Kondisi Limbah Cair Perikanan dalam Sistem MFC

merupakan produk utama dari penguraian pembusukan limbah nutrient organik Poppo et al. 2008. Sesuai dengan batasan dari air limbah yang merupakan benda sisa, maka air limbah tersebut merupakan benda yang sudah tidak digunakan lagi. Akan tetapi, tidak berarti bahwa air limbah tersebut tidak perlu dilakukan pengelolaan, karena apabila limbah ini tidak dikelola secara baik maka akan menimbulkan gangguan, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kehidupan yang ada Sugiharto 1987.

4.2 Kondisi Limbah Cair Perikanan dalam Sistem MFC

Microbial Fuel Cell MFC merupakan sebuah sel bahan bakar yang dikonversi dari energi kimia ke energi listrik. Dalam MFC ini, yang menjadi sumber bahan bakar secara umum adalah bahan organik yang diuraikan oleh mikroba Lovley 2006. Microbial Fuell Cell bisa didesain dengan satu atau dua bejana, secara umum MFC dengan dua bejana ini ditengahnya dihubungkan dengan membran penukar kation. Meskipun pada MFC satu bejana ada yang menggunakan membran, tetapi penggunaan membran ini mahal dan bisa rusak saat penggunaannya. Oleh karena itu, MFC yang tidak menggunakan membran telah dikembangkan untuk pengolahan air limbah Chang et al. 2006. Sistem MFC dalam penelitian ini menggunakan MFC satu bejana dan ditambahkan lumpur aktif yang digunakan untuk mengolah limbah cair perikanan. Menurut Sugiharto 1987, penambahan bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam air limbah. Oleh karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan bahan-bahan tersebut. Bakteri itu sendiri akan berkembang biak apabila jumlah makanan yang terkandung didalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konstan. Setelah jumlah makanan habis dipergunakan, maka jumlah kematian akan lebih besar daripada jumlah pertumbuhannya. 4.2.1 Total Nitrogen Gambar 5 dibawah ini menunjukkan jumlah total nitrogen dalam limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC. Pada gambar tersebut terlihat bahwa jumlah total nitrogen mengalami penurunan dari hari ke-0 sampai hari ke-6 pada semua perlakuan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan elektroda tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap penurunan total nitrogen selama di dalam sistem MFC, sedangkan lamanya hari pengamatan berpengaruh secara signifikan terhadap total nitrogen limbah cair perikanan. Gambar 5 Total N dalam limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC :elektroda 1 pasang, :elektroda 2 pasang, :elektroda 3 pasang, :elektroda 4 pasang Penurunan jumlah total nitrogen ini terjadi karena adanya proses nitrifikasi. Pada proses ini adanya konversi amonia menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas, kemudian nitrit diubah menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter. Penurunan jumlah total nitrogen pada pengolahan limbah cair ini bukan masa nitrogennya yang menurun, tetapi yang terjadi adalah bentuk senyawa nitrogen ini yang berubah menjadi gas nitrogen. Pernyataan ini didukung oleh Ibrahim 2007, pada proses nitrifikasi ini terjadi penurunan jumlah nitrogen-amonia pada badan air, sehingga terjadi penurunan kebutuhan baik oksigen biologis BOD maupun kimiawi COD. Hal ini pada kenyataannya tidak menurunkan jumlah masa nitrogennya, melainkan yang terjadi adalah perubahan bentuk senyawa nitrogen tersebut. Salah satu cara untuk meminimalkan ketersediaan nitrogen adalah membebaskannya ke atmosfir sebagai gas nitrogen melalui proses denitrifikasi biologis. Denitrifikasi merupakan proses senyawa organik diurai dengan hasil akhir berupa gas nitrogen. Denitrifikasi dapat terjadi karena aktivitas berbagai jenis mikroorganisme yang pada umumnya juga banyak terdapat pada sistem pengolahan limbah cair. 4.2.2 Biological oxygen demand BOD Biological oxygen demand BOD merupakan jumlah milligram oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik untuk menguraikan bahan organik karbon dalam 1 L air selama 5 hari pada suhu 20 o C ± 1 o C BSN 2009. Semakin banyak bahan buangan organik yang ada di dalam air, semakin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya Poppo et al. 2008. Gambar 6 menunjukkan hasil pengukuran BOD limbah cair selama di dalam sistem MFC. Gambar 6 Nilai BOD limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC :elektroda 1 pasang, :elektroda 2 pasang, :elektroda 3 pasang, :elektroda 4 pasang Pada pengukuran BOD hari ke-0 sampai hari ke-6 terjadi penurunan nilai pada semua perlakuan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan elektroda tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap penurunan BOD selama di dalam sistem MFC, sedangkan lamanya hari pengamatan berpengaruh secara signifikan terhadap BOD limbah cair perikanan. Hal ini terjadi karena adanya aktifitas mikroorganisme yang menggunakan oksigen untuk mengoksidasi senyawa organik. Menurut Sugiharto 1987, oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme ini berasal dari oksigen yang terlarut dalam air. Sehingga apabila pemberian oksigen tidak seimbang dengan kebutuhan oksigen tersebut maka oksigen terlarut akan turun mencapai titik nol, dengan demikian kehidupan dalam air akan mati. Semakin besar angka BOD ini menunjukkan semakin besar pula beban limbahnya. Untuk mengukur BOD digunakan waktu selama 5 hari mengingat bahwa dengan waktu tersebut sebanyak 60-70 kebutuhan terbaik karbon dapat tercapai. Penurunan BOD ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suyanto et al. 2010 yang menyebutkan bahwa pada sistem MFC tersebut terdapat aktifitas bakteri yang menyebabkan penurunan BOD dari hari ke-0 sampai hari ke-5. Analisis BOD merupakan analisis yang mencoba mendekati secara umum proses-proses mikrobiologis yang terjadi di dalam air. Perubahan nilai BOD ini menandakan bahwa terjadi kecepatan oksidasi senyawa organik oleh mikroba. Aktifitas perombakan senyawa organik melalui proses oksidasi dapat berlangsung dalam suasana aerob dan anaerob. 4.2.3 Chemical oxygen demand COD Chemical oxygen demand COD dapat didefinisikan sebagai jumlah oksigen yang diperlukan proses kimia di perairan Firdus dan Muchlisin 2010. Hasil pengukuran COD limbah cair perikanan selama di dalam sistem MFC dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Nilai COD limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC :elektroda 1 pasang, :elektroda 2 pasang, :elektroda 3 pasang, :elektroda 4 pasang Nilai rata-rata COD pada semua perlakuan mengalami penurunan pada hari ke-0 sampai hari ke-6. Penurunan nilai COD pada penelitian ini disebabkan oleh adanya aktifitas mikroorganisme yang menghilangkan zat organik dalam limbah cair tersebut. Mikroorganisme mengkonsumsi bahan-bahan organik membuat biomassa sel baru dan memanfaatkan energi yang dihasilkan untuk metabolismenya. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan elektroda tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap penurunan COD selama di dalam sistem MFC, sedangkan lamanya hari pengamatan berpengaruh secara signifikan terhadap COD limbah cair perikanan. Pernyataan ini didukung oleh Edahwati dan Suprihatin 2009, yang menyebutkan bahwa senyawa organik yang terkandung dalam air buangan berguna sebagai makanan dan pertumbuhan sel baru. Reaksi yang terjadi adalah: Senyawa Organik + Mikroorganisme CO 2 + H 2 O + NH 3 + Sel-sel baru Proses lumpur aktif merupakan proses pengolahan air limbah secara biologis yang melibatkan reaksi-reaksi metabolik mikroba. Untuk mencapai kualitas yang baik, zat organik yang ada dihilangkan dengan menggunakan mikroorganisme yang ada dalam lumpur aktif. Makin tinggi nilai COD menunjukkan bahwa limbah tersebut banyak mengandung bahan-bahan organik dan anorganik Ibrahim et al. 2009. Semakin banyak bahan buangan organik yang ada di dalam air, maka semakin sedikit kandungan oksigen yang terlarut dalam air Poppo et al. 2008. Penelitian yang dilakukan oleh Ghangrekar dan Shinde 2006 menyebutkan bahwa MFC yang digunakan dalam mengolah limbah bisa mengurangi COD dan BOD sekitar 90. Pada penelitian ini COD mampu berkurang sebesar 37,4 karena keadaan sistem MFC ini belum anaerob sehingga bakteri kurang maksimal dalam menurunkan beban limbah yang ada. 4.2.4 Total amonia nitrogen TAN Dalam lingkungan akuatik, organisme pengurai akan menguraikan senyawa-senyawa organik berprotein menghasilkan amonia. Proses degradasi senyawa organik berikatan N sehingga terjadi pembebasan amonia disebut amonifikasi. Degradasi senyara organik kompleks bernitrogen seperti protein, O 2 menghasilkan senyawa karbon organik sebagai penyedia energi dan berfungsi sebagai substrat untuk sintesis Ibrahim 2007. Hasil pengukuran TAN limbah cair perikanan selama di dalam sistem MFC dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Nilai TAN limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC :elektroda 1 pasang, :elektroda 2 pasang, :elektroda 3 pasang, :elektroda 4 pasang Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai TAN mengalami penurunan pada hari ke-0 sampai hari ke-6. Kandungan amonia yang turun setiap harinya ini karena adanya aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan nitrogen organik. Nilai TAN merupakan kandungan amonia yang berikatan dengan nitrogen di dalam air. Sehingga apabila mikroorganisme menguraikan bahan-bahan organik yang mengandung nitrogen, maka kandungan amonia yang berikatan dengan nitrogen pun akan berkurang seiring berkurangnya kandungan nitrogen di dalam air tersebut. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan elektroda tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap penurunan TAN selama di dalam sistem MFC, sedangkan lamanya hari pengamatan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai TAN limbah cair perikanan. Hal ini didukung oleh Dwijani et al. 2010, yang menyatakan bahwa penurunan kadar amonia dalam pengolahan air limbah tersebut disebabkan adanya proses penguraian bahan-bahan organik terutama yang mengandung nitrogen oleh mikroorganisme. Selain itu, penurunan kadar amonia juga disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme nitrifikasi yang dapat menguraikan amonia dalam limbah menjadi nitrit atau nitrat melalui suatu reaksi nitrifikasi. Hasil penelitian Firdus dan Muchlisin 2010 juga menyebutkan dalam pengolahan air limbah yang dilakukannya terjadi penurunan kandungan amonia seiring dengan waktu. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya bahan organik protein yang terkandung dalam larutan. Penurunan kandungan amonia pada penelitian tersebut mengalami penurunan secara stabil sampai hari ke-5. 4.2.5 MLSS dan MLVSS Nilai MLSS dan MLVSS adalah singkatan dari Mixed Liquor Suspended Solid MLSS dan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid MLVSS. MLSS merupakan jumlah total Suspended Solid TSS yang berasal dari bak pengendap lumpur, sedangkan MLVSS merupakan MLSS yang diuapkan pada suhu 600 o C. Sugiharto 1987 menjelaskan bahwa endapan dari zat-zat padat yang contohnya diambil dari reaktor aktif air limbah disebut MLSS. Hasil endapan ini bila dipanaskan pada suhu 600 o C, maka sebagian bahan akan menguap dan sebagian lagi akan berupa bahan sisa yang sangat kering. Adapun bahan yang teruapkan dikenal sebagai volatile, sedangkan benda yang tersisa akibat penguapan disebut fixed. Jika MLSS diuapkan pada suhu 600 o C, hasil dari penguapannya disebut sebagai MLVSS. Pada Gambar 9 dan 10 dibawah ini dapat dilihat hasil nilai MLSS dan MLVSS pada sistem MFC selama pengolahan limbah cair. Gambar 9 MLSS limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC :elektroda 1 pasang, :elektroda 2 pasang, :elektroda 3 pasang, :elektroda 4 pasang Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa nilai MLSS mengalami kenaikan dari hari ke-0 sampai hari ke-6. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan elektroda tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kenaikan nilai MLSS selama di dalam sistem MFC, sedangkan lamanya hari pengamatan berpengaruh secara signifikan terhadap kenaikan nilai MLSS dalam limbah cair perikanan. Gambar 10 MLVSS limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC :elektroda 1 pasang, :elektroda 2 pasang, :elektroda 3 pasang, :elektroda 4 pasang Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa nilai MLVSS mengalami kenaikan dari hari ke-0 sampai hari ke-6. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan elektroda tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kenaikan nilai MLVSS selama di dalam sistem MFC, sedangkan lamanya hari pengamatan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai MLVSS dalam limbah cair. Terjadinya kenaikan nilai MLSS dan MLVSS ini dikarenakan adanya pertumbuhan mikroorganisme di dalam sistem MFC tersebut. Pada proses pengolahan limbah cair menggunakan lumpur aktif akan mengurangi senyawa organik dan bertambahnya mikroorganisme di dalam pengolahan limbah cair tersebut. Sehingga mikroorganisme dalam sistem MFC akan bertambah ditandai dengan bertambahnya nilai MLSS dan MLVSS pada pengolahan limbah cair menggunakan lumpur aktif. Biomassa yang dinyatakan dalam MLVSS adalah mikroorganisme yang memanfaatkan senyawa-senyawa organik bagi pertumbuhan. Mikroorganisme yang menjadi perhatian utama adalah mikroorganisme nitrifikasi dan denitrifikasi. Untuk kebutuhan pertumbuhan, mikroorganisme memerlukan substrat sebagai penyedia nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel-sel baru dalam pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Sebagai penyedia nutrisi, substrat merupakan sumber karbon dan senyawa-senyawa bernitrogen seperti TKN, amonia, dan nitrat merupakan sumber nitrogen Ibrahim 2007. Mulyani 2012, menyatakan bahwa adanya peningkatan kadar MLSS dan penurunan kadar COD mengindikasikan laju pertumbuhan mikroorganisme berjalan dengan baik karena adanya kontak antara mikroorganisme dalam lumpur dengan substrat yang ada. Berdasarkan hasil penelitian ini, beban limbah yang dihasilkan pada pengukuran hari terakhir belum mencapai baku mutu yang ditetapkan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup 2007. Hal ini karena nilai COD, BOD, dan total nitrogen masih berada di atas baku mutu yang ditetapkan, sehingga limbah cair ini belum diperbolehkan untuk dibuang ke perairan umum. Asal pengambilan lumpur aktif ini juga kemungkinan berpengaruh pada penurunan beban limbah cair. Lumpur aktif pada penelitian ini berasal dari unit pengolahan limbah PT UNITEX yang memiliki kandungan bahan anorganik tinggi karena limbah yang diolah adalah limbah tekstil. Sehingga bakteri yang ada pada lumpur aktif tersebut belum sesuai untuk mengolah limbah cair perikanan yang memiliki kandungan organik yang tinggi.

4.3 Elektrisitas Dalam Sistem MFC