vertikal senyawa nitrit semakin tinggi sejalan dengan pertambahan kedalaman laut dan semakin rendahnya oksigen. Sedangkan distribusi horizontal kadar nitrit
semakin menuju ke arah pantai dan muara sungai kadarnya semakin tinggi. Ammonia NH
3
merupakan hasil pertama penguraian protein oleh mikroba ammonifikasi, ekskresi organisme, reduksi nitrit oleh bakteri, dan
pemupukan jika ada serta jumlahnya relatif rendah di perairan. Zat-zat organik yang bernitrogen secara berangsur-angsur akan terurai menjadi ammonia dan
selanjutnya menjadi nitrit kemudian dalam kondisi aerob menjadi nitrat Effendi, 2003. Ammonia di perairan merupakan petunjuk adanya penguraian bahan
organik, terutama protein. Ammonia-N yang terukur merupakan ammonia-N total NH
3
, NH
4 +
. Ammonia dalam bentuk tidak terioniasasi pH7 relatif lebih beracun terhadap ikan daripada dalam bentuk ammonium NH
4 +
. Daya racun amonia meningkat sebanding dengan meningkatnya pH dan kandungan CO
2
bebas. Bila pH turun ≤ 7, daya racun ammonia menurun pula Pescod, 1973.
Demikian pula dengan penurunan DO, daya racun ammonia akan meningkat. Sylvester 1958 in Wardoyo 1981 menyatakan bahwa kadar ammonia sebesar
1,0 mgl akan menghambat daya serap hemoglobin terhadap O
2
, ikan mati, atau mati lemas. Biasanya konsentrasi ammonia di laut adalah 0,1-5 µgl Parsons et
al. , 1984.
2. Fosfor
Fosfor di estuari terdapat dalam bentuk anorganik terlarut orthofosfat, organik terlarut dan partikel fosfat Kennish, 1990 in Ardiwijaya, 2002.
Tomasick et al. 1997 in Ardiwijaya 2002 mengatakan bahwa fitoplankton secara normal dapat mengasimilasi secara langsung fosfor anorganik terlarut dan
kadang-kadang menggunakan fosfor organik terlarut. Fosfor berperan dalam mentransfer energi dalam sel fitoplankton dari ADP menjadi ATP.
Moyle 1946 in Ardiwijaya, 2002 menyebutkan bahwa perairan dengan konsentrasi fosfat rendah 0,00-0,02 mgl akan didominasi oleh fitoplankton dari
kelas Bacillariophyceae Diatom, pada konsentrasi fosfat sedang 0,02-0,005 mgl akan didominasi oleh kelas Chlorophyceae, sedangkan pada konsentrasi
fosfat tinggi 0,10 mgl akan didominasi oleh kelas Chlorophyceae. 17
Udara
Air Bat uan fosfat
Bakt eri Fosfat t erlarut
Sedimen laut dalam
Sedimen laut dangkal Tunbuhan
Binat ang
Fosfor sering dianggap sebagai faktor pembatas, hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa fosfor sangat diperlukan dalam proses transfer energi. Fosfor
yang terdapat dalam jumlah sedikit akan menyebabkan defisiensi unsur hara yang dapat menekan pertumbuhan fitoplankton, akhirnya mengurangi produktivitas
dalam suatu perairan Sumawidjaya, 1983 in Ardiwijaya, 2002.
Gambar 6. Siklus Fosfor Nybakken, 1982
Berdasarkan siklus fosfor di laut Gambar 6, Millero dan Sohn 1992 menggambarkan bahwa keberadaan berbagai bentuk fosfat di laut dikendalikan
oleh proses biologi dan fisika. Pemanfaatan fosfat oleh fitoplankton terjadi selama proses fotosintesis. Ketika fitoplankton mati, fosfor organik dengan cepat berubah
menjadi fosfat. Proses dekomposisi fitoplankton yang mati juga berperan dengan bantuan bakteri untuk menghasilkan fosfor anorganik. Bentuk polifosfat di daerah
pantai dan sungai banyak yang berasal dari deterjen dan jika mengalami degradasi akan menghasilkan orthofosfat.
3. Silika
Silikon dalam air laut dihasilkan dari proses geokimia dan biologi. Silikon terlarut di laut terdapat dalam bentuk asam silisik H
4
SiO
4
, juga ion-ion silikat dan suspensi silikat oksida SiO
2
. Silikon bebas juga terdapat pada diatom- diatom maupun organik lain serta sebagai mineral-mineral di dalam tanah liat.
Silikon ditemui dalam laut baik sebagai senyawa silikon yang larut dalam air laut maupun sebagai zarah-zarah yang mengandung silikon. Konsentrasi silikon dalam
air laut sekitar 4000 µg Sil. Silikon diketahui sangat penting untuk pembentuk struktur pada silicoflagellata, diatom, radiolaria, dan sponge Riley dan Skirrow,
1975 in Ardiwijaya, 2002. Air laut banyak sekali mengandung berbagai zat hara yang mengandung silikon, banyak diantaranya merupakan hasil pelapukan batuan
di daratan yang diangkut oleh sungai atau angin ke laut. Pada perairan pesisir kadar silikon terlarut biasanya lebih besar daripada dalam laut terbuka sebagai
akibat dari runoff dari daratan Millero dan Sohn, 1992. 19
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di perairan estuari sungai Brantas, yaitu muara Sungai Porong Gambar 7, kabupaten Sidoarjo dan muara Sungai Wonokromo
Gambar 8, kota Surabaya Jawa Timur pada Bulan Maret 2007 sampai Maret 2008. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali untuk mencakup dua
musim yaitu pada tanggal 31 Maret 2007 musim hujan, 28 Agustus 2007 musim kemarau, dan 06 Maret 2008 musim hujan. Analisis sampel dilakukan
di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan Lab Proling, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB.
Gambar 7. Peta lokasi pengambilan contoh estuari Sungai Porong A: Maret 2007 dan B: Agustus 2007 dan Maret 2008.
A
B