Rumusan Masalah Pendahuluan 1. Latar Belakang

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diselenggarakan agar: 1. Terciptanya iklim pembelajaran yang inklusif melalui penyelanggaraan Manajemen Berbasis sekolah MBS. 2. Di dapatkan temuan yang dapat digunakan untuk menyempurnakan model penyelenggaraan sistem pendidikan inklusif.

E. Manfaat Penelitian

1. untuk proses penerbitan kebijakan tentang keberadaan dan kewenangan Sekolah Pelenggaraan Pendidkkan Inklusi yang sampai sekarang merupakan kebutuhan yang mendesak. 2. Untuk menumbuhkan keberanian para pengelola sekolah untuk menetapkan pelaksanaan MBS sebagai kebijakan sekolah. 3. Untuk penyelenggaraan kajian replikasi model sekolah peyelenggaraan pendidikan inklusi guna perluasan pemenuhan hak asasi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.

F. Metode Penelitian

Penelitian kualitatif yang berbentuk action research. Data diperoleh melalui observasi, focus group discussion dan isian daftar pertanyaan terbuka. Treatmen atau intervensi dengan pengenalan MBS melalui workshop bagi warga sekolah Kepala Sekolah, Guru, Karyawan dan Komite Sekolah. Untuk siswa, dilakukan dengan simulasi pendampingan. Pengolahan data menggunakan analisis diskriptif kualitatif perhitungan tendensi sentral.

G. Hasil dan Pembahasan

Dari pengumpulan data diperoleh hasil bahwa sekolah dalam menyusun program sekolah belum menggunakan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah. Kebutuhan dan keberadaan anak berkebutuhan khusus belum dimasukan dalam program sekolah. Anak berkebutuhan khusus mendapatkan kurikulum, materi, dan evaluasi yang sama dengan anak reguler. Pendampingan dilakukan sebatas dalam hal kesulitan belajar, dan belum dalam bersosialisasi dengan teman dan lingkungan sekolah. Keberadaan Anak berkrbutuhan khusus belum diterima oleh teman sekolahnya. Sarana dan prasarana belum aksebilitas. Hasil observasi juga menemukan bahwa SD Tamansari I Yogyakarta sebagai Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi SPPI hanya ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Provinsi dan belum ada legalitas atau surat keputusan yang berkekuatan hukum. Dari hasil temuan di atas kemudian dilakukan workshop pengenalan pelaksanaan MBS untuk menyusun program sekolah secara partisipatorik sesuai dengan prinsip MBS dan mendorong sekolah untuk memasukkan keberadaan Anak berkebutuhan khusus dalam program sekolah. Hal ini sangat penting karena seharusnya anak mendapatkan perlakuan sesuai dengan kebutuhan anak dan bukan anak yang harus menyesuaikan dengan sistem, hal tersebut sangat merugikan bagi anak, karena mereka tidak mampu mengikuti pembelajaran dan tidak mampu bersosialisasi sehingga terancam tidak naik kelas ataupun putus sekolah. Bagi siswa dilakukan simulasi pendampingan dengan metode permainan yag terstruktur. Hasil setelah intervensi, sekolah mempunyai program sekolah yang disusun secara partisipatorik oleh seluruh warga sekolah. Dalam program sekolah dituangkan dalam table action plan, keberadaan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus sudah terakomodir, terlihat dari rencana tindakan untuk memodifikasi kurikulum dan materi, membuat jalan yang aksesibel bagi anak tunanetra, pelatihan untuk menggunakan metode dan alat pembelajaran sesuai kebutuhan anak, pelatihan untuk mengelola kelas inklusi, dan lain-lain. Hasil setelah simulasi, mulai ada anak yang mau memilih anak berkebutuhan kusus sebagai teman yang mereka senangi. JURNAL PENELITIAN 42