya. Salah satu cara untuk mengetahui adanya gangguan spermatogenesis adalah dengan mengukur diameter tubulus seminierus testis mencit. Pada tubulus seminiferus
terdapat beberapa lapisan sel-sel spermatogenik yang akan berdiferrensiasi untuk menghasilkan spermatozoa. Oleh karena itu, perlu dillakukan peneliitian tentang diameter
tubulus seminiferus testis mencit Mus musculus L. yang diberi infus kayu amargo Quassia amara Linn. dan reversibilitasnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah infus kayu amargo berpengaruh terhadap diameter tubulus seminifrus testis mencit?
2. Apakah infus kayu amargo bersifat reversibel?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan 1. Untuk mengetahui pengaruh infus kayu amargo terhadap diameter tubulus
seminiferus testis mencit. 2. Untuk mengetahui pengaruh infus kayu amargo terhadap reversibilitasnya.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang tanaman kayu amargo yang dapat dipakai sebagai obat kontrsepsi.
5
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Amargo
Tumbuhan amargo dalam botani dikenal sebagai Quassia amara, berasal dari Brazil Utara, Venezuela, Suriname, Columbia, argentina, Panama, dan Guayana. Amargo
digunakan dan dipasarkan bersama dengan spesies tumbuhan llainnya, yaitu Picrasma excelse, yang mempunyai komponen penyusun dan kegunaan yang sama. Picrasma
excelse, jauh lebih tinggi mencapai tinggi 25 m dan tumbuh di daerah tropika, Karibia, dan India Barat Kohler, 1996.
Kayu amargo adalah suatu semak atau pohon kecil 1-3 meter dengan cabang- cabang yang memencar, yang tua berwarna pirang abu-abu yang muda merah tua. Daun
tersebar, majemuk menyirip ganjil beranak daun 7, tangkai daun dan sumbunya bersayap, anak daun jorong, yang di ujung bulat telur terbalik, sisi atas hijau tua mengkilaap, sisi
bawah hijau muda dengan urat-urat daun yang kemerah-merahan. Bunga dalam tandan pada ujung cabang dari luar merah lembayung segar, dalam agak kekuningg-kuningan,
benang sari menonjol di atas buluh mahkotanya Tjitrosoepomo, 1994. Kayu amargo dikenal di Indonesia dengann nama daerah Sunda, yaitu genteng peujit
dan ki congcorang Hyne, 1987. Menurut Tjitrosoepomo 1994 tumbuhan amargo dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae,
Kelas : Dicotyledoneae, Ordo: Rutales, Famili: Simaroubaceae, Genus: Quassia, Spesies: Quassia amara Linn.
Senyawa bioaktif yang dikandung amargo tergolong dalam suatu kelompok produk alami yang disebut triterpenoid, lebih spesifik dikenal sebagai quassinoid Robinson,
1995. Quassinoid-quassinoid yang paling utama dari amargo adalah quassin, isoquassin, dan neoquassin Kohler, 1996. Senyawa-senyawa tersebut dapat ditemukan pada batang,
akar, dan kulit kayunya Raji et al., 1995. Quassin adalah zat dari kayu amargo yang mempunyai rasa pahit yang kadarnya sampai 0,1 Hyne, 1987 dan menurut
Tjitrosoepomo 1994 kayu amargo mengandung 0,15 quassin dan 0,07 neoquassin. Di hutan hujan Amazon, amargo digunakan seperti Quinine Bark, yaitu sebagai obat
untuk penyakit malaria. Di samping itu, amargo juga digunakan sebagai tonik, untuk penyembuhan diare, serta hepatitis Kohler, 1996. Lebih lanjut dikatakan pula bahwa
amargo yang dijual bebas dalam bentuk rajangan atau parutan, tidak berbau namun mempunyai rasa pahit dan sering digunakan sebagai obat dalam masa penyembuhan
setelah penyakit akut.
6
1.2. Sel-sel Spermatogenik pada Tubulus Seminiferus