Ind X
1
X
2
Threshold FLBP
Operator LBP
Nilai PNN
13 1 0 1 1 0 1 0 1 1
1 0 0 0
1 8
1 0.98
14 0 0 0 1 0 1 0 0 1
1 0 0 0
2 1
0.96 15
0 1 1 1 1 1 0 0 1 1
0 0 0 1
6 1
0.97 16
0 0 0 1 0 1 0 0 1 1
0 0 0 1
2 1
0.96 17
1 1 0 1 0 1 0 0 1 1
0 0 0 1
9 1
0.98 18
1 1 0 1 0 1 0 0 1 1
0 0 0 1
9 1
0.98 19
1 1 0 1 0 1 1 0 1 1
0 0 0 1
9 1
0.98 20
1 0 1 0 0 1 0 0 1 1
0 0 0 1
7 1
0.98
Hasil NSGA-II pada Tabel 2 merupakan kumpulan solusi untuk minimasi operator LBP dan threshold FLBP serta memiliki nilai peluang yang tinggi. Untuk
identifikasi pada sistem menggunakan fungsi objektif individu pertama yaitu menggunakan operator LBP 8,1 dan nilai threshold FLBP F = 2. Kumpulan
solusi lainnya dapat dijadikan alternatif dalam penentuan operator LBP dan nilai threshold FLBP identifikasi dari citra kueri.
4.3.7 Iterasi Algoritme Genetika
Jumlah iterasi yang digunakan dalam penelitian ini. Jika iterasi telah mencapai maksimum, maka proses genetik pada penelitian ini akan selesai dan
menghasilkan populasi yang lebih baik dengan keseragaman front. Spesifikasi GA secara sederhana yang digunakan dalam penelitian ini
dijelaskan pada Tabel 6. Tabel 6 Spesifikasi GA pada penelitian ini
Spesifikasi GA Keterangan
Jumlah Kromosom atau besarnya populasi N = 20, random binary string
Nilai evaluasi fx
1
= x
1
, fx
2
= x
2
, fx
3
= Probabilistic Neural Network
Jumlah gen 15 bit biner, x
1
= 10 bit, x
2
= 5 bit. Peluang pindah silang
0.9 Peluang mutasi
1n jumlah obyektif = 0.333 Metode Seleksi
Tournament Selection Pindah Silang
One Point Crossover Mutasi
Binary bit flip mutation Iterasi
50 iterasi
4.4 Pengujian Data
Identifikasi kueri citra dilakukan menggunakan NSGA-II yang memiliki tujuanobyektif sebanyak 3 tujuan, yaitu meminimasi operator LBP dan nilai
threshold FLBP serta memaksimalkan peluang klasifikasi menggunakan fungsi Probabilistic Neural Network PNN. Hasil MOGA berupa nilai operator LBP
dan nilai threshold FLBP akan digunakan untuk melakukan identifikasi kueri citra.
Data yang digunakan untuk pengujian adalah data berdasarkan nilai peluang tiap citra. Nilai peluang antar citra akan dihitung rata-rata citra yang kemudian
dijadikan nilai threshold rataan untuk mengeliminasi citra yang memiliki peluang lebih kecil. Rataan peluang tiap kelas dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7 Rataan peluang citra setiap kelas
Kelas Rataan
Kelas Rataan
Kelas Rataan
1 0.96
11 0.85
21 0.90
2 0.86
12 0.87
22 0.87
3 0.91
13 0.85
23 0.86
4 0.93
14 0.80
24 0.89
5 0.86
15 0.88
25 0.79
6 0.93
16 0.84
26 0.85
7 0.89
17 0.85
27 0.93
8 0.97
18 0.86
28 0.96
9 0.93
19 0.87
29 0.94
10 0.89
20 0.92
30 0.91
Citra yang memiliki nilai peluang lebih kecil dari nilai peluang kelasnya tidak akan terpilih untuk dijadikan data latih dan data uji. Data latih yang
digunakan masing-masing kelas digunakan sebanyak 29 citra. Data uji yang digunakan masing-masing kelas memiliki jumlah yang berbeda dapat dilihat pada
Tabel 8. Tabel 8 Jumlah Citra Uji Tiap Kelas
Kelas Jumlah Citra
Kelas Jumlah Citra
Kelas Jumlah Citra
1 7
11 5
21 5
2 7
12 5
22 4
3 9
13 8
23 6
4 5
14 4
24 6
5 6
15 10
25 7
Kelas Jumlah Citra
Kelas Jumlah Citra
Kelas Jumlah Citra
6 6
16 6
26 7
7 6
17 5
27 4
8 3
18 9
28 5
9 5
19 7
29 2
10 6
20 5
30 7
Data citra uji yang telah ditentukan akan dilakukan optimasi menggunakan NSGA-II untuk mendapatkan nilai threshold FLBP dan operator LBP. NSGA-II
menghasilkan nilai threshold FLBP dan operator LBP yang berbeda-beda walaupun dalam kelas citra yang sama.
Nilai threshold FLBP yang digunakan ialah dari 1 sampai dengan 10. Nilai threshold FLBP merupakan nilai Δp
i
selisih antara piksel pusat dan piksel tetangga dimana jika Δp
i
besar maka nilai threshold FLBP akan bernilai besar dan sebaliknya Gambar 21.
1
-F F
ΔPi 1
-F F
ΔPi M
M
1
M M
1
a b
Gambar 21 Nilai threshold FLBP dan Δpi , a nilai threshold FLBP kecil, nilai selisih kecil b nilai threshold FLBP besar, nilai selisih besar
Operator LBP merupakan obyektif berikutnya yang menjadi pertimbangan tujuan minimalisasi dalam penentuan nilai akhir NSGA-II. Menurut Ojala 2002
operator LBP 8,1 memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan operator LBP 16,2, hal tersebut menyatakan bahwa operator LBP 8,1 dapat
mengekstrak fitur dengan baik. Kecilnya ukuran blok yang digunakan pada operator LBP 8,1 membuat proses pembacaan tekstur menjadi lebih detail
sehingga bisa lebih membedakan tekstur antar kelas dan memiliki waktu komputasi yang lebih kecil.
Hasil pengujian setiap data uji menggunakan NSGA-II dapat dilihat pada Tabel 9 dengan identifikasi berdasarkan operator serta nilai threshold FLBP.
Tabel 9 Nilai threshold FLBP dan jumlah yang diidentifikasi NSGA-II pada setiap kelas citra
Kelas Citra Threshold FLBP pada
Operator LBP 8,1
Threshold FLBP pada Operator LBP
8,2 Jumlah
Benar Jumlah
Citra Akurasi
1 2, 3, 8, 10
- 77
100 2
7 10
77 100
3 2, 5, 8, 9
2, 10 99
100 4
6,8,9 -
45 80
5 3,10
10 46
66.67 6
4,5,8 2,10
66 100
7 5,8
9,10 66
100 8
5,7,10 -
33 100
9 4,9,10
10 55
100 10
7,8 2,9,10
66 100
11 10
10 36
60 12
3,5,7,8 -
45 80
13 4, 8, 9,10
- 48
50 14
2 2,10
34 75
15 2,5,7
10 610
60 16
7,9 2,9
66 100
17 2,5
7,9,10 55
100 18
3,7,8 2
59 55.56
19 2,9
9,10 67
85.71 20
2,4,5,6,7 -
55 100
21 6
2,10 45
80 22
2,6,10 -
34 75
23 8,9
2 56
83.33 24
9 2,10
36 50
25 2,5,6,9
- 47
57.14 26
10 2,4
57 71.43
27 5
2 34
75 28
2,7,8 2,8
55 100
Kelas Citra Threshold FLBP pada
Operator LBP 8,1
Threshold FLBP pada Operator LBP
8,2 Jumlah
Benar Jumlah
Citra Akurasi
29 7
10 22
100 30
8,9 2,10
57 71.43
Pada Tabel 9 nilai threshold dan operator LBP merupakan nilai yang teridentifikasi benar oleh sistem. Pemilihan nilai threshold FLBP dan operator
LBP menggunakan NSGA-II pada identifikasi tumbuhan obat mampu menghasilkan nilai akurasi yang lebih baik, terlihat banyaknya kelas yang
teridentifikasi 100. Persentase akurasi yang dimiliki untuk pengujian data sebesar 66.3 untuk penggunaan operator LBP 8,2 dan nilai threshold FLBP F
= 4, sedangkan menggunakan pemilihan operator LBP dan nilai threshold FLBP yang dilakukan metode NSGA-II memiliki persentase akurasi sebesar 82.54.
Hal ini membuktikan bahwa berbedanya nilai threshold FLBP dan operator LBP tiap citra mempengaruhi persentase akurasi yang dimiliki dengan adanya
peningkatan sebesar 16. Perbandingan persentase akurasi operator LBP dan nilai threshold FLBP
tetap dengan pemilihan operator LBP dan threshold FLBP menggunakan NSGA- II dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Perbandingan akurasi FLBP dan FLBP + NSGA-II Penentuan histogram FLBP dipengaruhi kandungan nilai piksel yang
dimiliki citra dan perbedaan antar kandungan nilai piksel yang dikenal dengan nilai threshold. Tabel 9 menjelaskan bahwa setiap kelas citra memiliki nilai
threshold FLBP yang berbeda untuk dilakukan proses identifikasi. Perbedaan nilai threshold dapat dipengaruhi oleh variasi citra antar kelas, dari perbedaan
100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Perbandingan Akurasi FLBP dan FLBP+NSGA‐II
komposisi pencahayaan yang dapat mempengaruhi kandungan nilai, serta kualitas kamera yang digunakan.
Variasi nilai threshold hasil NSGA-II sangatlah beragam, dengan analisa penentuan yaitu dengan besar atau kecilnya rentang fuzzy. Kelas 2 hanya
menggunakan dua nilai threshold FLBP yaitu F = 7 dan F = 10, yang menjelaskan bahwa rentang nilai threshold FLBP yang digunakan besar. Besarnya
nilai threshold dalam suatu citra menjelaskan bahwa perubahan nilai kandungan piksel citra memiliki perbedaan yang bernilai besar. Perbedaan kandungan nilai
piksel yang besar memiliki arti nilai kontras citra yang tinggi. Hal ini dapat dikatakan bahwa nilai threshold dan kontras citra berbanding lurus. Contoh lain
yang kontras citra uji yang berbanding lurus dengan nilai threshold FLBP ditunjukan pada Tabel 10.
Tabel 10 Contoh hasil variabel obyektif nilai threshold FLBP NSGA-II
Citra Nilai Threshold FLBP
7 10
2 10
Konsep lainnya mengenai nilai threshold ialah jika citra tersebut memiliki kandungan nilai yang seragam serta tekstur yang homogen maka akan lebih baik
menggunakan nilai threshold yang kecil. Hasil penentuan nilai threshold lainnya ialah Kelas 11 dimana memiliki nilai threshold yang besar yaitu F = 10 untuk
identifikasi yang benar, sedangkan sisa citra uji yang lain menggunakan F = 8 dan F = 2 tidak teridentifikasi secara benar. Citra pada kelas 11 memiliki
kandungan nilai yang hampir seragam secara keseluruhan akan tetapi untuk warna tulang daun yang putih serta kebanyakan citra memiliki warna kuning dibagian
tertentu Gambar 23. Hal tersebutlah yang mengakibatkan lebih baik
menggunakan nilai threshold yang besar untuk mengantisipasi perubahan warna yang signifikan dari citra.
Gambar 23 Citra Kelas 11 Jeruk Nipis Citrus aurantifolia Swingle Hasil lain yang teridentifikasi benar ialah kelas 7, Pegagan Centella
asiatica,Linn, Urban. Kelas ini menggunakan rentang nilai thresholdo besar, akan tetapi pada kenyataannya kandungan nilai citra memiliki nilai seragam dan
tekstur homogen, yang seharusnya menggunakan threshold kecil. Kelas lainnya yang memiliki rentang threshold yang besar dengan nilai citra homogen dapat
dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24 Citra homogen dengan nilai threshold besar. Kandungan nilai piksel yang seragam pada suatu citra menyatakan bahwa
tekstur yang dimiliki tidak terlalu kompleks. Sedangkan kandungan nilai yang beragam menyatakan bahwa citra tersebut memiliki tekstur yang kompleks.
Berdasarkan Tabel 9 pemilihan operator LBP yang tepat dapat mempengaruhi nilai akurasi pada sistem identifikasi. Terlihat pada kelas 23 Remak Daging
yaitu Gambar 25 yang awalnya memiliki akurasi sebesar 30 menggunakan operator LBP 8,2, mengalami peningkatan sebesar 53.33 dengan operator LBP
8,1.
Kelas 23 Remak Daging
Excecaria bicolor Hassk
Gambar 25 Jenis tumbuhan obat kelas 23 Remak Daging. Perbedaan pemilihan operator dapat terlihat pada Tabel 11. Citra yang
memiliki tekstur komplek memerlukan operator LBP kecil, sedangkan jika citra