Candra Ari Ramdhanu , 2014
Profil identitas diri dilihat dari pola asuh orang tua dan implikasinya bagi Bimbingan dan konseling
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan identitas diri pada remaja sangatlah penting, karena masa remaja adalah masa dimana remaja sedang dalam masa pencarian identitas
dirinya. Para remaja diharapkan mampu membuat pilihan yang tepat tentang berbagai pilihan yang menyangkut dirinya dan orang lain. Tampaknya remaja
semakin sering memikirkan pertanyaan tentang “siapakah saya sebenarnya?”, “apa yang sebenarnya saya inginkan dalam hidup?”, “kemanakah saya akan
pergi?” dan berbagai pertanyaan lain yang membuka kesadaran yang lebih luas
tentang dirinya. Menurut Marcia Kau, 2008 pembentukan identitas pada diri seseorang
adalah merupakan suatu proses kompleks dan dinamis, berlangsung sepanjang hidup yang ditandai dengan siklus eksplorasi dan komitmen, dan apabila kita
ingin mengetahui apakah individu berhasil memiliki identitas diri, maka harus mengkaji dua variabel yaitu variabel eksplorasi dan variabel komitmen tersebut.
Eksplorasi identitas merupakan suatu periode dimana remaja sedang berjuang secara aktif mempertanyakan mencari tahu, menggali, menjajaki, menyelidiki
mengenai berbagai alternatif pilihan guna pencapaian suatu keputusan tentang tujuan-tujuan, nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan. Sedangkan komitmen
dikatakan ada apabila individu telah mampu menentukan pilihan diantara berbagai alternatif serta sanggup terlibat secara pribadi dengan pilihannya tersebut.
Pada masa remaja, remaja berusaha untuk melepaskan diri dari pengaruh orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya. Erikson menamakan proses
tersebut sebagai proses mencari identitas ego yaitu pembentukan identitas, yaitu perkembangan ke arah individualitas yang mantap, merupakan aspek yang penting
dalam perkembangan untuk berdiri sendiri Monks, 1996:272.
Candra Ari Ramdhanu , 2014
Profil identitas diri dilihat dari pola asuh orang tua dan implikasinya bagi Bimbingan dan konseling
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan hasil penelitian Santoadi 2006, interaksi orang tua bersama anak-anak mereka semenjak anak-anak berusia dini hingga selesai sekolah
menengah atas SMASMK sederajat menjadi masa persiapan bagi anak-anak mencapai kematangan identitas dirinya
Kuatnya pengaruh keluarga terhadap pembentukan identitas diungkap oleh Grotevant dan Cooper yang dikutip oleh Idrus 2002 bahwa peran penting dan
kualitas keluarga yang ikut mewarnai pembentukan identitas antara lain terletak pada interaksi orang tua dengan anak yang terangkum dalam gaya pengasuhan
orang tua. Adanya interaksi orang tua-anak dalam kehidupan berkeluarga yang oleh Hauser disebut dengan gaya interaksi dengan sendirinya terjadi proses
transmisi ataupun pewarisan budaya keluarga yang berlangsung secara halus. Dalam proses tersebut anak akan mengambil nilai-nilai yang secara tidak sengaja
ataupun sengaja diberikan orang tua, dan pada kehidupan selanjutnya nilai-nilai itu akan digunakannya dalam mensikapi objek ataupun peristiwa yang sama
Dengan adanya krisis identitas yang berkepanjangan selama masa remaja, akan menyebabkan remaja menjadi kehilangan arah, bagaikan kapal yang
kehilangan kompas. Dampaknya, mereka kemungkinan mengembangkan perilaku menyimpang delinquent, melakukan kriminalitas, atau menutup diri
mengisolasi diri dari masyarakat Yusuf, 2006. Hal tersebut juga senada dengan apa yang dikatan oleh Grotevant Utami, 2011, bahwa krisis identitas remaja juga
sering diasosiasikan dengan penyebab perilaku menyimpang remaja. Dampak ekstrim Korean Wave, penyalahgunaan narkoba dan juga tawuran
pelajar merupakan efek dari pembentukan identitas diri yang negatif. Menurut Haryono 2013 Pelajar yang mencari identitas diri, sayangnya terjerembab dalam
solidaritas kolektif pelajar yang negatif yang dimanifestasikan dalam upaya menyerang pelajar dari sekolah lain. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat
pelajar menuntut ilmu, dan menjadi lembaga formal yang diharapkan dapat menciptakan manusia seutuhnya yang bermoral - dengan budi pekerti luhur dan
arif; manusia yang rasional, yang terdidikterpelajar, dan memiliki kepribadian
Candra Ari Ramdhanu , 2014
Profil identitas diri dilihat dari pola asuh orang tua dan implikasinya bagi Bimbingan dan konseling
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
yang tangguh - ternyata tidak berdaya dan justru telah mencetak anak didik berwatak barbar.
Komisi Nasional Perlindungan Anak Komnas PA mencatat, pada tahun 2011 terjadi 128 kasus tawuran di Jakarta, dan tahun 2012 meningkat menjadi 147
kasus. Dari kasus di tahun 2012 terdapat 82 meninggal dunia dan ratusan kurban luka berat dan ringan Kompas, 21 Desember 2012.
Penyalahgunaan narkoba sekarang juga perlu di waspadai, Pada 2013 Badan Narkotika Nasional BNN mencatat, pengguna zat berbahaya itu mencapai
4,2 juta orang. Berdasarkan data, sepanjang 2012 angka kematian akibat narkoba mencapai 50 orang per hari dengan kerugian negara Rp50 triliun. Sedangkan
jumlah penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar dan mahasiswa mencapai 4,7 persen atau lebih dari 900 ribu orang. www.radarlampung.co.id.
Sedangkan untuk di Provinsi Jawa Barat menurut data BNN Provinsi pada tahun 2010 terdapat 1.475 kasus dengan rata-rata pengguna berusia di bawah 26
tahun atau tergolong pelajar dan mahasiswa. Dan untuk di Kota Bandung menurut berdasarkan data dari BNK Kota Bandung pada tahun 2010 terdapat 74 kasus dan
132 tersangka pengguna narkoba. http:jabar.tribunnews.com Di negeri ini paling tidak ada 50 orang meninggal setiap hari karena
mengonsumsi narkoba baik secara langsung maupun tidak langsung karena tertular penyakit mematikan, yang belum ditemukan obatnya sampai saat ini,
HIVAIDS, melalui penggunaan jarum suntik secara kolektif di antara pengguna narkoba. Sekali terkena narkoba, pasti sulit untuk keluar dari ketergantungan dan
pengaruhnya. Semakin lama tergantung pada narkoba semakin kecil peluang untuk kembali ke kehidupan normal. Narkoba akan membuat kehidupan semu
bagi siswa. Seolah-olah siswa pengguna narkoba hidup bahagia tetapi sebenarnya hanyalah halusinasi semata. Jika sudah kecanduan dia merasa tidak berdaya tanpa
menggunakannya. Suyanto, 2012 Sekarang ini, perkembangan budaya Korea sudah semakin mewabah di
negara-negara di dunia. Budaya yang terkandung di dalamnya antara lain berasal
Candra Ari Ramdhanu , 2014
Profil identitas diri dilihat dari pola asuh orang tua dan implikasinya bagi Bimbingan dan konseling
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
dari film, musik, bahkan dancenya juga sudah sangat mewabah di Indonesia. Ketua Indonesia Dynamic Korea IDK, Lucy Gultom, mengatakan pada Harian
Kompas Online 2011, “Korea sekaligus budaya di dalamnya memiliki daya tarik yang luar biasa yang mengakibatkan jumlah pecinta dan pemerhatinya
bertambah dari waktu ke waktu .”
Untuk di Indonesia sendiri, berdasarkan data statisktik dari situs Page rank Alexa, Asian Fans Club merup
akan suatu situs ‘Korean Intertainment’ terbesar di Indonesia. Sedangkan dari segi karakteristik demografis, pengunjung Asian Fans
Club hampir seluruhnya berasal dari Indonesia, sebagian besar merupakan wanita berusia di bawah 25 tahun dengan akses internet rumah maupun sekolah
Okirianti, 2011. Kemudian, masih dalam penelitian yang sama, jika dilihat dari statistik jumlah pengunjung sampai 3 Juni 2011, Asian Fans Club telah dikunjungi
sebanyak 42.811.744 pengunjung. Hal ini berarti Asian Fans Club dikunjungi oleh rata-rata 58.646 orang setiap hari. Jumlah posting dari juni 2009 sampai juni 2011
mencapai 16.974 post dengan grafik jumlah post yang terus meningkat setiap bulan. Pada bulan Juni 2009 tercatat berita di post sejumlah 49 berita dalam satu
bulan. Setahun kemudian yaitu di bulan Juni 2010 jumlah post mengalami meningkat pesat menjadi 629 dalam satu bulan dan terus meningkat sampai 1.542
post dalam bulan Mei 2011. Dampak ekstrim dari efek Korean Wave ini dilakukan oleh seorang
penggemar Korea dari Negara Inggris, Rhiannon Brooksbank-Jones remaja 14 tahun mengoperasi lidahnya hanya untuk bisa berbicara bahasa Korea, Operasi
adalah satu –satunya pilihan karena lidah tidak dapat memanjang dengan
sendirinya. Dan, sekarang saya dapat berbahasa dengan aksen Korea. ujarnya http:situs-berita-terbaru.blogspot.com.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bandura yang menyebutnya dengan belajar observasional yakni menggunakan imitasi atau mungkin juga
tidak. Apa yang anda pelajari, kata Bandura, adalah informasi yang diproses secara kognitif dan bertindak berdasar informasi demi kebaikan diri sendiri. Jadi
Candra Ari Ramdhanu , 2014
Profil identitas diri dilihat dari pola asuh orang tua dan implikasinya bagi Bimbingan dan konseling
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
belajar observasional lebih kompleks ketimbang imitasi sederhana, yang biasanya hanya meniru orang lain saja. Para peminat budaya Korea yang ada di Indonesia
hampir meniru atau mengikuti segala sesuatu yang berkaitan dengan idola mereka. Syamsu Yusuf: 2008: 134,
Erikson Buckingham, 2008 melihat remaja sebagai masa kritis dalam pembentukan identitas, di mana individu mengatasi ketidakpastian, menjadi lebih
sadar diri tentang kekuatan dan kelemahan mereka, dan menjadi lebih percaya diri dalam kualitas mereka sendiri yang unik. Untuk melanjutkan, remaja harus
menjalani krisis di mana mereka menjawab pertanyaan kunci tentang nilai-nilai dan cita-cita mereka, pekerjaan atau karir masa depan mereka, dan identitas
seksual mereka. Melalui proses refleksi diri dan self-definition, remaja sampai pada pengertian, terpadu koheren identitas mereka sebagai sesuatu yang bertahan
dari waktu ke waktu. Erikson juga menyatakan bahwa, remaja yang telah berhasil membentuk
identitas dirinya yang stabil akan memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang dirinya, memahami perbedaan dan persamaannya dengan orang lain, menyadari
kelebihan dan kekurangan dirinya, penuh percaya diri, tanggap terhadap berbagai situasi, mampu mengantisipasi tantangan masa depan serta mengenal perannya
dalam masyarakat Ristianti, 2008. Remaja yang tidak berhasil menyelesaikan krisis identitasnya akan
mengalami yang disebut oleh Erikson sebagai identity confusion kebimbangan akan identitasnya. Kebimbangan tersebut bisa menyebabkan dua hal: penarikan
diri individu, mengisolasi dirinya dari teman sebaya dan keluarga, atau meleburkan diri dengan dunia teman sebayanya dan kehilangan identitas dirinya
Santrock, 2003:341. Menurut Clinard Pranawa, 2013 Masa remaja merupakan masa
pencarian identitas. Perilaku mana yang muncul, tergantung pada nilai-nilai yang diadopsi. Remaja merupakan kelompok yang rentan yang mudah tergoda untuk
berperilaku menyimpang secara kolektif. Mereka cenderung patuh pada norma
Candra Ari Ramdhanu , 2014
Profil identitas diri dilihat dari pola asuh orang tua dan implikasinya bagi Bimbingan dan konseling
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
kelompok, bahkan bila norma itu bertentangan dengan norma masyarakat, agar tidak disingkirkan oleh kelompok.
Realitas di masa sekarang bahwa orang tua terlalu sibuk bekerja, serta sibuk berkomunikasi dengan berbagai media jejaring sosial hingga melupakan
anak-anak mereka. Anak-anak menjadi kehilangan figur orang tua mereka. Sesibuk apapun, orang tua mestinya berusaha meluangkan waktu bersosialisasi
dengan anak remaja mereka. Orang tua perlu meluangkan waktu di akhir pekan untuk berkumpul dan mendengar keluh kesah mereka dan memberikan feedback.
Anak akan merasa lega bisa mengeluarkan uneg-unegnya secara positif tanpa harus menyimpang ke perilaku destruktif. Pranawa, 2013
Hall, Lindzey, Campbell Yuniardi, 2010 menyatakan Remaja secara normatif dalam tahap perkembangannya mengahdapi tugas berat untuk mencapai
sebuah identitas diri yang memuaskan bagi dirinya sekaligus masayarakat membebani pula tanggung jawab bahwa identitas tersebut harus dapat diterima
masyarakat. Junir Ristianti, 2008 mengungkapkan kegoncangan yang dialami oleh
remaja merupakan bagian dari krisis identitas yang harus dilewati dan diselesaikan. Selanjutnya Junir juga menyatakan, bahwa kesadaran dalam diri
akan kepastian jalan yang ditempuh dan keyakinan tentang pengakuan dari orang lain akan diperoleh remaja apabila remaja mampu melewati dan menyelesaikan
Krisis identitas. Sebaliknya, apabila krisis gagal diatasi dan diakhiri dengan baik maka selama masa dewasanya remaja tersebut akan mengalami kekaburan tentang
peranan dirinya dalam masyarakat, sehingga pada akhirnya remaja tersebut tidak mengetahui akan menjadi apa dirinya kelak dan siapakah dirinya dalam
pengamatan orang lain.
B. Identifikasi Masalah