PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN TINJAUAN PUSTAKA

8 buah setelah dipetik. Masuknya mikroba ini pada daging buah salak, mengakibatkan buah salak menjadi busuk.

2.5.5. Kerusakan Fisiologis

Kerusakan fisiologis adalah kerusakan buah akibat reaksi metabolisme dan aktivitas enzim yang merupakan proses autolisis Winarno dan Janie, 1983. Terbentuknya luka pada buah menyebabkan terjadinya pencoklatan pada daging buah dan meningkatkan kecepatan respirasi sehingga mempercepat pelayuan buah. Proses pencoklatan ini termasuk dalam kerusakan fisiologis dari buah salak ataupun buah lainnya.

2.6. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

Pengemasan dan penyimpanan buah-buahan dan sayuran segar dapat memperpanjang kegunaan dari komoditas itu sendiri. Pengemasan dan penyimpanan juga dapat memperbaiki mutu produk segar tersebut dalam keadaan tertentu. Penyimpanan juga dapat menghindari banjirnya komoditas atau produk dipasar sehingga dapat mempertahankan harga jual, memberikan kesempatan yang luas untuk memilih buah-buahan dan sayuran sepanjang tahun, membantu pemasaran yang teratur, meningkatkan keuntungan produsen dan mempertahankan mutu produk segar Pantastico, 1986.

2.6.1. Penyimpanan Suhu Rendah

Penyimpanan buah salak dalam suhu dingin merupakan salah satu solusi untuk mempertahankan kesegara buah salak. Penyimpanan dalam suhu rendah dapat menurunkan proses respirasi dan memperkecil transpirasi. Tetapi penyimpanan pada suhu rendah tidak menekan seluruh aspek metabolisme pada tingkat yang sama. Beberapa reaksi sensitif terhadap suhu rendah dan berhenti sama sekali di bawah suhu kritis, yang dapat menyebabkan chilling injury. Suhu kritis yang dimaksud adalah suhu rendah yang tidak dapat diterima oleh buah yang disimpan, dalam artian suhu yang digunakan terlalu dingin. Akibatnya jaringan-jaringan dalam daging buah membengkak penuh air dan daging buah berwarna biru. Suhu yang baik dalam penyimpanan bervariasi tergantung pada jenis komoditas dan tingkat kematangan dari komoditas yang disimpan Setyowati dan Budiarti, 1992. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Titiek dan Mudjisihono 1998, suhu penyimpanan yang terbaik untuk salak Pondoh adalah pada suhu rendah 15 o C. Struktur kekerasan buah salak mengalami perubahan dengan bertambahnya umur panen. Pada umumnya pelunakan buah-buahan diakibatkan oleh peran gabungan beberapa enzim perombak dinding sel yang diatur oleh etilen. Salak yang telah masak menghasilkan etilen yang tinggi. Di samping itu pelunakan daging buah salak juga disebabkan oleh perubahan turgor sel yang menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran buah salak selama penyimpanan. Keadaan penyimpanan pada suhu rendah juga berpengaruh pada vitamin C, karena selama penyimpanan vitamin C tidak disintesa tetapi mengalami penurunan yang kurang lebih sama untuk semua salak yang dipanen pada saat yang berbeda. Buah salak yang disimpan dalam suhu ruang mempunyai kadar vitamin C lebih rendah daripada yang disimpan pada suhu rendah. Sejumlah besar vitamin dapat hilang bila sesudah dipetik diletakkan pada tempat tanpa pendingin. Penyimpanan pada suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penurunan vitamin C yang lebih cepat Masniary, 2008. Hal yang sama dituliskan Indirani 1990, buah salak yang disimpan dalam plastik PE pada kondisi atmosfir termodifikasi dan suhu 10 o C mempunyai umur simpan 18 hari dengan kondisi masih baik. 9

2.6.2. Pelilinan

Salah satu cara untuk mempertahankan mutu dan kesegaran buah adalah dengan melapisi buah dengan lilin. Pelilinan ini akan memberikan sifat yang lebih kedap terhadap air pada permukaan buah dibandingkan dengan buah yang tidak dilapisi lilin. Oleh karena itu, pelapisan buah dengan lilin dapat mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat menghambat laju respirasi, memperlambat pelayuan dan memberikan kesan mengkilap pada permukaan kulit buah. Pemberian lapisan lilin dengan kepekatan dan ketebalan yang sesuai dapat menghindarkan keadaan aerobik pada buah dan memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap luka dan goresan pada permukaan buah Pantastico, 1986. Kandungan vitamin C yang ada pada buah juga dapat dipertahankan dengan menggunakan lilin. Menurut Masniary 2008, pelilinan dapat menghambat masuknya O 2 ke dalam buah, sehingga turunnya kandungan vitamin C karena oksidasi dapat dikurangi. Beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam penggunaan lilin sebagai pelapis buah yaitu, tidak mempengaruhi rasa dan bau buah yang dilapisi, mudah kering, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, harganya murah dan tidak beracun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Masniary 2008 tentang pelapisan lilin lebah terhadap buah pisang, jeruk dan salak, lilin lebah secara umum dapat mempertahankan kesegaran buah pada suhu kamar. Buah pisang barangan yang dilapisi lilin lebah dengan konsentrasi 4 menghasilkan kandungan vitamin C yang tinggi dengan padatan terlarut rendah. Hal yang sama terjadi pada pelapisan lilin lebah konsentrasi 6 terhadap buah jeruk manis dan salak, menghasilkan kandungan vitamin C tertinggi dan total padatan terlarut rendah.

2.6.3. Pengemasan dengan Plastik Berlubang

Plastik juga dapat mengurangi laju respirasi dan transpirasi dari buah-buahan selama masa penyimpanan. Menurut Syarief et al. 1989, plastik yang sering digunakan oleh masyarakat adalah jenis plastik polietilen PE. Hal ini dikarenakan plastik polietilen relatif murah, transparan dan mudah direkat dengan panas. Selain itu, plastik polietilen juga tergolong plastik yang kedap air sehingga sangat cocok untuk mengemas sayuran dan buah-buahan. Namun salah satu sifat yang terpenting dari plastik polietilen PE adalah sifat pemeabilitasnya yang rendah terhadap uap air. Menurut Rulianto 1993, pengemasan buah dalam plastik polietilen yang diberi lubang jarum sebanyak 32 buah memberikan kesegaran yang lebih lama. Hal ini dikarenakan uap air yang terperangkap di dalam plastik bisa keluar, sehingga proses pembusukan pada buah dalam waktu yang lebih cepat dapat dicegah. Sama halnya dengan hasil penelitian Syaifullah et al. 1992, pengemasan buah pisang dalam plastik polietilen yang diberi lubang jarum sebanyak 32 buah memberikan komposisi gas 6 CO 2 dan 0,5 ppm etilen, sedangkan dengan 192 lubang memberikan komposisi gas 5 CO 2 dan 2,5 ppm etilen. Komposisi gas seperti di atas sangat baik digunakan untuk penyimpanan buah-buahan di bawah kondisi atmosfer termodifikasi.

2.6.4. Pengemasan dengan Besek dan Kotak Karton

Pengemasan buah salak dengan menggunakan besek dan karton merupakan salah satu teknik pengemasan yang cukup sederhana dan mudah. Selain mempermudah dalam hal distribusi dan transportasinya, pengemasan dengan menggunakan besek atau karton juga dapat mencegah buah dari kerusakan-kerusakan yang tidak diinginkan, seperti memar akibat benturan. Berdasarkan percobaan Soedibyo dan Poernomo 1973, pengemasan salak bali dengan keranjang bambu besek bersekat memperlihatkan persentase kerusakan dan susut bobot yang rendah setelah didistribusikan menggunakan kereta api. Setyadjit dan Murtiningsih 1990, juga menyatakan bahwa pengemasan 10 menggunakan keranjang bambu besek berukuran 55,5 cm × 50,5 cm × 32 cm p × l × t menghasilkan persentase kerusakan buah yang lebih kecil dibandingkan menggunakan peti kayu. Kotak karton juga merupakan bahan pengemas yang sudah sering digunakan untuk mengepak buah-buahan. Kotak karton ini terbuat dari bahan karton bergelombang yang terdiri dari kertas linear dan kertas medium. Kertas linear adalah kertas yang dipakai sebagai penyekat dan pelapis pada karton bergelombang. Sedangkan kertas medium adalah kertas yang digunakan sebagai lapisan bergelombang pada karton bergelombang Hadisumarto, 1990. Menurut Peleg 1985, salah satu sifat karton bergelombang adalah mempunyai permukaan yang haslus, dapat dicetak, mudah dilipat atau dibentuk dan dapat didaur ulang. Hadisumarto 1990 menambahkan, bahwa kotak karton juga mempunyai sifat tahan terhadap benturan, dapat ditumpuk dan tidak mudah robek. Kekurangan dari kotak karton bergelombang yaitu kemasan susah menjadi dingin serta ada kecenderungan menyerap kelembapan apabila konduksi panas rendah Snowdown dan Ahmed, 1981. Selain itu, karton bergelombang juga mempunyai sifat dingin dengan lambat apabila dimasukkan ke dalam ruang dingin. Namun dengan adanya lubang ventilasi dan peningkatan luas permukaan yang tersentuh udara dingin yang bergerak sampai satu derajat tertentu, dapat mempercepat hilangnya panas pada karton Handenberg, 1975. 11

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. BAHAN DAN ALAT

3.1.1. Bahan

Bahan baku utama yang digunakan adalah buah salak Padangsidimpuan yang diperoleh langsung dari petani salak di daerah Padangsidimpuan, dimana pohon salak ini sudah berumur 7 tahun. Buah salak dipetik langsung dari pohon salak pada sore hari dan langsung dibawa menuju Bogor melalui transportasi darat dan udara. Dimana sebelumnya buah salak dikemas pada kerangka kayu, dan diberi lapisan busa pada bagian dalam kerangka kayu sebagai bantalan. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu film plastik PE, kotak anyaman bambu atau besek p × l × t = 25 cm × 25 cm × 10 cm, dan kotak karton gelombang p × l × t = 25 cm × 25 cm × 10 cm, lilin wax konsentrasi 6 terdiri dari 6 lilin lebah, 2 trietanolamin, 1 asam oleat dan 91 air. Bahan kimia yang diperlukan untuk melakukan uji mutu buah salak Padangsidimpuan yaitu aquades, NaOH, indikator phenolptalein, indikator amilum, iod.

3.1.2. Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah oven, plastic sealer, ember, sikat pembersih, neraca analitik, neraca kasar, desikator, blender, refraktometer, pisau stainless steel, coold storage dan alat-alat gelas.

3.2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan merupakan penelitian awal yang hasilnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mengukur nilai mutu awal terhadap susut bobot, kerusakan buah, kadar air, asam tertitrasi, padatan terlarut, vitamin C dan organoleptik. Prosedur pengujian disajikan pada Lampiran 1. Penelitian utama dilakukan dengan cara menyimpan 1 kg buah salak Padangsidimpuan yang sebelumnya telah diberikan lapisan lilin pada masing-masing perlakuan. Penilitian ini menggunakan dua faktor yaitu kemasan A dan suhu B. Kemasan yang digunakan terdiri dari empat taraf antara lain, kemasan karton A1, kemasan besek A2, kemasan plastik PE dengan karton A3 dan kemasan plastik PE dengan besek A4. Sebagai kontrol digunakan buah salak tanpa pelilinan K. Faktor suhu dibedakan menjadi dua taraf yaitu suhu 15 o C B1 dan suhu ruangan 27 o C B2. Salak disimpan sampai rusak dan maksimal 30 hari. Setiap tiga hari dilakukan pengamatan terhadap mutu fisik susut bobot dan total kerusakan buah, kimia kadar air, total asam tertitrasi, total padatan terlarut dan uji vitamin C dan uji organoleptik warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan umum, sesuai dengan prosedur di Lampiran 1. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 3 dan Lampiran 2 menyajikan foto kebun salak serta dokumentasi penelitian.