konvensi dan kesepakatan internasional. Hal ini juga dapat berdampakancaman embargo terhadap hasil perikanan Indonesia yang dipasarkan di luar negeri.
C. Prosedur Penangkapan Kapal Asing Yang Mencuri Ikan di Wilayah
Laut Indonesia Menurut Hukum Nasional Dan Internasional
1. Prosedur Penangkapan Kapal Asing Yang Mencuri Ikan di Wilayah Laut
Indonesia Menurut Hukum Nasional Setiap negara pantai mempunyai wewenang untuk melakukan pengejaran,
penangkapan kapal terhadap kapal yang di duga mencuri ikan di wilayah lautnya hal tersebut sudah diatur di dalam hukum nasional maupun hukum internasional,
dalam hal penangkapan dan penegakan hukum terhadap kapal asing tersebut harus sesuai prosedur yang sudah ditentukan di dalam undang-undang, salah satu
nya ada diatur dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Pasal 66 c huruf i
menyebutkan wewenang pengawas perikanan adalah: menghentikan, memeriksa, membawa, menahan, dan menangkap kapal danatau orang yang diduga atau patut
diduga melakukan tindak pidana perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sampai dengan diserahkannya kapal danatau orang
tersebut di pelabuhan tempat perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut oleh penyidik. Pasal 69 ayat 4 menyatakan “Dalam melaksanakan fungsi
sebagaimana dimaksud ayat 1 penyidik danatau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran atau penenggelaman kapal
perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup”. Penjelasan pasal 69 ayat 4 menyatakan “bukti permulaan yang cukup adalah
bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana perikanan oleh kapal perikanan berbendera asing, misalnya kapal perikanan berbendera asing tidak
memiliki SIPI surat izin penangkapan ikan serta tertangkap basah oleh pengawas perikanan secara terlihat nyatata menangkap danatau mengangkut ikan ketika
memasuki wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Prosedur tetap protap TNi AL dalam melakukan tugas penghentian kapal
atau pengejaran seketika bukan protap seperti polisi yang mengejar maling di darat yang menggunakan protap tembakan peringatan ke udara , di laut sebelum
melakukan penembakan harus ada isyarat pengibaran bendera , lampu optis sampai terakhir melakukan penembakan. Bebeda dengan protap di darat jika di
laut justru di arahkan ke air laut di lambung kanan, kiri haluan dan buritan kapal, jika pun protap penghentian akhir seperti tembakan kearah bawah kapal telah
terlampau, TNI AL tidak dapat langsung menenggelamkan kapal. Sebab ketentuan penenggelaman kapal hanya dapat dilakukan jika sudah ditemukan bukti
permulaan yang cukup. Dan bukti itu hanya dapat diproleh saat pemeriksaan dokumen perizinan saat kapal telah berhenti. Dalam hal ini kapal dianggap
sebagai subjek hukum , oleh karena itu dalam ketentuan hukum pidana dalam uu perikanan bersifat khusus Ius Speciale, Bijzorder Straafrecht. Prosedur ini
mengintrodusir dari ketentuan article 111 UNCLOS tentang hak pengejaran seketika right of hot persuit. Pengejaran seketika kapal asing dapat dilakukan
apabila pihak yang berwenang mempunyai alasan cukup untuk mengira bahwa kapal tersebut telah melanggar peraturan perundang-undangan negara itu.
93
Prosedur tidak hanya berhenti di pengejaran seketika saja, namun ada beberapa tindakan yang akan dilakukan oleh penyidik dan pengawas perikanan
guna menegakan hukum di laut. Setelah kapal diberhentikan maka kapal asing yang memasuki wilayah perairan Indoensia akan dibawa ke pelabuhan Indonesia .
Tata laksana penegakan hukum dilaut masi berpedoman TZMKO 1939 Stbl 442 , Dalam Pasal 18 Ordonansi ini disebutkan: Kapal atau alat penyeberang dengan
pelayaran-pelayaran dapat dibawa ke pelabuhan Indonesia yang dekat dalam hal- hal berikut:
94
a. Dalam hal kejahatan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
TZMKO tertangkap basah, demikian juga jika diketahui adanya kelakuan- kelakuan sebagai dimaksud dalam Pasal 16 TZMKO;
b. Jika ada sangkaan wajar, bahwa telah dilakukan tindak pidana sebagai
dimaksud dalam Pasal 14 TZMKO atau telah terjadi melakukan sebagai dimaksud dalam Pasal 16 TZMKO dan juga terdapat bahaya, bahwa kapal
yang akan berangkat keluar daerah perairan Indonesia dengan melarikan diri atau dengan cara lain akan menghindarkan diri dari pengusutan-pengusutan;
c. Jika kapal diketemukan didaerah laut Indonesia tanpa memiliki bukti
kebangsaan kapal yang masih berlaku atau dokumen yang sama dengan itu;
93
http:m.kompasnia.compostread688076tenggelamkan-saja-kapal-asing-itu.html
94
Capt. Hengky supit, Penegakan Hukum maritim maritime law enforcement, Jakarta:Badan Koordinasi Keamanan Laut , 2009 , hal 23
d. Jika kapal diketemukan di daerah laut Indonesia bukan dalam lalu lintas yang
diizinkan dan dengan muatan di kapal untuk manaharus dikenakan bea-bea di Indonesia.
e. Jika kapal diperuntukkan untuk pekerjaan penangkapan ikan dan untuk itu
tidak berhak di daerah laut Indonesia kecuali karena sebab kabar atau bahaya diketemukan berlayar dalam daerah itu bukan dalam lalu lintas yang diizinkan.
Dalam pasal 19 TZMKO disebutkan: Dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan aturan-aturan yang harus diperhatikan pada waktu
pelaksanaan wewenang-wewenang dimaksud dalam pasal 13 -18 Ordonansi ini. Peraturan Pemerintah dimaksud telah ditetapkan berdasarkan Keputusan
Pemerintah Nomor. 43 Tahun 1939 Tentang Pelacakan dan Pengusutan Tindak- Tindak Pidana di Laut. Jikalau menghadapi keadaan yang khusus yang ada
sangkut pautnya dengan tindak pidana di laut dimana kapal-kapal dengan cara mudah bisa membebaskan diri dari “Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan
Maritim 1939” diangkat peraturan, atas dasar mana kapal-kapal dan benda-benda yang menurut dugaan sudah dipakai sebagai alat untuk melakukan tindak pidana,
berikut benda-benda yang menurut dugaan diperoleh dari hasil tindak pidana, dapat disita. Penyitaan hanya boleh dilakukan jika ada kemungkinan bahwa kapal
yang bersangkutan hendak membebaskan diri dari pengejaran hukum, ini biasanya terjadi dengan kapal-kapal nelayan asing dan member dugaan yang kuat pada
pejabat pemeriksa bahwa tindak pidana benarbenar sudah dilakukan. Barang-
barang yang disita harus diserahkan kepada pejabat yang berwenang. Tentang penyitaan harus dilaporkan dalam berita acara pemeriksaan.
95
Setelah dibawa ke pelabuhan penyidik mempunyai wewenang pengusutan penyidikan tindak pidana di laut pada khususnya meliputi wewenang untuk
menahan dan memeriksa, dimana sebagai tambahan tuntutan dari pada surat-surat kapal, menyita benda-bendaalat-alat yang dicurigai diperoleh dari tindak pidana
dan pada akhirnya membawa kapal masuk kepelabuhan dibawah pimpinan kapal lain. Wewenang pengusutan penyidikan berlaku juga untuk tindakan-tindakan
yang bertalian dengan wewenang yang sudah berlaku, menyusun berita acara, dengan bukti-bukti yang nyata. Dalam hal tindak pidana terhadap pejabat
pemeriksa, seperti memberi perlawanan atau dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban pasal 212 dan 216 dianggap bahwa pejabat pemeriksa tersebut
meskipun padanya tidak diberi wewenang yang nyata untuk mengusut berwenang untuk membuat berita acara
96
95
Ibid, hal 33.
96
Ibid, hal 28
. Dengan wewenang untuk mencari, timbul pula seperti dinyatakan sebelumnya, kekuasaan untuk menahan penahanan disini
berarti, diberhentikan oleh tanda bunyi, pada jarak yang sedemikian rupa, sehingga kapal tersebut dapat menangkapnya dan memberhentikan kapalnya
dengan berbagai cara yang dimilikinya, sedangkan bukti-bukti dapat dituntut dari surat-surat kapal, juga pemiliknya, tempat asalnya, dan lain-lain keperluan yang
dipakai sebagai bahan, kemudian kapal yang dicurigai bisa diperiksa sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 dari ordonansi laut teritorial dan lingkungan maritim
1939. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat pencarian tersebut dengan
pengertian bahwa semua kewajiban dalam kedudukannya sebagai pejabat ditempat dimana ia bertugas serta kesanggupannya untuk menyelesaikan perkara
tersebut, harus panjang lebar supaya oleh penguasa authority yang memutuskan apakah perkara tersebut akan diteruskan ke pengadilan, berdasarkan laporan dan
bukti-bukti tentang terjadinya tindak pidana dan orang-orang yang melakukannya, oleh pejabat pemeriksa tersebut. Lagi pula berkas-berkas untuk hakim yang akan
menjatuhkan keputusan vonis untuk perkara tersebut harus membantu sebagai penuntun yang baik, bukan hanya mengenai kesalahan terdakwa, tetapi juga untuk
beratnya hukuman yang akan dijatuhkan. Jika mungkin pemeriksaan harus selengkapnya senantiasa dengan cermat minta nasehat konsul dari peraturan
undang-undang yang dijelaskan dengan teliti mengikuti tanda-tandaisyarat- isyarat yang diberikan, maka dalam menjalankan tugasnya sebagai pemeriksa
yang berwenang akan berhasil dengan baik. Dari setiap pemeriksaan dibuat berita acara oleh pejabat pemeriksa yang bersangkutan dengan angkat sumpah dalam
penerimaan pelayanannya, jika berita acara ini dibuat pejabat berdasarkan perintah atasannya, seperti yang dimaksud dalam pasal 13 bag. 1 dari “Ordonansi
Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim 1939” maka ini harus dicatat dalam berita acara, jika mungkin dengan melampirkan salinan dari surat perintah
tersebut. Sebagai isi dan bentuk dari berita acara, Berita acara diberikan kepada pejabat pemeriksa Syahbandar jika mungkin pada salinannya kepada komandan
dari Angkatan Laut dan pengacara umum di pengadilan tinggi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 maka dibentuklah
pengadilan perikanan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus
tindak pidana di bidang perikanan. Pasal 71 A menyebutkan Pengadilan perikanan berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara tindak pidana di
bidang perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun warga
negara asing
2. Prosedur Penangkapan Kapal Asing Yang Mencuri Ikan di Wilayah Laut
Indonesia Menurut Hukum Internasional Pada dasarnya prosedur yang dilakukan berdasarkan ketentuan hukum
nasional dan internasional tidak jauh berbeda, karena bagaiamanpun prosedur yang dilakukan Indonesia juga mengacu kepada hukum laut Internasional.
Ketentuan ketentuan tersebut diatas sejalan dan sesuai dengan Konvensi PBB Tentang Hukum Laut UNCLOS 1982 sebagaimana dimaksud pasal 107
mengenai kewenangan dari Kapal atau Pesawat Udara yang berhak menyita karena perompakan, Pasal 111 mengenai pengejaran sektika hotpersuit dan pasal
224 mengenai Pelaksanaan Wewenang Penegakan Hukum di Laut yang hanya dapat dilaksanakan oleh Pejabat-pejabat atau oleh Kapal-kapal Perang, Pesawat
Udara Militer, atau kapal laut lainnya atau pesawat udara yang mempunyai tanda jelas dan dapat dikenal yang berada dalam Dinas Pemerintah dan berwenang
untuk melakukan tindakan-tindakan itu. Pasal 226 mengenai penyidikan terhadap kendaraan air asing menyebutkan:
1. a Negara-negara tidak boleh menahan suatu kendaraan air asing lebih lama
dari yang diperlukan untuk tujuan penyidikan sebagaimana ditentukan dalam pasal 216, 218 dan 220. Setiap pemeriksaan fisik suatu kendaraan air asing
harus dibatasi pada pemeriksaan atas sertifikat , catatan-catatan atau dokumen- dokumen lain yang disyaratakan untuk dibawa oleh kendaraan air asing itu
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan standart-standart internasional yang umum diterima atau dokumen-dokumen sejenis yang dibawa;pemeriksaan fisik
lebih lanjut terhadap kendaraan air tersebut hanya dapat dilakukan setelah adanya pengujian dimaksud dan semata-mata bilamana:
i. ada dasar-dasar yang jelas untuk menduga bahwa keadaan kendaraan air
itu atau peralatanya tidak sesuai dengan substansi dengan isi dokumen- dokumenya;
ii. isi dokumen-dokumen dimaksud tidak mencakupi untuk konfirmasi atau
verifikasi atas pelanggaran yang di duga;atau iii.
kendaraan air itu tidak membawa sertifikat dan catatan-catatan yang berlaku
b Apabila penyidikan ini menunjukan adanya suatu pelanggaran terhadap suatu perundang-undangan yang berlaku terhadap ketentuan-ketentuan dan standart-
standart internasional untuk perlindungan dan pemeliharaan lingkungan laut, maka pembebasan kendaraan air tersebut harus segera dilakukan sesuai dengan
prosedur-prosedur yang layak seperti misalnya adanya jaminan yang atau jaminan keuangan lainya yang wajar.
c Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketenuan dan standart-standart intenasional yang berlaku berkenaan dengan kelaikan kendaraan air, maka
pembebasan bagi kendaraan air, jika mrngakibatkan ancaman terhadap lingkungan laut, boleh ditolak atau dibebaskan bersyarat berlayar menuju gelangan reparasi
yang terdekat. Dalam hal pembebasan ini telah ditolak atau dibebaskan bersyarat, maka Negara bendera dari kendaraan air tersebut harus segera diberitahu dan
dapat mengusahakan pembebasan kendaraan air sesuai dengan ketentuan Bab XV 2.
Negara-negara harus bekerjasama untuk mengembangkan prosedur-prosedur guna mencegah pemeriksaan fisik yang tidak perlu tehadap kendaraan laut.
D. Upaya Negara Indonesia Dalam Menangani Masalah Illegal Fishing di