Perhitungan surplus produsen usahatani padi sawah pada kelas kemampuan

Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder terdiri dari data-data terkait dan peta yang dikeluarkan oleh instansi tertentu, seperti BPS, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, dan lainnya, serta berbagai referensi jurnal dan buku. Peta-peta yang digunakan, antara lain: 1 peta administrasi, 2 peta kemampuan fisik lahan, 3 peta sebaran penggunaan lahan untuk usahatani padi sawah, dan 4 peta jaringan irigasi atau petadata intensitas penanaman padi sawah. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani terpilih sebagai contoh dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan dalam bentuk kuesioner. Daftar pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner terkait dengan struktur input-output usahatani padi sawah pada berbagai kelas kemampuan lahan sesuai dan tidak sesuai; dan upaya-upaya yang dilakukan oleh petani untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas lahan. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratified sampling. Pengambilan contoh dengan metode stratified sampling dilakukan secara acak berdasarkan stratifikasi tertentu. Responden merupakan petani yang dipilih secara acak yang mengusahakan usahatani padi sawah pada lahan-lahan dengan kelas kemampuan fisik lahan yang sesuai untuk pertanian, yang diasumsikan juga sesuai untuk usahatani padi sawah, dan yang tidak sesuai di 42 kecamatan di Kabupaten Garut. Petani yang terpilih dianggap telah mewakili petani padi sawah lainnya dengan kriteria yang sama. Jenis pengairan lahan sawah yang dominan irigasi teknis, irigasi semi teknis atau irigasi sederhana serta rata-rata intensitas penanaman padi dalam satu tahun di masing-masing kecamatan juga dipertimbangkan dalam pengambilan contoh. Total responden contoh yang diambil dengan metode ini adalah 106 orang petani, dengan rincian 56 petani yang mengusahakan padi sawah pada lahan sesuai dan 50 petani yang mengusahakan padi sawah pada lahan yang tidak sesuai. Metode Analisis Data Analisis yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, adalah sebagai berikut: 1. Memetakan usahatani padi sawah di Kabupaten Garut berdasarkan kelas kemampuan lahan. Kabupaten Garut telah menyusun perencanaan tata ruang wilayahnya. Penataan ruang untuk berbagai alokasi penggunaan lahan, termasuk usahatani padi sawah telah dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kemampuan fisik lahan. Namun, tidak semua lahan yang tersedia untuk penggunaan lahan padi sawah sebenarnya sesuai untuk pengembangan usahatani tersebut. Karena itu, cukup banyak usahatani padi sawah yang dikembangkan pada lahan dengan kelas kemampuan lahan yang tidak sesuai untuk penggunaan tersebut. Pada penelitian ini, kelas kemampuan lahan dikelompokkan ke dalam dua kelas, yaitu kelas kemampuan lahan yang sesuai untuk pertanian, termasuk usahatani padi sawah dan yang tidak sesuai. Barus et al. 2011 menyimpulkan bahwa di Kabupaten Garut, lahan kelas II dan III merupakan lahan dengan kemampuan fisik sesuai untuk usahatani padi sawah, sedangkan lahan kelas IV sampai dengan VIII merupakan lahan dengan kemampuan fisik yang tidak sesuai untuk usahatani padi sawah. Setelah dikelompokkan menjadi dua kelas, selanjutnya dipetakan dan ditumpangtindihkan dengan peta sebaran penggunaan lahan untuk usahatani padi sawah saat ini, dan peta administrasi. Proses overlay dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS. 2. Menganalisis efisiensi atau keragaan relatif relative performance input- output usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan. Metode analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis DEA yang dikembangkan oleh CCR dengan asumsi fungsi produksi constant return to scale CRS, dan BCC dengan asumsi fungsi produksi variable return to scale VRS. Metode ini didasarkan pada pemrograman matematis atau mathematical programming untuk menentukan solusi optimal yang berkaitan dengan sejumlah kendala dengan menggunakan DEA-Solver. Efisiensi usahatani padi sawah dengan menggunakan DEA merupakan solusi dari persamaan berikut:              m i ij i s r rj r mj m j j sj s j j k m x v y u x v x v x v y u y u y u E 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 ... ... max  di mana: E m = efisiensi maksimum λ k = skor efisiensi j = lokasi usahatani padi sawah u r = pembobotan untuk ouput usahatani padi sawah ke-r y rj = jumlah output usahatani padi sawah ke-r di lokasi ke-j v i = pembobotan untuk input usahatani padi sawah ke-i x ij = jumlah input usahatani padi sawah ke-i di lokasi ke-j dengan kendala:      m i ij i s r rj r x v y u 1 1 1 untuk setiap lokasi ke-j  r u untuk r = 1...s dan  i v untuk i = 1...m asumsi CRS  r u untuk r = 1...s dan  i v untuk i = 1...m asumsi VRS Hasil DEA adalah skor efisiensi dilihat dari sisi input, yang merupakan indeks komposit dari berbagai input yang digunakan. Berdasarkan skor tersebut, dapat dihitung bagaimana target produksi dan input akan dicapai, serta potensi perbaikan yang bisa dilakukan dari sisi input dan output Fauzi dan Anna, 2005. 3. Mengestimasi nilai ekonomi usahatani padi sawah dan nilai perubahan kualitas sumberdaya lahan berdasarkan kelas kemampuan lahan. Nilai ekonomi usahatani padi sawah diestimasi melalui analisis kelayakan usahatani dan surplus produsen. Dalam analisis kelayakan, dihitung nilai net present value NPV, benefit cost ratio BCR, dan internal rate of return IRR. Rumus matematis NPV untuk usahatani padi sawah adalah sebagai berikut: NPV =       n t t t t i C B 1 1 di mana: NPV = nilai sekarang dari aliran kas, yaitu merupakan selisih antara PV manfaat dan PV biaya B t = manfaat yang diperoleh usahatani padi sawah periode waktu ke-t Rp C t = biaya yang dikeluarkan usahatani padi sawah periode waktu ke-t Rp t = 1, 2, ..., n n = jumlah bulan i = tingkat suku bunga diskonto Rumus matematis BCR untuk usahatani padi sawah adalah sebagai berikut:              n t t t t n t t t t i C i B BCR 1 1 1 1 di mana: BCR = benefit cost ratio perbandingan manfaat biaya usahatani padi sawah B t = manfaat yang diperoleh usahatani padi sawah periode waktu ke-t Rp C t = biaya yang dikeluarkan usahatani padi sawah periode waktu ke-t Rp t = 1, 2, ..., n n = jumlah bulan i = tingkat suku bunga diskonto Rumus matematis IRR untuk usahatani padi sawah adalah sebagai berikut:   NPV NPV NPV i i i IRR     di mana: i ’ = tingkat suku bunga pada saat NPV positif i ” = tingkat suku bunga pada saat NPV negatif i ”- i’ = 5 ≤ i”- i’ 1 NPV’= nilai NPV positif Nilai ekonomi sumberdaya lahan dalam usahatani padi sawah pada penelitian ini juga diestimasi dengan mengukur kesejahteraan produsen atau petani. Pendekatan yang digunakan adalah surplus produsen. Surplus produsen yang dihitung menggunakan dua asumsi, yaitu surplus produsen sebelum petani melakukan berbagai upaya perbaikan kualitas lahan dan setelah petani melakukan berbagai upaya perbaikan. Perhitungan dengan menggunakan pendekatan ini pada hakekatnya adalah menghitung luas area di atas kurva penawaran sama dengan kurva marginal cost dan di bawah garis harga area pEApmin seperti yang terlihat pada Gambar 2. Formulasi untuk menghitung resource rent atau surplus produsen adalah sebagai berikut:          X dx x MC x p SP RR di mana: RR = resource rent rente sumberdaya Rp SP = surplus produsen Rp p = harga beras Rp x = jumlah beras yang diproduksi kg MC = biaya marginal marginal cost Rp Perubahan kualitas sumberdaya lahan membawa dampak pada kegiatan usahatani padi sawah, yaitu menyebabkan adanya perubahan pada pendapatan dan biaya finansial. Nilai perubahan kualitas sumberdaya lahan diestimasi dengan menggunakan pendekatan perubahan produktivitas, yaitu dengan melihat pendapatan yang dihasilkan oleh sumberdaya lahan usahatani padi sawah dan peningkatanpenurunan pendapatan yang diperoleh. Jadi, perubahan kualitas lahan dihitung berdasarkan perubahan produksi yang dihasilkan, dikalikan dengan harga produk atau berdasarkan perubahan biaya produksi yang dikeluarkan. 4. Menentukan pola alokasi penggunaan lahan padi sawah optimal. Melalui analisis optimasi akan diperoleh pola alokasi penggunaan lahan termasuk air untuk usahatani padi sawah yang optimal. Tujuan yang ditetapkan dalam analisis ini adalah meminimumkan biaya-biaya produksi, biaya air dan biaya transportasi dengan asumsi bahwa jika biaya-biaya ini mampu diminimisasi maka akan terjadi maksimisasi pendapatan petani. Upaya untuk melakukan minimisasi biaya atau maksimisasi pendapatan petani tersebut ternyata dibatasi oleh adanya kendala yaitu keterbatasan ketersediaan lahan dan ketersediaan air. Kedua kendala ini dinamakan dengan kendala riil. Kemudian ada kendala lain yang harus dipenuhi yaitu produksi beras seluruhnya harus dapat terserap oleh pasar dan volume permintaan beras di seluruh pasar baik di kecamatan sendiri maupun di kecamatan lain harus dapat dipenuhi. Kedua kendala ini dinamakan dengan kendala sasaran. Kendala berikutnya yang juga harus dipenuhi adalah nilai produksi beras dan nilai beras yang ditransportasikan tidak boleh negatif. Kedua kendala ini dinamakan dengan kendala non negativitas. Analisis ini merupakan analisis program linier linear programming yang dilakukan dengan menggunakan software General Algebraic Modeling System GAMS. Susunan model yang dibangun adalah sebagai berikut:  Fungsi tujuan: Fungsi tujuan dalam analisis ini adalah untuk meminimumkan biaya produksi, biaya penyediaan air dan biaya pengangkutan atau transportasi beras dari satu kecamatan ke kecamatan lainnya. Secara matematis fungsi tujuan ini dapat dituliskan sebagai berikut:              m i m i m i n j ij ij i i i i Q T K W K C Z 1 1 1 1 dimana : Z : Total biaya produksi, biaya penyediaan air dan biaya transportasi Rptahun C i : Biaya satuan produksi beras di masing-masing kecamatan untuk padi sawah Rptontahun K i : Kuantitas beras yang diproduksikan di kecamatan ke-i tontahun W i : Biaya air untuk produksi beras di masing-maisng kecamatan untuk produksi beras Rptontahun T ij : Tarif angkutan beras dari kecamatan ke-i ke kecamatan ke-j di Kabupaten Garut Rpton Q ij : Total kuantitas beras yang dikirimkan dari kecamatan ke-i ke kecamatan ke-j di Kabupaten Garut tontahun  Fungsi-fungsi kendala: Kendala 1 kendala sasaran Kendala 1 ini berarti kuantitas produksi harus seimbang dengan kuantitas beras yang dikirimkan ke seluruh lokasi pasar terkait. Secara matematis fungsi kendala 1 dapat dituliskan sebagai berikut:    n j i ij K Q 1 Kendala 2 kendala riil Kendala 2 ini berarti kuantitas produksi dibatasi oleh ketersediaan lahan di lokasi produksi. Hal ini berarti kemampuan produksi dibatasi oleh luasan lahan sesuai dan tidak sesuai untuk padi sawah yang ada di lokasi produksi atau suatu kecamatan. Secara matematis fungsi kendala 2 ini dapat dituliskan sebagai berikut: i i i i Y F A e K     di mana: e : faktor konversi bobot dari gabah kering panen menjadi beras 0,5397 A i : luas baku lahan sesuai dan tidak sesuai untuk usahatani padi sawah di masing-masing kecamatan di Kabupaten Garut ha F i : intensitas penanaman padi sawah per kecamatan di Kabupaten Garut kali tanam per tahun Y i : produktivitas fisik padi sawah per kecamatan di Kabupaten Garut tonhakali tanam Kendala 3 kendala riil Kendala 3 ini berarti kuantitas produksi dibatasi oleh ketersediaan air di lokasi produksi. Hal ini berarti kemampuan suatu lahan untuk berproduksi juga dibatasi oleh ketersediaan air. Dalam penelitian ini ketersediaan air dihitung dari kebutuhan air untuk produksi beras atau virtual water for rice yang merujuk pada Sanim 2011, yaitu sebesar 3.209 m 3 ton beras dikalikan dengan kemampuan produksi beras per hektar per tahun di setiap lokasi tonhatahun dan dikalikan dengan luasan lahan sesuai padi sawah yang tersedia ha. Perhitungan ini didasarkan pada asumsi bahwa pemetaan lahan untuk usahatani padi sawah pada dasarnya juga telah mempertimbangkan ketersediaan airnya sehingga ketersediaan air di suatu lokasi dapat diduga dari luas lahan usahatani padi sawah yang tersedia. Secara matematis fungsi kendala 3 ini dapat dituliskan sebagai berikut: i i V m K   dimana : m : kebutuhan air untuk menghasilkan 1 ton beras 3.209 m 3 ton V i : volume baku air yang tersedia untuk budidaya padi sawah di masing-masing kecamatan di Kabupaten Garut m 3 Kendala 4 kendala sasaran Kendala 4 ini berarti kuantitas produksi harus mampu memenuhi permintaan lokal mauapun luar wilayah. Hal ini berarti dimungkinkan lokasi produksi di suatu kecamatan diusahakan untuk memenuhi permintaan di dalam kecamatan itu sendiri maupun permintaan di kecamatan tetangganya sepanjang itu efisien. Secara matematis fungsi kendala 4 ini dapat dituliskan sebagai berikut:    m i j ij DL Q 1 dimana : j j j P R DL    001 , DL j : Permintaan lokal terhadap beras di kecamatan ke-j tontahun R j : Rataan tingkat konsumsi beras penduduk di masing-maisng kecamatan di kabupaten Garut kgjiwatahun P j : Jumlah penduduk di masing-masing kecamatan di Kabupaten Garut jiwa Kendala 5 kendala non negativitas Kendala 5 ini berarti setiap lokasi yang memiliki lahan potensial dapat memanfaatkannya untuk produksi beras jika dianggap ekonomis atau tidak. Hal ini berarti suatu lokasi produksi di suatu kecamatan boleh tidak diusahakan atau diusahakan selama mampu memenuhi efisiensi. Secara matematis fungsi kendala 5 ini dapat dituliskan sebagai berikut:  i K Kendala 6 kendala non negativitas Kendala 6 ini berarti setiap lokasi yang memiliki lahan potensial dapat mengirimkan beras yang dihasilkannya ke pasar manapun jika dianggap ekonomis atau memenuhi permintaan lokalnya saja jika dianggap tidak ekonomis untuk mengirim ke luar. Secara matematis fungsi kendala 6 ini dapat dituliskan sebagai berikut :  ij Q 5. Memberikan masukan terhadap kebijakan pengembangan usahatani padi sawah yang berkelanjutan. Tingkat efisiensi, nilai perubahan kualitas lahan akibat penggunaan untuk usahatani padi sawah, nilai ekonomi lahan dalam usahatani padi sawah, dan pola alokasi penggunaan lahan optimal yang diperoleh melalui berbagai analisis di atas dijadikan masukan dalam menentukan kebijakan pengelolaan usahatani padi sawah yang berkelanjutan. Pengelolaan dan pengembangan usahatani padi sawah yang berkelanjutan dibahas berdasarkan hasil analisis empiris yang dilakukan dan dikaitkan dengan berbagai instrumen yuridis perundang-undangan terkait, yaitu Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6°57’34”- 7°44’57” Lintang Selatan dan 107°24’3”- 108°24’34” Bujur Timur. Secara administratif, Kabupaten Garut terdiri dari 42 kecamatan, 21 kelurahan dan 431 desa. Berdasarkan arah alirannya, sungai-sungai di wilayah Kabupaten Garut dibagi menjadi dua Daerah Aliran Sungai DAS, yaitu Daerah Aliran Utara yang bermuara di Laut Jawa dan Daerah Aliran Selatan yang bermuara di Samudera Indonesia. Daerah Aliran Selatan pada umumnya relatif pendek, sempit dan berlembah-lembah dibandingkan dengan Daerah Aliran Utara. Daerah Aliran Utara merupakan DAS Cimanuk Bagian Utara, sedangkan Daerah Aliran Selatan merupakan DAS Cikaengan dan Sungai Cilaki. Di wilayah Kabupaten Garut terdapat 33 buah sungai dan 101 anak sungai, dengan panjang sungai seluruhnya 1.397,34 km, dimana sepanjang 92 km diantaranya merupakan panjang aliran Sungai Cimanuk dengan 58 buah anak sungai Pemda Kabupaten Garut, 2010. Kondisi Fisik Wilayah Topografi dan Lereng Kabupaten Garut mempunyai ketinggian tempat yang bervariasi antara wilayah yang paling rendah, yang sejajar dengan permukaan laut hingga wilayah tertinggi di puncak gunung. Wilayah yang berada pada ketinggian 1.000-1.500 mdpl meliputi Kecamatan Cikajang, Pakenjeng, Pamulihan, Cisurupan dan Cisewu, sedangkan wilayah yang berada pada ketinggian 500-1.000 mdpl meliputi Kecamatan Pakenjeng dan Pamulihan. Wilayah yang terletak pada ketinggian 100-500 mdpl meliputi Kecamatan Cibalong, Cisompet, Cisewu, Cikelet dan Bungbulang, sedangkan wilayah yang terletak di dataran rendah pada ketinggian kurang dari 100 mdpl meliputi Kecamatan Cibalong dan Pameungpeuk. Wilayah Kabupaten Garut mempunyai kemiringan lereng yang bervariasi antara 0 –2 seluas 32.229 ha 10,51 dari luas wilayah, kemiringan lahan antara 2 –15 seluas 38.097 ha 12,43 dari luas wilayah, kemiringan lahan antara 15-40 seluas 110.326 ha 35,99 dari luas wilayah, dan lahan dengan kemiringan di atas 40 seluas 125.867 ha 41,06 dari luas wilayah. Jenis Tanah Akibat pengaruh adanya daerah pegunungan, daerah aliran sungai dan daerah dataran rendah pantai, maka tingkat kesuburan tanah di Kabupaten Garut bervariasi. Secara umum jenis tanahnya terdiri dari tanah sedimen hasil letusan gunung Berapi Papandayan dan Gunung Guntur, dengan bahan induk batuan turf dan batuan kuarsa. Pada daerah sepanjang aliran sungai, terbentuk jenis tanah aluvial yang merupakan hasil sedimentasi tanah akibat erosi di bagian hulu. Jenis tanah podsolik merah kekuning-kuningan, podsolik kuning dan regosol merupakan bagian paling luas dijumpai di wilayah Kabupaten Garut, terutama di wilayah Garut Selatan, sedangkan Garut bagian utara didomiasi oleh jenis tanah andosol. Iklim dan Curah Hujan Kabupaten Garut beriklim tropis basah humid tropical climate, dimana menurut hasil studi data sekunder, iklim dan cuaca itu dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu: pola sirkulasi angin musiman monsoonal circulation pattem, topografi regional yang bergunung-gunung di bagian tengah Jawa Barat, dan elevasi topografi dengan curah hujan rata-rata setiap tahun berkisar antara 2.589 mm dengan bulan basah 9 bulan berturut-turut dan bulan kering berkisar 3 bulan berturut-turut, sedangkan di sekelilingnya terdapat daerah pengunungan dengan ketinggian mencapai 3.500-4.000 mdpl dengan variasi temperatur bulanan berkisar antara 24°-27°C. Kemampuan Fisik Lahan Hasil penelitian Barus et al. 2011 menunjukkan bahwa kemampuan lahan di Kabupaten Garut menyebar dari lahan berkelas kemampuan II sampai dengan VIII. Tidak ditemukan lahan dengan tingkat kemampuan kelas I. Kelas kemampuan yang sesuai untuk usahatani padi sawah adalah kelas kemampuan II sampai dengan III, sedangkan yang tidak sesuai untuk padi sawah adalah kelas kemampuan IV sampai dengan VIII. Gambar 5 dan Tabel 2 menunjukkan sebaran kemampuan fisik lahan untuk mendukung usahatani padi sawah di Kabupaten Garut. Sumber: Barus et al. 2011 Gambar 5 Peta sebaran kelas kemampuan fisik lahan di Kabupaten Garut Tabel 2 Kelas dan luasan kemampuan fisik lahan di Kabupaten Garut Kelas kemampuan Faktor pembatas Luas Ha Kelas kemampuan Faktor pembatas Luas Ha II K 1.119,32 IV k 908,79 II Lk 3.520,17 IV l 17.781,26 III Be 14.439,74 IV lb 79.521,36 III k 7.132,77 IV le 3.757,09 III l 7.980,94 IV lk 2.919,68 III lbe 2.288,69 V o 171,66 III lk 10.074,88 VI e 74.645,90 III lt 874,67 VI l 12.315,81 III lte 1.637,55 VI le 1.503,88 III t 6.772,38 VII e 5.219,40 III te 1.653,46 VII l 21.696,96 III tk 2.472,26 VIII l 16.330,46 IV b 1.086,42 VIII lt 2.881,26 IV e 5.657,17 Tidak teridentifikasi Awan 155,08 Jumlah 306.519,00 Keterangan: b=batuan; e=erosi; k=kedalaman tanah; l=lereng; t=tekstur tanah o=bahaya banjir; d=drainase Sumber: Barus et al. 2011, diolah Penggunaan Lahan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Barus et al. 2011, penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Garut, secara umum berdasarkan sebarannya teridentifikasi ke dalam 14 tipe penggunaan meliputi hutan, lahan terbangun, padang rumput, perkebunan karet, perkebunan sawit, perkebunan lainnya, permukiman, pertambangan, pertanian lahan kering, pertanian lahan basah, tanah terbuka dan sungai serta tubuh air. Pertanian lahan basah, didalamnya termasuk sawah, luas lahan tersedia sekitar 45.521 ha atau sekitar 14,78 total luas pemanfaatan di wilayah Kabupaten Garut. Berdasarkan hasil identifikasi, menunjukkan bahwa pertanian lahan kering merupakan penggunaan lahan yang dominan dijumpai yaitu mencapai 41 dengan luas penggunaan sekitar 126.124 ha. Sementara penggunaan lahan hutan penggunaan saat ini sekitar 76.210 ha atau sekitar 25 total luas wilayah, permukiman dengan luas sekitar 26.442 ha. Untuk penggunaan lahan lainnya, relatif kecil proporsi luasan pemanfaatan yang mencapai kurang dari 5. Sebaran tipe penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Garut tahun 2011 tertera pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran tipe penggunaan lahan di Kabupaten Garut tahun 2011 No Tipe Penggunaan Lahan Luas ha Persentase 1 Hutan 75.805,90 24,73 2 Padang rumput 245,72 0,08 3 Perkebunan karet 10.112,12 3,30 4 Perkebunan lainnya 16.496,93 5,38 5 Perkebunan sawit 4.485,72 1,46 6 Permukiman 26.302,50 8,58 7 Pertambangan 212,06 0,07 8 Pertanian lahan kering 125.454,98 40,93 9 Pertanian lahan basah padi sawah 45.520,60 14,85 10 Sungai 27,58 0,01 11 Tanah terbuka 1.295,19 0,42 12 Tubuh air 559,70 0,18 Total ha 306.519,00 100,00 Sumber: Barus et al. 2011, diolah Kondisi Sosial dan Ekonomi Berdasarkan data Potensi Desa Kabupaten Garut tahun 2012, total jumlah penduduk Kabupaten Garut tahun 2011 adalah 2.487.113 jiwa dengan rata-rata jumlah penduduk per desa sebanyak 5.771 jiwa dan besarnya sex ratio sebesar 1,02. Sesuai dengan karakteristik wilayah Kabupaten Garut, peran sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan masih merupakan sektor andalan. Hal ini tercermin dari mata pencaharian masyarakat Garut sampai saat ini, dominan bertumpu pada sektor pertanian. Sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk di 395 desa dari total 431 desa di Kabupaten Garut adalah pertanian. Jumlah penduduk dan rumah tangga tani di Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 4. Secara nasional, Kabupaten Garut belum ditetapkan menjadi salah satu sentra produksi pangan, tetapi untuk lingkup Provinsi Jawa Barat berpotensi kuat menjadi sentra produksi padi, jagung, dan kedelai. Khusus mengenai produksi padi, Kabupaten Garut memiliki komoditas spesifik lokal yang berkembang sejak