Pengertian Pencurian Ikan illegal fishing Rezim Laut Menurut UNCLOS 1982

BAB III YURISDIKSI NEGARA INDONESIA ATAS PENCURIAN IKAN

ILLEGAL FISHING OLEH NELAYAN ASING DI WILAYAH LAUT INDONESIA

A. Pengertian Pencurian Ikan illegal fishing

Pengertian illegal fishing adalah suatu kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang berlaku, aktifitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga perikanan yang tersedia atau berwenang. Hal ini dapat terjadi di semua kegiatan perikanan tangkap tanpa tergantung pada lokasi, target species, alat tangkap yang digunakan dan eksploitasi serta dapat muncul disemua tipe perikanan baik sekala kecil dan industry perikanan di zona yurisdiksi nasional maupun internasional. Illegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan : 1. Yang dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi yurisdiksi suatu negara tanpa izin dari negara tersebut atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Yang bertentangan dengan peraturan nasional yang berlaku atau kewajiban internasional. 3. Yang dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi anggota organisasi pengelolahan perikanan regional tetapi beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolahan yang diterapkan oleh organisasi tersebut atau ketentuan hukum internasional yang berlaku. 56

B. Rezim Laut Menurut UNCLOS 1982

Konfrensi Perserikatan Bangsa-Bangsa telah berhasil mewujudkan hukum laut internasional melalui United Nation Convention on the Law of Sea UNCLOS 1982 yang telah ditandatangani oleh 177 negara peserta termasuk Indonesia di Montego bay, Jamaica pada tanggal 10 desember 1982 dan telah diratifikasi oleh Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nation Convention on the Law of Sea 1982. Dibandingkan dengan Konvensi Jenewa 1958, UNCLOS mengatur rezim-rezim hukum laut lengkap satu sama lain tidak dapat dipisah-pisahkan antara lain: Laut teritorial territorial sea, zona tambahan contiguous zone, zona ekonomi eksklusif exclusive economic zone, laut lepas high sea dan landas kontinen continental shelf. 57 1. Laut Teritorial a. Status Hukum Laut Teritorial Pasal 2 ayat 1, 2, dan 3 Konvensi Hukum Laut 1982 menegaskan tentang status hukum laut teritorial, ruang udara di atas laut teritorial dan dasar laut serta tanah dibawahnya. Singkatnya, semuanya itu merupakan bagian dari wilayah negara pantai, dan oleh karena itu, tunduk pada kedaulatan negara pantai tersebut. 56 Illegal fishing, sebagaimana dimuat dalam http:astekita.wordpress.com20110406illegal-fishing Diakses pada tanggal 2 Maret 2015 57 Sudjatmiko Rusdi Ridwan, Indonesian Jurnal of Internasional Law. Center for International Studies: Faculty of Law University of Indonesia, 2004, hal 81 Dalam hal suatu negara pantai merupakan negara kepulauan archipelagic state, wilayahnya dan juga kedaulatanya meliputi juga perairan kepulaunya archipelagic waters. Namun pelaksanaan kedaulatanya itu harus tunduk pada ketentuan konvensi dan peraturan hukum internasional lainya. Pasal 2 ayat 1, 2 , dan 3 Konvensi Hukum Laut 1982 ini sebenarnya sejiwa dan senapas dengan pasal 1 ayat 1 dan 2 serta pasal 2 konvensi tentang laut teritorial dan zona tambahan dari Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958, hanya saja formulasinya lebih tegas dan rinci. b. Lebar Laut Teritorial Berbeda dengan konfrensi Hukum Laut Jenewa 1958 dan 1960 yang tidak berhasil mencapai kata sepakat tentang lebar laut teritorial, konfrensi hukum laut PBB 1973-1982 ternyata berhasil mencapai kata sepakat sehingga sudah terdapat keseragaman mengenai lebar laut teritorial tersebut, yaitu selebar maximum 12 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal ini ditegaskan dalam pasal 3 konvensi bahwa setiap negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai konvensi. Dengan demikian semenjak mulai berlakunya konvensi hukum laut PBB 1982, terwujudlah adanya kepastian hukum tentang lebar laut teritorial yang ada pada beberapa dasawarsa sebelumnya tetap tidak ada kepastian hukum. 58 c. Garis Pangkal Normal , Garis Pangkal Lurus dan Garis Pangkal Kepulauan 58 I Wayan Parthiana, Op.Cit , hal 69 Pasal 3 Konvensi Hukum Laut 1982 secara tegas menyatakan bahwa setiap negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga pada suatu batas yang tidak boleh melebihi dari 12 mil laut , dan di ukur dari garis pangkal sebagaimana yang sudah ditentukan dalam konvensi. Ketentuan ini secara tegas membatasi maksimum lebar laut teritorial yang dapat di klaim negara-negara, yakni 12 mil laut. Negara-negara secara tegas tidak diperbolehkan mengklaim lebar laut teritorial melebihi dari batas 12 mil laut, tetapi sebaliknya, boleh saja kurang dari 12 mil laut. Dalam pratik, tentu saja tidak ada negara yang mengklaim lebar laut teritorial kurang dari 12 mil laut kecuali karena alasan letak geografis negara- negara itu sendiri yang tidak memungkinkan mengklaim lebar laut territorial sampai batas maksimum 12 mil laut. Sebagai contoh, Singapore sebagai sebuah negara pulau yang wilayahnya secara geografis dikelilingi oleh wilayah Indonesia dan Malaysia dan lebar laut di sekelilingnya kurang dari dua kali dua belas 2x12 mil laut. 59 Dalam Pasal 3 UNCLOS sudah ditegaskan, bahwa lebar laut teritorial itu diukur dari garis pangkal baseline. Konvensi sama sekali tidak menegaskan tentang garis pangkal itu. Akan tetapi secara singkat dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan garis pangkal adalah garis imajiner yang ditarik pada pantai pada waktu air laut surut. Dari garis pangkal inilah lebar laut teritorial negara pantai diukur dengan menarik garis tegak lurus dari titik-titik pada garis pangkal tersebut kearah luar dalam ukuran yang sesuai dengan lebar laut teritorial dari negara yang bersangkutan. Titik-titik yang membentuk garis yang merupakan 59 Ibid, hal 72 batas luar dari laut teritorial, disebut garis atau batas luar outer limit dari laut teritorial. Tegasnya, yang dimaksud dengan garis atau batas luar dari laut teritorial adalah garis yang setiap titiknya berada pada jarak yang sama dari setiap titik yang ditarik tegak lurus pada garis pangkal. Perairan laut yang terletak pada sisi luar dari garis pangkal dan yang disebelah luarnya dibatasi oleh garis atau batas luar, itulah yang disebut laut teritorial territorial sea. 60 2. Zona Tambahan Pasal 33 ayat 1 dan 2 UNCLOS secara umum menyatakan, bahwa zona tambahan adalah suatu zona perairan yang berbatasan dengan laut teritorial yang lebar maksimumnya adalah 24 mil laut diukur dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial itu diukur. Pengertian zona tambahan dalam konvensi ini secara umum tidak berbeda dengan pengertian zona tambahan dalam konvensi hukum laut Jenewa 1958 konvensi tentang laut teritorial dan zona tambahan. Ada beberapa faktor mengapa konvensi hukum laut PBB 1982 tidak mengatur tentang garis batas zona tambahan antara dua negara yang berbatasan , yaitu karena tampaknya negara-negara peserta dalam konvensi hukum laut PBB 1973-1982 memandang bahwa tentang masalah garis batas zona tambahan tersebut tidak begitu penting untuk diatur, terutama karena substansi dan ruang lingkup dari zona tambahan itu sendiri yang sangat terbatas. Di samping itu , dalam praktiknya memang sangat jarang, bahkan mungkin tidak ada negara- negara di dunia yang membuat perjanjian tentang garis batas zona tambahan. Juga karena isu-isu lain pada masa itu, seperti tentang laut teritorial , zona ekonomi 60 Ibid, hal 73 eksklusif, landas kontinen serta masalah sumber daya alam kelautan dan lain-lain, justru lebih dominan dan lebih mendesak untuk dibahas dan diatur. 61 3. Zona Ekonomi Eksklusif Pengertian tentang zona ekonomi eksklusif di muat di dalam pasal 55 UNCLOS 1982 yang menyebutkan bahwa zona ekonomi eksklusif adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial , yang tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan pada bab ini berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain, diatur oleh ketentuan-ketentuan yang relevan dengan konvesi ini. Dari definisi pasal 55 UNCLOS 1982 tersebut dapat di dirinci unsur-unsur pengertian ZEE antara lain: 62 a Bahwa ZEE itu adalah bagian laut yang terletak diluar laut teritorial b Bahwa keberadaanya di luar laut teritorial tidak diselingi oleh bagian laut lain tetapi langsung berdampingan dengan laut teritorial itu sendiri. c Bahwa ZEE itu diatur oleh rezim hukum khusus yang dituangkan dalam bab V yaitu bab yang mengatur ZEE d Bahwa disebut rezim hukum khusus oleh karena pada ZEE oleh kenvensi UNCLOS 1982 hak-hak dan jurisdiksi negara pantai dan sekaligus juga diakui adanya hak-hak serta kebebasaan negara lain. ZEE yang terletak di luar laut teritorial itu lebarnya ditentukan 200 mil diukur dari garis pangkal pasal 57. Menurut konvensi hukum laut 1982, garis 61 Ibid, hal 89 62 DR.I Made Pasek Diantha,SH.MS, Op.cit. hal 14 pangkal ada dua jenis yaitu garis pangkal biasa dan garis pangkal lurus. Garis pangkal biasa adalah garis yang ditarik pada saat air pantai surut terjauh dari pantai. Sedangkan garis pangkal lurus adalah garis yang ditarik dengan menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar. Ke arah luar garis pangkal itu, suata negara dapat menetapkan lebar laut teritorial maximum 12 mil. Berkenaan dengan hal itu dan dikaitkan dengan ketentuan Pasal 57 UNCLOS, maka lebar ZEE sesungguhnya dalah 188 mil 200 mil dikurangi 12mil. 63 1. Hak Negara Pantai Dalam zona ekonomi eksklusif setiap negara pantai selain mempunyai yurisdiksi juga mempunyai hak dan kewajiban yaitu sebagai berikut: Hak negara pantai merupakan hak berdaulat untuk : a Melakukan explorasi yaitu kegiatan penjagaan atau inventarisasi sumber daya alam di ZEE. b Melakukan eksploitasi yaitu kegiatan untuk mengelola atau memanfaatkan sumber daya alam di ZEE. c Melakukan konservasi yaitu kegiatan yang bersifat perlindungan demi tetap tersedianya cadangan sumber daya alam hayati di ZEE. Adapun sumber daya alam yang merupakan obyek dari hak berdaulat ini adalah sumber daya alam yang terdapat pada perairan, dasar laut, dan tanah dibawahnya termasuk pemanfaatan atas tenaga air, arus, dan angin yang ada di ZEE 64 63 Ibid, hal 15 64 Pasal 56 ayat 1 sub a UNCLOS 1982 . Berkenaan dengan pengelolahan dasar laut dan tanah dibawahnya konvensi hukum laut 1982 menyatakan tunduk pada ketentuan bab VI tentang landas kontinen. Hal ini wajar karena dasar laut dan tanah dibawahnya merupakan landas kontinen yang bersempitan dengan ZEE. Disamping hak-hak seperti tersebut diatas, Konvensi Hukum Laut 1982 juga menentukan hak-hak lain sepanjang diatur dalam konvensi seperti disebut dalam pasal 56 ayat 1 sub c UNCLOS. Salah satu contoh dari hak lain itu adalah hak untuk mendapat ganti rugi atas kerugian yang diderita sebagai akibat dilangsungkannya riset ilmiah kelautan pasal 263. 2. Kewajiban Negara Pantai Adapun kewajiban-kewajiban negara pantai seperti tersirat dalam BAB V Konvensi Hukum Laut 1982 antara lain adalah: 65 a Menyelesaikan secara adil atas dasar kepentingan pihak-pihak dan kepentingan masyarakat internasional secara keseluruhan sengketa yang timbul berhubungan adanya konflik kepentingan di ZEE antara negara pantai dengan negara lain mengenai hal-hal yang tidak ada pengaturanya dalam Konvensi Hukum Laut 1982 pasal 59. b Membongkar instalasibangunan eksploitasi yang sudah tidak terpakai lagi demi keselamatan pelayaran pasal 60 ayat3. c Menentukan zona keselamatan di sekeliling pulau buatan dengan memperhatikan standart internasional dan yang jaraknya tidak melebihi 500 meter pasal 60 ayat 5. d Menjamin bahwa pulau buatan, instalasi dan bangunan zona keselamatan tidak menggangu alur pelayaran internasional pasal 60 ayat 7. 65 DR.I Made Pasek Diantha,SH.MS, Op.cit. hal 18 e Menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan pada ZEEnya, melakukan konservasi dengan tujuan agar terwujud tingkatan yang dapat menjamin hasil maksimum lestari serta mempertahankan kelestarian jenis species yang berhubungantergantung pada jenis yang biasanya dimanfaatkan dan memberimempertukarkan data berupa keterangan ilmiah, statistik penangkapan ikan, usaha perikanan dan lain-lain kepada organisasi internasional yang berwenang baik regional maupun global dengan peran serta negara yang berkepentingan termasuk negara yang warga negaranya diperbolehkan menangkap ikan pada ZEE pasal 61 f Mencari kesepakatan dengan negara lain dibidang konservasi dan pengembangan jenis ikan yang sama yang terdapat dalam ZEE negara lain itu, dan juga mencari kesepakatan dengan negara lain di bidang konservasi dimana negara lain itu menangkap ikan yang sama di luar ZEE negara pantai namun masih berdekatan pasal 63 ayat 1 dan 2 g Bekerjasama dibidang konservasi dengan negara lain yang warga negaranya melakukan penangkapan jenis ikan yang berimigrasi jauh pasal 64 ayat 1 h Bertanggung jawab atas persedian ikan anadrom yaitu jenis ikan yang bertelur di sungai tetapi tumbuh membesar dilaut pasal 66 ayat 1 i Bekerjasama dengan negara yang menangkap jenis ikan anadrom agar negara ini tidak mengalami dislokasi ekonomi akibat pembatasan jumlah tangkapan pasal 66 ayat 3 sub b j Melepaskan dengan segera kapal dan anak buah kapal yang ditangkap setelah member uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainya pasal 73 ayat 2. Sementara menunggu proses peradilan sebaiknya pelepasan kapal dan anak buah kapal sebagaimana dimaksud oleh pasal 73 ayat 2 UNCLOS itu ditafsirkan sebagai pelepasan terbatas artinya mereka tidak boleh meninggalkan wilayah negara pantai. Jika mereka diizin keluar wilayah negara pantai dikhawatirkan mereka kabur sehingga proses peradilan tidak akan bisa berlangsung. k Tidak menjatuhkan hukuman pengurungan hukuman badan bagi pelanggaran peraturan perikanan di ZEE pasal 73 ayat 3. l Memberi tahu negara bendera dalam hal dilakukanya penangkapanpenahanan dan penjatuhan hukuman pasal 73 ayat 4. m Menetapkan batas ZEE dengan negara tetangga dengan perjanjian pasal 74 ayat 1. n Bila persetujuan tentang batas ZEE tidak tercapai wajib diikuti prosedur Bab XV tentang penyelesaian sengketa secara damai pasal 74 ayat 2. o Mengupayakan pengaturan sementara yang bersifat praktis sebelum tercapainya kesepakatan tentang batas ZEE pasal 74 ayat 3. p Mencantumkan dalam peta letak garis batas terluar dari ZEE bila perlu lengkap dengan daftar titik-titik kordinat geografisnya pasal 75 ayat 1. q Mengumumkan dan mendepositkan petadaftar kordinat geografis itu pad Sekretaris Jendral PBB pasal 75 ayat 1. Demikianlah sejumlah kewajiban negara pantai sesuai apa yang tersurat dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Hal yang menarik untuk dipermasalahkan adalah: apakah kewajiban-kewajiban negara pantai itu mengandung konsekwensi hukum atau tidak? Dengan perkataan lain, bila negara pantai melanggar kewajiban-kewajiban itu, apakah kepadanya dapat dikenakan sanksi hukum? Permasalahan lainya adalaha lembaga manakah yang berwenang menjatuhkan sanksi atas pelanggaran kewajiban-kewajiban itu? 66 Secara garis besar, kewajiban negara pantai yang tertera dalam Konvensi Hukum Laut 1982 itu nampaknya dapat dibedakan atas : 1 kewajiban yang bersifat kolektif, yaitu kewajiban yang pelaksanaanya memerlukan keikutsertaan negara lain, artinya bila negara lain tidak mau berpartisipasi kewajiban demikian itu tidak terlaksana, contohnya adalah setiap kewajiban dalam bentuk kerjasama; 2 kewajiban yang bersifat individual, yaitu kewajiban yang dalam pelaksanaanya tidak memerlukan partisipasibantuan negara lain, terhadap kewajiban jenis 1, bila tidak terpenuhi dalam praktek, tentunya negara pantai tidak dapat dipersalahkan jika telah ternyata negara lain tidak memberikan kerjasamanya. Hal ini berarti tidak ada sanksi hukum yang bisa dikenakan kepada negara pantai. Berlainan dengan kewajiban jenis 2, bila terjadi pelanggaran, hal itu sepenuhnya merupakan kewajiban negara pantai. Contoh kewajiban jenis ini misalnya; kewajiban untuk menentukan zona keselamatan sekeliling pulau buatan, pulau buatan tidak menggangu alur pelayaran internasional, menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan, memberi negara yang berhak untuk menikmati surplus, menjamin populasi ikan anadrom dan catadrom yang berhabitat di ZEEnya, tidak menjatuhkan hukuman kurungan, melepaskan segera kapal yang memberikan uang jaminan, mengumumkanmendepositkan koordinat geografis, . 66 Ibid, hal 23 dan lain-lain. Bila negara pantai melanggar kewajiban jenis 2 ini, kepadanya dapat dikenakan sanksi hukum. Pihak yang dapat mengajukan tuntutan hukum adalah lembaga internasional maupun ataupun negara lain yang kepentinganya merasa dirugikan akibat pelanggaran kewajiban itu 67 Berkenaan dengan permasalahan lembaga mana yang berwenang mengadili sengketa yang timbul dari adanya pelanggaran kewajiban oleh negara pantai, nampaknya hal itu sudah diatur dalam Annex VI konvensi hukum laut 1982 tentang keberadaan sebuah Mahkamah Hukum Laut Internasional. Dalam pasal 21 Annex VI konvensi hukum laut 1982 itu diatur tentang jurisdiksi kewenangan Mahkamah itu sebagai berikut: Jurisdiksi Mahkamah meliputi semua sengketa dan permohonan yang diserahkan kepadanya sesuai dengan konvensi ini dan semua masalah yang secara khusus ditentukan dalam setiap perjanjian lain yang memberikan jurisdiksi kepada Mahkamah. Berdasarkan ketentuan itu, maka satu- satunya badan peradilan internasional yang berwenang mengadili sengketa internasional dibidang hukum laut adalah Mahkamah Hukum Laut Internasional. Itu berarti mahkamah itulah yang berwenang memutus sengketa yang berkenaan dengan pelanggaran kewajiban negara pantai di ZEE, tentunya setelah upaya damai tidak membuahkan hasil. . 68 67 Ibid, hal 24 68 Ibid, hal 25 4. Laut lepas Laut lepas yang dalam sejarahnya merupakan pranata hukum laut yang lahir, tumbuh, dan berkembang bersamaan dengan laut teritorial, mengalami pembatasan-pembatasan yang antara lain berupa semakin banyaknya jumlah dan jenis peraturan-peraturan hukum laut yang diberlakukan di laut lepas. Hal tersebut disebabkan karena semakin meningkatnya aktivitas umat manusia di laut lepas. Demikan pula dengan luas laut lepas itu sendiri yang semakin berkurang disebabkan karena klaim-klaim sepihak negara-negara pantai yang berupa pelebaran laut territorial yang sama saja artinya dengan mengambil sebagian dari laut lepas yang terletak diluar dan berbatasan dengan laut territorial negara-negara pantai yang bersangkutan. Terakhir adalah diakuinya pranata hukum laut yang dikenal dengan zona ekonomi eksklusif selebar 200 mil laut diukur dari garis pangkal, pada area laut yang semula merupakan laut lepas meskipun kaidah- kaidah hukum dari laut lepas itu sendiri sebagian masih diberlakukan di zona ekonomi eksklusif. Semua ini secara signifikan mengurangi luas dari laut lepas serta sangat membatasi kebebasan laut lepas. 69 69 I Wayan Parthiana, Op.Cit, hal 185 Laut lepas didefinisikan secara negatif dalam konvensi hukum laut jenewa 1958, begitu pula dalam konvensi hukum laut PBB 1982. Hanya saja definisi negatif dalam konvensi hukum laut PBB 1982 lebih limitative dibandingkan dengan konvensi hukum laut jenewa 1958. Hal ini disebabkan karena bertambahnya pranata hukum laut yang secara signitifikan mengurangi luas laut lepas, yaitu zona ekonomi eksklusif. Pasal 1 konvensi laut lepas salah satu Konvensi dari Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 secara tegas menyatakan: The term “high seas” mean all parts of the sea that are not included in the territorial sea or in the internal waters of a state” istilah “laut lepas” berarti semua bagian laut yang tidak termasuk dalam laut teritorial atau perairan pedalaman dari suatu negara. Disini tampak bahwa laut lepas merupakan bagian laut yang tidak termasuk laut teritorial ataupun perairan pedalaman suatu negara. Oleh karena laut itu merupakan satu kesatuan, maka dengan mudah dapat dikatakan, bahwa bagian laut yang bukan laut teritorial ataupun perairan pedalaman suatu negara adalah merupakan laut lepas 70 70 Ibid , hal 186 . Sedangakan Pasal 86 Konvensi Hukum Laut PBB 1982, walaupun tidak secara tegas mendefinisikan laut lepas, namun secara tersimpul dapat dikatakan pendefinisian laut lepas dan juga sebagai defines negative tentang laut lepas. Selengkapnya, Pasal 86 Konvensi Hukum Laut PBB 1982 menyatakan sebagai berikut The provisions of this Part apply to all parts of the sea that are not included in exclusive economic zone, in the territorial sea or in the internal water of a state, or in the archipelagic waters of an archipelagic state. This article does not entail any abridgement of the freedoms enjoyed by all States in the exclusive economic zone in accordance with article 58. Bab ini berlaku atas semua bagian laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, laut teritorial, atau perairan pedalaman suatau negara, atau perairan kepulauan dari suatu negara kepulauan. Pasal ini tidak mengakibatkan pengurangan apa pun terhadap kebebasan yang dinikmati semua negara di zona ekonomi eksklusif sesuai dengan pasal 58. Dari ketentuan Pasal 86 Konvensi Hukum Laut PBB 1982 ini segera dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan bagian laut yang seperti ini adalah laut lepas. Bukankah menurut konvensi ini, perairan laut secara horizontal terbagi menjadi perairan pedalaman, laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, dan perairan kepulauan khusus untuk negara kepulauan. Perairan laut yang selain dari keempat pranata hukum laut inilah yang disebut laut lepas. Laut lepas bukanlah bagian wilayah negara dan oleh karena itu tidak ada suatu negara pun boleh mengklaim kedaulatan ataupun melakukan tindakan-tindakan yang mencerminkan kedaulatan di laut lepas atau di bagian-bagian tertetu dari laut lepas. Berkenaan dengan status hukum laut lepas, Pasal 88 Konvensi Hukum Laut 1982 menyatakan bahwa laut lepas harus dicadangan untuk maksud-maksud damai. Apa saja pengertian dari “maksud damai” sama sekali tidak dijabarkan dalam satu ketentuan pun. Ini berarti, hal itu diserahkan kepada negara-negara yang dilandasi oleh itikad baik menjabarkan sendiri dalam praktik kehidupan sehari-hari. Bahkan Pasal 89 Konvensi Hukum Laut 1982 secara tegas menyatakan, bahwa tiada satu negara pun dapat secara sah mengaku memiliki kedaulatan atas suatu bagian dari laut lepas. 71 71 Ibid, hal 187 5. Landas Kontinen Pasal 76 ayat 1-10 Konvensi Hukum Laut 1982 secara khusus menegaskan tentang ruang lingkup dan substansi landas kontinen secara limitatif. Dengan rumusan yang relative lengkap dan limitative ini , diharapkan adanya ketegasan dan kejelasan tentang apa yang dimaksud dengan landas kontinen, terutama mengenai batas luarnya. Ketegasan mengenai batas luarnya akan mempertegas dan memperjelas pula garis batas landas kontinen negara-negara pantai dan kawasan the area atau yang juga popular disebut dasar samudra dalam sebagai suatu pranata hukum laut internasional yang baru. Pasal 76 Ayat 1 UNCLOS menegaskan tentang landas kontinen dari suatu negara pantai bahwa yang dinamakan landas kontinen itu adalah: meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak di luar teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratanya hingga pinggiran luar tepi kontinen atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Berdasarkan definisi ini , dapat ditarik beberapa komponen yang menjadi kirteria suatu wilayah untuk dapat disebut sebagai landas kontinen yakni: 72 1. Landas kontinen itu meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak di bawah permukaan laut 72 Ibid, hal 170 2. Dasar laut dan tanah dibawahnya yang merupakan landas kontinen itu sendiri adalah di luar dari laut teritorial juga di luar dasar laut dan tanah dibawahnya di bawah laut teritorial 3. Landas kontinen itu merupakan kelanjutan alamiah wilayah daratanya hingga pinggiran luar dari tepi kontinen, atau 4. Jarak landas kontinen itu diukur dari garis pangkal adalah 200 mil laut apabila pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Selanjutnya, Pasal 76 ayat 2 UNCLOS menegaskan pembatasan atau larangan dalam penetapan batas-batas landas kontinen sebagaimana diatur pada ayat 4-6 dari pasal 76 ini. Ayat 3 secara khusus menegaskan tentang tepian kontinen. Ditegaskan, bahwa tepian kontinen itu meliputi kelanjutan bagian daratan dari negara pantai yang berada dibawah permukaan air laut dan terdiri atas dasar laut dan tanah dibawahnya dari dataran kontinen, lereng slope, dan tanjakan. Akan tetapi, tepian kontinen ini tidak mecakup dasar samudra-dalam deep ocean floor dengan bukit-bukit samudra maupun tanah dibawahnya. Ini memang sudah sewajarnya demikian, oleh karena dasar samudra-dalam merupakan pranatarezim hukum laut internasional yang tersendiri. 73 Untuk menyederhanakan pemahaman tentang landas kontinen menurut pasal 76 UNCLOS , maka ada baiknya dirumuskan secara lebih sederhana. Bahwa, batas luar maksimum dari landas kontinen itu adalah sejauh 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial itu diukur. Sedangkan di tempat- tempat di dasar laut dan tanah di bawahnya yang tertentu, landas kontinen 73 Ibid, hal 171 negara pantai itu dapat melebihi dari 200 mil laut tetapi tidak boleh melebihi dari 350 mil laut. 74

C. Wilayah Laut Indonesia

Dokumen yang terkait

Pengaturan Hukum Internasional Illegal Fishing Oleh Nelayan Asing Pada Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

13 99 128

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA (Studi pada Polisi Air Laut (Polair) Polda Lampung)

2 14 57

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN IKAN OLEH KAPAL ASING DI WILAYAH HUKUM LAUT INDONESIA

1 15 54

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DITINJAU DARI KONVENSI HUKUM LAUT 1982.

0 0 6

SENGKETA PERBATASAN LAUT ANTARA INDONESIA-MALAYSIA PADA BLOK AMBALAT DI TINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL.

0 1 16

BAB II YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI ATAS WILAYAH LAUT BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL A. Sejarah Hukum Laut Internasional - Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di Wilayah Laut Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Laut Internasional

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di Wilayah Laut Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Laut Internasional

0 0 17

Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di Wilayah Laut Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Laut Internasional

0 0 13

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL (STUDI KASUS KAPAL KWAY FEY 10078 BERBENDERA TIONGKOK). - UNS Institutional Repository

0 1 12

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI ILLEGAL FISHING OLEH KAPAL ASING DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL (UNCLOS 1982) - Unissula Repository

0 1 27