Sejarah Hukum Laut Internasional

BAB II YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI ATAS WILAYAH LAUT

BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL

A. Sejarah Hukum Laut Internasional

Sejak laut dipakai untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan seperti penangkapan ikan, dan kekayaan alam, sejak itu pulalah ahli-ahli hukum mulai mencurahkan perhatianya pada hukum laut. Pada abad ke- 12 telah dikenal beberapa kompilasi dari peraturan- peraturan yang dipakai di Eropa, seperti kompilasi dari hakim-hakim, kapten-kapten kapal dan pedagang- pedagang ternama yang diterbitkan pada tahun 1494 dan dinamakan “consolato del mare” Konsulat dari Lautan. 26 Kemudian pada abad ke-16 dan ke 17 keinginan untuk menguasai lautan merupakan hal yang diperebutkan oleh negara-negara maritim di Eropa yaitu: Spanyol dan Portugis tahun 1949. Perjanjian ini dalam perkembanganya memproleh tantangan dari Inggris dibawah kepemimpinan Ratu Elizabeth yang mengkehendaki kebebasan di lautan. Dalam konteks ini Ratu Elizabeth I pernah berkata: “Penggunaan laut dan udara adalah bebas bagi semua orang dan oleh karena jenisnya yang khusus, laut tidak akan dapat dimiliki oleh siapa pun dan oleh negara manapun juga” 27 26 Albert W. Koers.Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, Gadjah Mada University Press,1994. hal 76 27 Mirza Satria Buana,S.H,, Op.Cit , hal 66 Dari doktrin di atas bisa disimpulkan bahwa Inggris di bawah kepemimpinan Ratu Elizabeth I mengakui kebebasan mutlak atas laut. Selain Inggris, Belanda juga dengan tegas menentang praktik-praktik monopoli Spanyol dan Portugis atas laut, yang tercermin dalam karangan Ahli Hukum Belanda yang bernama Grotius pada tahun 1609 yang berjudul Mare Liberumm Laut yang bebas. Adapun alasan-alasan yang dipakai Grotius untuk menentang monopoli Spanyol dan Portugis, adalah: 1. Grotius berpendapat bahwa, Laut adalah unsur yang bergerak dengan cair, orang-orang tidak bisa secara permanen tinggal dilautan, laut hanya digunakan sebagai tempat singgah dan jalur transportasi dalam rangka keperluan- keperluan tertentu dan kemudian kembali lagi ke daratan. Sedangkan di darat manusia bisa hidup dan berkembang secara permanen, melakukan kekuasaan secara efektif dan berkelanjutan. Oleh karena itu laut tidak bisa dimiliki oleh siapa pun res extra commercium. Laut tidak dapat berada dibawah kedaulatan negara mana pun di dunia ini dan laut menjadi bebas. 2. Sebagai seorang Ahli Hukum yang beraliran Hukum Alam, Grotius mendasarkan prinsipnya dengan memakai falsafah hukum alam, yang berbunyi: “ Tuhan menciptakan bumi ini sekalian dengan laut-lautnya,dan ini berarti agar bangsa-bangsa di dunia dapat berhubungan satu sama lain untuk kepentingan berhembus bersama, angin berhembus dari segala jurusan dan membawa kapal-kapal ke seluruh pantai benua. Hal ini menandakan bahwa laut itu bebas dan dapat digunakan oleh siapa pun.” 28 28 Boer Hauna, Pengertian,Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung: Penerbit Alumni , 2000. hal 77. Prinsip Grotius pada awalnya mendapat dukungan dari Inggris untuk menjegal langkah Spanyol dan Portugis yang terobsesi untuk menguasai lautan. Tetapi, beberapa waktu kemudian pada zaman kepemimpinan Raja James I 1960 sikap inggris mulai berubah terhadap Belanda, Inggris menjadi lebih ketat dalam menjaga Laut Utara, nelayan dan pedagang Belanda dan Perancis dilarang untuk berlayar dan beraktivitas di Laut Utara. Kondisi dan perkembangan terbaru seperti ini akhirnya menimbulkan perdebatan yuridis yang sangat sengit antara yurist Belanda Grotius yang mempertahankan Mare Liberum dengan pembelaan selden dari Inggris yang bergejolak dalam bukunya Mare Clausum. Dalam prinsip selden disebutkan bahwa ada 3 tiga macam laut, yaitu: 1 Laut yang berbatasan dengan pantai, 2 Laut lepas, 3 Laut milik Inggris. Yang dimaksud selden dengan laut Inggris adalah Laut yang membentang dari pantai Inggris sampai ke dekat pantai Spanyol Selatan. Hal ini tentu saja menuai protes dari negara-negara lain. Tetapi pada Abad ke-18, Inggris di bawah komando Ratu Anne mulai melunak. Dikarenakan pada saat itu inggris menjadi negara yang kuat di lautan negara maritim, sadar dengan kemampuan negaranya yang tidak bisa ditandingi di Eropa, Ratu Anne pun tidak lagi menuntut hak-hak khusus di lautan dan mulai memberikan kebebasan di lautan. Sejak berakhirnya Perang Dunia I dan Perang Dunia II negara-negara di seluruh belahan dunia menjadi sadar akan potensi positif dan negatif dari laut, dan menyadari pula bahwa laut harus diatur sedemikian rupa supaya berbagai kepentingan negara-negara atas laut dapat terjaga 29 29 Mirza Satria Buana,S.H,, Op.Cit . hal 68 . Dari pengalaman itulah negara-negara menganggap hal ini penting dan sepakat untuk membentuk suatu aturan hukum yang kemudian dikenal dengan sebutan hukum laut internasional. Hukum laut internasional adalah asas-asas atau kaedah-kaedah yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara yang berkenaan dengan laut, baik laut yang berada di dalam wilayah maupun laut di luar wilayah atau laut lepas, baik dalam aktivitas dalam pemanfaatanya maupun akibat negatif dari pemanfaatnya. 30 Kepentingan-kepentingan dunia atas hukum laut yang telah terlihat dalam perjalanan sejarah dunia mencapai puncaknya pada abad ke-20. Modernisasi dan Globalisasi dalam segala bidang kehidupan, bertambah pesatnya perdagangan dunia, tambah canggihnya komunikasi internasional, dan pertambahan penduduk dunia, kesemuanya itu telah membuat dunia membutuhkan suatu pengaturan dan tatanan hukum laut yang lebih sempurna. 31 1. The Hague Codification Conference in 1930 Konferensi Kodifikasi Den Haag 1930 di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa Di dalam dekade-dekade dari Abad ke-20 telah empat kali diadakan usaha- usaha untuk memproleh suatu himpunan hukum laut yang menyeluruh, yaitu: Konvensi ini adalah Konvensi pertama yang membahas tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara pantai atas laut. Tetapi Konvensi ini gagal menghasilkan ketetapan-ketetapan internasional dikarenakan tidak terdapatnya 30 Pengertian, sejarah dan perkembangan hukum laut internasional, sebagaimana dimuat dalam http:qiechester.blogspot.com201306pengertian-sejarah-dan- perkembangan.html?m=1 Diakses pada tanggal 17 februari 2015 pukul 16:00 WIB. 31 Mirza Satria Buana,S.H,, Op.Cit . hal 69 persesuaian paham tentang lebar laut teritorial dan pengertian mengenai zona tambahan. 32 2. The UN Conference on the law of the sea in 1958 Konferensi PBB tentang Hukum Laut Konvensi kedua atau Konvensi pertama yang diselengarakan dibawah naungan PBB adalah Konvensi Hukum Laut 1958 di Jenewa, yang mana Konvensi ini merupakan tahap yang penting dan bersejarah bagi perkembangan Hukum Laut Kontemporer, karena berhasil menghasilkan 4 empat kesepakatan internasional, seperti: a. Convention on the Territorial Sea and Contigious Zone Konvensi tentang laut teritorial dan zona tambahan b. Convention on the High Sea Konvensi tentang laut lepas. c. Convention on Fishing amd Conservation of the Living Resources of the High Sea Konvensi tentang perikanan dan kekayaan alam hayati di laut lepas d. Convention on Continental Shelf Konvensi tentang Landas dan Kontinen. 33 Walaupun konvensi ini dinilai sukses , namun hal tersebut tidak lepas dari kegagalan menentukan lebar laut teritorial negara-negara pantai sehingga belum ada keseragaman pendapat tentang itu. 3. The UN Conference on the Law of the Sea in 1960 Konferensi PBB tentang Hukum Laut 1960 32 P. Joko Subagyo, Op.Cit. hal 3 33 Boer Hauna, Op.Cit. hal 181. Konvensi PBB tahun 1960 secara singkat dilakukan untuk membahas permaslahan yang belum selesai dalam Konvensi yang terdahulu Konvensi 1958 tentang lebar laut teritorial. Namun karena kurang 1 suara dalam proses pemungutan suara yang mengakibatkan konvensi ini gagal mengahasilkan konvensi tentang laut teritorial. 4. The UN Conference on The Law of the Sea in 1982 Konferensi Hukum Laut 1982 Konvensi Hukum Laut 1982 adalah puncak karya dari PBB tentang Hukum Laut , yang disetujui di Montego Bay, Jamaika, pada 10 Desember 1982, pada sidangnya yang ke-11. Konvensi Hukum Laut dengan hasil gemilang ini ditandatangani oleh 119 negara. Konvensi Hukum Laut 1982 terdiri dari 17 bagian dan 9 Annex. Konvensi ini dianggap sebagai karya hukum masyarakat internasional yang terbesar di abad ke-20. Selain yang terbesar, konvensi ini dianggap sebagai konvensi yang terpanjang, dan juga yang terpenting dalam sejarah hukum internasional. Dianggap sebagai yang terbesar karena konvensi ini diikuti oleh lebih dari 160 negara, dengan sekitar 4.500 anggota delegasi dengan beragam disiplin dan kompetensi keilmuan seperti diplomat, ahli hukum , ahli pertambangan, ahli perikanan, perkapalan, aktivis lingkungan hidup dan berbagai profesi lain. Terpanjang, karena Konvensi ini berlangsung selama lebih dari 9 Sembilan tahun, dari Desember 1973 sampai dengan penandatanganan persetujusn konvensi September 1982, yang secara keseluruhan melaksanakan 12 kali sidang. Terpenting, karena konvensi ini adalah hasil dari kemauan bersama negara-negara di dunia untuk berhasil meskipun banyak dan rumitnya masalah-masalah yang dihadapin. 34

B. Pengertian Yurisdiksi Negara Pantai

Dokumen yang terkait

Pengaturan Hukum Internasional Illegal Fishing Oleh Nelayan Asing Pada Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

13 99 128

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA (Studi pada Polisi Air Laut (Polair) Polda Lampung)

2 14 57

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN IKAN OLEH KAPAL ASING DI WILAYAH HUKUM LAUT INDONESIA

1 15 54

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DITINJAU DARI KONVENSI HUKUM LAUT 1982.

0 0 6

SENGKETA PERBATASAN LAUT ANTARA INDONESIA-MALAYSIA PADA BLOK AMBALAT DI TINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL.

0 1 16

BAB II YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI ATAS WILAYAH LAUT BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL A. Sejarah Hukum Laut Internasional - Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di Wilayah Laut Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Laut Internasional

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di Wilayah Laut Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Laut Internasional

0 0 17

Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di Wilayah Laut Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Laut Internasional

0 0 13

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL (STUDI KASUS KAPAL KWAY FEY 10078 BERBENDERA TIONGKOK). - UNS Institutional Repository

0 1 12

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI ILLEGAL FISHING OLEH KAPAL ASING DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL (UNCLOS 1982) - Unissula Repository

0 1 27