Pengujian Data HASIL DAN PEMBAHASAN
memiliki keseragaman tekstur maka operator LBP yang lebih besar menjadi pilihan yang lebih tepat.
Tabel 11 Nilai operator LBP yang berbeda dalam kelas yang sama.
Citra Operator
LBP Citra
Operator LBP
8,1 8,1
8,1 8,1
8,2 8,1
8,2 8,2
8,1 8,2
Kelas citra yang dominan menggunakan operator LBP yang besar ialah kelas 21 Nanas Kerang, Rhoeo discolor L.Her Hance, dimana kelas tersebut
memiliki warna yang seragam, serta tekstur yang homogen. Kelas citra lainnya ialah kelas 10 Iler, Coleus scutellarioides, Linn, Benth, kelas 17 Mangkokan,
Nothopanax scutellarium Merr., dan kelas 26 Cincau Hitam, Mesona Palustris dominan menggunakan operator LBP yang berukuran besar yaitu 8,2. Citra
kelas tersebut dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26 Kelas citra menggunakan dominan operator LBP 8,2 Nilai operator LBP yang dihasilkan NSGA-II bisa juga hanya memiliki satu
nilai saja seperti pada kelas 1, kelas 4, kelas 8, kelas 12, kelas 13, kelas 20, kelas 22, dan kelas 25 yang menggunakan operator 8,1. Kecilnya nilai operator yang
menyatakan semakin detail dalam pembacaan fitur dari citra tidak menjamin dapat mengidentifikasi dengan benar, hal tersebut terlihat pada kelas 13 yang memiliki
akurasi kelas sebesar 50. Citra kelas 13 memiliki tekstur daun yang halus dan licin terlihat mengkilapnya daun ketika terdapat cahaya. Hal tersebut yang
mempersulit pembacaan tekstur walaupun menggunakan operator yang kecil, faktor kandungan nilai piksel dikarenakan pantulan cahaya dari daun.
Threshold FLBP dan operator LBP hasil NSGA-II dijadikan parameter ekstraksi untuk identifikasi citra. Hasil ekstraksi kemudian diklasifikasi
menggunakan PNN dengan pengambilan nilai PNN yang maksimum sebagai penentuan identifikasi. NSGA-II menggunakan nilai PNN sebagai penentu akurasi
yang tinggi. Contoh citra yang teridentifikasi benar dengan peluang tinggi yaitu pada kelas 9 Kemangi Tabel 12.
Tabel 12 Contoh kelas 9 Kemangi yang diidentifikasi
Operator LBP Threshold FLBP Nilai PNN 1
3 0.94
2 10
0.96 1
10 0.96
1 9
0.96 1
9 0.96
Nilai PNN tidak menjadi acuan utama citra teridentifikasi dengan benar. Tingginya nilai PNN bisa menjadi tingginya peluang kesalahan dalam identifikasi.
Contoh citra yang memiliki peluang tinggi yaitu kelas 13 Gadung China akan tetapi teridentifikasi ke kelas yang salah Tabel 13.
Tabel 13 Contoh kelas 13 Gadung China yang diidentifikasi Citra
Nilai PNN Identifikasi
0.89 Gadung Cina
0.91 Jambu Biji
Pada Tabel 13 menjelaskan bahwa tidak semua peluang tinggi dapat mengidentifikasi dengan benar. Nilai PNN dengan peluang lebih kecil dapat
mengidentifikasi dengan benar.
Nilai threshold, operator LBP, dan Nilai PNN merupakan kombinasi acuan dari hasil NSGA-II. Ketiganya memiliki pengaruh yang sama, dimana ingin
meminimum serta memaksimumkan nilai masing-masing. Maka dari itu NSGA-II akan menentukan nilai threshold, serta operator LBP setiap citra uji yang
seminimum mungkin dan memiliki nilai peluang yang semaksimal mungkin. Kombinasi hasil NSGA-II dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Kombinasi hasil NSGA-II
Operator LBP Threshold FLBP Nilai PNN 1
3 0.94
1 10
0.96
Telihat pada Tabel 14 pada baris pertama hasil NSGA-II memiliki nilai threshold yang minimum, serta menggunakan operator yang paling kecil yaitu
8,1, dan memiliki nilai PNN yang tinggi. Sedangkan untuk baris kedua, memiliki nilai threshold FLBP yang maksimum, akan tetapi nilai PNN memiliki
nilai yang lebih tinggi dari baris pertama, sehingga kombinasi dari ketiganya memiliki kesimbangan peluang optimalisasi yang sama.
4.5 Analisa Hasil Uji 4.5.1 Uji Signifkansi Metode FLBP dan FLBP Menggunakan NSGA-II Uji
Statistik t
Uji statistik t pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui besar pengaruh kinerja metode pengukuran citra dengan ektraksi FLBP tanpa NSGA-II
dan ekstraksi FLBP menggunakan NSGA-II. Uji statistik ini pun digunakan untuk menentukan apakah ada perbedaan antar dua metode atau sampel. Uji statistik t
yang digunakan ialah uji t berpasangan Paired t-test Herdiyeni 2010. Dengan kata lain uji t-paired atau uji perbedaan dilakukan untuk membandingkan metode
ekstraksi FLBP sebelum menggunakan NSGA-II dan sesudah menggunakan NSGA-II.
Uji t berpasangan pada penelitian ini menggunakan uji t-student dengan derajat bebas n-1.
� = � − �
� �
~ �
Dimana nilai n adalah jumlah pasangan sampel, d adalah selisih antar sampel yang berpasangan, � adalah rataan selisih antar sampel yang berpasangan,
D adalah rataan selisih populasi, dan S
d
adalah simpangan baku selisih sampel standard deviation. Simpangan baku selisih sampel dinyatakan dengan,
� =
� − � � − 1
Untuk uji tingkat signifikansi menggunakan nilai pasti tingkat signifikansi α = 0.05 dengan sebaran t
95
yang bernilai 2.131. Dari nilai uji statistik dan nilai tingkat signifikansi maka kriteria pengambilan keputusan pada uji t berpasangan
menggunakan hipotesis H dan H
1
. Dimana H akan ditolak jika nilai uji statistik
berada lebih kecil dan sama dengan nilai tingkat signifikansi α, yang berarti menerima H
1
. Uji hipotesis dapat dinyatakan dengan, H
: D = 0, artinya kinerja metode tidak berbeda sama. H
1
: D ≠ 0, artinya kinerja metode berbeda. Tabel 15 Hasil Uji t berpasangan nilai akurasi setiap kelas
Uji Pasangan
Metode Perbedaan Pasangan
t df
Sig. 2-tailed
Rataan �
Std. Dev s
Rataan Std. Error
Selang Kepercayaan 95
Batas Bawah
Batas Atas
M1 – M2 -0.149
0.171 0.03
-0.22 -0.08
-4.76 29
4.88 x 10
-5
Hasil uji statistik pada Tabel 15 memperoleh hasil bahwa metode 2 FLBP dengan NSGA-II berbeda dengan metode 1 FLBP tanpa NSGA-II. Perbedaan
ini ditunjukan dari nilai signifikansi 2-tailed yang dihasilkan bernilai lebih kecil dari α = 0.05 yaitu sebesar 4.88 x 10
-5
. Hasil ini menunjukan bahwa H ditolak
yang berarti menerima H
1
, yang artinya metode 2 berbeda nyata dengan metode 1. Dari hasil akurasi yang dihasilkan terbukti metode 2 memiliki hasil yang lebih
baik dari metode 1.