Penggunaan Lahan Simulasi MW-SWAT

22 terjal, dengan aliran air turbulen dan mengalir sepanjang tahun. Presentase kelas lereng pada di DAS Ciliwung Hulu ditunjukan pada tabel 3.

D. Penggunaan Lahan

Kondisi penggunaan lahan, dalam hal ini tingkat penutupan lahan land cover merupakan indikator penting dalam mengenali kondisi keseluruhan DAS. Hal ini berkaitan dengan terpeliharanya daerah resapan air, pengurangan aliran permukaan serta pengendalian erosi saat musim penghujan dan mencegah kekeringan saat musim kemarau. Hasil simulasi SWAT menunjukan bahwa Sub DAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi enam jenis tutupan lahan yaitu hutan, semak belukar, perkebunan teh, pertanian lahan kering atau tegalan, pemukiman dan lahan terbuka. Proporsi luas penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 7. Gambar 7. Peta penggunaan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2008 Arsip BPDAS Ciliwung – Cisadane, 2008 23 Kawasan hutan yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu sebagian besar merupakan hutan lindung yang berstatus hutan negara. Kawasan hutan ini didominasi oleh vegetasi hasil suksesi alami. Pada wilayah hutan lindung, penyebaran vegetasinya tidak merata, sehingga terdapat daerah gundul tanah kosong yang perlu segera direhabilitasi. Kawasan pertanian di DAS Ciliwung bagian hulu, didominasi oleh persawahan yang hampir seluruhnya menggunakan sistem pengairan dan hanya sedikit yang menggunakan sistem tadah hujan. Perkebunan yang ada di wilayah ini didominasi oleh perkebunan teh dan cengkeh Balai Pengelolaan DAS Citarum – Ciliwung, 2003. Tabel 4. Jenis penggunaan lahan dan proporsi luasnya pada DAS Ciliwung Hulu No. Penggunaan lahan Luas Ha 1 Hutan 5076.71 38.31 2 Semak belukar 87.82 0.66 3 Perkebunan teh 455.15 3.43 4 Pertanian lahan kering 6485.21 48.94 5 Pemukiman 787.85 5.95 6 Lahan terbuka 16.04 0.12 Jumlah 13251.62 100.00 Sumber : Hasil simulasi MW-SWAT

E. Simulasi MW-SWAT

Soil ad Water Assesment Tool SWAT adalah model hidrologi yang dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertaniaan. Untuk menjalankan model diperlukan data berupa data spasial peta-peta dan data atribut. Peta-peta yang digunakan oleh SWAT adalah peta DEM, peta penggunaan lahan, dan peta jenis tanah. Data atribut yang diperlukan sebagai masukan SWAT adalah data iklim, dan data debit sungai Ciliwung. Simulasi MW-SWAT terdiri dari empat tahap, yaitu: 1. Proses DEM Watershed Delineation Proses DEM merupakan pengolahan peta DEM dan peta Batas DAS Ciliwung hulu untuk delinasi DAS Ciliwung Hulu secara otomatis. Pada proses ini akan diperoleh perhitungan topografi secara lengkap, peta jaringan sungai, batas DAS, jumlah Sub DAS dan letak outlet. Pada tahap ini harus dipastikan bahwa unit elevasi harus dalam satuan meter. Berdasarkan hasil delinasi menggunakan peta DEM yang berasal dari SRTM US Geological Survey dan peta batas DAS Ciliwung Hulu yang berasal dari BPDAS dengan menggunakan ukuran watershed delineation 15 km 2 dan penambahan satu titik outlet di koordinat pengukuran debit Katulampa, maka DAS Ciliwung Hulu terbagi menjadi 7 Sub DAS dengan total luas wilayah 13,254.15 Ha. DAS Ciliwung hulu memiliki beberapa outlet, dalam penelitian ini outlet yang digunakan adalah outlet yang berada di SPAS Katulampa. Pada simulasi menggunakan MW-SWAT outlet ini berada pada Sub DAS 7. Dari hasil deliniasi ada pengurangan luas DAS Ciliwung Hulu yakni seluas 1,712.38 Ha. Hal ini disebabkan delinasi merupakan pembentukan DAS dari aliran terluar dan semua anak sungai akan mengalir pada outlet yang telah ditentukan yaitu outlet 24 Katulampa. Sehingga anak sungai yang tidak terhubung atau masuk ke outlet Katulampa tidak termasuk DAS penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 8. Gambar 8. Hasil deliniasi Sub DAS Ciliwung Hulu menggunakan model MW-SWAT 2. Pembentukan HRU HRU merupakan unit analisis hidrologi yang mempunyai karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, sehingga dapat dipisahkan antara satu HRU dengan yang lainya. Pembentukan Hydrological Response Units HRUs sebagai unit analisis dilakukan dengan cara tumpang tindih overlay antara peta tanah dan peta penggunaan lahan. Jumlah HRU yang terbentuk oleh model dengan menggunakan threshold by percentage dimana untuk landuse menggunakan threshold 20, untuk jenis tanah menggunakan threshold 10, dan kemiringan lereng menggunakan threshold 5 sebanyak 80 HRU dalam 7 sub-basin. DAS Ciliwung hulu memiliki beberapa outlet, dalam penelitian ini outlet yang digunakan adalah outlet yang berada di SPAS Katulampa. Pada simulasi menggunakan MW-SWAT outlet ini berada pada Sub DAS 7. 3. Set up and Run Setelah Hydrological Response Units HRUs terbentuk maka langkah selanjutnya adalah menjalankan model SWAT. Dalam operasi SWAT, unit lahan yang terbentuk dihubungkan dengan data iklim sesuai dengan file database yang telah disediakan. Periode simulasi juga ditentukan pada katulampa Scale in kilometers 3 1.5 4.5 6 Batas DAS outlet Aliran sungai Batas Sub DAS hasil deliniasi 1,2,3,… Nomor Sub DAS N 25 tahap ini. Pada penelitian ini periode yang digunakan adalah tahun 2004 – 2006 untuk kalibrasi dan tahun 2007 – 2009 untuk validasi. Data iklim dikumpulkan dalam file stnlist.txt dan wgn. File stnlist.txt terdiri dari file yang berisi data curah hujan file pcp dan data temperatur file tmp. Data temperatur hanya berasal dari stasiun meteorologi Citeko saja karena stasiun lain Gadog, Pasir Muncang, Panjang, Gunung Mas, dan Katulampa hanya melakukan pengukuran curah hujan saja. Data iklim lain seperti radiasi matahari, kelembaban dan kecepatan angin juga hanya diambil dari stasiun meteorologi Citeko. Data – data iklim ini dikumpulkan pada file wgn. Nilai radiasi matahari pada file wgn diperoleh dari hasil penelitian Mohamad Hamdan 2010 ”Analisis Debit Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu Menggunakan MWSWAT”. Nilai radiasi matahari yang digunakan pada penelitian tersebut cukup rendah dengan nilai radiasi maksimum sebesar 12.91 MJm 2 . Nilai radiasi rata – rata di Indonesia adalah 24.3 MJm 2 Manalu, 2002 4. Visualisasi Hasil Pada tahap ini, visualisai hasil diinginkan dapat dilihat. Pada penelitian ini output yang ditampilkan adalah debit aliran sungai harian. Visualisasi digambarkan dengan perubahan warna menurut nilai output parameter yang dipilih. Hasil dari simulasi MW-SWAT juga dapat ditampilkan menggunakan SWAT plot and graph. Pada SWAT plot and graph hasil simulasi berupa debit aliran sungai Sub DAS Ciliwung Hulu ditampilkan dalam bentuk grafik. SWAT plot and graph juga dapat digunakan untuk membandingkan debit hasil simulasi MW-SWAT dengan debit hasil pengukuran di SPAS Katulampa sehingga dapat diperoleh nilai validitas model. Dalam SWAT plot and graph kriteria yang digunakan untuk menilai validitas model adalah koefisien determinasi R 2 dan Nash- Sutcliffe Model Effisiensi E NS . Van Liew dan Garbrech 2003 dalam Junaedi 2009 menggolongkan hasil simulasi menjadi tiga kelompok yaitu hasil simulasi dikatakan baik jika nilai Nash- Sutcliffe ≥ 0.75, memuaskan jika nilai nilai 0.36 Nash-Sutcliffe 0.75, dan dinyatakan kurang memuaskan jika nilai Nash-Sutcliffe 0.36. sedangkan menurut Santi et al. 2001 dalam Junaedi 2009 hasil simulasi dikatakan baik jika nilai E NS dan R 2 adalah E NS ≥ 0.5 dan R 2 ≥ 0.6. Debit hasil simulasi MW-SWAT tahun 2004 – 2006 jika dibandingkan dengan debit hasil observasi pada SPAS Katulampa menunjukan nila E NS sebesar 0.173 dan nilai R 2 sebesar 0.224. Jadi hasil simulasi MW-SWAT masuk kriteria kurang memuaskan sehingga perlu dilakukan proses kalibrasi dan validasi.

F. Kalibrasi dan Validasi