C. YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI WILAYAH LAUT MENURUT
HUKUM LAUT INTERNASIONAL
Kedaulatan suatu negara pantai selain di wilayah daratan dan perairan pedalaman dan dalam suatu hal negara kepulauan dengan perairan kepulaunnya,
meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan denganya yang dinamakan laut teritorial
40
1. Perairan pedalaman
. Di wilayah tersebut baik negara pantai maupun negara yang menyatakan dirinya adalah negara kepulauan dapat melaksanakan yurisdiksinya
sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur di dalam UNCLOS 1982. Adapun yurisdiksi negara pantai dan negara kepulauan di wilayah laut yang meliputi:
perairan pedalaman , laut teritorial, perairan kepulauan, Zona Ekonomi Eksklusif , zona tambahan dan landas kontinen menurut hukum laut Internasional adalah
sebagai berikut
Perairan pedalaman adalah perairan yang berada pada sisi darat dalam garis pangkal, seperti perairan laut pada mulut sungai, teluk dan pelabuhan. Pada
perairan pedalaman ini, negara pantai memiliki kedaulatan penuh atasnya. Pada prinsipnya negara-negara lain tidak dapat mengadakan atau menikmati hak lintas
damai di perairan ini. Namun, jika perairan pedalaman ini terbentuk karena adanya penarikan garis pangkal lurus, maka hak lintas damai di perairan tersebut
dapat dinikmati negara lain.
41
40
Pasal 2 ayat 1 UNCLOS 1982
41
Huala Adolf , Aspek-Aspek negara dalam hukum internasional edisi revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hal 147
2. Laut Teritorial
Laut teritorial adalah laut yang terletak di sisi luar garis pangkal yang tidak lebih lebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal. Negara pantai memiliki
kedaulatan penuh di laut teritorialnya, kedaulatan ini meliputi ruang udara diatasnya serta dasar laut dan tanah dibawahnya pasal 2 konvensi hukum laut
1982. Selain itu di dalam konvensi hukum laut tahun 1982 ada juga diatur mengenai hak lintas damai di laut teritorial dimana peraturan tersebut berlaku
untuk semua kapal. Dengan tunduk pada Konvensi Hukum Laut 1982, kapal semua negara, baik berpantai maupun tak berpantai, dapat menikmati hak lintas
damai melalui laut teritorial
42
. Istilah perairan teritorial ini mengandung arti bahwa perairan itu sepenuhnya merupakan bagian wilayah suatu negara,
sebagaimana halnya dengan wilayah daratanya
43
. Adapun hukum dan peraturan dari negara pantai yang berkaitan dengan lintas damai adalah:
44
1. Negara pantai dapat membuat peraturan perundang-undangan sesuai dengan
ketentuan konvensi ini dan peraturan hukum internasional lainya yang bertalian dengan lintas damai melalaui laut teritorial, mengenai semua atau setiap hal
berikut: a
Keselamatan navigasi dan pengaturan lalu lintas maritim; b
Perlindungan alat-alat pembantu dan fasilitas navigasi serta fasilitas atau instalasi lainya;
c Perlindungan kabel dan pipa laut;
42
Pasal 17 UNCLOS 1982
43
J.L.Brierly, Hukum Bangsa-Bangsa, Jakarta:Bhratara,1996. Hal 140
44
Pasal 21 UNCLOS 1982
d Konservasi kekayaan hayati laut;
e Pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan negara pantai;
f Pelestarian lingkungan negara pantai dan pencegahan, pengurangan, dan
pengendalian pencemaranya; g
Penelitian ilmiah kelautan dan survey hidrografi; h
Pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiscal, imigrasi, atau saniter negara pantai.
2. Peraturan perundang-undangan demikian tidak berlaku bagi desain, konstruksi,
pengawakan, atau peralatan kapal asing, kecuali apabila peraturan perundang- undangan tersebut melaksanakan peraturan atau standar internasional yang
diterima secara umum. 3.
Negara pantai harus mengumumkan semua peraturan perundang-undangan tersebut sebagai mana mestinya.
4. Kapal asing yang melaksanakan hak lintas damai melalui laut teritorial harus
mematuhi semua peraturan perundang-undangan demikian dan semua peraturan internasional bertalian dengan pencegahan tubrukan di laut secara
umum 2.
Selat Selat yang dimaksud disini adalah selat yang dipergunakan untuk pelayaran
internasional straits used for international navigation. Hal ini diatur dalam Pasal 34 sampai Pasal 35 Konvensi Hukum Laut 1982. Negara-negara yang berada di
tepi selat memiliki kedaulatan yurisdiksi penuh di dalamnya. Ada dua kategori selat, yaitu selat-selat yang dipergunakan untuk pelayaran internasional yang
menghubungkan laut lepas atau ZEE lainya pasal 37 KHL 1982, dalam kategori berikut ini berlaku hak lintas transit kapal-kapal asing. Selanjutnya selat-selat
yang menghubungkan laut lepas atau ZEE dengan perairan teritorial suatu negara asing.
45
3. Zona Tambahan
Starke berpendapat bahwa zona tambahan adalah suatu jalur perairan yang berdekatan dengan batas jalur maritim, tidak termasuk kedaulatan negara pantai
tetapi dalam zona itu negara pantai dapat melaksankan hak-hak pengawasan tertentu untuk tujuan kesehatan atau peraturan-peraturan lainya.
46
1. Dalam suatu zona yang berbatasan dengan laut teritorialnya, negara pantai
dapat melaksanakan pengawasan untuk keperluan: Zona tambahan diatur pada Pasal 33 KHl 1982 yang menentukan sebagai
berikut:
a. Pencegahan pelanggaran terhadap peraturan bea cukai, fiskal, keimigrasian
atau sanitasi di dalam wilayah atau laut teritorialnya; b.
Menjatuhkan hukumansanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut di atas yang dilakukan di dalam wilayah laut teritorialnya
2. Zona tambahan tidak boleh melebihi 24 mil laut dari garis pangkal yang
digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial
45
Huala Adolf, Op.Cit hal 149
46
J.G Strake, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Jakarta: Sinar Grafika, 2001, hal 328
4. Zona Ekonomi Eksklusif
Mengenai jurisdiksi negara pantai di dalam zona ekonomi eksklusif diatur dalam pasal 56 ayat 1 sub b Konvensi Hukum Laut 1982 yang meliputi:
a Jurisdiksi atas pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan-
bangunan, b
Jurisdiksi dibidang riset ilmiah kelautan c
Jurisidksi dibidang perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Jurisdiksi memiliki dua arti yaitu dalam arti sempit dan dalam arti sempit
dan dalam arti luas. Dalam arti sempit “jurisdiksi” berarti terbatas pada kekuasaan pengadilan untuk menegakan hukum, sedangkan dalam arti luas, jurisdiksi berarti
kekuasaan menegakkan hukum yang tidak hanya dimiliki oleh pengadilan tetapi juga oleh aparat administratif.
47
Konvensi Hukum Laut PBB 1982 ternyata menganut pengertian “jurisdiksi” dalam arti luas. Hal ini bisa dilihat dalam pasal 60 ayat 2 yang dengan tegas
menyatakan bahwa jurisdiksi negara pantai meliputi penegakan hukum oleh pengadilan atas pelanggaran hukum terhadap pulau buatan, instalasi dan
bangunan. Selain itu jurisdiksi negara pantai juga meliputi penegakan peraturan perundang-undangan negara pantai yang bertalian dengan bea cukai, fisikal,
kesehatan, keselamatan, dan imigrasi tentunya oleh aparat administratif di pulau buatan, instalasi dan bangunan yang ada di ZEE. Hal ini sesuai dengan pasal 56
sub b ii. Jurisdiksi administratif semacam itu dapat dilihat dalam pasal 64 ayat 4 terutama yang berkenaan dengan kewenangan negara pantai mengeluarkan izin
47
DR.I Made Pasek Diantha,SH.MS., Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berdasarkan konvensi hukum laut PBB 1982 , Denpasar: Mandar Maju , hal 27
penangkapan ikan bagi warga negara asing terutama keharusan membayar bea tertentu dan pungutan lainya. Hal ini tentunya sesuai dengan ketentuan Pasal 56
ayat 1 sub b iii UNCLOS yang mengatur jurisdiksi negara pantai dibidang perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
48
a Negara pantai berhak untuk membuat aturan termasuk mengeluarkan ijin
tentang riset ilmiah kelautan di ZEE dan landas kontinen. Dan khusus mengenai penyelenggaraan riset demikian di ZEE, adanya izin negara pantai
merupakan suatu keharusan. Lebih jauh, jurisdiksi administratif di bidang riset ilmiah kelautan seperti
apa yang disebut dalam Pasal 56 sub b iii UNCLOS, dapat dilihat dalam Pasal 246 UNCLOS yang isinya sebagai berikut:
b Bila tujuan riset ilmiah kelautan itu demi kepentingan keilmuan, kepentingan
umat manusia, kepentingan perdamaian, adalah merupakan keharusan bagi negara pantai untuk mengeluarkan ijinya, kecuali:
1 Riset itu mempunyai arti langsung bagi eksplorasi dan eksploitasi kekayaan
alam, baik hayati maupun non hayati. 2
Riset itu meliputi penyebaran dalam landas kontinen, penggunaan bahan peledak atau pemasukan bahan-bahan berbahaya kedalam lingkungan laut
3 Riset itu meliputi kondtruksi, operasi atau penggunaan pulau-pulau buatan,
instalasi-instalasi atau bangunan-bangunan sebagaimana tersebut dalam pasal 60 dan 80 UNCLOS 1982.
48
Ibid , hal 28
4 Riset itu mengandung informasi yang disampaikan menurut Pasal 248
UNCLOS mengenai sifat dan tujuan proyek yang tidak tepat, atau apabila negara yang menyelengarakan riset atau organisasi internasional yang
kompeten mempunyai kewajiban yang belum dilaksanakan terhadap negara pantai berdasarkan suatu proyek riset terdahulu.
5. Landas Kontinen
Hak-hak negara pantai atas landas kontinen a
Negara pantai memiliki hak eksploitasi dan eksploitasi sumber kekayaan alamnya
49
b Negara pantai memiliki hak eksklusif membangun pulau buatan intalasi, dan
bangunan diatas landas kontinen ;
50
c Negara pantai memiliki hak eksklusif untuk mengizinkan dan mengatur
pemboran pada landas kontinen untuk segala keperluan ;
51
d Hak negara pantai untuk eksploitasi tanah dibawah landas kontinen dengan
melakukan penggalian terowongan, tanpa memandang kedalaman perairan diatas tanah dan dibawah landas kontinen tersebut
;
52
e Hak negara pantai atas landas kontinen tidak tergantung pada
pendudukanokupasi ;
53
.
49
Pasal 77 UNCLOS 1982
50
Pasal 80 UNCLOS 1982
51
Pasal 81 UNCLOS 1982
52
Pasal 85 UNCLOS 1982
53
Pasal 77 ayat 3 UNCLOS 1982
6. Perairan Kepulauan
Sebagai konsekuensi dari penarikan garis pangkal kepulauan , timbul persoalan mengenai perairan laut yang terletak pada sisi dalamnya. Pasal 49
UNCLOS ayat 1 dan 2 menyatakan kedaulatan suatu negara kepulauan meliputi perairan yang ditutup oleh garis pangkal kepulauan yang ditarik sesuai dengan
ketentuan Pasal 47 UNCLOS 1982, disebut sebagai perairan kepulauan, tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari pantai, Kedaulatan ini meliputi
ruang udara diatas perairan kepulauan , juga dasar laut dan tanah dibawahnya, dan sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. Dengan kata lain, perairan
kepulauan merupakan perairan yang berada atau terletak pada sisi dalam dari garis pangkal kepulauan. Pasal 50 UNCLOS mengatur tentang penetapan batas
perairan pedalaman. Ditegaskan bahwa di dalam perairan kepulaunnya , negara kepulauan dapat menarik garis-garis penutup closing lines untuk tujuan
penetapan batas-batas perairan pedalaman
54
Pada perairan kepulauan ini negara kepulauan mempunyai hak dan kewajiban yang sudah diatur di dalam UNCLOS . Dalam pasal 51 ayat 1 dan 2
UNCLOS diatur tentang perjanjian yang berlaku antara negara kepulauan dan negara lain mengenai suatu objek ataupun pelaksanaanya yang terkait dengan
perairan kepulauanya , sebagai contoh dari perjanjian yang dimaksud adalah berupa perjanjian kerja sama tentang penelitian ilmiah kelautan, perjanjian tentang
penangkapan ikan dan sumber daya hati laut lainya . Mengenai hak lintas damai, ditegaskan dalam pasal 52 ayat 1 UNCLOS bahwa kapal dari semua negara dapat
54
I Wayan Parthiana , Hukum Laut Internasional Dan Hukum Laut Indonesia, Bandung:Yrma Widya, 2014 , hal 136
menikmati hak lintas damai melalui perairan kepulauan. Namun, jika kondisi mengharuskan, misalnya untuk melindungi keamananya , negara kepulauan dapat
menangguhkan sementara waktu hak lintas damai tersebut di daerah atau area tertentu di perairan kepulauanya. Penangguhan berlaku bagi semua kapal , jadi
tidak boleh diterapkan secar diskriminatif. Disamping itu pada perairan kepulauan juga diakui adanya hak alur laut kepulauan yang secara khusus diatur tersendiri
pada pasal 53 ayat 1-12 UNCLOS dengan suatu pengaturan yang cukup banyak.
55
55
Ibid, hal 139
BAB III YURISDIKSI NEGARA INDONESIA ATAS PENCURIAN IKAN