perikanan wajib mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengenai persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan.
Sedangkan pasal 7 ayat 2 huruf e menyebutkan setiap orang yang melakukan
usaha danatau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengenai sistem pemantauan kapal
perikanan Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, saat ini tengah fokus dilakukan penanganan terhadap tersangka dan barang bukti berupa kapal dan ikan
yang diangkut. Proses hukum berupa penyidikan dilakukan oleh Lantamal XI Ambon. Sebelumnya juga telah dilakukan penyidikan awal berupa pemeriksaan
berkas oleh Pengawas Pegawai Negeri Sipil PPNS Stasiun PSDKP Tual.
89
B. Dampak Kegiatan Pencurian Ikan Melanggar hukum , Tidak Diatur dan
Tidak Dilaporkan Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing bagi
Indonesia
Potensi sumberdaya hayati laut yang terbesar adalah perikanan. Dalam dekade 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa eksploitasi dan eksplorasi hasil
perikanan di Indonesia menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Tetapi selain berpotensi, kegiatan yang membarengi eksplorasi di laut adalah kegiatan
tindak pidana perikanan yang sangat merugikan Indonesia
90
89
Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, kkp tangkap kapal asing illegal berbendera panama sebagaimana dimuat dalam http:kkp.go.idindex.phpperskkp-
tangkap-kapal-asing-ilegal-berbendera-panama, Diakses pada tanggal 17 maret 2015
90
Dr. Dina Sunyowati,SH.,MHum, Dampak Kegiatan IUU-Fishing Di Indonesia , Disampaikan pada Seminar Nasional “ Peran dan Upaya Penegak Hukum dan Pemangku
Kepentingan Dalam Penanganan dan Pemberantasan IUU Fishing di Wilayah Perbatasan Indonesia”.Kerjasama Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dengan Universitas
Airlangga Surabaya, 22 September 2014
. Menurut Badan
Pangan dan Pertanian Dunia Food and Agriculture Organization FAO, kegiatan tindak pidana perikanan disebut dengan istilah Illegal, Unregulated, and
Unreported Fishing IUU-Fishing, yang berarti bahwa penangkapan ikan dilakukan secara illegal, tidak dilaporkan dan tidak sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan. Secara spesifik kegiatan IUU Fishing di Indonesia dikategorikan ke dalam 3 kelompok, yaitu kegiatan perikanan melanggar hukum illegal
fishing, kegiatan perikanan tidak dilaporkan unreported fishing, dan kegiatan perikanan tidak diatur unregulated fishing.
1. Kegiatan Perikanan Melanggar Hukum Illegal Fishing
Berdasarkan pada dokumen IPOA-IUU Fishing, maka yang dimaksud kegiatan perikanan yang dianggap melanggar hukum adalah:
a. kegiatan perikanan oleh orang atau kapal asing di perairan yang menjadi
yurisdiksi suatu negara, tanpa izin dari negara tersebut, atau bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan;
b. kegiatan perikanan yang dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu
negara yang menjadi anggota dari satu organisasi pengelolaan perikanan regional, akan tetapi dilakukan melalui cara yang bertentangan dengan
pengaturan mengenai pengelolaan dan konservasi sumber daya yang diadopsi oleh organisasi tersebut, dimana ketentuan tersebut mengikat bagi negara-
negara yang menjadi anggotanya, ataupun bertentangan dengan hukum internasional lainnya yang relevan;
c. kegiatan perikanan yang bertentangan dengan hukum nasional atau kewajiban
internasional, termasuk juga kewajiban negara-negara anggota organisasi pengelolaan perikanan regional terhadap organisasi tersebut
2.
Kegiatan Perikanan Tidak Dilaporkan Unreported Fishing
Berdasarkan dokumen IPOA-IUU Fishing International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing, yang dimaksud dengan kegiatan
perikanan yang dikategorikan tidak dilaporkan adalah: a.
kegiatan perikanan yang tidak dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar, kepada otoritas nasional yang berwenang, yang bertentangan dengan hukum
dan peraturan perundangundangan; b.
kegiatan perikanan yang dilakukan di area kompetensi RFMO yang belum dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar, yang bertentangan dengan
prosedur pelaporan dari organisasi tersebut. Kegiatan perikanan yang tidak dilaporkan unreported fishing yang sering
terjadi di Indonesia umumnya berkaitan dengan data produksi. Hingga saat ini masih ada kapal-kapal penangkap ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan
yang sesungguhnya atau melaporkan hasil tangkapan dengan tidak benar. Umumnya hal ini dilakukan untuk menghindari pembayaran pungutan atas usaha
yang dilakukan. Selain hal tersebut, kegiatan perikanan yang tidak dilaporkan yaitu:
1 pemindahan hasil tangkapan di tengah laut atau sea transhipment tanpa
didatadilaporkan kepada aparat yang berwenang;
2 para pelaku tidak melaporkan hasil tangkapannya, untuk menghindari
pembayaran pungutan atas usaha yang dilakukan; 3
kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan tidak melapor di pelabuhan pangkalan kapal sesuai izin yang diberikan;
4 kapal penangkap ikan langsung dari laut membawa ikan hasil tangkapan
ke luar negeri.
3. Kegiatan Perikanan Tidak Diatur Unregulated Fishing
Berdasarkan dokumen IPOA, yang dimaksud dengan kegiatan penangkapan ikan yang dikategorikan tidak diatur adalah:
a. kegiatan perikanan yang dilakukan di area kompetensi RFMO yang relevan
yang dilakukan oleh kapal tanpa kebangsaan, atau oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang tidak menjadi anggota dari organisasi
tersebut, atau oleh perusahaan perikanan, yang dilakukan melalui cara yang bertentangan dengan pengaturan konservasi dan pengelolaan organisasi
tersebut; b.
kegiatan perikanan yang dilakukan di wilayah perairan atau untuk sediaan ikan dimana belum ada pengaturan konservasi dan pengelolaan yang dapat
diterapkan, yang dilakukan melalui cara yang bertentangan dengan tanggung jawab negara untuk melakukan konservasi dan pengelolaan sumber daya alam
hayati laut sesuai dengan ketentuan hukum internasional. Kegiatan perikanan yang tidak diatur unregulated fishing di Indonesia adalah aktifitas sport
fishing
Banyaknya kasus IUU Fishing di Indonesia, pada dasarnya tidak lepas dari masih lemahnya penegakan hukum dan pengawasan di Perairan Indonesia,
terutama terhadap pengelolaan sumberdaya alam hayati laut, serta ketidaktegasan aparat dalam penanganan para pelaku illegal fishing. Berdasarkan Pasal 85 jo
Pasal 101 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan dinyatakan secara tegas bahwa pelaku illegal fishing dapat dikenai ancaman hukuman penjara
maksimal 5 tahun. Tetapi terdapat kelemahan dari undang-undang Perikanan tersebut, yaitu kurang memperhatikan nasib nelayan dan kepentingan nasional
terhadap pengelolaan sumber daya laut. Sebab, pada Undang-Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 terdapat celah yang memungkinkan nelayan asing
mempunyai kesempatan luas untuk mengeksploitasi sumber daya perikanan Indonesia. Khususnya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ZEEI. Pada Pasal
29 ayat 1, dinyatakan bahwa usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan, hanya boleh dilakukan oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum
Indonesia. Selanjutnya pada ayat 2, kecuali terdapat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan kepada orang atau badan hukum asing yang
melakukan penangkapan ikan di ZEE, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban negara Indonesia berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan
hukum intenasional. Selain itu, pemerintah juga harus mempercepat terbentuknya pengadilan perikanan yang berwenang menentukan, menyelidiki, dan
memutuskan tindak pidana setiap kasus illegal fishing dengan tidak melakukan tebang pilih. Bahkan, jika perlu pemerintah harus berani menghentikan penjarahan
kekayaan laut Indonesia dengan bertindak tegas, seperti penenggelaman kapal nelayan asing
.
91
1. Dampak Ekonomi
Praktik IUU Fishing, tidak hanya merugikan secara ekonomi, dengan nilai trilyunan rupiah yang hilang, tetapi juga menghancurkan perekonomian nelayan.
Selain itu juga menimbulkan dampak politik terhadap hubungan antar negara yang berdampingan, melanggar kedaulatan negara dan ancaman terhadap kelestarian
sumber daya hayati laut, juga dampak sosial dan lingkungan bagi Indonesia
Berdasarkan data dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia Food and Agriculture Organization FAO menyatakan bahwa kerugian Indonesia akibat
IUU Fishing diperkiraan mencapai Rp. 30 triliun per tahun. FAO menyatakan bahwa saat ini stok sumber daya ikan di dunia yang masih memungkinkan untuk
ditingkatkan penangkapanya hanya tinggal 20 persen, sedangkan 55 persen sudah dalam kondisi pemanfaatan penuh dan sisanya 25 persen terancam kelestariannya.
Hal ini diperjelas dengan pernyataan dari Kementerian Kelautan Perikanan KKP bahwa tingkat kerugian tersebut sekitar 25 persen dari total potensi
perikanan yang dimiliki Indonesia sebesar 1,6 juta ton per tahun. Kondisi perikanan di dunia ini tidak berbeda jauh dengan kondisi di Indonesia. Pada tahun
2003 - 2007, KKP telah melakukan pengawasan dan penangkapan terhadap 89 kapal asing, dan 95 kapal ikan Indonesia. Kerugian negara yang dapat
diselamatkan diperkirakan mencapai Rp. 439,6 miliar dengan rincian Pajak
91
Dina Sunyowati, Port State Measures dalam Upaya Pencegahan terhadap IUU Fishing di Indonesia, Peran Hukum Dalam Pembangunan Di Indonesia, Liber Amicorum Prof.Dr.Etty
R.Agoes,SH.,LLM, Remaja Rosdakarya :Bandung, 2013, hal 438
Penghasilan Perikanan PHP sebesar Rp. 34 miliar. Selain itu, subsidi BBM senilai Rp 23,8 miliar, sumber daya perikanan yang terselamatkan senilai Rp 381
miliar, dan nilai sumber daya ikan tersebut bila dikonversikan dengan produksi ikan sekitar 43.208 ton. Berdasarkan data tersebut, setiap tahun diperkirakan
Indonesia mengalami kerugian akibat IUU Fishing sebesar Rp. 101.040 trilliuntahun. Kerugian ekonomi lainnya adalah hilangnya nilai ekonomis dari
ikan yang dicuri, pungutan hasil perikanan PHP akan hilang, dan subsidi BBM dinikmati oleh kapal perikanan yang tidak berhak. Selain itu Unit Pengelolaan
Ikan UPI kekurangan pasokan bahan baku, sehingga melemahkan upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing produk perikanan
2. Dampak Politik
Salah satu pemicu konflik atau ketegangan hubungan diplomatik diantara negara-negara adalah permasalahan IUU Fishing. Terutama mengganggu
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, menimbulkan citra negatif, karena beberapa negara menganggap kita tidak mampu mengelola sumber
daya kelautan dengan baik. Apalagi menyangkut hubungan bilateral antar negara yang berdekatanbertetangga, yang dilakukan oleh kapal nelayan tradisional
traditional fishing right, atau kapal-kapal pukat trawlers yang dimiliki oleh setiap negara. Pada beberapa kasus traditional fishing right, yang sering terjadi
adalah di perbatasan Indonesia–Malaysia dan Indonesia–Australia. Sebagai upaya untuk memperkecil ketegangan diantara kedua negara, diperlukan telaah ulang
terhadap perjanjian bilateral terkait dengan hal tersebut. Selain itu juga melakukan penyuluhansosialisasi kepada nelayan tradisional terkait penangkapan ikan secara
legal di wilayah yang telah diperjanjian fishing ground. Kegiatan IUU Fishing yang dilakukan oleh kapal asing banyak menggunakan kapal trawl, terutama kapal
Thailand, Myanmar, Philipina dan Taiwan. Keberadaan kapal tersebut dapat memicu dan menjadi konflik diantara kedua negara. Sementara bagi beberapa
negara tersebut, sangat rendah keinginan untuk membuat kerjasama sub regional atau regional untuk memberantas IUU Fishing. Hal ini didukung dengan kondisi
industri perikanan di negara tetangga yang sangat membutuhkan pasokan ikan, tanpa memperhatikan dari mana pasokan ikan berasal. Sebagai upaya untuk
memperkecil konflik diantara kedua negara maka dibutuhkan koordinasi dan saling menghargai kedaulatan negara, terutama tentang eksplorasi dan eksploitasi
sumberdaya perikanan.
3. Dampak Sosial
Kegiatan IUU Fishing di Perairan Indonesia, menjadi perhatian dan komitmen Pemerintah untuk mengatasinya. Bagi Indonesia dan negara-negara di
kawasan Asia Tenggara, sektor perikanan dan kehutanan menjadi sumber utama bagi ketahanan pangan di Kawasan tersebut. Eksploitasi secara besar-besaran dan
drastis sebagai upaya utama perbaikan ekonomi negara dan kesejahteraan penduduk menjadi alasan dan penyebab utama berkurangnya secara drastis
sumberdaya perikanan. Dampak sosial muncul dengan rawannya terjadi konflik sengketa diantara para nelayan tradisional antar negara dan pemilik kapal pukat
trawl. Persoalan tersebut akan menyebabkan timbulnya permasalahan dalam hubungan diantara kedua negara. Terutama Indonesia – Malaysia dan Indonesia –
Australia. Sebagai negara dengan sumberdaya hayati perikanan yang melimpah, maka pabrik pengolahan ikan menjadi sangat penting. Seiring dengan
berkurangnya hasil tangkapan dan kegiatan IUU Fishing, maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup karyawan pengolahan
pabrik ikan. Pasokan ikan yang berkurang, menyebabkan beberapa perusahaan tidak beroperasi lagi dan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja PHK karena
tidak ada lagi pasokan bahan baku, seperti di Tual dan Bejina. Hasil penangkapan ikan oleh kapal-kapal asing atau kapal nelayan Indonesia tersebut biasanya
langsung dibawa keluar Indonesia melalui trans-shipment, yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 tahun 2006, yaitu
mewajibkan hasil tangkapan ikan diturunkan dan diolah di darat. Saat ini banyak kapal ikan Indonesia yang lebih memilik menjual hasil tangkapannya di wilayah
perairan Indonesia ke pihak luar misalnya Perusahaan Pengolahan Ikan di Philipina dan Taiwan dibanding menyuplai untuk kebutuhan domestik.
4. Dampak Lingkungan Ekologi
Kebijakan Pemerintah terkait dengan penangkapan ikan harus memenuhi aturan dan kriteria adanya Surat Ijin Penangkapan Ikan SIPI, penetapan zona
penangkapan fishing ground, jenis tangkapan ikan, jumlah tangkapan yang sesuai dengan jenis kapal dan wilayah tangkap total allowable catch, dan alat
tangkapnya. Aturan ini pada dasarnya mempunyai makna filosofis dan yuridis, agar sumberdaya hayati perikanan dapat terjaga kelestariannya dan berkelanjutan.
Motif ekonomi selalu menjadi alasan bagi kapal-kapal penangkap ikan untuk
melakukan kegiatan dalam kategori IUU Fishing. Dampak yang muncul adalah kejahatan pencurian ikan yang berakibat pada rusaknya sumberdaya kelautan dan
perikanan. Alat tangkap yang digunakan dalam bentuk bahan beracun yang akan merusak terumbu karang alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan,
sebagai tempat berpijahnya ikan, akan berakibat makin sedikitnya populasi ikan dalam suatu perairan tertentu, atau menangkap menggunakan alat tangkap ikan
skala besar seperti trawl dan Pukat harimau yang tidak sesuai dengan ketentuan dan keadaan laut Indonesia secara semena-mena dan eksploitatif, sehingga
menipisnya sumberdaya ikan , hal ini akan mengganggu keberlanjutan perikanan. Secara lebih rinci, dampak kegiatan IUU Fishing bagi Indonesia sebagai
berikut:
92
1. Ancaman terhadap kelestarian sumber daya ikan;
2. Terdesaknya mata pencaharian masyarakat nelayan lokal dengan armada
penangkapan skala kecil dan alat tangkap sederhana, karena kalah bersaing dengan pelaku illegal fishing;
3. hilangnya sebagian produksi ikan dan peluang perolehan devisa negara;
4. berkurangnya Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP;
5. terhambatnya upaya Indonesia untuk memperkuat industri pengolahan ikan di
dalam negeri, termasuk meningkatkan daya saing; 6.
merusak citra Indonesia pada kancah internasional, karena kapal asing yang menggunakan bendera Indonesia maupun kapal milik warga negara Indonesia
melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal yang bertentangan dengan
92
Bab III, Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia No.Kep 50Men2012 , Tentang Renaca Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan IUU Fishing
konvensi dan kesepakatan internasional. Hal ini juga dapat berdampakancaman embargo terhadap hasil perikanan Indonesia yang dipasarkan di luar negeri.
C. Prosedur Penangkapan Kapal Asing Yang Mencuri Ikan di Wilayah