5 Tabel 2. Luas panen, produktivitas dan produksi Salak per KabupatenKota di Sumatera Utara
No Kabupaten Kota
Salak Luas Panen Ha
Produktivitas KwHa Produksi Ton
1. Medan
1 60
6 2.
Langkat 2
250 50
3. Deli Serdang
4 250
100 4.
Simalungun 3
300 90
5. Asahan
1 250
25 6.
Tapanuli Utara 4
375 150
7. Tapanuli Tengah
2 375
75
8. Tapanuli Selatan
5.205 441
229.781
9. Binjai
1 70
7 10.
Madina 2
300 60
11. Padangsidimpuan
391 410
16.029
12. Humbang Hasundutan
87 223
1.936 13.
Pakpak Bharat 5
160 80
14. Serdang Bedagai
1 210
21 Jumlah
5.709 3.674
248.410 Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2008.
2.3. KOMPOSISI KIMIA DAN NILAI GIZI SALAK
Buah salak terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit buah, daging buah yang diselubungi selaput tipis dan biji. Setiap buah salak memiliki satu biji, berwarna coklat kehitam-hitaman, keras, dan pada biji
terdapat sisi cembung dan sisi datar Hieronymus, 1990. Buah salak memiliki rasa yang beragam. Secara umum salak muda memiliki rasa yang sepat, dan semakin tua rasanya berangsur-angsur
menjadi manis dalam artian rasa sepatnya berkurang. Berdasarkan data dari Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI 1981, buah salak
merupakan buah sumber mineral yaitu terdiri dari kalsium 28 mg, fosfor 18 mg dan zat besi 4,2 mg dari 100 g bagian yang dapat dimakan. Kandungan gizi buah salak dalam tiap 100 g buah salak segar
menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1981, Tabel 3. Tabel 3. Kandungan gizi buah salak per 100 g buah
No Kandungan Gizi
Unit Proporsi
1 Kalori
kal 77
2 Protein
g 0,4
3 Karbohidrat
g 20,9
4 Kalsium
mg 28
5 Fosfor
mg 18
6 Zat Besi
mg 4,2
7 Vitamin B
mg 0,04
8 Vitamin C
mg 2
9 Air
78 10
Bagian yang dimakan 50
Sumber: Departemen Kesehatan 1981
6 Menurut Sabari 1982, kandungan zat kimia yang terdapat pada daging buah salak mengalami
perubahan dengan semakin menuanya buah. Buah salak pondoh yang berumur 3-5 bulan kandungan gulanya baru mencapai 15,3, namun pada umur 5 bulan kadar gulanya dapat mencapai 23,3.
Sabari 1982 juga mengungkapkan bahwa pada salak pondoh yang berumur 3-5 bulan sejak bunga mekar mengandung kadar tanin 0,21 dan setelah berumur 5 bulan kadar taninnya menurun menjadi
0,08. Hal ini dikarenakan senyawa tanin yang tinggi pada buah salak akan memberikan rasa sepet. Berkurangnya rasa sepet pada buah salak ini merupakan salah satu perubahan utama saat buah
mengalami proses pematangan.
2.4. PASCA PANEN SALAK
Seperti buah-buahan lainnya, buah salak mudah rusak dan tidak tahan lama. Kerusakan ditandai dengan bau busuk dan daging buah menjadi lembek serta berwarna kecoklat-coklatan. Hal ini
dikarenakan setelah dipetik buah salak masih meneruskan proses hidupnya berupa proses fisiologi. Sehingga buah salak tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, maka diperlukan penanganan
pascapanen. Proses respirasi juga terjadi pada buah salak saat masa penyimpanan setelah pasca panen.
Proses respirasi atau pernafasan ini adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, lemak dan protein yang
nantinya akan menghasilkan CO
2
, dan air Winarno dan Wirakartakusumah, 1981. Pola respirasi yang terjadi pada buah salak cenderung akan menurun dan tidak terdapat kenaikan produksi CO
2
yang tajam. Hal ini menunjukkan salak termasuk buah non-klimakterik. Sedangkan buah yang tergolong
klimakterik ditandai dengan adanya proses yang cepat pada waktu pemasakan ripening dan peningkatan respirasi yang mencolok disertai dengan perubahan warna, cita rasa dan teksturnya.
Buah klimakterik adalah buah yang mengalami peningkatan respirasi dan produksi etilen setelah dipanen. Sedangkan buah non klimakterik adalah buah yang tidak mengalami peningkatan
respirasi maupun etilen, sehingga buah non klimakterik harus dipanen pada saat matang sempurna. Hal ini berbeda dengan buah klimakterik yang harus mengalami pemeraman untuk mencapai
kematangan. Kondisi pemeraman pada buah klimakterik memerlukan penanganan ekstra, karena produksi etilen buah yang cukup tinggi sehingga dapat mempercepat kemasakan buah yang tidak
diinginkan. Pada awal pemeraman, buah klimakterik sebaiknya disimpan pada kodisi ruang yang hangat
25-27
o
C, dalam artian tidak panas ataupun dingin. Hal ini bertujuan untuk merangsang etilen buah keluar dan dapat mempercepat pematangan. Namun setelah buah dinyatakan masak secara sempurna,
pemeraman buah dapat dihentikan. Sedangkan untuk buah non-klimakterik, penyimpanan buah dapat dilakukan pada suhu dingin 10-15
o
C atau tergantung jenis buahnya. Hal ini disebabkan buah non- klimakterik sudah mengalami kematangan secara sempurna sebelum dipanen dan tidak perlu
dilakukan pemeraman. Sehingga untuk mempertahankan kondisi buah dalam bentuk segar dan menghindari kebusukan, sebaiknya penyimpanan dilakukan pada suhu dingin 10-15
o
C. Kegiatan pemanenan yang kurang baik atau salah juga dapat mengakibatkan proses
pembusukan yang semakin cepat saat masa penyimpanan atau pada masa pasca panen. Perbedaan dalam bentuk penyimpanan juga mempengaruhi masa simpan buah. Buah salak yang disimpan dalam
bentuk tandan akan memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan buah salak yang disimpan dalam bentuk butiran. Hal ini dikarenakan saat pemetikan buah salak dari tandannya, sering terjadi
kesalahan pemotongan yang mengabitkan buah salak mengalami luka pada daging, memar atau bahkan terpotong. Luka, memar, terpotong atau kesalahan pemanenan lainnya akan mengakibatkan
terjadinya reaksi pencoklatan sebagai akibat aktivitas enzim poliphenol oxidase yang dipercepat oleh
7 adanya oksigen dari udara. Reaksi ini akan mengakibatkan tekstur buah menjadi lunak, yang secara
organoleptik otomatis sangat tidak menguntungkan karena buah akan semakin cepat mengalami pembusukan.
2.5. KERUSAKAN-KERUSAKAN BUAH SALAK