Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja pada Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi.

(1)

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN PEMBENTUKAN

KONSEP DIRI REMAJA

(Studi Korelasional Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Siswa Sekolah Menengah

Umum Negeri 1 Berastagi)

Diajukan Oleh :

HERU ASMARA SINTA SINUHAJI NIM : 050922025

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM EKSTENSION UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

ABSTRAK

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN PEMBENTUKAN KONSEP DIRI REMAJA

(Studi Korelasional Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi)

Penelitian ini merupakan Studi Korelasional tentang pengaruh komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja pada siswa sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh manakah komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi. Penelitian ini dilakukan pada sampel sebanyak 87 orang dari 630 populasi siswa sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi mulai dari kelas X, XI dan XII.

Penelitian ini dimaksud untuk melihat apakah komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Dalam penelitian ini juga dilihat apakah komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Dalam penelitian ini juga dilihat apakah komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya membentuk konsepdiri yang positif ataukah konsep diri yang negatif. Dengan adanya konsep diri yang positif ataukah konsep diri yang mengembangkan dirinya untuk kehidupan masa depan.

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional yaitu metode yang berusaha menjelaskan suatu permasalahan atau gejala yang lebih khusus dalam menjelaskan antara dua objek. Metode penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada, seberapa besar eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan tersebut.

Teknik penarikan sampel adalah teknik stratified random sampling dimana teknik ini adalah metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara memisah-misahkan elemen-elemen populasi kedalam kelompok-kelompok yang relatif homogen yang disebut strata dan disetiap strata itu dipilih dengan relatif homogen, yang disebut strata dan disetiap strata itu dipilih dengan menggunakan random sampling yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil sampel siapa saja yang secara kebetulan ditemukan.

Pada umumnya siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 berkomunikasi dengan orang tua befrekuensi sering yang dilakukan pada saat santai (39,1%) dengan topik pembicaraan kesulitan menerima pelajaran (41,4%) orang yang paling dibutuhkan anak adalah ibu (60,9%).

Siswa (20,6%) mengatakan lebih menerima diri sendiri setelah berkomunikasi dengan ayah atau ibu, selain itu tingkat keyakinan terhadap diri sendiri (56,3%) mengatakan bisa dalam menghadapi maaslah, siswa (56,3%) mengatakan kepercayaan terhadap pesan dan arahan orang tua dapat diterima.

Terdapat hubungan antara komunikasi antar pribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja. Ini terlihat dari nilai koefisien korelasi rxy sebesar 0,424 hubungan ini dikategorikan cukup berarti. Sehingga hipotesis alternatif diterima. Dan dapat disebutkan bahwa apabila siswa sering melakukan konsep melakukan komunikasi antara pribadi dengan orang tua maka akan meningkatkan terbentuknya konsep diri yang positif bagi anak.


(3)

KATA PENGANTAR

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat-Nya Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa menyertai penulis. Terlebih pada saat penyusunan skripsi Komunikasi antar pribadi dan Pembentukan konsep diri remaja, studi korelasi “Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja pada Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi” yang dapat berlangsung dengan baik mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan penyusunan skripsi.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu memudahkan penyusunan skripsi, mulai dari tahap persiapan sampai pada tahap penyusunan.

Ucapan terima kasih yang terdalam kepada kedua orangtua penulis Ayahanda H. K. Sinuhaji dan Ibunda tercinta Hj. Sumiati Br Tarigan,S.Pd, yang telah membesarkan dan memberikan semua dukungan sepenuh jiwa yang tiada henti baik material, moril dan doanya serta memberikan kebahagiaan sepanjang hayat penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyampaian isi, hingga pembahasan masalah.


(4)

Pada kesempatan ini juga penulis ingin mengucpkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ketua Departemen Komunikasi FISIP USU Bapak Drs. Amir Purba, MA 2. Dosen Pembimbing Penulis, Dra. Dewi Kurniawati,M.Si yang telah

bersusah payah dalam memberikan pengajaran dan kesabaran dalam memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi dan membantu segala permasalahan penulis.

3. Kepala Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi atas kesediaannya memberikan tempat untuk penulis dalam mengerjakan penelitian serta guru-guru yang telah membantu sehingga penulis dapat mengerjakan penelitian dengan cepat.

4. Bapak Drs. Humaizi,MA, selaku Pembantu Dekan I

5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu di dalam perkuliahan.

6. Kakanda tercinta Alm. Tenti Sinta Sinuhaji, (semoga diterima di sisiNya) Amin. Adi tercinta Aginta Yanmamana Sinta Sinuhaji, dan yang tersayang adinda Putri Ramadhan Sinta Sinuhaji.

7. Yang istimewa Ade Ledy Maulita, Tante yang banyak memberikan dukungan Ny. Siti Meryam Arifin dan kak Arfina Wedy.


(5)

8. Teman-teman penulis yang baik (Habiebie, Habiebie Lubis, Toni, Boniq, Alfih, Mutia, Rierif, Desi, Dedi, K’Nova, Edo, Angkatan ’05) dan yang lainnya (Mario, Hanifa, Chalid, Erick, Safar, Fahmi, Angkatan ’04).

9. Buat K’Ros, K’Cut, Maya, Rotua dan yang tak bisa di sebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya selama ini.

10.Buat paman dan tante beserta keluarga penulis seluruhnya yang tidak bisa disebutkan seluruhnya.

Terima kasih atas dukungannya.

Akhir kata penulis memanjatkan doa dan syukur yang tak terhingga kehadirat Allah SWT atas segala kemudahan yang diberikan, semoga Allah memberikan berkah kepada kita semua.

Penulis berharap agar skripsi ini bermanfat bagi setiap yang membaca dan dapat menjadi bahan masukan bagi yang ingin melakukan penelitian sejenisnya dan jika terdapat kesalahan penulisan, penulis mohon maaf sebesar-besarnya.

Medan, Juni 2008

Penulis,

Heru Asmara Sinta Sinuhaji


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusaan Masalah ... 7

1.3. Pembatasan Masalah ... 8

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Kerangka Teori ... 9

1.6. Kerangka Konsep ... 20

1.7. Model Teoritis ... 22

1.8. Operasional Variabel ... 23

1.9. Defenisi Variabel ... 24

1.10. Hipotesa ... 25

BAB II LANDASAN TEORITIS ... 26

2.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Komunikasi ... 26

2.2. Fungsi Komunikasi ... 33

2.3. Learning Theory dan Self Disclosure Theory ... 37

2.4. Remaja ... 41


(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 58

3.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

3.2. Waktu Penelitian ... 61

3.3. Metode Penelitian ... 61

3.4. Populasi dan Sampel ... 62

3.5. Teknik Penarikan Sampel ... 66

3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 67

3.7. Teknik Analisa Data ... 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

4.1. Pelaksanaan dan Pengumpulan Data dilapangan 71

4.2. Tehnik Pengolahan Data ... 72

4.3. Analisa Tabel Tanggal ... 73

4.4. Analisa Tabel Silang ... 92

4.5. Analisa Korelasi ... 94

4.6. Uji Hipotesa ... 96

4.7. Pembahasan Data ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

5.1. Kesimpulan ... 99

5.2. Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul hal

1 Operasionalisasi Variabel ... 23

2 Ruang Lingkup Komunikasi ... 32

3 Jendela Johari ... 40

4 Daftar Nama Kepala SMU Negeri 1 Berastagi ... 59

5 Julah Siswa SMU Negeri 1 Berastagi ... 62

6 Distribusi Sampel ... 66

7 Jenis Kelamin ... 73

8 Usia ... 74

9 Agama ... 75

10 Pendidikan Orang tua ... 75

11 Pekerjaan Orangtua ... 76

12 Urutan Anak ... 77

13 Status Anak ... 77

14 Tempat Tinggal Anak ... 78

15 Frekuensi Komunikasi ... 78

16 Waktu Komunikasi ... 79

17 Topik Pembicaraan ... 80

18 Kebebasan Dari Orangtua ... 81

19 Cara Berkomunikasi ... 82


(9)

21 Orang yang dibutuhkan ... 85

22 Tingkat Keyakinan Terhadap Diri Sendiri ... 86

23 Kepercayaan Terhadap Orang Tua ... 87

24 Penerimaan Keluhan ... 88

25 Perlakuan Orangtua ... 89

26 Hubungan Dengan Keluarga ... 90

27 Harapan Anak ... 91

28 Hubungan Anak dengan Orangtua ... 92


(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

NAMA : HERU ASMARA SINTA SINUHAJI NIM : 050922025

DEPARTEMEN : ILMU KOMUNIKASI

JUDUL : KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN PEMBENTUKAN KONSEP DIRI REMAJA

(Study Korelasional Komunikasi Antar Pribadi Orang tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi).

Pembimbing Ketua Departemen

(Dra. Dewi Kurniawati,M.Si) (Drs. Amir Purba MA)

NIP. 131 837 036 NIP. 131 654 104

Dekan FISIP USU

(Prof.Dr.M. Arif Nasution, M.A) NIP. 131 757 010


(11)

ABSTRAK

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN PEMBENTUKAN KONSEP DIRI REMAJA

(Studi Korelasional Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi)

Penelitian ini merupakan Studi Korelasional tentang pengaruh komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja pada siswa sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh manakah komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi. Penelitian ini dilakukan pada sampel sebanyak 87 orang dari 630 populasi siswa sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi mulai dari kelas X, XI dan XII.

Penelitian ini dimaksud untuk melihat apakah komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Dalam penelitian ini juga dilihat apakah komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Dalam penelitian ini juga dilihat apakah komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya membentuk konsepdiri yang positif ataukah konsep diri yang negatif. Dengan adanya konsep diri yang positif ataukah konsep diri yang mengembangkan dirinya untuk kehidupan masa depan.

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional yaitu metode yang berusaha menjelaskan suatu permasalahan atau gejala yang lebih khusus dalam menjelaskan antara dua objek. Metode penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada, seberapa besar eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan tersebut.

Teknik penarikan sampel adalah teknik stratified random sampling dimana teknik ini adalah metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara memisah-misahkan elemen-elemen populasi kedalam kelompok-kelompok yang relatif homogen yang disebut strata dan disetiap strata itu dipilih dengan relatif homogen, yang disebut strata dan disetiap strata itu dipilih dengan menggunakan random sampling yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil sampel siapa saja yang secara kebetulan ditemukan.

Pada umumnya siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 berkomunikasi dengan orang tua befrekuensi sering yang dilakukan pada saat santai (39,1%) dengan topik pembicaraan kesulitan menerima pelajaran (41,4%) orang yang paling dibutuhkan anak adalah ibu (60,9%).

Siswa (20,6%) mengatakan lebih menerima diri sendiri setelah berkomunikasi dengan ayah atau ibu, selain itu tingkat keyakinan terhadap diri sendiri (56,3%) mengatakan bisa dalam menghadapi maaslah, siswa (56,3%) mengatakan kepercayaan terhadap pesan dan arahan orang tua dapat diterima.

Terdapat hubungan antara komunikasi antar pribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja. Ini terlihat dari nilai koefisien korelasi rxy sebesar 0,424 hubungan ini dikategorikan cukup berarti. Sehingga hipotesis alternatif diterima. Dan dapat disebutkan bahwa apabila siswa sering melakukan konsep melakukan komunikasi antara pribadi dengan orang tua maka akan meningkatkan terbentuknya konsep diri yang positif bagi anak.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berkomunukasi antar pribadi, atau secara ringkas berkomunikasi merupakan kehrusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau hubungan degan sesamanya. Selain itu, ada sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang hanya dapat dipusatkan lewat komunikasi dengan sesamanya. Oleh karena itu, penting bagi kia menjadi terampil berkomunikasi.

Devito (1978, dalam onong, 1986:65) telah memaparkan betapa luasnya aktivitas komunikasi. Komunikasi adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, berupa aktivitas menyampaikan dan menerima pesan, yang mengalami distorsi karena adanya gangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan untuk arus balik. Komunikasi penting artinya bagi manusia sebab tanpa komunikasi tidak akan terjadi saling tukar pengetahuan dan pengalaman.

Pertama, komunikasi antar pribadi membantu perkembangan

intelektual dan sosial kita, perkembangan intelektual dan sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang lain. Kedua, identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dangan orang lain, yaitu mngetahui siapa diri kita sebenarnya. Ketiga, perbandingan sosial


(13)

(social comparison) hanya dapat kita lakukan lewat komunikasi dengan orang lain. Keempat, kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, terutama dengan tokoh-tokoh yang sangat penting dalam hidup kita.

Remaja adalah anak yang berusia 13-18 tahun (Hurlock, 1996 : 2006). Pada usia seperti ini memiliki keinginn untuk melakukan kegiatan yang dapat memuaskan dirinya, selain itu juga remaja masih dalam keadaan mencari tahu siapa sebenarnya dirinya, belum lagi masalah-masalah pelajaran ataupun dengan orang tuanya. Pada usia 17 tahun, biasanya orang tua menanggapnya hampir dewasa dan berada diambang perbatasan dimana remaja harus sadar akan tanggung jawab yang sebelumnya belum pernah terpikirkannya.

Remaja yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa, Paget (121 Hurlcok, 1980 : 206) mengungkapkan : “Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok tranformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang


(14)

mencolok ransformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini”.

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga. Ada empat perubahan yang sama yang hampir bersifat universal.

Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada

tingkat perubahan fisik dan psikologinya terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan, ia sendiri menyelesaikannya menurut kepuasannya. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pula perilaku, maka nilai-nilai juga berubah, sekarang mereka mengerti bahwa kualitas lebih penting dari pada kuantitas. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalen (perasaan yang bertentangan) terhadap setiap perubahan.

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi remaja. Lambat laun mereka mendambakan identitas diri dan tidak lagi puas dengan menjadi sama dan


(15)

yang kedua mendambakan suatu dilema yang menyebabkan “krisis identitas” atau masalah identitas ego pada remaja.

Erinson (42 Hurlock, 1980 : 208); identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa diriya, apa perannnya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau seorang dewasa? Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang ras atau agama atau nasionalnya membuat berapa orang merendahkannya ? Secara keseluruhan apakah ia akan berhasil atau akan gagal ?

Gambaran diri, pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri yang diktakan konsep diri (Burns, 1982 dalam Pudjijogyanti, 1988 : 16) konsep diri memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Bagaimana individu memandang dirinya akan tampak dari seluruh perilakunya. Dengan kata lain, perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya sendiri.

Menurut Mead (1934 dalam Pudjijogyanti, 1988:27) bahwa konsep diri merupakan sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dana pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan relaksasi dari dirinya yang diterima dari orang-orang penting (Signifikan person) sekitarnya.

Menurut Onong (1986:9) komunikasi antar pribadi merupakan jenis komunikasi dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang


(16)

karena sifatnya dialogis Moss dan Kagen (Calhoun & Acocella, 1990) juga mengatakan bahwa keinginan untuk berhasil dipengaruhi oleh konsep diri yang didimiliki individu. Konsep diri yang dimimiliki individu tidak terbentuk dengan sendirinya namun berkembang sejalan dengan perkembangan manusia (Hardy & Heyes, 1988).

Dalam perkembangan konsep diri remaja sering menjadi permasalahan yang khusus karena pada saat itu individu dituntut untuk mengambil keputusan mengenai dirinya dalam rangka mengatasai berbagai pernyataan (Hardy & Heyes, 1998). Konsep diri diperoleh dari hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain, terutama dengan orang tua karena orang tua merupakan kontak sosial yang paling awal yang dialami individu dan yang paling kuat (Calhoun & Accocella, 1990).

Dalam perkembangan anak, tidak hanya terjadi proses-proses perkembangan dalam diri anak sesuai teori kematangan, namun dalam banyak hal proses perkembangan dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam hal ini lingkungan keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama kali tempat anak berinteraksi. Komunikasi antara pribadi yang terjalin dalam keluarga sangat besar pengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan kepribadian anak.

Sejak dilahirkan manusia memiliki sejumlah kebutuhan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pada awalnya pemenuhan kebutuhan jasmani, kebutuhan rohani maupun kebutuhan sosial anak yang


(17)

meliputi asuhan, bimbingan kasih sayang perawatan kesehatan, pembinaan rohani serta memberinya dengan pendidikan formal yang memadai. Semuannya menjadi tanggung jawab keluarga, khususnya orang tua sebelum seorang anak mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Orang tua menghadirikan anak ke dunia, secara kodrat bertugas untuk mendidik anak itu. Di dalam hal ini, tentu saja peranan ayah dan ibu sangat menentukan justru mereka berdualah yang memegang tanggung jawab seluruh keluarga. Kebanyakan anak meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, dengan demikian maka jelaskah betapa mutlaknya kedua orang tua itu harus bertindak seia sekata, seazas, setujuan, seirama, dan bersama-sama terhadap anaknya.

Keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak-anak, mengharapkan terciptanya suasana yang harmonis diantara sesama anggota keluarga adalah dengan adanya komunikasi yang baik antara orang tua dan anaknya. Sikap orang tua meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hukuman maupun hadiah, cara orang tua menunjukkan otoritasnya dan juga orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anak.

Hendriks dan Monks (dalam Haditono, 1979) meninjau pola asuh dari sudut social learning. Pengasuhan anak merupakan satu interaksi sosial dan meliputi beberapa aspek kognitif, melalui isyarat-isyarat sosial seperti senyuman, anggukan kepala, penghargaan atau perhatian, dimana orang tua menanamkan pengertian dan nilai terhadap anak. Dengan adanya komunikasi


(18)

antar pribadi remaja dengan keluarga diharapkan memiliki konsep diri yang positif.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tetarik untuk meneliti lebih hubungan antara komunikasi antar pribadi yang dilakukan keluarga khususnya orang tua dengan pembentukan konsep diri pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi.

Adapun alasan pemilihan siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi sebagai responden adalah dikarenakan komunikasi yang terjadi lebih bersifat formal karena masih mengatur aliran hirarki dimana otoritas orang tua sangat kuat dan juga masih merupakan darah yang persaingan belum begitu ketat dimana anak tidak dituntut lebih aktif mengikuti berbagai kegiatan sehingga anak lebih di rumah, ini mengakibatkan anak punya banyak waktu untuk bertemu dengan orang tua dan saudaranya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

“Apakah terdapat hubungan antara komunikasi antar pribadi yang dilakukan orang tua terhadap pembentukan konsep diri Remaja pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi?”


(19)

1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ditunjukan agar ruang lingkup penelitian dapat lebih jelas, terarah dan tidak meluas sehingga menyulitkan peneliti dalam penelitiannya. Karena itu peneliti membatasi masalah antara lain pada :

1. Peneliti ini bersifat korelasional, yang mencari hubungan dan menguji hiopotesis.

2. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi karena sekolah ini dianggap memiliki prestasi yang cukup baik.

3. Subjek penelitian peneliti menentukan sampel adalah siswa kelas X, XI, da XII pada segala jurusan

4. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2008 s/d Mei 2008.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan antara komunikasi antar pribadi yang dilakukan orang tua terhadap pembentukan konsep diri pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi.

2. Untuk mengetahui konsep diri positif atau negatif yang terbentuk pada remaja sebagai hasil dari komunikasi antar pribadi yang dilakukan orang tua.


(20)

3. Untuk mengetahui komunikasi antar pribadi yang dilakukan orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja ditinjau dari jenis kelamin, latar belakang pendidikan orang tua, dan usia.

1.4.2 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan penulis mengenali komunikasi antar pribadi sebagai bagian dari ilmu komunikasi.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan atau referensi khususnya bagi orang tua, agar mereka mengetahui komunikasi yang tepat yang dilakukan kepada anaknya dalam rangka pembentukan konsep diri sehingga anak memiliki konsep diri yang positif. 3. Untuk memberikan kontribusi terhadap penelitian di bidang ilmu

komunikasi di lingkup FISIP USU.

1.5 Kerangka Teori

Kerangka teori menggambarkan dari teori yang mana suatu masalah penelitian berasal atau dengan teori yang mana masalah tersebut dikaitkan (Lubis, 2004 : 107).

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang


(21)

menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian disoroti. Kerangka teori disusun sebagi landasan berpikir yang menunjukan dari sudut mana masalah penelitian yang dipilih itu akan disorot (Naway, 1991 : 40-41).

Menurut Kerlinger, teori adalah himpunan konstruksi (konsep) defenisi dan porposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2006 : 6).

Mengingat masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah komunikasi antara pribadi. Orang tua dan pembentukan konsep diri remaja, maka peneliti mengemukakan pengetian-pengertian tentang komunikasi, komunikasi antar pribadi, konsep diri, kepribadian, orang tua dan remaja.

1.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Antar Pribadi

Baik disadari ataupun tidak, kehidupan manusia selalu sejalan dengan proses komunikasi. Untuk menyampaikan isi pikirannya, dalam rangka pemenuhan kebutuhannya, dan bahkan dalam kodratnya sebagai makhluk sosial, manusia tidak terlepas dri komunikasi. Dengan kata lain, besarnya peran komunikasi itu tentunya tidak terlepas dari aktivitas manusia.

Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yakni comunication yang bersumber dari kata communis yang berasal sama dalam hal ini diartikan sama makna (Onong, 1986 : 56). Dengan demikian, komunikasi itu berlangsung atau terjadi apabila pesan yang disampaikan


(22)

oleh seseorang dapat dipahami oleh orang lain sebagai sasaran dan jika tidak dapat dipahami atau tidak ada kesamaan pengertian maka komunikasi itu pun tidak dapat berjalan.

Menurut Williem Albig dalam bukunya Public Opinion mengatakan bahwa komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang berarti antara individu (Communication is the process of transmiting mean full symbols between individuals (Siahaan, 1991 : 3).

Proses pengaruh mempengaruhi merupakan proses psikologis, dan karenanya juga merupakan permulaan dari ikatan psikologis antar manusia yang mewakili suatu pribadi, dan memberikan suatu peluang bakal terbentuknya suatu kebersamaan dalam kelompok yang tidak lain merupakan tanda adanya proses sosial.

Dalam proses mempengruhi, remaja akan memperoleh sikap dari pembelajaran dan sikap mereka diubah lewat proses yang sama seperti ketika pembelajaran terjadi, ini merupakan teori pembelajaran dari albert Bandura. Peneliti juga menggunakan teori self disclousre oleh Joseph Luft yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Pembukaan diri adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita dimasa kini tersebut. Pengertian komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antar dua orang dimana akan terjadi kontak


(23)

langsung dalam bentuk percakapan komunikasi jenis ini bisa berlangsung secara tatap muka, bisa juga melalui medium seperti telepon. Ciri khas komunikasi ini adalah sifatnya dua arah timbal balik (Onong, 1986 : 48).

Lebih lanjut diungkapkan bahwa komunikasi antar pribadi adalah : “Komunikasi antar pribadi merupakan suatu proses komunikasi yang sering terjadi dalam interaksi manusia. Melalui komunikasi tatap muka, kita dapat melihat langsung reaksi dari lawan bicara kita, apabila dia mau menerima pesan yang kita sampaikan atau tidak. Oleh karena itu komunikasi antar pribadi dianggap paling efektif dalam upaya untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan (Alo Liliweri, 1991 : 12).

Menurut Rogers (Depari, 1988 : 3) ada beberapa ciri-ciri komunikasi yang menggunakan saluran antar pribadi adalah :

1. Arus pesan yang cenderung dua arah 2. Konteks komunikasi tatap muka

3. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi

4. Kemampuan mengatasi tingkat selektifitas yang tinggi 5. Kecepatan jangkauan terhadap audience yang relatif lambat 6. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap

Adanya interaksi menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi harus menghadapi suatu keterpengaruhan tertentu. Tanpa adanya pengaruh sebaliknya interaksi juga tidak ada manfaatnya. Karena interaksi dalam


(24)

komunikasi antar pribadi mengandalikan suatu perubahan dalam sikap, pendapat dua pikiran, perasaan dan minat maupun tindakan tertentu. Pada tahap inilah suatu kegiatan komunikasi antar pribadi dapat dirancang, apakah komunikasi hanya mengharapkan perubahan pikiran yang pendapat saja atau diteruskan pada mimik dan perasaan ataukah hanya pada tindakan saja.

1.5.2. Konsep Diri

Berdasarkan pernyataan Cooley (1909:34), bahwa konsep diri seseorang adalah pangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri. Konsep diri ini akan terbentuk saat individu tersebut berhubungan dengan orang lain. Bahkan seseorang dapat mengerti dirinya sendiri saat ia berkomunikasi dan beinteraksi dengan orang lain.

Konsep Cooley (1909:34) tersebut mengacu kepada gagasan atau pandangan bahwa anak cenderung menginteprestasikan apa yang dipikirkan orang lain mengenai dirinya. Proses penginteprestasian tersebut terjadi melalui rangkaian sebagai berikut :

Pertama adanya imajinasi anak mengenai penampilan dan

gerak-geraknya di hadapan orang lain. Kedua, adanya imajinasi atau pandangan orang lain terhadap peran yang dilakukan anak. Ketiga, adanya perasaan yang dialami anak sebagaimana yang diimajinasikan orang lain, misalnya perasaan bangga karena menganggap orang lain menilai penampilan anak positif, atau


(25)

sebaliknya merasa rendah diri karena menganggap orang lain mencemooh dirinya.

Konsep diri yang baik dikategorikan sebagai berikut : - Mampu menerima diri sendiri dengan segala keberadaannya - Percaya pada dirinya sendiri

- Sikap terbuka dan tidak ragu dalam tingkah lakunya - Mudah diajak maju

- Mudah mengembangkan konsep diri yang sehat - Tidak pemalu

- Keputusan yang diambil berdasarkan keputusan yang matang (Buletin BKKBN, Agustus, 1991 :17)

1.5.3. Kepribadian

Dengan keterangan-keterangan yang panjang lebar, seperti yang telah dipaparkan diatas, maka sampailah kita untuk mendapatkan bahan yang memadai untuk dapat merumuskan apa, mengapa dan bagaimana sebenarnya dengan kepribadiannya itu. Kata kepribadian berasal dari kata personality yang berasal dari kata personal yang berarti kedok atau topeng, yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang. Hal ini dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang angkara murka, serakah


(26)

dan sebagainya sering ditopengkan dengan gambar raksasa, sedang untuk perilaku yang baik, budi luhur, suka menolong, berani berkorban, dan sebagainya ditopengkan dengan seorang kesatria dan sebagainya.

Sementara ada pendapat bahwa sebenarnya manusia itu didalam kehidupannya sehari-hari tidak selalu membawakan dirinya sebagaimana adanya, melainkan selalu menggunakan tutup muka, maksudnya adalah untuk menutupi kelemahannya atau ciri-cirinya yang khas supaya tindakannya itu dapat diterima oleh masyarakatnya.

Di dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat, kebanyakan orang hanya akan menunjukkan keadaannya yang baik-baik saja dan untuk itu maka dipakailah topeng, atau pesona itu. Dengan topeng itu kadang-kadang orang akan mendapatkan kedudukan, penghasilan atau prestise yang lebih daripada bila tanpa topeng tersebut. Sekalipun ia terpaksa harus bertindak, berbicara atau berbuat yang bukan saja tidak sesuai dengan dirinya sendiri, melainkan kadang-kadang sama sekali bertentangan dengan hakekat kepribadiannya sendiri.

1.5.4 Orang tua

Konsep dari merupakan hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain (Baldwin dan Holmes dalam Calhoun & Acocella, 1990). Orang tua merupakan kontak sosial pertama remaja yang paling kuat dalam menghadapi kehidupan masyarakat. Perilaku dan kosep diri anak dipengaruhi


(27)

oleh konsep diri orang tua mereka. Bealmer. Bussell, Cunnungham, Gideon, Gunderson, dan Livingston (1965, dalam William H.Fits, 1971) mempelajari anak yang berusia 8 sampai 10 tahun dan menemukan hubungan yang signifikan antara konsep diri orang tua dan anak.

Dimana salah satu atau kedua orang tua memiliki konsep diri yang sehat dan positif, konsep diri anak cenderung menjadi positif juga. Pencapaian yang tinggi memiliki konsep diri yang lebih positif (seperti yang orang tua mereka lakukan) daripada pencapaian yang rendah, walaupun mereka tidak ada perbedaan dalam intelegensi. Anak yang konsep diri ayahnya lebih sehat daripada ibu mereka cenderung menjadi penyendiri, sementara anak yang konsep diri ibunya lebih kuat cenderung menjadi lebih kuat cenderung menjadi lebih teliti. Anak yang mendeskripsikan suasana di rumah dan hubungan keluarga yang positif lebih memiliki konsep diri positif dan konsisten dan lebih sedikit kritikan untuk dirinya.

Mary Ellen Donovan (1984 : 56) berhipotesis bahwa garis hubungan antara kesehatan mental dan identifikasi dari orang tua dan lainnya. Terlalu sedikit atau terlallu banyak identifikasi akan menjadi refleksi dari konsep diri yang tidak sehat. Anak dengan identifikasi yang kuat dari ibu, atau dari ayah jelas memiliki konsep diri yang baik. Identifikasi yang rendah memiliki konsep diri yang rendah.

Gordon (1970:11) mengatakan bahwa cara orang tua menjalankan kekuatan dalam mengontrol anak mereka mempengaruhi konsep diri dan


(28)

tingkat pemusuhan pada anak. Orangtua memiliki pengaruh yang signifikan pada anak konsep diri anak mereka, walaupun masa remaja dan masa dewasa dini. Itu terlihat hampir aman untuk berpendapat bahwa pengaruh orang tua adalah yang paling kuat selama masa anak.

Itu juga jelas dari studi oleh May, Miller dan George (1984 : 107) bahwa individual yang identifikasi kuat dengan orang tua mereka dan orang lain yang signifikan cenderung memiliki konsep diri yang lebih baik. Individu yang identifikasinya kuat dengan orang tua yang konsep dirinya menyimpang akan menjadi konsep diri anak yang menyimpang. Ketika orang tua tidak bisa menjadi objek yang diperlukan untuk identifikasi, kemungkinan akan sedikit memilihnya menjadi model. Anak cenderung lebih mengidentifikasi lebih kuat dari kedua orangtuanya.

Ketika memiliki keseluruhan, konsep diri yang konsisten, orang tua bisa menyediakan lingkungan yang lebih aman dalam bentuk cinta, perhatian, dan respek untuk anak. Ketika ini terjadi anak bisa menyukai, menilai, merespek dirinya sendiri dan menghadapi dunia dengan rasa aman yang luar biasa dan rasa percara diri. Ketika kedua orang tua menyediakan penguatan semacam ini, konsep diri anak akan lebih kuat. Dengan menyediakan penguatan yang dia sediakan oleh orang lain yang signifikan konsep diri akan lebih kuat.

Di setiap hal anak cenderung untuk mengidentifikasi dan mencontohkan dirinya sendiri setelah orang yang memiliki nilai positif untuk


(29)

dirinya. Orang tua dan keluarga terdekat mungkin dapat menjadi penting untuk perkembangan awal dari konsep diri, tetapi perkembangan selanjutnya dan perubahan dalam persepsi diri dipengaruhi oleh banyak orang lain. Informasi yang diberikan oleh orang tuanya pada anaknya lebih dtiangkap daripada informasi yang diberikan oleh orang lain.

1.5.5. Remaja

Masa remaja sebagai perasaan yang sangat peka, remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini diistilahkan sebagai “Stom and Stress” (Drs. Andi mappiare, 1982 : 26). Tidak aneh lagi orang yang mengerti kalau melihat sikap dan sifat remaja yang sesekali bergairah dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar rasa sedih yang sangat rasa yakin dri berganti rasa ragu diri yang berlebihan.

Masa remaja adalah masa yang kritis, dikatakan kritis sebab dalam masa ini remaja akan dihadapkan dengan soal apakah ia dapat menghadapi dan memecahkan masalahya atau tidak. Keadaan remaja yang dapat menghadapi masalah selanjutnya, sampai ia dewasa.

Pada awal masa remaja,anak laki-laki dan perempuan sudah menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk, dan mereka menilai sifat-sifat ini sesuai dengan sifat-sifat teman-teman mereka. Mereka juga sadar akan peran kepribadian mereka. Remaja juga mengetahui sifat-sifat apa yang dikagumi


(30)

oleh teman-teman sejenis maupun teman-teman lawan jenis. Meskipun sifat-sifat yang dikagumi berbeda dari kelopok sosial ke kelompok sosial yang lain, namun remaja mengerti apa yang dikagumi oleh kelompoknya.

Bila hubungan remaja muda dengan anggota-anggota keluarga yang tidak harmonis selama masa remaja, biasanya kesalahan terletak pada kedua belah pihak. Masalah yang lebih penting adalah apa yang disebut “kesenjangan generasi” antara remaja dengan orang tua mereka. Orang tua tidak dapat sepenuhnya dipersalahkan sehubungan dengan pertentangan yang berkembang antara mereka dan anak remaja mereka. Remaja muda adalah anak yang paling tidak bertanggung jawab, paling sulit dihadapi, paling tiak dapat diramal dan paling menjengkelkan dan ktidakmapuan untuk berkomunikasi dengan orang tua semakin memperbesar kesenjangan antara remaja dan orang tua.

Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak. Seringkali sulit bagi remaja untuk menerima fisiknya bila sejak kanak-kanak mereka telah mengagungkan konsep mereka tentang penampilan diri pada waktu dewasa pada nantinya.


(31)

I. 6. Kerangka Konsep

Menurut Nawawi (1991 : 56), kerangka konsep merupakan pemikiran rasional yang bersifat teoritis dalam memperkirakan hasil penelitian yang kan dicapai. Jadi suatu kerangka konsep berperan dalam memecahkan masalah yang relevan dengan teori yang telah dikemukakan.

Konsep yang akan dikemukakan dalam penelitian ini dijabarkan atas kelompok-kelompok variabel sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (Independen Variabel)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau tidak adanya gejala atu faktor atau unsur lain (Nawawi, 1991:56). Yang menjadi variabel bebas adalah komunikasi antar pribadi dengan indikator :

a. Frekuensi komunikasi yang dilakukan antara remaja dengan orang tua b. Proses komunikasi antar pribadi yang dilakukan antara remaja dengan

orang tua

c. Waktu yang diperukan untuk melakukan komunikasi antar pribadi

2. Variabel Tergantung (Dependent Variabel)

Variabel tergantung adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau tidak ada munculnya dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas (Nawawi, 1991 : 57). Yang menjadi variabel tergantung adalah


(32)

konsep diri yang positif merupakan efek yang diharapkan dari komunikasi antar pribadi.

Konsep diri yang positif ditandai dengan adanya :

a. Mampu menerima dirinya dengan segala keberadaannya

b. Sikap terbuka terhadap keluarga khususnya orang tua dan orang lain c. Optimis, memiliki harapan atau cita-cita untuk masa depan

d. Kreatif e. Mandiri

3. Variabel Antara (Intervening Variabel)

Variabel antara adalah sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol, akan tetapi diperhitungkan pengaruhnya terhadap variabel bebas (Nawawi, 1991 : 58). Yang menjadi variabel antara pada penelitian adalah karakteristik responden, dengan indikator :

a. Umur

b. Jenis kelamin

c. Pendidikan orang tua

d. Urutan anak dalam keluarga e. Status anak dalam keluarga


(33)

I.7. Model Teoritis

Model psikologis komunikasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah model sel Diclosure. Yang menanggapi pemukaan diri adalah komunikasi antara pribadi oleh orang tua kepada remaja. Yang menjadi pembuka diri adalah remaja yang tercermin dari konsep diri positif remaja. Variabel-variabel dapat dikelompokkan menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :

Keterangan :

X = Variabel Bebas Y = Variabel Terikat + = Pengaruh kuat - = Pengaruh lemah

Variabel (X)

Komunikasi antar pribadi yang dilakukan orang tua

Variabel (Y)

Konsep diri remaja pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi

+ / -

Variabel Antara (Z)


(34)

I.8. Operasional Variabel

Operasional variabel-variabel disusun untukmemudahkan penggunaan kerangka konsep yang telah disusun dalam operasionalisasi lainnya. Berdasarkan hal itu, maka operasionalisasi variabel yang diukur dalam penelitian adalah :

Tabel 1

Operasionaisasi Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional Variabel bebas (X)

Komunikasi antar pribadi yang dilakukan keluarga khususnya orangtua

- Frekuensi berkomunikasi - Waktu penyampaian pesan

- Topik pembicaraan orang tua kepada anak

- Cara penyampaian pesan Variabel Terikat (Y)

Konsep diri remaja yang positif

- Mampu menerima diri dengan segala keberadaannya

- Sikap terbuka terhadap orang lain - Optimis, memiliki harapan atau

cita-cita untuk masa depan - Kreatif

- Mandiri Variabel Antara (Z)

Karakteristik responden

- Umur

- Jenis kelamin - Pendidikan

- Urutan Anak dalam keluarga - Status anak dalam keluarga


(35)

I.9. Defenisi Operasional

Menurut Singarimbun (1989 : 46) defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Maka untuk memperjelas uraian dalam penulisan ini penulis memberikan penjelasan yang dianggap penting untuk diperhatikan yakni :

1. Komunikasi antar pribadi adalah pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang degan efek dan umpan balik langsung (Davito (1976) dari Liliweri, 1991 : 12).

Komunikasi antar pribadi yang dimaksud adalah penyampaian pesan dari pihak orang tua kepada remaja dan sebagai efeknya anak memiliki konsep diri yang positif.

2. Karakteristik responden adalah nilai-nilai yang dimiliki seseorang yang dapat membedakan dengan orang lain.

3. Konsep diri adalah anggapan atau pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri (Singidu, 1991 : 56). Konsep diri yang dimaksud adalah anggapan atau pandangan remaja terhadap dirinya sendiri.

4. Menerima diri sendiri adalah sikap yang menerima diri sendiri sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai (Taylor, 1977, dari Rakhmat, 1984 : 149). Dalam hal ini remaja dapat menerima diri sendiri sebagai manusia yang setaraf dengan individu lain dan oleh sebab itu ia pantas menghargai dirinya sendiri dan menghargai orang lain.

5. Sikap terbuka adalah sikap individu yang mempersiapkan dirinya menerima rangsangan yang datang dari dalam dirinya, dan dari luar dirinya dan memiliki minat yang beragam dan luas (Rakhmat, 1984 : 87). Sikap keterbukaan anak yang dimaksud disini adalah sikap yang dapat mengungkapkan kepada orang lain.

6. Kreatif merupakan kata kerja dari kreatifitas yang artinya dinamika yang membawa perubahan yang berarti entah dalam dunia kebendaan, dunia ide, dunia seni atau struktur sosial. Kreatif yang dimaksud disini adalah


(36)

melahirkan seni serta pengungkapkan yang rumit dan baru yang perasaannya kepada orang lain.

7. Optimis adalah mempengaruhi orang lain dengan jalan menunjukkan segi-segi cerah dari hidup yang selalu membesarkan hati, memberikan harapan dan mempunyai semangat besar (Sangidu, 1991:52). Remaja dapat memiliki sikap dan semangat hidup yang besar dalam dirinya untuk mencapai masa depan yang cerah serta mampu untuk membangkitkan harapan remaja lainnya.

8. Mandiriadalah menandakan sesuatu seperti ketergantungan dan kebebasan bagi keputusan, pendapat dan kebebasan bagi keputusan penilaian pendapat dan pertanggung jawaban (Hollander, 1977:289). Remaja dapat mandiri atau dapat bebas mengambil keputusan untuk bertindak serta dapat mempertanggung jawabkan tindakannya tanpa tergantung kepada orang lain.

1.10. Hipotesa Penelitian

Menurut Champion (1981, dari Rakhmat, 1984 : 14) hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai penelitian sementara mengenai hal-hal yang oleh peneliti ingin didukung atau ditolak.

Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat hubungan antara komunikasi antara pribadi orang

tua terhadap pembentukan konsep diri remaja pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi.

Ha : Terdapat hubungan antara komunikasi antara pribadi orang tua

terhadap pembentukan konsep diri remaja pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi.


(37)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Komunikasi II.1.1. Pengertian Komunikasi

Keberadaan manusia sebagai individu maupun makhluk sosial tidak terlepas dari komunikasi yang setiap saat dilaksanakannya baik secara verbal (bahasa lisan dan tulisan) maupun non verbal (isyarat).

Aktivitas komunikasi yang senantiasa muncul melukiskan betapa beranek ragamannya dan rumitnya kehidupan manusia itu. Baik dalam berfikir, menyatakan keinginannya, keragu-raguan, sedih dan gembira, mempertahankan dan memperteguh pendapat dalam menumbuhkan saling pengertian dan kerja sama seperti serta masih banyak hal lainnya.

Situasi demikian tersebut menunjukkan berlangsungnya proses komunikasi yang melibatkan berbagai komponen yang terdiri atas komunikator komunikan, pesan atau informasi serta media/saluran yang digunakan untuk “menjembatani” pihak-pihak yang berkomunikasi dengan tujuan yang diharapkan. Selain itu sering ditemui adanya hambatan sehingga menyebabkan miss communication.

Ternyata komunikasi memang perusahaan dan penting bagi setiap manusia, karena yang menjadi inti dalam komunikasi itu sendiri adalah manusia. Manusia dalam menerjermahkan isi komunikasi itu adalah


(38)

berdasarkan lingkup pengalaman atau frame of experience dan lingkup pengetahuannya atau framd of reference.

Akhirnya Laswell (dalam Onong, 1986 : 13) mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : who, what, in which channel, to whom, and with what effect.

Jadi berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media dan menimbulkan efek tertentu.

Jika diperhatikan defenisi tersebut diatas, pada dasarnya mengemukakan bahwa komunikasi itu merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan maksud agar mengerti, memperkuat atau mempengaruhi sikap, pendapat atau perilaku seseorang.

II.1.2. Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi merupakan bentuk komunikasi yang pada dasarnya bersifat dua arah atau timbal balik, artinya kedudukan komunikator dan komunikan sama-sama sebagai penyampaian pesan atau gagasan, saling membagi informasi dan sekaligus sebagai penerima suatu informasi.

Pada saat aktivitas komunikasi antar pribadi berlangsung, media yang digunakan berupa kontak langsung secara tatap muka (face to face) atau juga melalui telepon maupun surat. Dalam situasi ini dapat segera diketahui reaksi yang timbul mengenai isi pembicaraan. Masing-masing pihak dapat menilai


(39)

kemampuan atau keterampilannya pada saat memberikan tanggapan dari isi komunikasi tersebut.

Menurut Rogers (dalam Depari, 1988, 16) mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang terjadi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.

Fokus pandangan berpikir Rogers (dalam Depari, 1988 : 18) apabila dihubungkan dengan penelitian ini berupa komunikasi antara orang tua dengan remaja. Saluran dari mulut ke mulut meliputi komunikasi verbal (bahasa lisan) dan non verbal (isyarat) sewaktu orang tua memberi nasehat atau memberi informasi dan sebaliknya menerima tanggapan dari remaja.

Selanjutnya Rubesch dan Bateson (1951 dalam Kincaid dan Schramm, 1987 : 49) memberikan pengertian komunikasi antar pribadi sebagai berikut : “Ditandai oleh adanya tindakan pengungkapan oleh pihak seseorang atau lebih, pengamatan secara sadar maupun tidak terhadap tindakan itu oleh pihak-pihak lain, dan kemudian melakukan pengamatan kembali bahwa tindakan yang pertama sudah diamati pihak lain. Kesadaran akan pengamatan merupakan kejadian yang mengisyaratkan terciptanya jalinan antar pribadi.”

Pendapat yang dikemukakan tersebut memberikan penekanan pada kesadaran akan pengamatan, maksudnya antara komunikator dan komunikan baru dapat membentuk jalinan komunikasi antar pribadi apabila keduanya saling mengerti, interest (berminat) serta memahami isi pesan yang disampaikan. Kesadaran akan pengamatan meliputi kata atau kalimat yang


(40)

disampaikan melaui mulut (bahasa) bahkan isyarat tubuh seperti ekspresi muka, gerakan tangan, anggukan atau gelengan kepala dan sebagainya. Tujuannya agar komunikasi ini berlangsung secara lancar dan efektif.

Usaha untuk mengenal secara pribadi dan secara lebih jauh dalam komunikasi antar pribadi dipertegas oleh Liliweri (1991:30) yang menyatakan bahwa :

“Komunikasi antar pribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu karena setiap pihak mengetahui secara baik tentang liku-liku hidup pihak seseorang yang sudah saling mengenal secara mendalam lebih baik ketimbang yang belum mengenal. Kesimpulannya bahwa jika hendak menciptakaan komunikasi antar pribadi lebih bermutu maka harus didahului dengan suatu keakraban.”.

Selanjutnya untuk mempertegas pengertian komunikasi antar pribadi, Devito (1976 dalam Liliweri, 1991 : 13) mengemukakan ciri-ciri komunikasi antar pribadi yang efektif.

1. Keterbukaan (openess)

Pihak orang tua dan remaja saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahkan permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut dan malu. Jadi antara remaja dan orang tua dapat berkomunikasi secara jujur.


(41)

2. Empati (Emphaty)

Empati adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang dirasakan oleh orang lain. Dalam melakukan komunikasi segala kepentingan yang dikomunikasi ditanggapi dengan penuh perhatian oleh kedua belah pihak. Masing-masing merasakan dan kondisi yang dialami tanpa berpura-pura perasaan empati pada diri orang tua akan memperlancar komunikasi sebab orang tua dapat menempatkan diri sesuai dengan kondisi remaja.

3. Dukungan (suporotiveness)

Situasi keterbukaan, empati masih belum cukup apabila komunikasi berada dalam situasi ketakutan dan tekanan. Apabila kita berada pada situasi yang tidak mendukung untuk melaksanakan komunikasi maka kita tidak berani mengungkapkan gagasan kita. Setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari orang tua dan remaja. Dengan demikian keinginan dan hasrat yang adalah dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas secara meraih tujuan yang diinginkan. 4. rasa Positif (Positiveness)

Apabila seseorang yang berkomunikasi mempunyai wawasan negatif, kemungkinan dia akan menyampaikan komunikasi secara negatif dan orang lain akan menerima secara negatif. Apabila respons yang diterima mendapat tanggapan yang positif maka akan lebih mudah melanjutkan


(42)

percakapan selanjutnya. Rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk curiga atau berprasangka yang menggangu jalinan interaksi.

5. Kesamaan (Equity)

Kesamaan disini termasuk dalam hal berbicara dan mendengar. Apabila seseorang berbicara dan orang lain mendengar terus maka tidak mungkin berkomunikasi menjadi efektif. Kesamaan dimaksudkan juga dengan kesamaan tingkat pendidikan, sosial, ekonomi, status, nasib, dan perjuangan dan sebagainya. Hal tersebut pelu dipertimbangkan dalam topik pembicaraan agar komunikasi antar pribadi dapat mencapai keefektifitasannya.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa komunikasi antar pribadi berlangsung karena manifestasi dari diri manusia itu sendiri sebagai makhluk sosial yang dibutuhkan orang lain.

Hovland (1980 dalam Liliweri, 1991 : 480 mengemukakan beberapa faktor pembentuk komunikasi antar pribadi antara lain sebagai berikut :

1. Perbedaan antar pribadi

2. Manusia meskipun merupakan makhluk yang utuh namun tetap mempunyai kekurangan

3. Kebutuhan akan harga diri harus mendapat pengakuan dari orang lain Komunikasi antar pribadi saling melengkapi bagi manusia, karena dalam pertumbuhan dan perkembangannya manusia selalu berusaha untuk


(43)

semakin lebih maju dan bahagia hidupnya. Semua ini mensyaratkan adanya keterampilan berkomunikasi untuk mengadakan kerjasama atau pendekatan pribadi melalui komunikasi antar pribadi.

II.1.3. Ruamg Lingkup Komunikasi

Tabel 2

Ruang lingkup Komunikasi

1. Bentuk komunikasi a. Personal Communication 1. Intrapersonal comunication 2. Intepersonal comunication b. Group communication

1.Small group comunication 1. Lecture

2. Panel discusion 3. Sumposium 4. Seminar 5. Brainstorming

2. Large Group comunication / Public speaking

c. Mass comunication 1.Pers

2.Televisi 3.Film 2. Sifat Komunikasi a. Verbal 1. Oral 2. Written b. Non verbal

1. Gestural 2. Pictorial 3. Teknik komunikasi a. Jurnalisme

b. Publik relation c. Advertising d. Exhibition e. Propaganda f. Publicy


(44)

4. Metode Komunikasi a. Komunikasi informatif b. Komunikasi persuasif c. Komunikasi koersif 5. Fungsi komunikasi a. Informasi massa

b. Pendidikan massa c. Pembujukan massa d. Hiburan massa 6. Tujuan Komunikasi a. Social change

b. Attitude change c. Opinion change d. Behavior change

7. Model Komunikasi a. One step flow comunication b. Two step flow comunication c. Multi step flow comunication 8. Bidang komunikasi a. One step flow comunication

b. Two step flow comunication c. Multi step flow comunication 8. Bidang komunikasi a. social comunication

b. Management comunication c. Bussiness comunication d. Political comunication e. cultural comunication f. Tranditional comunication g. International comunication h. Developent comunication i. Enviromental comunicatio 9. Sistem komunikasi a. Social rsponsibility system

b. Authoritarian system (Komunikasi antar pribadi Dr. A. Supratiknya).

II.2. Fungsi Komunikasi

Berlangsungnya aktivitas komunikasi antar pribadi sebagai suatu proses yang melibatkan komponen yang ada di dalamnya. Tujuannya menumbuhkan pengertian serta pemahaman yang dapat mengubah sikap, pendapat dan perilaku yang turut serta dalam komunikasi.


(45)

Sehubungan dengan itu Lawrence dan Schram, (1997:97) memberikan pengertian proses sebagai penggunaan bersama :

“Penggunaan bersama berarti suatu hal yang dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama, suatu hal dimana mereka berpartisipasi secara bergabung atau bersama. Berpartisipasi berarti berinteraksi dengan pihak-pihak lain dalam buah pikiran, perasaan atau kegiatan tertentu”.

Fokus pandangan dari uraian yang dikemukakan tersebut memandang proses komunikasi antar pribadi sebagai keikutsertaan dari beberapa orang dalam bentuk gagasan serta tindakan dari awal hingga tercapai tujuan bersama. Berpartisipasi berarti bersedia dan bertanggung jawab pada setiap kegiatan yang dikomunikasikan atau dilaksanakan.

Laswell dalam Onong (1986:13) mengemukakan proses komunikasi sebagai berikut :

- Komunikasi (communicator, source, sender) - Pesan (message)

- Komunikan (communicant, communicate, receiver) - Efek (efect, impact, influence)

Fungsi komunikasi adalah sebagai berikut : 1. Informasi massa

Dengan adanya komunikasi yang memberikan informasi mengenai arti kunci dan penting mengenai kejadian-kejadian. Komunikasi memberikan informasi atau memberikan pesan atau bertukar informasi dari satu


(46)

individu kepada individu yang lain. Informasi berguna untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai suatu hal dari satu individu ke individu yang lain. Komunikasi berguna untuk memberikan informasi untuk mempelajari ancaman-ancaman dan kesempatan-kesempatan, untuk memahami lingkungan, untuk mencoba realitas dan untuk membuat keputusan.

2. Pendidikan massa

Komunikasi berguna untuk memberikan pengajaran untuk memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang penting untuk memfungsikan secara efektif dalam komunitas, untuk mempelajari nilai-nilai, perilaku dan peranan yang tepat terhadap penerimaan di komunitas.

3. Pembujukan massa

Komunikasi berfungsi untuk membujuk untuk mencapai keputusan, untuk menggunakan nilai-nilai, perilaku dan peranan yang tepat terhadap penerimaan dalam komunitas.

4. Hiburan massa

Komunikasi berfungsi untuk menyenangkan, untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan penerima, untuk kesenangan, santai, dihibur, dan dialihkan dari masalah-masalah.

Proses komunikasi antar pribadi yang terjadi ini termasuk ke dalam proses komunikasi secara primer. Hal ini terjadi karena media yang digunakan adalah bahasa verbal dan non verbal. Onong (1986:11)


(47)

mengemukakan bahwa lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa kiasan, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menterjemahkan” pikiran atau perasaan komunikasi kepada komunikan.

Berdasarkan urain yang dikemukakan Onong diatas jelas bahwa proses komunikasi antar pribadi yang terjadi antara orang tua dan remaja adalah secara primer. Dalam proses komunikasi yang berlangsung, media yang digunakan adalah bahasa lisan, tulisan dan isyarat yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran dan perasaan remaja kepada orang tua, dan sebaliknya perasaan orang tua kepada remaja.

Menurut Nawawi (1984 : 95) bahwa dalam proses komunikasi yang berlangsung perlu diperhatikan yakni :

“Unsur-unsur dalam proses komunikasi antar pribadi dipandang sebagai suatu hal yang tidak terpisahkan dan juga merupakan tindakan yang harus dilakukan agar komunikasi berlangsung. Semua unsur proses ini saling memperngaruhi dan unsur yang dibahas tadi adalah terpokok dalam komunikasi”.

Dengan demikian unsur atau komponen pokok yang ada dalam proses komunikasi antar pribadi merupakan jalinan kesatuan yang jika salah satu diantaranya tidak ada maka komunikasi itu gagal atau pincang.


(48)

Selain itu ada komponen lain yang turut mempengaruhi jalannya proses komunikasi antar pribadi ini, antara lain suasana diri komunikator atau komunikan, nilai dan norma, dan hambatan

II.3. Learning Theory Dan Self Disclosure Theory II.3.1. Learning Theory

Teori pembelajaran sosial oleh Albert Bandura menekankan penting pengamatan dan contoh perilaku, sikap dan reaksi emosional dari individu lain. Bandura (1977) menyatakan : “Pembelajaran akan lebih sulit, tetapi tidak beresiko, jika orang semata-mata hanya mengandalkan efek dari aksi mereka sendiri untuk menginformasikan apa yang harus dilakukan. Untungnya, kebanyakan perilaku manusia berdasarkan pembelajaran melalui pengamatan dari contoh : dari pengamatan orang lain satu bentuk ide bagaimana suatu perilaku yang baru dilakukan, dan di lain peristiwa informasi ini tersedia sebagai petunjuk dari aksi. Teori pembelajaran sosial menjelaskan perilaku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang berkelanjutan antara kognitif, perilaku, dan pengaru lingkungan. Komponen proses yang mendasari pengamatan pembelajaran adalah : (1) Perhatian, termasuk peristiwa yang dialami model (kurang khusus, kelaziman yang mempengaruhi, kerumitan, kelaziman, fungsi nilai) dan karakteristik pengamat (kemampuan panca indera, persepsi, penguatan dari masa


(49)

lampau), (2) Ingatan, termasuk kode simbol, kognitif, latihan simbol, latihan gerak, (3) Reproduksi gerak, termasuk kemampuan fisik, pengamatan diri, akurasi timbal balik, dan (4) Motivasi, termasuk lingkungan luar, pengalaman orang lain dan penguatan diri.

Dalam psikologi dan pendidikan, teori pembelajaran adalah mencoba mendeskripsikan bagaimana individu dan hewan belajar, dengan cara menolong diri kita sendiri mengerti yang melakat pada proses yang sempurna dari pembelajaran. Pada dasarnya ada tiga (3) Persektif utama dalam teori pembelajaran yaitu perilaku, kognitif, dan konstruktif.

Teori pembelajaran sosial fokus pada pembelajaran yang terjadi pada konteks sosial. Itu dipertimbangkan karena masyarakat belajar dari satu individu ke individu lainnya, termasuk seperti konsep pembelajaran pengamatan, peniruan, dan model.

Pembelajaran dan pengertian dari proses pembelajaran membantu anda untuk mengerti mengapa masyarakat bersikap seperti yang biasa mereka lakukan. Pembelajaran mempengaruhi masyarakat sepanjang hidup mereka di sekolah di rumah atau dalam melakukan pekerjaan. Mengerti gaya pembelajaran satu individu atau metode dapat membantu mengorganisir aktivitas pembelajaran mereka sendiri.


(50)

Tiga jenis utama dari teori pembelajaran adalah :

 Perilaku-lingkungan membentuk perilaku. Mereka perhatian dengan perubahan pada perilaku murid-murid yang terjadi sebagai hasil dari pembelajaran. Teori perilaku timbul dalam bentuk kondisi yang sewaktu-waktu, menggunakan kekuatan.

 Kognitif-Teori kognitif memperhatikan perubahan pada pengertian murid sebagai hasil dari pembelajaran. Mereka percaya bahwa pembelajaran haruslah berarti. Pembelajaran kognitif berdasarkan pada skema atau struktur mental yang mana murid-murid mengorganisir lingkungan yang mereka rasa. Struktur skema dari perkembangan kognitif berubah dari proses perpaduan dan ketelitian. Komponen terpenting dari teori kognitif adalah hubungan antara ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Pengaturan dari ingatan jangka panjang disebut struktur kognitif. Beberapa strategi kognitif berguna dalam pembelajaran agar lebih berarti dan berguna untuk pergantian pembelajaran diidentifikasikan; strategi dalam pelatihan, perluasan strategi, strategi pengaturan, strategi pemahaman dan strategi yang efektif.

 Konsep pembelajaran yang dilakukan murid-murid melalui 2 (dua) proses : 1. Pemecahan dari konflik dan refleksi tentang teori, 2.Menemukan pembelajaran yang lebih disukai pada pengajaran dengan penjelasan. Pengajar menentukan cara pengajaran menurut


(51)

caranya sendiri, dan pembelajaran seharusnya tidak ditentukan dan dikontrol. Menemukan pembelajaran meningkatkan motivasi untuk belajar dan juga memproduksi ingatan jangka panjang yang lebih baik.

II.3.2. Self Disclosure Theory

Teori ini diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Untuk hal itu dapat dikelompokkan kedalam empat macam bidang pengenalan yang ditunjukkan dalam suatu gambar yang disebutnya dengan jendela Johan (Johari window).

Tabel 3

Jendela Johari (Johari Window) Diketahui orang lain

Tidak diketahui orang lain

Gambar yang disebut jendela Johari tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan hubungan antar seseorang dengan yang lainnya terdapat empat kemungkinan sebagaimana terwakili melalui suasana keempat bidang (jendela) itu.

Bidang 1, melukiskan suatu kondisi dimana antara seseorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka.

1. Terbuka 2. Buta 3. Tersembunyi 4. Tidak


(52)

Bidang, 2 melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua belah pihak hanya diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri.

Bidang, 3 disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua belah pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.

Bidang 4, bidang tidak dikenal, dimana kedua belah pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan diantara mereka.

Kedua yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi antar pribadi di masa lalu dapat menimbulkan perasaan intim untuk sesaat. Hubungan sejati terbina dengan menggunakan reaksi-reaksi kita terhadap aneka kejadian yang kita alami bersama atau terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan oleh lawan lalu kita. Orang lain mengenal diri kita tidak dengan menyelidiki masa lalu kita, melainkan dengan mengetahui cara kita bereaksi. Masa lalu hanya mampu menjelaskan perilaku kita dimasa kini.

II.4. Remaja

Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut : (Konopkan, Pikunas, 1976 ; Ingersoll 1989, dalam DR. Hendriati Agustiani, 2006)

1). Masa remaja awal (12-15 tahun).

Pada masa ini individu mulau meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan


(53)

terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konfirmitas yang kuat dengan teman sebaya.

2). Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (Self Directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

3). Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini.

Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara masa anak-anak dan masa dewasa. Kita semua mengetahui bahwa antara anak-anak dan orang dewasa ada beberapa perbedaan yang selain bersifat biologis atau fisiologis dan juga bersifat psikologis. pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam kedua aspek tersebut,


(54)

sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja.

Masyarakat, melalui orang tua atau guru, bertanya kepada remaja untuk memilih satu peran. Dalam masyarakat kita ketika anak memasuki SMA, anak harus sudah memilih jurusan pendidikan yang akan ditempuh yang akhirnya akan menentukan perannya nanti. Jadi ketika berumur sekitar1 5 atau 16 tahun seseorang sudah mulai menempatkan dirinya pada satu jalur yang akan membawa akibat pada apa yang akan dilakukannya pada tahun-tahun selanjutnya. Masalahnya terjadi tepat pada saat ketika remaja berada dalam posisi yang sangat tidak siap untuk mengambil keputusan yang berakibat jangka panjang, mereka malah diminta untuk melakukannya.

Karena banyak remaja berada dalam dilema. Mereka tidak bisa menjawab pertanyaan tentang peran sosial yang akan mereka jelaskan tanpa menyelesaikan beberapa pertanyaan lain tentang dirinya sendiri. Jawaban terhadap perangkat pertanyaan yang satu saling tergantung dengan jawaban terhadap rangkaian pertanyaan yang lain. Perasaan tertentu yang berbeda dalam situasi krisis bisa muncul, krisis yang membutuhkan jawaban yang tepat tentang siap sebenarnya dirinya. Ini adalah pertanyaan


(55)

defenisi diri, tentang indentifikasi diri. Dilema ini dikenal sebagai krisis identis.

Menurut Erikson (1964:126), seorang remaja bukan sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tetapi dan dalam konteks apa atau dalam kelompok apa dia bisa menjadi bermakna dan dimaknakan. Dengan kata lain, identitas seseorang tergantung pula pada bagaimana orang lain mempertimbangkan kehadirannya. Karenanya bisa lebih dipahami mengapa keinginan untuk diakui, keinginan untuk memperkuat kepercayaan diri, dan keinginan untuk menegaskan kemandirian menjadi hal yang sangat penting bagi remaja, terutama mereka yang mengakhiri masa itu.

Prestasi belajar siswa yang mendapat perhatian dari orang tua lebih baik dibandingkan dengan prestasi siswa yang kurang mendapat perhatian dari orang tua. Peranan perhatian orang tua dalam lingkungan keluarga yang penting adalah memberikan pengalaman pertama pada masa anak-anak. Itu karena pengalaman pertama merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi dan menjamin kehidupan emosional anak. Fungsi hubungan antara anak dan dewasa dalam kehidupan mereka dikarakteristikkan. Meningkatkan karakteristik ini dalam hubungan anda adalah cara yang terbaik untuk memperbaiki komitmen, komunikasi, kerjasama dan persetujuan, dan mengurangi stres dan konflik dengan baik.


(56)

 Proaktif-kemampuan untuk mengakui dan kapanpun yang mungkin, menyesuaikan kebutuhan anak untuk kasih sayang yang tak bersyarat dan penerimaan, rasa aman, rasa dimiliki, sukses, rasa senang, pengakuan dan kontrol (kekuatan), tanpa mengizinkan orang lain menganggu. Antisipasi melakukan sebelum terjadi masalah; membiarkan anak mengatahui batas atau kondisi lebih dulu.

 Orientasi sukses kemampuan untuk membantu anak dengan memberikan arahan yang jelas, pengaturan batas-batas, menawarkan kesempatan untuk memilih dan bernegosiasi, permintaan perilaku dan respon pada umur yang cocok, penyesuaian kebutuhan pembelajaran individual, memberikan kesempatan untuk mengatur diri dan tetap pada masa kini. Alternatif untuk dugaan yang tidak realistik. kesalahpahaman, instruksi atau lingkungan yang tidak baik untuk kebutuhan anak, dan pengaturan untuk kegagalan, ketidakpedulian atau penentangan.

 Kepastian kemampuan untuk membedakan nilai anak dari perilakunya kemampuan untuk fokus pada apa yang dilakukan anak dan membangun kekuatan. Kemampuan untuk menciptakan lingkungan yang berorientasi pada penghargaan yang mana berakibat munculnya hasil positif dan hak istimewa yang diterima atau pengalaman sebagai hasil dari kerjasama. Kemampuan untuk berkomunikasi secara positif (menggunakan janji daripada ancaman, atau penghargaan dari pada hukuman). Kemampuan


(57)

untuk menggunakan rasa humor. Alternatif untuk rasa negatif dan orientasi menghukum.

 Pembatasan kemampuan untuk menggabungkan apa yang anda inginkan dengan apa yang anak inginkan dalam cara yang positif. Kemampuan untuk memotivasi dan menguatkan perilaku kerjasama dengan menghasilkan persetujuan orang dewasa atau menghindari reaksi orang dewasa orang dewasa yang negatif (rasa malu, kecaman, ketertinggalan). Kurangnya kemauan untuk memegang konsekuensi yang positif sampai anak mengakhiri persetujuan. Kemampuan untuk dengan segera campur tangan ketika anak dalam keadaan terganggu atau keluar batas, menjauhi peringatan, penundaan konsekuensi yang positif sampai anak mengakhiri persetujuan.

 Kurangnya dukungan kemampuan untuk menanggapi masalah anak atau merasakan dengan rasa penerimaan, dukungan dan pengesahan. Kurangnya kemauan untuk menyediakan jalan keluar untuk perasaan anak akan memberikan anak untuk menyediakan jalan keluar untuk perasaan anak akan memberikan anak untuk mengeluarkan perasaan (menghilangkan) tanpa menyakiti dirinya sendiri atau orang lain. Kemampuan untuk membantu anak mencari solusi masalah tanpa memperbolehkan, memperbaiki, menangkap atau menilai masalah anak atau perasaan. Kemampuan untuk melawan persetujuan perasaan anak atau mengambil tanggung jawab untuk solusi masalahnya.


(58)

 Tanggung jawab kemampuan untuk mengambil tanggung jawab pada perasaan, tanpa berusaha membuat orang lain bertanggung jawab. Kemampuan untuk memperlihatkan perasaan dengan cara yang tidak menyakitkan. Kemampuan untuk menurut dan memecahkan konflik. Kurangnya kemauan untuk menggunakan secara teratur, kontak positif dengan anak. Kemampuan untuk bekerja dengan pengurus, staf pendukung dan orang tua tanpa memperhitungkan kesalahan atau menduga (atau permintaan) dan mereka mengambil tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah anda mungkin memiliki anak atau kelompok yang istimewa.

 Perhatian diri kemampuan untuk mengidentifikasikan kebutuhan seseorang dan perasaan, mengatur batasan, menyenangkan diri sendiri, mengakui diri dan mendapatkan pertolongan ketika membutuhkan. Kemampuan untuk membedakan antara memperhatikan diri dan keegoisan diri. Kemampuan untuk merasakan pantas untuk menggunakan kesalahan dan kegagalan sebagai kesempatan untuk tujuan yang baru, strategi atau pertumbuhan. Kemampuan untuk memanfaatkan sumber dukungan sementara menggunakan tanggung jawab untuk menyelesaikan satu masalah diri sendiri. Kemampuan untuk memanfaatkan diri sendiri.

Memperoleh kebebasan (mandiri) merupakan suatu tugas bagi remaja. Dengan kemandirian tersebut berarti remaja harus belajar dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan,


(59)

bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Dengan demikian remaja akan berangsur-angsur melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam banyak hal. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat para ahli perkembangan yang menyatakan: “Berbeda dengan kemandirian pada masa anak-anak yang lebih bersifat motorik, seperti berusaha makan sendiri, mandi dan berpakaian sendiri, pada masa remaja kemandirian tersebut lebih bersifat psikologis, seperti membuat keputusan sendiri dan kebebasan berperilaku sesuai dengan keinginannya”.

Dalam pencarian identitas diri, remaja cenderung untuk melepaskan diri sendiri sedikit demi sedikit dari ikatan psikis orangtuanya. Remaja mendambakan untuk diperlakukan dan dihargai sebagai orang dewasa. Hal ini dikemukaaan Erikson (dalam Hurlock, 1980 : 212) yang menamakan proses tersebut sebagai “proses mencari identitass ego”, atau pencarian diri sendiri. Dalam proses ini remaja ingin mengetahui dan kedudukannya dalam lingkungan, disamping ingin tahu tentang peranan dirinya sendiri.

Kemandirian seorang remaja dan teman sebaya. Hurlock (1980 : 214) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja belajar berpikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima (bahkan dapat juga menolak) pandangan dan nilai yang berasal dari keluarganya. Ini dilakukan remaja dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok teman sebayanya sehingga tercipta


(60)

rasa aman. Penerimaan dari kelompok teman sebaya ini merupakan hal yang sangat penting, karena remaja membutuhkan adanya penerimaan dan keyakinan untuk dapat diterima oleh kelompoknya.

Dalam mencapai keinginannya untuk mandiri sering kali remaja mengalami hambatan-hambatan yang disebabkan oleh masih adanya kebutuhan untuk tetap tergantung pada orang lain. Dalam contoh yang disebutkan di atas, remaja mengalami dilema yang sangat besar antara mengikuti kehendak orang tua atau mengikuti keinginannya sendiri. Jika ia mengikuti kehendak orang tua maka dari segi ekonomi (biaya sekolah) remaja akan terjamin karena orang tua pasti akan membantu sepenuhnya, sebaliknya jika ia tidak mengikuti kemauan orang tua bisa jadi orang tuanya tidak mau membiayai sekolahnya. Situasi yang demikian ini sering dikenal sebagai keadaan yang ambivalensi dan dalam hal ini akan menimbulkan konflik pada diri sendiri remaja. Konflik ini akan mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Bahkan dalam beberapa kasus tidak jarang remaja menjadi frustrasi dan memendam kemarahan yang mendalam kepada orang tuanya atau orang lain di sekitarnya. Frustrasi dan kemarahan tersebut seringkali diungkapkan dengan perilaku-perilaku yang tidak simpatik terhadap orangtua maupun orang lain dan dapat membahayakan dirinya dan orang lain di sekitarnya. Hal ini tentu saja akan sangat merugikan remaja


(61)

tersebut karena akan menghambat tercapainya kedewasaan dan kematangan kehidupan psikologisnya. Oleh karena itu, pemahaman orang tua terhadap kebutuhan psikologis remaja untuk mandiri sangat diperlukan dalam upaya mendapatkan titik tengah penyelesaian konflik-koflik yang dihadapi remaja.

II.5. Orang Tua

Kita selalu berfikir tentang lingkungan anak, tetapi lingkungan keluarga juga memberikan konstribusi pada perkembangan anak dengan pengaruh yang kuat pada fungsi keluarga. Dalam komunitas mungkin, atau tidak mungkin, sebagai sumber dan kebutuhan hubungan keluarga. Dengan pengaturaan komunitas, setiap keluarga membangun jaringannya sendiri dalam tersedianya sumber dukungan dan formal. Sebuah keluarga mungkin menempa banyak hubungan, beberapa hubungan yang kuat, atau tidak ada sama sekali sumber hubungan. Mata rantai hubungan keluarga bersumber pada komunitas nyata dan tidak nyata. Lingkungan anak menawarkan tantangan dan kesempatan, pengaturan komunitas menawarkan tantangan dan kesempatan untuk fungsi kesehatan keluarga. Penyaman tentang interaksi komunitas keluarga ditemukan diliteratur termasuk :

 Keluarga pedesaan memiliki beberapa kesempatan pekerjaan, rendahnya ekonomi pendapatan, kesempatan pendidikan sedikit dan kurangnya akses untuk perawatan kesehatan dan pelayanan sosial. Keluarga diperkotaan,


(62)

dilain pihak, memiliki angka kriminalitas yang tinggi, hubungan tidak kekeluargaan, kepadatan penduduk yang lebih tinggi, dan kondisi hidup yang ribut.

 Banyak orang tua harus mengatasi dengan ancaman dari kejahatan yang keras di lingkungan tetangga mereka. Respon sebuah keluarga untuk permintaan dan tantangan dari suatu lingkungan komunitas mungkin memajukan atau menghalangi fungsi keluarga dan perkembangan anak. Menarik diri, menjaga anak di dalam rumah, dan membatasi aktivitas anak adalah meniru strategi orang tua digunakan ketika dihadapkan dengan kekerasan dalam lingkungan tetangga mereka, tetapi mereka mungkin juga menghalangi perkembangan yang normal.

 Keluarga dipengaruhi oleh bagaimana respon aturan komunitas kepada apa yang dibutuhkan keluarga. Powell (1969:170) mengidentifikasikan lima (5) strategi yang membuat awal program masa kanak-kanak lebih respon kepada keluarga. Ini mencakup : peningkatan program komunikasi orang tua ; memberikan orang tua pilihan antara prgoram yang berbeda ; menaksir kebutuhan keluarga dan anak ; menegaskan kembali panutan dan menggunakan komunitas penduduk ; dan keterlibatan orang tua dalam membuat keputusan.

 Hubungan antara keluarga dan perubahan komunitas mereka dan berkembang setiap waktu. Kebutuhan dan ketertarikan anggota keluarga


(63)

merubah sepanjang hidup. Pokok persoalan dari kurangnya respon juga mengubah dengan menyimpan lama dan tingkat perkembangan.

 “Komunitas” mungkin mengarah pada hubungan dan jaringan sosial sebaik lokasi fisik. Jaringan sosial pendukung informal sebuah keluarga lebih sering menyediakan pelayanan yang ditawarkan oleh sistem dukungan formal.

Umumnya orang tua dari remaja berusia antara 35-34 tahun. Secara potensial usia ini merupakan waktu yang sulit bagi kebanyakan orang tua. (Farrel dan Rosenbel, 1981 dan Levinson, 1978 dalam Hurlock, 1980 : 317) menjelaskan masa ini sebagai “midlife crises”. Jika kita mencoba untuk meneliti secara lebih rinci masa ini maka akan ditemukan bahwa perhatian dalam hal perkembangan dari orang tua dan remaja saling melengkapi. Pada saat ini terjadi :

1. Perubahan biologis

Pada saat yang sama remaja masuk pada periode-periode pertumbuhan fisik yang cepat, kematangan seksual. periode dari rentang kehidupan saat ini diberi label oleh masyarakat sebagai orang yang memiliki penampilan fisik menarik, orang tua juga mulai merasakan terjadi peningkatan perhatian pada tubuhnya, serta pada tampilan-tampilan fisiknya.

2. Krisis yang tumpang tindih

Saat inipun adalah tentang waktu dan masa depan. Pada saat yang sama remaja mulai mengembangkan kemampuan untuk berfikir secara


(64)

sistematik tentang masa depan dan apa yang akan dilakukan. Pada kenyataannya orang tua mulai melihat suatu kejadian dengan antisipasi yang lebih jauh. Orang tua mulai merasakan bahwa kemungkinan untuk berubah terbatas sementara remaja memiliki ide yang lebih luas tentang masa depan. Ide-ide orang tua dengan sendirinya dengan mempertimbangkan berbagai keterbatasan.

3. Kekuatan dan status

Merupakan jalan menuju peran sebagai orang dewasa. Remaja merupakan waktu dimana individu berada dalam ambang pencapaian status yang baik. Bagi orang tua banyak pilihan yang telah diambil, beberapa hasil dan lainnya tidak. Kebanyakan orang tua saat ini menjalani masa jenuh di pekerjaan.

Kegiatan kemampuan di atas membuat dampak bagi hubungan keluarga. (Small et al, 1988 dalam Hurlock, 1980 : 4530 pada saat remaja berusaha untuk mencapai otonomi maka pada umumnya hal ini membuat orang tua menjadi stress. Memiliki pekerjaan yang lebih memuaskan akan membantu orang tua lebih mampu untuk melakukan negosiasi dengan transisi dalam keluarga terhadap anak maupun mencapai otonomi dan menjalin komunikasi dengan lebih efektif.

Perkembangan remaja dalam istilah “Separation” dan “autonomy” diukur dengan tujuan utama adalah upayanya untuk melepaskan diri dari pengaruh orang tua. Bagi remaja, waktu dengan teman merupakan bagian


(1)

100

Ada beberapa kelemahan penulis saat mengerjakan penelitian ini, antara lain :

1. Hasil penelitian kurang maksimal karena saat penelitian berlangsung responden sibuk dengan aktivitasnya, sehingga responden kurang serius mengisi kuisioner yang dibagikan.

2. Dalam penelitian ini, data-data yang ada dianalisis masih bersifat umum, belum sampai terperici khususnya mengenai konsep diri yang dijadikan sampel oleh peneliti.

3. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Strafied Random Sampling.


(2)

101 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

1. Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi sangat sering berkomunikasi dengan orang tua

2. Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi memiliki konsep diri yang positif setelah berkomunikasi dengan orangtua.

3. Siswa Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi berkomunikasi dengan cara bercerita dengan alasan lebih dapat diterima dan tidak terkesan formal atau terkesan kaku.

4. Terdapat hubungan antara komunikasi antara pribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja sehingga hipotesis alternatif yang diajukan diterima maka dapat disebutkan bahwa apabila siswa semakin sering berkomunikasi dengan orangtua akan meningkatkan konsep diri yang positif bagi siswa. Hubungan ini dikategorikan cukup kuat.

V.2. Saran

1. Diharapkan kepada siswa agar dapat meningkatkan keyakinan terhadap diri sendiri dalam menghadapi masalah


(3)

102

2. Hendaknya siswa dapat berkomunikasi positif dengan orang tua sehingga segala permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan cepat. 3. Hendaknya siswa agar dapat meningkatkan komunikasi kepada orang tua


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, DR. Hendriani, Psikologi Perkembangan PT. Refika Aditama, Bandung, 2006.

Bandura, A. Social Learning Theory, Prentice Hall, Englewood Cliffs, 1997.

Calhoun, J. F. Acocella, J. R. Psychology of Adjustment and Human Relationship, McGraw Hill, Inc, New York, 1990.

Cooley, C. H. Social Organization, Scibners, New York, 1909.

Danandjaja, Metodologi Penelitian Sosial, Penerbit USU, Medan, 2001.

Depari, Eduard, Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan, UGM Press, Yogyakarta, 1988.

Donovan, Mary Ellen, Women and Self Esteem, Undersatanding & Improving The Way Wwe Think and Feel About Ourselves, Anchor Press, USA, 1984. Effendy, Ono, Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1993.

Fitts, William H., Ph.D, The Self Concepts and Self Actualization, Western Psychological Services, California, 1971.

Gordon, Mary, Circling My Mother : A Memoir, Achor Press, USA, 1970.

Gunarsa, S. D. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Cetakan Kedua, PT. Multindo Auto Finance BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1985.

Haditono, Psikologi Perkembangan, Cetakan Ketiga, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1979.

Hardy, M. Heyes, S. Pengantar Psikologi Umum, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta, 1998.

Hurlock, E. B. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih Bahasa : Istiwidiayanti & Soedjarwo, Erlanggga, Jakarta, 2000.


(5)

Johnson, D.W. Reaching out, Interpersonal effectiveness and Actualization, Prentice, Hal, Engelewood Cliffs, 1981.

Kincaid, D. Lawrence, Schramm, Wilbur, Asas-asas Komunikasi Antar Manusia, LP3ES, Jakarta, 1987.

Lawang, M. Z. Robert, Teori Sosiologi Klasik dan Moderen, Jakarta, 1986.

Liliweri, Alo, Komunikasi Antar Pribadi, PT. Citra Aditiya Bakti, Bandung, 1991. Lutf, J. Human Interaction National, Press Books, USA, 1969.

Nanawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gama Press, Jakarta, 1995. Powell, J. Mengapa Takut Bersikap Terbuka ? Cipta Loka Caraka, Jakarta, 1969. Pratikno, Riyono, Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi, Remadja Karya, Bandung, 1987. Pudjijogyanti, C. R. Konsep Diri dalam Pendidikan, Arcan, Jakarta, 1988.

Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi PT. Remadja Rosdakayra, Bandung, 2001.

Sangidu, DR. H.M.Hum, Tinjauan Penaskahan dan Penyuntingan, UGM Press, Yogyakarta, 1991.

Schneiders, A. A, Personal Adjustment and Mental Health, Holt, Rinehart and Winston, New York, 1976.

Schramm, W. Robert, D. F. The Proces and Effect of Mass Communication, University of Illionis Press, Urbana, 1977.

Siahaan, S. M. Komunikasi Pemahaman dan Penerapannya STT HKBP, Pematang Siantar, 1991.

Singarimbun, Masri, Effendy, Sofian Metode Penelitian Sosial, Edisi Revisi, LP3ES, Jakarta, 1989.

Sullivan H.S. The Interpersonal Theory of Psychiatry, Norton, New York, 1953. Supraktiknya, Dr. A. Komunikasi antar Pribadi, Tinjauan Psikologis, Kannisius


(6)

Youniss, James Smollar, Jacqueline, Abdolescnt Relation With Mother, Father and Friend, The Univesity of Chicago Press, USA, 1995.

Internet :

(tip.psychology.org/bandura,html)

(en.wikipedia.org/wiki/Learning_Theory_(education) (www.janebluestein.com/handousts/p_chars.html-12 k ) (www.jhu.edu/hurj/issue7/research-vasquesz.html) www.colostate. Edu/Depts/Speech/rccs/theory 11.htm.


Dokumen yang terkait

Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Pola Perilaku Anak Dalam Menonton Televisi Di Perumahan Taman Setia Budi Indah.

5 37 92

Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Pengurus Panti Asuhan Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan)

6 53 121

Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus Mengenai Komunikasi AntarPribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Beberapa Keluarga di Medan)

11 139 114

Peranan Komunikasi Antar Pribadi Guru Terhadap Pembentukan Konsep Diri Siswa/Siswi (Studi Korelasional Pada Siswa/Siswi Madrasah Aliyah Negeri Kisaran

0 39 90

Peran Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Anak Dalam Membentuk Perilaku Positif (Studi Kasus Peran Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak dalam Membentuk Perilaku Positif di Kelurahan Karang Berombak, Medan Barat)

3 84 217

Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Dengan Anak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Keluarga Untuk Memilih Pasangan Hidup Dengan Syaid Atau Syarifah

1 52 126

Hubungan antara pola komunikasi orang tua - remaja dengan konsep diri remaja

4 12 129

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN RESILIENSI REMAJA PADA KELUARGA ORANG TUA TUNGGAL Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Resiliensi Remaja Pada Keluarga Orang Tua Tunggal.

0 2 17

KONTRIBUSI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK, KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI, KONSEP DIRI TERHADAP INTERAKSI Kontribusi Layanan Bimbingan Kelompok Komunikasi Antar Pribadi Konsep Diri Terhadap Interaksi Sosial Di Sekolah Pada Siswa kelas VII SMPN Di Kecamatan Punung

0 1 13

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI ORANG TUA DENGA

0 0 11