Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi

(1)

KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DAN ANAK TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI

(Studi Deskriptif Kuantitatif Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMA NEGERI 12

MEDAN)

Diajukan Oleh: SARAH SIANTURI

100904085

Program Studi: Hubungan Masyarakat

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(2)

KOMUNIKASI INTERPERSONAL

ORANG TUA DAN ANAK TENTANG

PENDIDIKAN KESEHATAN REPDORUKSI

(STUDI DESKRIPTIF KUANTITATIF MENGENAI KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DAN ANAK TENTANG PENDIDIKAN

KESEHATAN REPRODUKSI PADA SISWA SMA NEGERI 12 MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unuversitas Sumatera Utara

SARAH SIANTURI 100904085

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

Abstrak

Penelitian ini berjudul tentang Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi. Dengan memilih studi deskriptif kuantitatif, peneliti akan menggambarkan bagaimana anak, khususnya remaja berkomunikasi dengan orang tua tentang kesehatan reproduksi, dan bagaimana orang tua berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi menurut pandangan anak itu sendiri. Teori-teori yang dianggap relevan terhadap penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Interpersonal, Remaja, dan Pendidikan Kesehatan Reproduksi. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa siswi SMA Negeri 12 Medan, yang duduk di kelas kelas I (1-7) dan II ( IPA 1-6 dan IPS 1-3). Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Solvin (1960) (Sevilla dkk, 1993:161) dengan nilai kritis 10%, dan tingkat kepercayaan 90%, maka diperoleh sampel sebanyak 88 siswa. Teknik penarikan sampel yang digunakan ialah Proportional Stratified Random Sampling

dan teknik undian. Teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan metode kuesioner (Field Research) dan metode kepustakaan (Library Research). Adapun teknik analisis datanya menggunakan analisis tabel tunggal, dengan penggunaan

Statistical Product and System Solution (SPSS). Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, hampir seluruh siswa mengetahui secara benar tentang materi pendidikan kesehatan reproduksi, selain itu komunikasi interpersonal orang tua dan siswa tentang kesehatan reproduksi telah berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil dari kuesioner, masih terdapat beberapa siswa yang masih merasa malu dan segan untuk berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi, namun mayoritas siswa sudah memiliki sikap yang terbuka dengan orang tua. Sikap terbuka, percaya, mendengarkan, dan memahami telah dimiliki oleh para siswa ketika berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi dengan orang tua. Terdapat beberapa siswa yang orangtuanya cenderung menaruh curiga dan memaksakan kehendak, namun itu semata demi kebaikan anaknya.

Kata Kunci:


(4)

Abstract

This research entitled Interpersonal Communication Parents and Childresn about Reproductive Health Education. By selecting a quantitative descriptive study, researchers will describe how children, especially teens, communicating with their parents about reproductive health, and how parents communicate about reproductive health in the view of the child’s own. Theories that are considered relevant to this study are: Communication, Interpersonal Communication, Adolescents, and Reproductive Health Education. The population is students of SMA Negeri 12 Medan, which sits in class I (1-7) and II ( IPA 1-6 and IPS 1-3). To determine the number of samples used Solvin (1960) formula with a precision of 10% and a confidence level of 90%, then obtained a sample of 88 students. The sampling technique used is Proportional Stratified Random Sampling and sweepstakes. data collection techniques, researchers used a questionnaire method (Field Research) and the methods of literature (Library Research). The data analysis technique using a single table analysis, with use of the Statistical Product and System Solution (SPSS) 16. Conclusion is almost all students know propely about reproductive health education materials, in addition to the interpersonal communication of parents and students about reproductive health has been going well. Based on the results of the questionnaire, there are still some students who still feel ashamed and embarrassed to communication about reproductive health, but the majority of the students already have been very open with their parents. Openness, trust, listening, and understanding has been owned by the students when communicating about reproductive health with their parents. There are some students whose parents tend to be suspicious and overbearing, but it is merely for the sake of their child.

Key words:


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Sarah Sianturi

Nim : 100904085

Departemen : Ilmu Komunikasi (HUMAS)

Judul : Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi

(Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMA Negeri 12 Medan)

Medan, Juli 2014

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Dayana, M.Si

NIP. 196007281987032002 NIP. 196208281987012001 Dra. Fatma Wardy Lubis, MA

Dekan FISIP USU

NIP. 196805251992031002 Prof. Dr.Badaruddin, M.Si


(6)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Sarah Sianturi

NIM : 100904085

Tanda Tangan :


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah pemilik kehidupan, Tuhan Yesus Kristus yang sudah memberikan hikmat, berkat, dan anugerahnya kepada peneliti sehingga peneliti dapat melewati banyak hal di dalam bersamaNya dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penelitian skripsi ini berjudul “Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi”, merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, peneliti menyadari masih banyak kekurangan dan masihjauh dari sempurna, karena itu peneliti menerima saran dan kritik untuk perbaikan sehingga skripsi dapat menjadi lebih baik.

Peneliti menyampaikan terimakasih kepada kedua orang tua peneliti, yakni Bapak Israel Sianturi (Alm), dan Ibu Marulina Panjaitan (Alm), buat cinta dan kasih yang tulus yang sudah diberikan. Peneliti juga menyampaikan banyak terimakasih kepada Bapak Esron Sianturi dan Ibu Rukiah Siagian, yang selama ini telah menjadi orang tua yang baik. Terimakasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan baik secara moril maupun materiil.

Skripsi dapat diselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan doa-doa setiap orang yang ada dalam hidup peneliti, karena itu peneliti juga menghaturkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terimakasih yang tak terhingga dari penulis secara pribadi atas kebaikan dan


(8)

pengetahuan yang telah banyak ibu berikan kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi, yang telah mendidik dan membantu peneliti selama perkuliahan.

5. Saudara-saudari kandung peneliti, Grace Sianturi, Rio Sianturi, dan Boy Sianturi. Terimakasih sudah menjadi kakak dan abang yang baik, terimakasih sudah mendoakan, mendukung dan memberikan semangat kepada peneliti.

6. Sahabat-sahabat peneliti, Camilla Emanuella Sembiring, Rosida Zulsufiyani, Jessica Lara Sihombing, Anggie Dahlia Simanjuntak, Grace Ebanta Ginting, Elyn Pasaribu, dan Olivia Manullang. Terimakasih untuk banyak hal yang sudah kita jalani selama 4 tahun terakhir.

7. Teman-teman peneliti, Lidia Sagala, Justina Tampubolon, Maria Silaen, Dihonita Sibarani, Ouldri Grade Lucia, dan Rafflesia Bonita Simanjuntak, yang sudah mendukung dan memberi semangat kepada peneliti.

8. Teman-teman Naposobulung HKBP Karya Pembangunan, terimakasih buat kebersamaan dan dukungan doanya.

9. Kepada teman-teman Ilmu Komunikasi Stambuk 2010, Klinton Mangapul Aritonang, Fajar Khalil, dan semua teman-teman yang telah mendukung dan membantu peneliti dalam proses penelitian.

Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak. Peneliti berharap, penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan Ilmu Komunikasi di Sumatera Utara.

Medan, Juni 2014 Hormat Saya


(9)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai Civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sarah Sianturi

NIM : 100904085

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-ekslusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi (Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMA Negeri 12 Medan).

Dengan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data

(database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada Tanggal : Juli 2014 Yang Menyatakan


(10)

DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL……… .. i

LEMBAR PERSETUJUAN……….. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………. iii

KATA PENGHANTAR………. iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………. vi

ABSTRAK………... vii

ABSTRACT... viii

DAFTAR ISI……….……….. ix

DAFTAR TABEL…….……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………. 1

1.2 Rumusan Masalah………... 6

1.3 Pembatasan Masalah………... 6

1.4 Tujuan Penelitian………...………. 7

1.5 Manfaat Penelitian………..……... 7

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori………...………….. 8

2.1.1 Komunikasi……….………... 8

2.1.2 Komunikasi Interpersonal……….…….. 10

2.1.2.1 Teori Johari Window………... 16

2.1.3 Remaja………...……. 17

2.1.4 Pendidikan Kesehatan Reproduksi ……… 28

2.2 Kerangka Konsep………..……. 33

2.3 Variabel Penelitian……….……… 34

2.4 Definisi Operasional Variabel……….……… 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian……….……….…… 42

3.2 Metode Penelitian………..………..…….. …. 42

3.3 Populasi dan Sampel………... 42

3.3.1 Populasi……….………...……...… 42

3.3.2 Sampel……….…………...…………. 43

3.3.3 Teknik Penarikan Sampel……… 44

3.4 Teknik Pengumpulan Data………..………. 46

3.4 Teknik Analisis Data……… 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahap Pelaksanaan Penelitian….………..….. 47


(11)

4.3 Teknik Pengolahan data……….. 51 4.4 Analisis tabel tunggal...………... 51

4.5 Pembahasan………...….. 74

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan……… 85

5.2 Saran……….………... 86

DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Operasional Variabel…....………... 34

3.1 Populasi Penelitian..………... 43

3.2 Sampel Penelitian……… 45

4.1 Daftar Nama Kepala Sekola SMAN 12 Medan……….. 48

4.2 Jumlah Siswa-Siswi SMAN 12 Medan TA 2013/201………. 49

4.3 Jenis Kelamin Responden………...………. 52

4.4 Usia Responden………...……… 52

4.5 Kelas Responden………...………. 53

4.6 Jurusan Responden………...………...… 53

4.7 Anak Transparan dengan Orang tua……… 55

4.8 Anak Percaya dengan Orang tua…….……… 56

4.9 Anak Mendengarkan Orang tua………...………. 57

4.10 Anak Memahami Orang tua..………... 58

4.11 Anak Defensif dengan Orang tua………. 59

4.12 Anak Berfikir Positif dengan Orang tua………...…………... 60

4.13 Menurut Anak, Orang tua Mencoba Merasakan Apa Yang Dirasakannya…………... 61 4.14 Menurut Anak, Orang tua Memotivasi ke Arah yang Lebih Baik……… 62 4.15 Menurut Anak, Orang tua Tidak Menaruh Curiga Kepada Anak………...……… 63 4.16 Menurut Anak, Orang tua Memberi Pujian Kepadanya ……... 64

4.17 Menurut Anak Orang tua Berbincang Pada Tingkatan yang Sama ………. 65 4.18 Menurut Anak, Orang tua Tidak Memaksakan Kehendak Kepadanya………. 66 4.19 Pengetahuan tentang Tanda-tanda Seks Primer ………...……. 67

4.20 Pengetahuan tentang Tanda-tanda Seks Sekunder …………... 68

4.21 Sebab dan Akibat Perilaku Seksual Pranikah…………..…….. 68

4.22 Pendewasaan Usia Perkawinan…...……….. 69

4.23 Usia Terbaik Melahirkan adalah 20-35 tahun………... 70

4.24 Jumlah Anak Terbaik adalah 2 Orang……….….. 71

4.25 Jarak Kelahiran Terbaik Adalah 2-4 Tahun……….. 71

4.26 Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual……….…... 72


(13)

DAFTAR LAMPIRAN • Kuesioner

Fortran Cobol • Biodata Peneliti

• Lembar Catatan Skripsi

• Surat Penghantar Izin Penelitian • Surat Balasan Izin Penelitian


(14)

Abstrak

Penelitian ini berjudul tentang Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi. Dengan memilih studi deskriptif kuantitatif, peneliti akan menggambarkan bagaimana anak, khususnya remaja berkomunikasi dengan orang tua tentang kesehatan reproduksi, dan bagaimana orang tua berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi menurut pandangan anak itu sendiri. Teori-teori yang dianggap relevan terhadap penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Interpersonal, Remaja, dan Pendidikan Kesehatan Reproduksi. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa siswi SMA Negeri 12 Medan, yang duduk di kelas kelas I (1-7) dan II ( IPA 1-6 dan IPS 1-3). Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Solvin (1960) (Sevilla dkk, 1993:161) dengan nilai kritis 10%, dan tingkat kepercayaan 90%, maka diperoleh sampel sebanyak 88 siswa. Teknik penarikan sampel yang digunakan ialah Proportional Stratified Random Sampling

dan teknik undian. Teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan metode kuesioner (Field Research) dan metode kepustakaan (Library Research). Adapun teknik analisis datanya menggunakan analisis tabel tunggal, dengan penggunaan

Statistical Product and System Solution (SPSS). Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, hampir seluruh siswa mengetahui secara benar tentang materi pendidikan kesehatan reproduksi, selain itu komunikasi interpersonal orang tua dan siswa tentang kesehatan reproduksi telah berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil dari kuesioner, masih terdapat beberapa siswa yang masih merasa malu dan segan untuk berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi, namun mayoritas siswa sudah memiliki sikap yang terbuka dengan orang tua. Sikap terbuka, percaya, mendengarkan, dan memahami telah dimiliki oleh para siswa ketika berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi dengan orang tua. Terdapat beberapa siswa yang orangtuanya cenderung menaruh curiga dan memaksakan kehendak, namun itu semata demi kebaikan anaknya.

Kata Kunci:


(15)

Abstract

This research entitled Interpersonal Communication Parents and Childresn about Reproductive Health Education. By selecting a quantitative descriptive study, researchers will describe how children, especially teens, communicating with their parents about reproductive health, and how parents communicate about reproductive health in the view of the child’s own. Theories that are considered relevant to this study are: Communication, Interpersonal Communication, Adolescents, and Reproductive Health Education. The population is students of SMA Negeri 12 Medan, which sits in class I (1-7) and II ( IPA 1-6 and IPS 1-3). To determine the number of samples used Solvin (1960) formula with a precision of 10% and a confidence level of 90%, then obtained a sample of 88 students. The sampling technique used is Proportional Stratified Random Sampling and sweepstakes. data collection techniques, researchers used a questionnaire method (Field Research) and the methods of literature (Library Research). The data analysis technique using a single table analysis, with use of the Statistical Product and System Solution (SPSS) 16. Conclusion is almost all students know propely about reproductive health education materials, in addition to the interpersonal communication of parents and students about reproductive health has been going well. Based on the results of the questionnaire, there are still some students who still feel ashamed and embarrassed to communication about reproductive health, but the majority of the students already have been very open with their parents. Openness, trust, listening, and understanding has been owned by the students when communicating about reproductive health with their parents. There are some students whose parents tend to be suspicious and overbearing, but it is merely for the sake of their child.

Key words:


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Remaja adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial.Secara kronologis yang tergolong remaja yakni berkisar antara 12/13-21 tahun. Penggolongan remaja menurut Tohrnburg (Dariyo, 2004:3) terbagi 3 tahap, yaitu masa remaja awal (usia 13-14 tahun), remaja tengah (usia 15-17 tahun), dan masa remaja akhir (usia 18-21 tahun). Sementara itu, Menurut data yang diambil dari BKKBN, berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa, sebanyak 27,6 persen atau 63.443.448 juta jiwa adalah usia remaja 10 sampai 24 tahun.

Remajasaat ini sedang mengalamiperubahan sosial yang cepat darimasyarakat tradisionalmenujumasyarakatmodern,yangjugamengubah norma-norma, nilai-nilai dan gayahidupmereka. Perkembangan emosi yang belum stabil dan bekal hidup yang masih perlu dipupuk menjadikan remajalebihrentanmengalamigejolaksosial.Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis.

Masaremajajugadiartikan sebagaimasa dimana seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas dan berlanjuthinggatercapainyakematanganseksual.Perubahan organ-organ reproduksi yang makin matang pada remaja, meyebabkan dorongan dan gairah seksual remaja makin kuat dalam dirinya.Kematangan organ reproduki tersebut, juga mendorong individu untuk melakukan hubungan sosial, baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Di satu sisi hal ini tentu baik bagi kehidupan sosial remaja, namun di sisi lain hal ini tak jarang menjadi permasalahan.


(17)

Permasalahan remajayangadasaatinisangatkompleks, salah satunya ialah masalah kesehatan reproduksi.Data Depkes RI (2006), menunjukkan jumlah remaja umur 10-19 tahun di Indonesia ada sekitar 43 juta (10-19.61%) dari jumlah penduduk. Sekitar satu juta remaja pria (5%) dan 200 ribu remaja wanita (1%) secara terbuka menyatakan bahwa mereka pernah melakukan hubungan seksual. Penelitian juga dilakukan oleh Universitas Dipenegoro bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Jawa Tengah (2005), dengan sampel 600.000 responden menyatakan bahwa sekitar 60.000 atau 10% siswi SMU se-Jawa Tengah telah melakukan hubungan seksual pranikah.

Masalah kesehatan reproduksi remaja yakni masalah seksualitas, dapat berujuang kepada penyakit menular seksual seperi HIV/AIDS bahkan sampai kepada penyalahgunaan NAPZA. Berdasarkan data tentang penyalahgunaan narkoba di Indonesia, dari sebanyak 3,2 juta jiwa yang mengkonsumsi narkoba, 78% diantaranya ialah remaja. Berdasarkan data Kemenkes pada akhir Juni 2010, di Indonesia terdapat 21.770 kasus AIDS dan 47.157 kasus HIV positif, dengan persentase pengidap usia 19-29 tahun yakni sebesar 48,1% dan usia 30-35 tahun sebanyak 30,9%.

Pengaruh informasiglobal(paparanaudio

visual)yangsemakinmudahdiaksesdiakuiatautidaktelahmemancingremajauntukmen gadaptasi kebiasaan-kebiasaantidaksehatyang berhubungan dengan kesehatan reproduksinya.Pada akhirnya secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantar mereka pada berperilaku seksual yang berisiko tinggi.Padahal walaupun remaja telah mencapai kematangan kognitif, namun dalam kenyataannya mereka belum mampu mengolah informasi yang diterima tersebut secara benar.

Kesehatan reproduksi merupakan keadaan secara fisik, mental, sosial secara utuh bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem atau fungsi proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan (UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, pasal

71). Pendidikan kesehatan

reproduksimerupakanupayauntukmemberikanpengetahuantentangfungsiorganreprodukside nganmenanamkanmoral,etika,


(18)

sertakomitmenagamaagartidakterjadi“penyalahgunaan”organreproduksitersebut.Pendidik an kesehatan reproduksi harus dianggap sebagai bagian dan proses-proses pendidikan, dengan demikian mempunyai tujuan untuk memperkuat dasar-dasar pengetahuan dan pengembangan kepribadian. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan reproduksi adalah bagian integral dari usaha-usaha pendidikan pada umumnya (Gunarsa, 2000: 96).

Berdasarkan proses penyampaiannya, pendidikan dapat dibagai menjadi dua bagian, yakni pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal ialah pendidikan yang dilakukan secara formal dan resmi oleh dinas pendidikan, misalnya yang dilakukan di sekolah. Sedangkan pendidikan non formal, ialah pendidikan yang dilakukan tidak secara formal atau resmi, namun berdasarkan kedekatan satu sama lain, misalnya di lingkungan keluarga dan sekitar. Proses penyampaian Pendidikan Kesehatan Reproduksi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni formal dan non formal. Namun saat ini sulit ditemukan sekolah yang menerapkan pendidikan kesehatan reproduksi secara mendalam.Karena itulah peran lingkungan keluarga disini sangat dibutuhkan.Keluargasebagailingkungan sosial pertamaremajadiharapkan dapatmenerapkan pendidikan kesehatan reproduksi yang baik dan benar.

Peran keluarga khusunya orangtuadirasakanpenting dalam memberikan informasi tentang materi pendidikan kesehatan reproduksi,karenaorangtua dapat mengarahkansecarabijaksanainformasiyangbenardantepat

sesuaidengankebutuhanremaja.Menurut hasil penelitian Ida Wiendijarti (2011) dalam judul “Komunikasi Intepersonal Orang tua dan Anak dalam Pendidikan Seksual”, menunjukkan hasil bahwa remaja yang memiliki kesulitan berkomunikasi dengan orangtuanya tentang masalah seksualitas, mereka cenderung memiliki sikap permisif

terhadap hubungan seksual. Namun pada kenyataannya

orangtuadipandangkurangmampumemahamijiwaremaja.Orangtuamasihterbelengguolehb udayalamadanpandanganorangtuayangsempitterhadapperkembanganremaja

danlingkungannya.Orang tua sering sekali berpendapat bahwa pembicaraan mengenai masalah kesehatan reproduksi secara terbuka diangggap sesuatu yang tidak biasa,


(19)

aneh, bahkan tabu.Selain itu mudah timbul rasa takut di kalangan orangtua bahwa pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan fungsinya justru malah mendorong remaja untuk melakukan penyalahgunaan organ reproduksi tersebut.Penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian Synovate (2006) di empat kota (Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya), menunjukkan hasil bahwa remaja yang mendapat informasi tentang penjelasan berbagai masalah kesehatan reproduksi oleh keluarga, yakni orang tua relatif sedikit; disebutkan pula bahwa sebanyak 42,2% remaja menerima informasi tentang haid, dan hanya 15,5% remaja menerima informasi hubungan suami istri, yang mendapat penjelasan tentang penyakit menuar seksual (PMS) ada 16,9 %.

Menurut pandangan remaja melalui beberapa artikel tentang komunkasi orang tua dan anak tentang kesehatan reproduksi (salah satunya artikel yang ditulis Murni Manurung dalam situs BKKBN Jabar), orangtua sulit untuk dimengerti berkaitan dengan masalah remaja.Remaja ingin dihitung keberadaannya di lingkungan keluarga, karena itu remaja ingin pendapatnya terlebih dahulu didengar oleh orangtua. Namun remaja menganggap orangtua cenderung menghakimi, terlalu melindungi dan sering tidak menghormati privasi remaja dan keinginan remaja untuk mandiri.Selain itu, remaja menganggap orangtua susah untuk dipercaya, hal ini dikarenakanorangtua tidak memiliki cukup keahlian tentang topik yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan reproduksi. Karena itulah meskipun remaja memiliki kedekatan fisik dengan orangtua, namun tidak sedikit remaja yang merasa nyaman dan aman secara emosional untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya dengan teman sebaya atau sepermainannya.

Permasalahan

inisebenarnyabisadiatasidenganmenciptakankomunikasiinterpersonalantara remajadenganorangtua.Komunikasiinterpersonal

disinibukansekedarmenyangkutkuantitasdari

komunikasiyangdilakukanolehremajadanorangtua,tetapikomunikasilebihdititikberatkanpad a pemahamanyangdilandasidengansikapketerbukaan,empati,kepositifan,sikapsuportif,


(20)

dan kesetarandari keduabelahpihak.Pada hakekatnya komunikasi interpersona perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan.Komunikasi interpersonal antara remaja dan orang tua di sini bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara remaja dan orang tua berhak menyampaikan pendapat, pikiran, informasi atau nasehat.

Pendidikan kesehatan reproduksi di dalam keluarga, disebut juga dengan sistem pendidikan non formal, dapat dilakukan melalui komunikasi interpersonal (antar pribadi) antara orang tua dan remaja.Pendidikan kesehatan reproduksi di dalam keluarga dapat dilakukan dalam suasana yang santai dan menyenangkan, tidak tegang atau kaku, dan tetap dengan pandangan dewasa, juga perlu memerhatikan penyesuaian bahasa yang digunakan oleh remaja.

Meskipun orang tua dianggap memegang peranan penting untukmemberikanpendidikan kesehatan reproduksipadaremaja, namun jika dilihat melalui permasalahan kesehatan reproduksi yang terjadi saat ini, yang menjadi fokus dalam penelitian ini ialah remaja.Orang tua tentu berupaya untuk memberikan pendidikan yang baik untuk anaknya, namun semua kembali kepada diri anak itu sendiri.Karena itulah peneliti tertarik untuk meneliti tentang bagaiman komunikasi interpersonal remaja kepada orang tua tentang pendidikan kesehatan reproduksi, dan tentang bagaimana orangtua berkomunikasi tentang pendidikan kesehatan reproduksi melalui sudut pandang remaja itu sendiri.

SMA Negeri 12 merupakansalahsatusekolahnegeri yangadadikotaMedan.Siswa-siswinya berasaldaridaerah yangberbeda-beda, dengan kebiasaan yang berbedapula.Pendidikan kesehatan reporduksi biasanya menjadi bagian dari mata pelajaran biologi ataupun pendidikan kesehatan jasmani, karena itu pendidikan kesehatan reproduksi belum terlalu mendalam diajarkan di sekolah ini.Selain itu, disekolah ini jugabelumpernah dilakukan penelitian tentang bagaimana komunikasi interpersonal anak dan orang tua tentang pendidikan kesehatan reproduksi.Karena itu


(21)

lah yang menjadi objek dalam penelitian ini ialah siswa-siswi SMA Negeri 12 MEDAN.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti “Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMA NEGERI 12 MEDAN”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “BagaimanaKomunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMA NEGERI 12 MEDAN?”

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk lebih memperjelas ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti agar penelitian tidak terlalu luas dan fokus terhadap permasalahan yang sedang diteliti, maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Kesehatan Reproduksi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan

upayauntukmemberikanpengetahuantentangfungsiorganreproduksidenganmenanamk anmoral,etika, agartidakterjadipenyalahgunaanorganreproduksi.

2. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, untuk mengetahuikomunikasi interpersonal orang tua dan anak tentang pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja.

3. Objek Penelitian ini adalah siswa kelas I (I-VII) dan II (IPA I-VI dan IPS I-III) di SMA NEGERI 12 MEDAN.


(22)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui komunikasi interpersonal orang tua dan anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada SMA NEGERI 12 MEDAN.

2. Untuk mengetahui pengetahuan remaja tentang Kesehatan Reproduksi

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis, penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu komunikasi. Temuan-temuan empiris dari hasil penelitian ini juga menjadi sumbangan berharga sekaligus sebagai pengkayaan materi dalam pengembangan khazanah keilmuan komunikasi.

2. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan bisa memperluas ruang lingkup peneltian dalam bidang komunikasi interpersonal khususnya komunikasi interpersonal orang tua dengan anak.

3. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi SMA NEGERI 12 MEDAN dan pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini.


(23)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori

Teori ialah himpunan konstruk atau konsep, definisi, dan proporsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.(Kerlinger, 1986). Teori menurut Wilbur Schram adalah suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abtraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proposisi bisa dihasilkan yang dapat diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perlaku (Effendy, 2003:241).

Seorang penelitisebelum melakukan penelitian perlu menyusun kerangka teori karenakerangkateorimerupakanlandasanberfikiruntukmenggambarkandari sudut manapenelitimenyorotimasalahyangakanditeliti.Adapun teori-teori yang relevan terhadap penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Interpersonal, Remaja, dan Pendidikan Kesehatan Reproduksi.

2.1.1 Komunikasi

Kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin communicare, berarti berpartisipasi atau memberitahukan.Kata communis berarti milik bersama atau berlaku dimana-mana sehingga communis opinion berarti pendapat umum atau pendapat mayoritas. Dengan demikian, komunikasi merupakan usaha untuk membangun sebuah kebersamaan yang dilandasi oleh persamaan persepsi tentang sesuatu sehingga


(24)

mendorong di antara pelaku komunikasi untuk saling memahami sesuai dengan keinginan dan tujuan bersama (Hidayat: 2012, 19).

Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin“communication”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama disini maksudnya sama makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Jadi secara sederhana dalam proses komunikasi yang terjadi adalah bermuara pada usaha untuk mendapatkan kesamaan makna atau pemahaman pada subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut (Effendy, 2003:30)

Mulyana (2003) mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membangun kebersamaan pikiran tentang suatu makna atau pesan yang dianut secara bersama. Usaha manusia menyampaikan isi pertanyaan atau pesan kepada manusia lain. Sementara itu, Carl I. Hovland mengemukakan komunikasi merupakan proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) yang menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate). (Mulyana, 2007:68)

Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi menurut Harold Laswell adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”. Dan berdasarkan definisi Laswell ini dapat diturunakan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu: sumber (komunikator), pesan, salutan atau media, penerima (komunikan), dan efek. Unsur-unsur lain yang sering ditambahkan adalah umpan balik (feed back), gangguan/kendala komunikasi (noise/barriers), dan konteks atau situasi tertentu.(Effendy, 2003).

Dance (1970) juga membuat enam kategori dari berbagai definisi komunikasi yang ada (Liliweri, 1991:5) yang menunjukkan komunikasi sebagai:


(25)

Rumusannya adalah: Communication is the distric-minatory respons for an organism to a stimulus. (Stevens, 1950)

2. Aktivitas datang dari pihak lain: mempengaruhi

Rumusannya adalah: The process by which an individual (the communicator) transmits stimulus (usually verbal symbols) to modify, the behavior of other individual. (Hoveland, 1948)

3. Hubungan adalah sentral

Rumusannya antara lain: Communication is essentially the relationship set up by the transmission of stimully and the evocation of response. (Cherrey, 1964) 4. Hasil adalah yang utama, sharing atau pemilikan

Rumusannya adalah: It its process that makes common to or several what was the monopoly of one or some. (Gode, 1959)

5. Transmisi informasi

Rumusannya adalah: Communication is an information transformation process which organiates at mind and ends at a mind. (Toda, 1967)

6. Penggunaan Lambang

Rumusannya adalah: To designate interaction by measn of signs and symbols.

(Cullen, 1939)

Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak ahli, dan daribanyak pengertian tersebut jikadianalisispadaprinsipnyadapatdisimpulkan bahwakomunikasimengacupada tindakan,olehsatuorangataulebih,yangmengirim dan menerimapesan dengan atau tanpa media, dalam suatu kontekstertentu, mempunyai pengaruhtertentu,danadakesempatanuntukmelakukanumpanbalik.

2.1.2 Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book”, (Deviot, 1989:4) sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.(Effendy, 2003:59). Komunikasi interpersonal atau disebut juga dengan komunikasi antarpribadi adalah


(26)

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2007:81).

Effendy dalam buku Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (2003:61) mengatakan bahwa dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi atau interpersonal dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan.

Vito (1976) mendefinikan komunikasi interpersonal sebagai, pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.Dean C. Barnlund (1968) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Menurut Rogers dalam Depari (1988) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.

Readon (1987) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal mempunyai paling sedikit enam ciri, yaitu:

1. Dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong

2. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja 3. Kerapkali bebalas-balas

4. Mempersyaratkan adaya hubungan (paling sedikit dua orang) antara pribadi 5. Suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan 6. Mengunakan berbagai lambang-lambang yang bermakna

Komunikasi interpersonal atau yang sering disebut pula sebagai komunikasi antar pribadi, merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan feedback yang langsung (Devito). Komunikasi interpersonal sangat efektif dalam mengubah sikap atau perilaku karena satu sama lainnya terlibat komunikasi yang tinggi (Hidayat, 2012:38).


(27)

Tujuan dari komunikasi interpersonal (Hidayat, 2012:55) adalah: 1. Mengenal diri sendiri dan orang lain

2. Mengetahui dunia luar

3. Menciptakan dan memelihara hubungan yang bermakna 4. Mengubah sikap dan perilaku oang lain

5. Bermain dan mencari hiburan 6. Membantu orang lain.

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi interpersonal, dan bukan komunikasi lainnya.Hal ini terangkum dari pendapat-pendapat Reardon (1987), Effendy (1986), Porter dan Samovar (1982). Sifat-sifat komunikasi interpersonal itu adalah:

1. Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal 2. Melibatkan pernyataan/ungkapan yang spontan

3. Komunikasi interpersonal tidaklah statis melainkan dinamis

4. Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi 5. Dipandu oleh aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik

6. Komunikasi interpersonal merupakan suatu kegiatan dan tindakan 7. Melibatkan di dalamnya biang persuasif

Secara teoritis komunikasi interpersonal diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya (Effendy, 2003:62), yakni:

1. Komunikasi diadik (dyadic communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi interpersonal yang berlangsung antara dua orang yakni seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan.Oleh karena perilaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens.Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada komunikan seorang itu. Situasi komunikasi seperti itu akan nampak dalam komunikasi triadic atau komunikasi kelompok, baik kelompok dalam bentuk keluarga maupun dalam bentuk kelas


(28)

atau seminar. Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan terjadinya pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu kepada apa yang disebut primasi diadik(dyadic primacy) (Devito, 1979:14). Yang dimaksud dengan primasi diadik ini ialah setiap dua orang dari sekian banyak dalam kelompok itu yang terlihat dalam komunikasi berdasarkan kepentingannya masing-masing.

2. Komunikasi triadik (triadic communication)

Komunikasi triadik adalah komunikasi interpersonal yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya A yang menjadi komunikator, maka ia pertama-tama menyampaikan kepada komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi, beralih kepada komunikan C, juga secara berdialogis.

Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua factor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.

Rakhmat (2000) memberi catatan bahwa terdapat tiga faktor dalam komunikasi interpersonal yang menumbuhkan relasi antar pribadi yang baik (Hidayat, 2012:56), yaitu:

1. Percaya, didefinisikan sebagai upaya mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko.

2. Suportif, adalah sikap yang memgurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensive bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empati. Dengan sikap defensif, komunikasi interpersonal akan gagal karena orang orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain.


(29)

3. Sikap terbuka, yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antar pribadi. Keterbukaan atau sifat terbuka sangat berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi antar pribadi yang efektif.

Efektivitas Komunikasi Interpersonal (menurut Josep A. Devito) dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).

a. Keterbukaan (openness)

Keterbukaan ialah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenaan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Dalam proses komunikasi interpersonal, keterbukaan menjadi salah satu sikap positif. Hal ini disebabkan, dengan keterbukaan, maka komunikasi interpersonal akan berlangsung secara adil, transparan, dua arah, saling percaya, dan dapat diterima oleh semua pihak yang berkomunikasi.

b. Empati (empathy)

Empati ialah kemampuan seseorang untuk mendengarkan sesuatu yang sedang dialami orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan dapat memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca mata orang lain.

c. Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung (supportiveness).Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka.Sikap mendukung juga merupakan sikap yang mengurangi defensif. Sika defensif merupakan sikap yang tidak dapat menerima, tidak jujur, cenderung melindungi diri dari ancaman yang akan ditanggapi dalam situasi komunikasi. d. Sikap positif (positiveness)


(30)

Sikap positif adalah adanya kecenderungan bertindak pada diri komunikator untuk memberikan penilaian yang positif pada diri komunikan.Dalam komunikasi interpersonal, hendaknya antara komunikator dan komunikan saling menunjukkan sikap positif, tidak menaruh curiga, dan saling memberikan pujian jika memang dibutuhkan, guna menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.

e. Kesetaraan (equality)

Kesetaraan (equality) ialah perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapanya. Dalam persamaan tidak mempertegas perbedaan, artinya tidak menggurui, tetap berbincang pada tingkatan yang sama, dan tidak memaksakan kehendak pribadi.

Ada beberapa faktor pembentuk individu melakukan komunikasi interpersonal dengan individu lainnya. Menurut Halloran (1980) yang menjadi faktor adalah (1) perbedaan antar pribadi; (2) manusia meskipun merupakan makhluk yang utuh namun tetap mempunyai kekurangan; (3) adanya perbedaan motivasi antara manusia; (4) kebutuhan harga diri yang harus mendapat pengakuan dari orang lain. Cassagrande (1986) juga berpendapat hampir senada, bahwa seseorang melakukan komunikasi interpersonal dengan orag lain karena: (1) setiap orang memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan; (2) setiap orang terlibat alam proses perubahan yang relatif tetap; (3) interaksi hari ini merupakan sprekturm pengalaman masa lalu, dan buat orang mebuat orang mengantisipasi masa depan; (4) hubungan yang diciptakan kalau berhasil merupakan pengalaman yang baru

Komunikasi interpersonal sering dikatakan sebagai komunikasi yang paling efektif dari berbagai jenis komunikasi yang ada (Liliweri,1991). Hal ini dikarenakan:

1. Melalui komunikasi interpersonal dapat diketahui secara langsung apakah kita diterima oleh lawan bicara atau tidak.


(31)

2. Dapat juga mengetahui apakah pesan kita diterima dan dimengerti pihak lain 3. Dapat mengetahui apakah pesan kita tidak hilang ataupun menjadi kurang

jelas, artinya kita dapat saling mengontrol pesan-pesan

4. Dapat belajar mengenai sesuatu pesan yang perlu diulang, mengatur pesan-pesan yang lebih baik untuk menambah atau mengurangi jumlah mutu pesan-pesan yang kita komunikasikan

2.1.2.1 Teori Johari Window

Teori johari Window (Jendela Johari) merupakan perangkat sederhana dan berguna dalam mengilustrasikan dan meningkatkan kesadaran diri serta pengertian bersama individu-individu yang ada dalam suatu kelompok tertentu.Teori ini diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui dirinya, maupun orang lain (Liliweri, 1991:53).

Joseph Luft tidak sendiri dalam mengembangkan teori Jendela Johari ini, namun ia bersama seorang Psikolog Amerika, Harry Ingham pada tahun 1950-an ketika mereka meneliti untuk program proses dari kelompok mereka. Uniknya nama “Johari” sendiri sebenarnya diambil dari potongan masing-masing nama mereka. “Jo” untuk Luft, dan “Harry” untuk Ingham.dalam selang waktu yang lama, Jendela Johari banyak dimanfaatkan sebagai pengertian dan latihan kesadaran diri, peningkatan hubungan interpersonal, kelompok-kelompok dinamis, penigkatan tim, dan hubungan inter-group.

Berikut adalah gambaran Jendela Johari tentang bidang pengenalan diri dan orang lain:

diketahui diri sendiri tidak diketahui sendiri

1 terbuka 2 buta


(32)

Gambar yang disebut Jendela Johari tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan hubungan antar seseorang dengan lainnya terdapat empat kemungkinan sebagai mana terwakili melalui suasana di keempat bidang (jendela) itu. Adapun penjelasannya ialah sebagai berikut:

- Bidang 1, melukiskan suatu kondisi di mana antara seorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka

- Bidang 2, melukiskan bidang buta. Masalah hubungan antara kedua pihak hanya diketahui orang lain, namun tidak diketahui diri sendiri

- Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua pihak diketahui diri sendiri, namun tidak diketahui orang lain

- Bidang 4, bidang tidak dikenal. di mana kedua pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan di antara mereka.

Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi interpersonal atau antar pribadi ialah bidang 1, di mana antara komunikator dan komunikan saling mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubungan antar pribadi tidak seideal yang diharapkan itu, ini disebabkan karena dalam berhubungan dengan orang lain, seseorang cenderung untuk menyembunyi masalah yang dihadapinya.

2.1.3 Remaja

Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukka masa remaja, menurut Yulia S.D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa (1991) antara lain: (a) Puberteit, puberty

dan (b) adolescentia. Istilah puberty (bahasa inggris) berasal dari istilah Latin,

pubertas yang berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian..Adolescentia berasal dari istilah Latin, adolescentia, yang berarti masa muda yang terjadi antara 17-30 tahun.Jadi, remaja (adolescence) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan


(33)

adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar anatar usia 12/13-21 tahun.

Masa remaja, menurut ciri perkembangannya dibagi menjadi tiga tahap (Pinem, 2009:303), yaitu:

1. Masa remaja awal (10-12 tahun) dengan ciri khas antara lain: ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berpikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhya

2. Masa remaja tengah (13-15 tahun), dengan ciri khas antara lain: mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang aktivitas seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam

3. Masa remaja akhir (16-19 tahun), dengan ciri khas antara lain: mampu berpikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri.

Di dalam buku Psikologi Perkembangan oleh DR. Hendriati Agustiani, dikemukakan bahwa secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut: (Konopa, 1973 dalam Pikunas, 1976; Ingersoll 1989):

1. Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua.Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.

2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self directed).Pada msaa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan implusivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional


(34)

yang ingin dicapai.Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa.Selama periiode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity.Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini.

Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri.Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode trasnsisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.Kita semua mengetahui bahwa antara anak-anak dan orang dewasa ada beberapa perbedaan yang selain bersifat biologis atau fisiologis juga bersifat psikologis.Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam kedua aspek tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja (Agustiani, 2009:29). Secara ringkas, proses perubahan tersebut dan interaksi antara beberapa aspek yang berubah selama masa remaja bisa diuraikan seperti berikut ini (Lerner & Hultsch, 1983:318-320):

1. Perubahan Fisik

Rangkaian perubahan yang paling jelas Nampak dialami oleh remaja adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada awal masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16 tahun pada pria (Hurlock, 1973:2021). Hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin, dan ini membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan memunculkan ciri-ciri seks sekunder.Gejala ini memberikan isyarat bahwa fungsi reproduksi atau kemampuan untuk menghasilkan keturunan sudah mulai


(35)

berkerja.Seiring dengan itu, berlangsung pula pertumbuhna yang pesat pada tubuh dan anggota-anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang dewasa.Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda, dan sebagai konsekuensi dari hormon yang baru, dia sendiri mulai merasa adanya perbedaan.

2. Perubahan Emosional

Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal tadi adalah perubahan dalam aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormonal tadi, dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan badaniah tersebut.Hormonal meyebabkam perubahan seksual dan menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru.Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya.Keterbatasannya untuk secara kognitif mengola perubahan-perubahan baru tersebut bisa membawa perubahan-perubahan besar dalam fluktuasi emosinya.Dikombinasikan dengan pengaruh-pengaruh sosial yang juga senantiasa berubah, seperti tekanan dari teman sebaya, media masa, dan minat pada jenis seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi secara seksul.Ini semua menuntut kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya.

3. Perubahan Kognitif

Semua perubahan fisik yang mnembawa implikasi perubahan emosional tersebut makin dirumitkan oleh fakta bahwa individu juga sedang mengalami perubahan kognitif.Perubahan dalam kemampuan berpikir ini diungkapkan oleh Piaget (1972) sebagai tahap terakhir yang disebut sebagai tahap formal operation dalam perkembangan kognitifnya. Kemampuan-kemampuan berpikir yang baru ini memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, hipotetis, dan kontrafaktual, yang pada gilirannya kemudian memberikan peluang bagi individu untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal.


(36)

Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat itu membawa akibat bahwa fokus utama dari perubahan perhatian remaja adalah dirinya sendiri.Secara psikologis proses-proses dalam diri remaja semuanya tengah mengalami perubahan, dan komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional, dan kognitif sedang mengalami perubahan besar.

Pada masa remaja, selain perubahan fisik remaja juga mengalami perubahan kejiwaan. Perubahan kejiwaan terjadi lebih lambat dari fisik dan labil (Pinem: 2009:304), meliputi:

1. Perubahan Emosi; sensitif (mudah menangis, cemas, tertawa dan frustasi), mudah bereaksi terhadap rangsangan dari luar, agresif sehingga mudah berkelahi. 2. Perkembangn Inteligensia: mampu berpikir abstrak dan senang memberi kritik, ingin mengetahui hal-hal baru sehingga muncul perilaku ingin mencoba hal yang baru.

Perkembangan emosi remaja pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya.Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi yang ada pada remaja tersebut. (Ali, Asrori: 2004,69). Sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut:

1. Perubahan Jasmani

Perubahan jasmani ditunjuuka dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh.Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang.Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tak terduga pada perkembangan emosi remaja.

2. Perubahan Pola Interaksi dengan Orang Tua

Pola asuh orang tua terhadap anak, temasuk rmaja, sangat bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri


(37)

saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja.

3. Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya

Remaja seringakali membangun interaksi sesame teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan membentuk semacam geng. Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis.

4. Perubahan Pandangan Luar

Ada sejumlah perubahan pandangan dunis luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik, emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:

a. Sikap dunia luar terhadap remaja erring tidak konsisten. Kadang-kadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa.

b. Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan.

c. Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral. 5. Perubahan Interaksi dengan Sekolah

Dalam pembaruan, para remaja sering terbentur pada nilai-nilai yang tidak dapat mereka terima atau sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai yang menarik bagi mereka. Pada saat itu, timbullah idealisme untuk mengubah lingkungannya. Idealisme seperti ini tentunya tidak boleh diremehkan dengan anggapan bahwa semuanya akan muncul jika mereka sudah dewasa. Sebab, idealisme yang dikecewakan dapat berkembang menjadi tingkah laku emosional yang destruktitf.(Asrori, Ali:2004:69)


(38)

Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Oleh karena itu, ada sejumlah sikap yang seing ditunjukkan oleh remaja yaitu sebagai berikut:

1. Kegelisahan

Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idelaisme, angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun sesungguhnya remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu.Seringkali angan-angan dan keinginannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuannya.

2. Pertentangan

Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri.Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orang tua.

3. Mengkhayal

Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya tersalurkan.Biasanya hambatan dari segi keuangan atau biaya. Sebab, menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orang tuanya. Akibatnya mereka lalu mengkhayal.

4. Aktivitas berkelompok

Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama.Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama (Singgih DS., 1980).

Sesuai dengan kekhasan perkembangan fase remaja maka penyesuaian diri di kalangan remaja pun memiliki karakteristik yang khas pula. Adapaun karakteristik


(39)

penyesuaian diri remaja adalah sebagaimana dipaparkan di dalam buku Psikologi Remaja oleh Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2004), berikut ini:

1. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Peran dan Identitasnya

Penyesuaian diri remaja secara khas berupaya untuk dapat berperan sebagai subjek yang kepribadiannya memang berbeda dengan anak-anak ataupun orang dewasa.

2. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Pendidikan

Penyesuaian diri remaja secara khas berjuang ingin meraih sukses dalam studi, tetapi dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan bebas dan senang, terhindar dari tekanan dan konflik, atau bahkan frustasi.

3. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Kehidupan Seks

Penyesuaian diri remaja secara khas ingin memahami kondisi seksual dirinya dan lawan jenisnya serta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan seksualnya yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh norma sosial dan agama.

4. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Norma Sosial

Penyesuaian diri remaja secara khas ingin menginteraksikan antara dorongan untuk bertindak bebas di satu sisi, dengan tuntutan norma sosial pada masyarakat di sisi lain.

Menurut Schneiders (1984), setidakya ada lima faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja tersebut, yaitu:

1. Kondisi fisik

Seringkali kondisi fisik berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri remaja. Aspke-aspek yang daoat mempengaruhi penyesuaian diri remaha adalah (a) hereditas dan konstitusi, (b) sistem utama tubuh, (c) kesehatan fisik

2. Kepribadian

Unsur-usur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap peneysuaian diri adalah (a) kemauan dan kemampuan untuk berubah, (b) pengaturan diri, (c) realisasi diri, dan (d) inteligensi


(40)

3. Edukasi/Pendidikan

Termasuk unsur-unsur penting dalam edukasi/oendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri, adalah (a) belajar, (b) pengalaman, (c) latihan, dan (d) determinasi diri

4. Lingkungan

Berbicara faktor lingkungansebagai variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri sudah tentu meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat

5. Agama dan Budaya

Masa Remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja (dalam Santrock, 1999), dianggap sebagai masa topan badai dan stress (storm and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan yang baik.

Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja, menurut pandangan Gunarsa dan Gunarsa (1991), yakni:

1. Faktor endogen (nature). Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan-perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya , misalnya postur tubuh, bakat-minat, kecerdasan, kepribadian, dan sebagainya.

2. Faktor exogen (nurtutre). Pandangan faktor exogen menyatakan bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu itu sendiri.Faktor ini diantaranya berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.Lingkungan fisik berupa tersedianya sarana dan fasilitas, letak geografis, cuaca, iklim, dan sebagainya.Sedangkan lingkungan sosial ialah lingkungan di mana seorang mengadakan reaksi/interaksi dengan


(41)

individu atau sekelompok individu di dalamnya, misalnya tetangga, teman, lembaga pendidikan, dan sebagainya.

Dalam kenyataannya, masing-masing faktor tersebut tak dapat dipisahkan.Kedua faktor itu saling berpengaruh sehingga terjadi interaksi antara faktor interaksi antara faktor internal maupun eksternal, yang kemudian membentuk dan mempengaruhi perkembangan remaja.

Pada usia remaja terdapat pula tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus dipenuhi oleh individu. Pada akhir masa remaja ini, diharapkan tugas-tugas tersebut telah terpenuhi sehingga individu siap memasuki masa dewasa dengan peran-peran dan tugas-tugas barunya sebagai orang dewasa. Hurlock (1991) menegemukakan tugas-tugas perkembangan masa remaja adalah berusaha:

1. Mampu menerima keadaaan fisiknya.

2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

4. Mencapai kemandirian emosional. 5. Mencapai kemandirian ekonomi.

6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua 8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk

memasuki dunia dewasa.

9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

10.Memahami dam memepersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

Dewasa ini tidak sedikit remaja yang melakukan perbuatan antisocial maupun asusila karena tugas-tugas perkembangan tersebut kurang berkembang dengan baik.


(42)

Menurut Boonggarts,J: Cohen,B, (1998) dalam BKKBN dan UNFPA, (2005) pada masa remaja banyak kejadian penting dalam hal biologis dan demografi yang sangat menentukan kualitas kehidupan remaja di masa depan. Kesejahteraan remaja tergantung dari pemanfaatan kesempatan untuk pengembangan pribadi serta pencegahan putus sekolah dan berperilaku sosial yang menyimpang seperti hubungan seksual pranikah.

Schafer (1973), mengukur perkembangan remaja dalam istilah “separation” dan

“autonomy”.Tujuan utama remaja adalah upayanya untuk melepaskan diri dari pengaruh orang tua.Sementara itu Crikhtenmihalyi & Larson (1984) menjelaskan bahwa bagi remaja, waktu dengan teman merupakan bagian penting bagi remaja dalam kesehariannya.Teman bagi remaja merupakan tempat menghabiskan waktu.Berbicara.Berbagi kesenangan dan kebebasan. Terdapat tiga model klasik dari hubungan antara keluarga, dan teman sebaya pada remaja, yaitu:

1. Model Psikoanalisa

Model Psikoanalisa menjelaskan kematangan dalam tiga konsep, yaitu: konflik, kebebasan dan autonomy. Menurut Frued (1966), masa remaja merupakan waktu terjadinya konflik internal antara ketergantungan dan dorongan autonomy. Relasi dengan teman senaya merupakan lingkungan aman untuk mengembangkan kemampuan autonomy dan memisahkan remaja dari orang tua.

2. Model Sosialisasi (teman sebaya sebagai saingan bagi orang tua)

Pandangan yang lebih negative dari pergaulam pada masa remaja menjadi jelas dari hasil penelitian para sosiolog terhadap kelompok orang tua dan teman sebaya.Sudut pandang ini melihat orang tua sebagai pengawas dan pemberi kritik yang tajam pada perkembangan anaknya agar anak dapat memberikan kesinambungan dalam menjalin norma-norma sosial (Brittan 1963; Kahn 1989).


(43)

Teman sebaya merupakan suatu kelompok yang unik dan saling melengkapi dengan orang tua.Relasi teman sebaya memberikan kontribusi yang unik bagi perkembangan.Piaget (1932) menekankan secara khusu bahwa pengalaman anak dengan teman sebaya dan orang tua tidak dilihat sebagai pesaing ataupun sebagai pengganti, tapi lebih dilihat bahwa masing-masing memberikan penekanan khusus yang berbeda.

Remaja yang juga merupakan makhluk sosial sebenarnya memiliki kemampuan untuk mengontrol, menguasai diri, serta mendisplinkan dirinya.Remaja sesungguhnya mampu membatasi diri dalam menggunakan kebebasan yang diberikan kepada mereka. Perlu ditekankan disini bahwa berhasil tidaknya kerja sama antara remaja dan orang tua merupakan permasalahan kemampuan membangun hubungan manusiawi. Untuk itu, orang tua hendaknya mampu mempelihatkan dirinya sebagai teladan atau menjadi contoh kepribadian yang hidup atas nilai-nilai yang dijunjung tinggi. (Asrori, Ali:2004,101).

2.1.4 Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja PendidikanKesehatan

Reproduksimerupakanupayauntukmemberikanpengetahuantentangfungsiorganreproduks idenganmenanamkanmoral,etika,

sertakomitmenagamaagartidakterjadi“penyalahgunaan”organreproduksitersebut (Dariyo, Agoes. 2004).

Kesehatan Reproduksiadalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi(Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, 1994).Kesehatan Reproduksi Menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.


(44)

Pendidikan kesehatan reproduksi harus dianggap sebagai bagian dan proses-proses pendidikan, dengan demikian mempunyai tujuan untuk memperkuat dasar-dasar pengetahuan dan pengembangan kepribadian. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan reproduksi adalah bagian integaral dari usaha-usaha pendidikan pada umumnya (Gunarsa, S.D. & Gunarsa, Y. S. D. 2000). Adapun yang menjadi materi dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada remaja, yakni:

1. Perubahan Fisik remaja, yang meliputi:

- Tanda-tanda seks Primer, adalah pengetahuan tentang terjadinya haid yang pertama pada remaja perempuan, dan mimpi basah pada remaja laki-laki - Tanda-tanda seks Sekunder, adalah pengetahuan tentang perubahan fisik

maupun organ reproduksi pada remaja perempuan dan laki-laki. Misalnya tumbuhnya paudara, membesarnya pinggul, dan tumbuhnya bulu halus pada bagain tubuh tertentu pada remaja perempuan. Sementara itu pada remaja laki-laki ditandai dengan bertumbuhnya jakun, dada yang membesar, dan tumbuhnya bulu janggut, kumis, dan bagian tubuh tertantu lainnya.

2. Perilaku Seksual Pranikah, adalah pengetahuan tentang sebab dan akibat melakukan hubungan seksual belum pada waktunya (pranikah).

Perilaku seksual pranikah merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual untuk mendapatkan kesenangan seksual dengan lawan jenis yang dilakukan tanpa ikatan perkawinan yang sah.Terdapat berbagai bentuk perilaku seksual prnikah, seperti berkencan intim, berciuman, bercumbu, dan melakukan kontak seksual.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seksual pranikah, yaitu kualitas diri yang rendah, kualitas keluarga, kualitas lingkungan sekitar yang kurang sehat, minimnya kualitas informasi yang diterima, bentuk penyaluran kasih saying yang salah dalam masa pacaran, dan kematangan biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri yang cenderung berakibat negatif.

Sementara itu menurut Wilson (dalam Ghifari 2003) akibat yang diperoleh dari perilaku seksual pranikah mencakup perkembangan mental (psikis), fisik, dan nasa depan si pelaku. Selain kehamilan di luar pernikahan dan adanya


(45)

kemungkinan menggugurkam kandungan, akibat lainnya yakni terciptanya kenangan yang buruk yang berujung pada penghakiman sosial, dan tentunya berujung pada penyakit menular seksual.

3. Pendewasaan Usia Perkawinan,merupakan bagian dari program Keluarga Berencana Nasional yang bertujuan untukmemberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar di dalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial dan tentunya ekonomi. Adapaun yang menjadi kerangka dalam pendewasaan usia perkawinan dalam materi pendidikan kesehatan reproduksi yakni :

- Pengetahuan tentang usia minimal pada saat perkawinan, yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria.

- Pengetahuan tentang masa menjarangkan kehamilan, yaitu pada umur 20-35 tahun, dan

- Jumlah anak, yaitu dianjurkan untuk memiliki 2 anak, dengan jarak kehamilan 2-4 tahun

4. Penyakit Menular Seksual, adalah pengetahuan tentang penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, seperti HIV/AIDS, gonorea, klamidia, sifilis, dll.

5. Penyalahgunaan NAPZA, pengetahuan tentang dampak negatif dari penggunaan NAPZA (Narkoba, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).

Dampak penyalahgunaan NAPZA terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti penurunan fungsi hormon reproduksi, serta gangguan fungsi seksual.Bagi remaja perempuan dapat berdampak pada perubahan dan ketidakteraturan periode menstruasi.Dampak buruk lainnya dari penyalahgunaan NAPZA, ialah tertular penyakit HIV/AIDS yang ditularkan melalui jarum suntik, dan hubungan seksual.Secara umum dampak penyalahgunaan NAPZA dapat terlihat pada fisik, psikis, maupun sosial seseorang.Dan seseorang yang sudah menggunakan NAPZA cenderung memiliki perilaku menyimpang seksual.


(46)

Namun, Pendidikan Kesehatan Reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat perhatian yang cukup. Ada beberapa kemungkinan mengapa hal itu terjadi (Dianawati,2003), yaitu:

1. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa pendidikan kesehatan reproduksi, seperti juga masalah kesehatan lainnya, semata-mata menjadi urusan kalangan medis, sementara pemahaman terhadap kesehatan reproduksi (apalagi kesehatan reproduksi remaja) di kalangan medis sendiri juga masih minimal. 2. Banyak kalangan yang beranggapan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi

hanyalah masalah kesehatan sebatas sekitar poses kehamilan dan melahirkan, sehingga dianggap bukan masalah kaum remaja.

3. Banyak yang masih mentabukan untuk membahas pendidikan kesehatan reproduksi remaja karena membahas masalah tersebut juga akan juga berarti membahas masalah hubungan seks.

Menurut remaja membahas soal seks, kesehatan reproduksi remaja, perlaku seksual, akan lebih terbuka dan lebih senang bila dilakukan dengan teman sebaya sendiri dari pada dengan orang tua. Hal ini dikarenakan remaja merasa enggan untuk menyampaikan masalah dan mencari jawaban dari orang tuanya. Sementara banyak juga orang tua yang tidak mempunyai pengetahuan dan merasa risih untuk membicarakan mengenai perkembangan biologis, psikologis, serta masalah kesehatan reproduksi dengan anak-anaknya (Pinem, 2009: 311)

Beberapa hal penting yang dapat diperhatikan dalam memberikan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (Gunarsa, S.D. dan Gunarsa, Y.S.D., 2000:99) yakni:

1. Cara menguraikan sesuatu harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu seperti mengesankan kurang terbuka, terlalu penting atau istimewa. 2. Isi uraiannya harus objektif. Namun jangan menerangkan yang tidak-tidak,

seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi. Boleh mempergunakan contoh atau simbol, namun jangan memberikan perumpamaan yang tidak objektif dan tidak masuk akal.


(47)

3. Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus sesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak.

4. Pendidikan kesehatan reproduksi harus diberikan secara pribadi, karena luas-sempitnya pengetahuan dengan cepat-lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat semua anak.

5. Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usaha melakukan pendidikan kesehatan reproduksi perlu dilakukan berulang-ulang.

Sementara itu Agoes Dariyo, Psi, di dalam bukunya Psikologi Perkembangan Remaja (2004) mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja, yakni seperti:

1. Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja 2. Perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas

3. Dampak positif-negatif media masa bebas terhadap perilaku seksual remaja 4. Fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi, seperti: IUD kondom

5. Cara mencegah dan mengatasi terjadinya hubungan bebas di kalangan remaja. Untuk mencapai tujuan pendidikan kesehatan reproduksi secara maksimal, sebaiknya para pendidik mempertimbangkan teknik apa yang tepat (efektif dan efisien) untuk menyampaikan bahan-bahan informasi kepada individu atau sekelompok individu, khususnya remaja. Ada beberapa teknik pengajaran (Dariyo Agoes, 2002:39) yakni:

1. Ceramah

Dalam teknik ini bersifat monolog yakni seorang pendidik berusaha menyampaikan dan menjabarkan bahan-bahan informasi secara lisan kepada audien (pendengar). Namun cara ini umumnya kurang efektif, kalau pendengar tidak memahami istilah-istilah penting dalam materi ceramah. 2. Permainan peran

Para peserta dalam pengajaran/pendidikan kesehatan reproduksi, dilibatkan secara aktif untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu yang telah diatur dalam


(48)

naskah drama atau sandiwara, maka pendidik perlu menyiapkan scenario jalan cerita drama itu. Sehingga hal ini perlu persiapan yang matang dan mungkin perlu kerja sama dengan penulis/pengarang cerita. Bila ini terwujud, maka efektivitas pedidikan kesehatan reproduksi ini cukup tinggi, karena peserta didik (remaja) dapat memahami, merasakan, mengalami, menghayati arti pendidikan kesehatan reproduksi bagi hidupnya.

3. Diskusi

Biasanya, setelah diberi topik atau tema suatu pembicaraan tertentu, para peserta (remaja) diminta secara aktif untuk menyampaikan informasi, mendebat atau mempertahankan pendapat kepada individu lain. Pendidik dapat berfungsi sebagai fasilitator demi terciptanya kelancaran proses diskusi itu, atau kadang-kadang ia perlu menjadi nara sumber untuk memberi keterangan secara akurat, ilmiah dan sistematis, tentang pokok bahasan yang dijadikan bahan diskusi.

4. Pemutaran Film

Dalam teknik ini, peserta didik (remaja) diajak untuk menyaksikan film-film yang telah disiapkan terlebih dahulu.Tentu film yang dimaksudialah yang mengandung unsur-unsur mendidik, agar mereka memiliki pemahaman, pandangan dan sikap yang baik dan benar terhadap masalah kesehatan reproduksi.

2.2 Kerangka Konsep

Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama(Bungin, 2001:148). Kerangka konsep adalah tahapan di mana peneliti dapat menggambarkan rancangan dan strategi penelitian ini akan dijalankan. Peniliti haruslah mengkombinasikan masalah penelitian, teori yang digunakan serta bagaimana penerapan metodologi penelitian dalam mendapatkan kesimpulan sebagai output dari penelitian yang dijalankan (Pohan: 2012, 11)


(1)

tua dalam mendidik anak, ketabuan pengetahuan seksualitas, kelompok bermain, media massa, masa puberitas, dan pegalaman hubungan afeksi (pacaran). Perilaku seksual pranikah tentu akan membawa dampak buruk/resiko terhadap remaja. Ada dua resiko yang akan dihadapi remaja, yakni resiko seksual dan resiko sosial. Resiko sekual yakni terjadainya hamil di luar pernikahan, dan kemungkinan terkena penyakit menular seksual.Resiko sosial yakni dikeluarkan dari sekolah, dikucilkan oleh keluarga, teman dan komunitas, bahkan diusir dari rumah.

Berdasarkan hasil dari kuesioner, mayoritas responden sudah mengetahui sebab dan akibat dari perilaku seksual pranikah. Hampir seluruh responden memberikan jawaban yang sama untuk akibat perilaku seksual pranikah, yakni hamil di luar pernikahan. Sedangkan untuk sebab perilaku seksual pranikah responden memberikan jawaban yang cukup beragam, yakni dikarenakan pergaulan yang bebas, dan kurangnya pengawasan orang tua.Pengetahuan ini biasanya diperoleh remaja melalui lingkungan sekitar, yakni remaja-remaja yang telah melakukan perilaku seksual pranikah. Selain itu juga melalui keluarga, sekolah, dan tentu media massa.

Pendewasaan usia perkawinan merupakan batasan usia minimal pada saat perkawinan, yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Menurut BKKBN dalam “Meyiapkan Ibu Sehat melahirkan Bayi Sehat” (2011), yang menjadi pertimbangan dalam batasan usia ini yakni kesiapan. Baik itu fisik atau biologis, psikis maupun sosial ekonomi.Kesiapan fisik atau biologis maksudnya ialah, pada usai 20 tahun wanita barulah mencapai kematangan pada organ reproduksinya. Kesiapan sosial ekonomia maksudnya ialah, pada usia 25 tahun diharapkan telah memiliki pekerjaan sehingga dapat mengmenuhi kebutuhan keluarga kelak. Pada usia 25 tahun juga diharapkan pria sudah memiliki kedewasaan dalam bertindak.

Berdasarkan hasil kueisoner, mayoritas responden sudah mengetahui usia minimal perkawinan. Hal ini semakin diperjelas dengan alasan yang diberikan responden yakni usia dibawah 20 tahun sangat tidak dianjurkan bagi wanita melakukan perkawinan dikarenakan belum matangnya alat reproduksi, sedangkan bagi pria tidak dianjurkan dibawah 25 tahun dikarenakan belum siapnya keadaan ekonomi maupun mental.


(2)

Usia terbaik bagi seorang wanita untuk melahirkan adalah 20-35 tahun. Menurut BKKBN dalam “Meyiapkan Ibu Sehat melahirkan Bayi Sehat” (2011), hal ini dikarenakan usia tersebut merupakan usia produktif, dan memiliki resiko yang rendah baik terhadap ibu maupun anak.Berdasarkan hasil dari kuesioner, mayoritas responden setuju usia terbaik bagi wanita untuk melahirkan adalah 20-35 tahun. Hampir seluruh responden memahami tentang batasan usia melahirkan bagi wanita. Hal ini diperjelas melalui alsan yag diberikan yakni, menurut responden usia dibawah 20 tidak baik dikarenakan belum matangnya fisik, biologis, sosial maupun ekonomi. Sedangkan di atas usia 35 tahuntidak dianjurkan, karena pada usia tersebut akan menimbulkan resiko yang berbahaya baik bagi ibu maupun anak.

Jumlah anak yang dianjurkan dalam satu rumah tangga adalah dua, perempuan maupun laki-laki sama saja. Hal ini penting bagi tumbuh kembang anak juga kesejahteraan keluarga.Berdasarkan hasil dari kuesioner, mayoritas responden setuju jumlah anak terbaik dalam satu rumah tangga adalah 2 orang.Adapun alasan yang diberikan oleh responden ialah guna mendukung program pemerintah yakni keluarga berencana, dan untuk menekan jumlah pertumbuhan penduduk.Sementara itu beberapa responden yang menyatakan kurang setuju mengemukakan alasan, yakni anak merupakan anugrah dari Tuhan, karena itu kita tidak boleh membatasi jumahlahnya. Alasan lain yang dikemukakan yakni, adanya peraturan dalam suatu adat yang mengharuskan suatu keuarga memiliki anak laki-laki sebagai penerus nama/marga dari keluarga . Menurut responden pasangan suami istri akan terus merencanakan kelahiran anak, sampai anak laki-laki ada di dalam keluarga mereka.

Menurut BKKBN dalam “Meyiapkan Ibu Sehat melahirkan Bayi Sehat” (2011), jarak kelahiran yang baik antara satu anak dengan anak yang lain adalah 2-4 tahun. Hal ini dikarenakan agar jarak usia anak tidak terlalu dekat, sehingga orang tua tidak kesulitan dalam memberi perhatian. Selain itu dengan menjarangkan jarak kelahiran anak, keadaan ekonomi suatu keluarga dapat diatur dengan baik.Berdasarkan hasil dari kueisoner, mayoritas responden setuju jarak kelahiran yang baik antara satu anak dengan anak yang lain adalah 2-4 tahun. Adapaun alasan yang diberikan yakni


(3)

Penyakit menular seksual ialah penyakit yang dapat dituarkan melalui hubungan seksual.Berdasarkan hasil dari kuesioner, mayoritas responden mengetahui tentang penyakit menular seksual.Adapaun jawaban yang kebanyakan responden sebutkan yakni, HIV/AIDS, sifilis, herpes, raja singa. Pada umumnya pengetahuan penyakit menular seksual dapat diperoleh remaja melalui pelajaran di sekolah, dan media massa,dan lingkungan.

Dampak penyalahgunaan NAPZA terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti penurunan fungsi hormon reproduksi, serta gangguan fungsi seksual.Bagi remaja perempuan dapat berdampak pada perubahandan ketidakteraturan periode menstruasi.Dampak buruk lainnya dari penyalahgunaan NAPZA, ialah tertular penyakit HIV/AIDS yang ditularkan melalui jarum suntik, dan hubungan seksual.Secara umum dampak penyalahgunaan NAPZA dapat terlihat pada fisik, psikis, maupun sosial seseorang.Dan seseorang yang sudah menggunakan NAPZA cenderung memiliki perilaku menyimpang seksual.

Berdasarkan hasil dari kuesioner, masih banyak responden yang kurang mengetahui bahkan tidak mengetahui dampak penyalahgunaan NAPZA dan kaitannya dengan kesehatan reproduksi.Mereka hanya sekedar mengetahui dampak negatif dari penyalahgunaan NAPZA.Ini menjadi perhatian penting buat para orang tua maupun pengajar di sekolah.

Melalui pejelasan di atas mengenai indikator yang sudah dijelaskan serta analisis yang peneliti dapatkan, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden telah mengetahui materi kesehatan reproduksi. Selain melalui sekolah, materi pendidikan kesehatan reproduksi biasanya diperoleh responden melalui media, yakni media massa, dan juga melalui keluarga yakni orang tua. Dilihat dari kesesuaian teori yang digunakan terhadap hasil penelitian, menunjukan bahwa komunikasi interpersonal anak kepada orang tua tentang kesehatan reproduksi telah berjalan dengan baik.Anak dan orangtua sama-sama menyadari bahwa kesehatan reproduksi penting untuk dikomunikasikan bersama.


(4)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, maka dari seluruh hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa kesimpulan antara lain:

1. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, komunikasi interpersonal orang tua dan siswa SMA Negeri 12 Medan kelas X dan XI tentang kesehatan reproduksi sudah berjalan dengan baik. Walau masih terdapat beberapa siswa yang masih merasa malu, segan, dan tidak sopan untuk berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi, namun mayoritas siswasudah memiliki sikap yang terbuka dengan orang tua. Sikap terbuka, percaya, mendengarkan, dan memahami telah dimiliki oleh para siswa ketika berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi dengan orang tua. Walaupun terdapat beberapa siswa yang orangtuanya cenderung menaruh curiga dan memaksakan kehendak, namun itu semata demi kebaikan anaknya.

2. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, siswa SMA Negeri 12 Medan kelas X dan XI mengetahui secara benar tentang materi pendidikan kesehatan reproduksi. Materi kesehatan reproduksi yang dimaksud yaitu tentang tanda-tanda seks primer, tanda-tanda seks sekunder, perilaku seksual pranikah, pendewasaan usia pekawinan, penyakita menular seksual, dan penyalahgunaan NAPZA. Namun dari semua materi pendidikan kesehatan reproduksi yang dijabarkan, terdapat satu materi yang masih kurang dipahami oleh para siswa yaitu tentang penyalahgunaan NAPZA dan kaitannya dengan kesehatan reproduksi. Hal ini dibuktikan melalui jawaban dari kuesioner yang diisi oleh para siswa. Pengetahuan tentang materi pendidikan kesehatan reproduksi biasanya diperoleh oleh para siswa melalui berbagai sumber, baik itu dari pelajaran di sekolah, media massa, dan komunikasi dengan keluarga dan orang tua.


(5)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan beberapa saran yang dapat membangun, antara lain:

1. Saran Penelitian, bagi anak khususnya remaja diharapkan agar lebih terbuka dengan orang tua dalam berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dapat diperoleh oleh remaja melalui berbagai sumber, termasuk di dalamnya ialah media massa. Namun remaja haruslah menyadari bahwa keluarga, yaitu orang tua merupakan lingkungan terdekat mereka. Orang tualah yang dapat memberikan pengetahuan secara benar dan terpercaya. Dengan berkomunikasi interpersonal dengan orang tua, maka dampak buruk yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dapat dihindari.

2. Saran Peneliti, bagi orang tua khususnya yang memiliki anak di usia remaja, haruslah lebih peka terhadap setiap perubahan anak, baik itu fisik maupuan sikap. Dalam berkomunikasi interpersonal tentang kesehatan reproduksi, orang tua diharapkan dapat lebih mendengarkan dan memahami terlebih dahulu, serta tidak menaruh curiga kepada anak. Orang tua juga diharapkan untuk menyampaikan materi pendidikan kesehtan reproduksi dengan bahasa yang ringan, mudah dimengerti, dan dalam penyampaian yang tidak kaku namun tetap terarah.

3. Saran dalam kaitan praktis, diharapkan sekolah dapat lebih mendalami materi pendidikan kesehatan reproduksi melalui mata pelajaran biologi maupun penjasakes, khusunya materi tentang penyalahgunaan NAPZA, dan kaitannya dengan kesehatan reproduksi.

4. Saran dalam kaitan akademis, diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut atas penelitian ini. Penelitian yang berkaitan yang dapat deteliti lebih lanjut, yakni penelitian kualitatif tentang orang tua dan anak yang telah berhasil dalam berkomunikasi tentang pendidikan kesehatan reproduksi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Budyatna. Muhammad & Mona Ganiem, laila. Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta:

Kencana.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press.

Cahyanda & Suyanto Bagoeng. 1996. Kajian Komunikasi dan Seluk Beluknya. Surabaya:

Airlangga University Press.

Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Daryanto. 2013. Ilmu Komunikasi. Bandung: Satu Nusa

Dianawati, Ajen. 2003. Pendidikan Seks Untuk Remaja. Jakarta: PT Kawan Pustaka. Effendi, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti.

Glasier, Anna. 2005. Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Gunarsa, S.D. & Gunarsa, Y. S. D. 2000. Psikologi Praktis Anak Remaja dan

Keluarga.

Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Hidayat, Dasrun. 2012. Komunikasi Antarpribadi dan Medianya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Idrus, Muhammad. 2002. Metode Penelitian Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.

Yogyakarta: Erlangga.

Manuaba, Ida. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Mulyana, D. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pohan, Syafruddin. 2012. Buku Pedoman Penulisan Skripsi dan Proposal Penelitian. Medan: PT.Grasindo Monoratama.

Usman Husaini& Setiady Purnomo. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Sumber Jurnal:

Ida, Wiendijarti. 2009. Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak dalam