II LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Persamaan Diferensial Linear
SPDL Suatu persamaan diferensial linear orde-1
dinyatakan sebagai berikut: x a t x
g t +
= 2.1
dengan a t dan
g t adalah fungsi dari waktu t. Bila
a t adalah suatu matriks berukuran
n n
×
dengan koefisien konstan dan g t dinyatakan sebagai vektor konstan b
maka diperoleh bentuk SPDL sebagai berikut: ,
dx Ax b
x x
dt =
+ = .
2.2 [Farlow,
1990]
2.2 Titik Tetap
Diberikan sistem persamaan differensial sebagai berikut
1 2
, ,...
x f x x
= ,
1 2
, ,...
n
x x ∈ ℜ . 2.3
Suatu titik x yang memenuhi
f x =
disebut titik kesetimbangan atau titik tetap dari sistem.
[Verhulst, 1990]
2.3 Pelinearan
Misalkan ,
, x
f x y y
g x y =
= andaikan
, x y
adalah titik tetap dari persamaan di atas, maka
, f x
y = dan
, g x
y = .
Misalkan u
x x
= − dan v
y y
= − maka
didapatkan
2 2
2 2
2 2
2 2
, ,
, ,
, ,
, ,
, ,
, ,
. u
x f x
u y v
f f
f x y u
v u v uv
x y
f f
u v
u v uv x
y v
y g x
u y v
g g
g x y u
v u v uv
x y
g g
u v
u v uv x
y =
= +
+ ∂
∂ =
+ +
+ Ο ∂
∂ ∂
∂ =
+ + Ο
∂ ∂
= =
+ +
∂ ∂
= +
+ + Ο
∂ ∂
∂ ∂
= +
+ Ο ∂
∂ Dalam bentuk matriks
2 2
. f
f u
u x
y u
v uv
v g
g v
x y
∂ ∂
⎛ ⎞
⎜ ⎟
∂ ∂
⎛ ⎞ ⎛ ⎞
⎜ ⎟
= + Ο
+ +
⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎜ ⎟
∂ ∂
⎝ ⎠ ⎝ ⎠
⎜ ⎟
∂ ∂
⎝ ⎠
Matriks
, x y
f f
x y
A g
g x
y ∂
∂ ⎡
⎤ ⎢
⎥ ∂
∂ ⎢
⎥ =
∂ ∂
⎢ ⎥
⎢ ⎥
∂ ∂
⎣ ⎦
disebut matriks Jacobi pada titik tetap
, x y
. Karena
2 2
u v
uv Ο
+ +
→ maka dapat diabaikan, sehingga didapat persamaan linear
. f
f u
u x
y v
g g
v x
y ∂
∂ ⎛
⎞ ⎜
⎟ ∂
∂ ⎛ ⎞
⎛ ⎞ ⎜
⎟ =
⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎜ ⎟
∂ ∂
⎝ ⎠ ⎝ ⎠
⎜ ⎟
∂ ∂
⎝ ⎠
2.4 [Strogatz,1994]
2.4 Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Misalakan A adalah matriks
n n
×
, maka suatu vektor taknol
x
di dalam
n
R disebut vektor eigen dari A jika untuk suatu skalar
λ berlaku
Ax x
λ =
2.5 vektor
x
disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen
λ . Untuk mencari nilai eigen dari matriks A
yang berukuran
n n
×
maka persamaan 2.5 dapat dituliskan kembali sebagai berikut
A I x
λ
− = 2.6
dengan I matriks identitas. Persamaan 2.6 mempunyai solusi taknol jika dan hanya jika
det A
I A
I
λ λ
− =
− =
. 2.7
Persamaan 2.7 disebut persamaan karakteristik dari matriks A.
[Anton, 1995]
2.5 Analisis Kestabilan Titik Tetap
Diberikan sistem persamaan differensial sembarang
x f x
= ,
n
x ∈ℜ . 2.8
Analisis kestabilan titik tetap dilakukan melalui matriks Jacobi, yaitu matriks
A
. Penentuan kestabilan titik tetap didapat
dengan melihat nilai-nilai eigennya, yaitu
i
λ
dengan 1, 2, 3,...,
i n
= yang diperoleh dari
det A
I λ
− =
Secara umum kestabilan titik tetap mempunyai tiga perilaku sebagai berikut
1. Stabil, jika
a. Setiap nilai eigen real adalah negatif
i
λ
untuk semua i b.
Setiap komponen nilai eigen kompleks bagian realnya lebih kecil
atau sama dengan nol
R e
i
λ ≤
untuk semua i. 2.
Takstabil, jika a.
Setiap nilai eigen real adalah negatif
i
λ
untuk semua i. b.
Setiap komponen nilai eigen kompleks bagian realnya lebih kecil
atau sama dengan nol
Re
i
λ
untuk semua i. 3.
Sadel, jika perkalian dua buah nilai eigen real sembarang adalah negatif
,
i j
λ λ untuk i dan j sembarang. Titik tetap sadel
ini bersifat takstabil [Tu,
1994]
2.6 Bilangan Reproduksi Dasar
Bilangan reproduksi dasar adalah rata- rata banyaknya individu yang rentan terinfeksi
secara langsung oleh individu lain yang telah terinfeksi bila individu yang telah terinfeksi
tersebut masuk ke dalam populasi yang seluruhnya masih rentan. Bilangan reproduksi
dasar dilambangkan dengan R
o
. Beberapa kondisi yang akan timbul, yaitu
1. Jika R
o
1, maka penyakit akan menghilang.
2. Jika R
o
=1, maka penyakit akan menetap. 3.
Jika R
o
1, maka penyakit akan meningkat menjadi wabah.
[Giesecke, 1994]
III PEMODELAN
Proses infeksi virus HIV yang diawali masuknya virus ke dalam sel darah putih
sehat. Di dalam sel, enzim virus RT pada genom RNA Ribonucleic Acid virus
membuat salinan DNA Deoxyribonucleid Acid
lalu bergabung dengan DNA inang membentuk RNA virus dalam jumlah banyak,
lalu RNA virus akan membentuk protein virus. Dari protein virus dihasilkan protease
virus kemudian virus akan matang sehingga akan menghasilakan virus baru yang siap
menyerang sel darah putih sehat lainnya. Proses tersebut dapat diilustrasikan dalam
Gambar 1.
Gambar 1 Proses Infeksi Virus HIV terhadap Sel Darah Putih Sehat www.cellsalive.com
1. Virus masuk ke dalam sel darah putih sehat
2. Enzim virus RT Reverse Transcriptase pada genom RNA virus membuat salinan
DNA 3.
DNA virus bergabung dengan DNA inang membentuk RNA virus dalam jumlah banyak
4. RNA virus membentuk protein virus
5. Protein virus membentuk protease virus
6. Virus-virus matang keluar dari inang
Gambar 2 Diagram alur infeksi virus HIV dalam darah
Model dasar infeksi virus HIV disusun oleh Nelson dan Perelson 1999. Diagram
alur yang yang menggambarkan infeksi virus HIV dalam darah ditunjukkan dalam
Gambar2. Berdasarkan diagram alur di atas, Nelson dan Perelson 1999 menyusun suatu
model dasar sistem infeksi virus HIV sebagai berikut
max
1
T
dT T
s pT
d T kVT
dt T
dT kVT
T dt
dV N T
cV dt
δ δ
= + −
− −
= −
= −
⎛ ⎞
⎜ ⎟
⎝ ⎠
Pada model tersebut terdapat tiga variabel yaitu sel darah putih sehat
T , sel darah putih terinfeksi
T , dan virus HIV
V . T adalah sel darah putih yang belum terinfeksi virus
HIV. T adalah sel darah putih yang sudah
terinfeksi oleh virus HIV. Sedangkan V adalah virus yang menyerang sel darah putih
sehingga dapat melumpuhkan sistem kekebalan p merupakan nilai maksimum
proliferation
,
max
T adalah jumlah maksimum
sel darah putih dalam darah. Kemudian
T d
adalah laju kematian alami sel darah putih sehat.
Virus HIV dalam darah menyebabkan terinfeksinya sel darah putih sehat, sehingga
terdapat suatu nilai terinfeksinya sel darah putih sehat oleh virus HIV, yaitu
kVT
, dengan
merupakan laju infeksi virus. Terinfeksinya sel
T
menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih sehat
dalam darah sehingga nilainya menjadi negatif, yaitu -kVT. Sedangkan pada sel darah
putih terinfeksi menyebabkan makin bertambahnya jumlah populasi sel darah putih
terinfeksi sehingga nilainya tetap, yaitu
kVT
. δ
merupakan laju kematian alami sel darah putih terinfeksi. Virus HIV dihasilkan secara
produktif oleh
T
, dengan nilai rata-rata produksi virion, yaitu N
δ . Kemudian
c
merupakan laju kematian alami virus. Asumsi yang digunakan pada model
tersebut, yaitu
max
T merupakan jumlah
maksimum sel darah putih sehat dalam darah. Jika sel darah putih sehat sudah mencapai
nilai tersebut maka sel darah putih akan mati secara alami, sehingga nilai
max T
d T s
dan semua parameter bernilai positif.
Dari model dasar tersebut maka dapat dianalisis inveksi virus HIV berdasarkan jenis
terapi pengobatannya. Terdapat tiga jenis terapi pengobatan yaitu Protease Inhibitor
PI, Reverse Transcriptase Inhibitor RTI
atau kombinasi antara keduanya. Dalam tulisan ini dipelajari model infeksi
virus dalam darah dengan menggunakan terapi Protease Inhibitor. Peran dari terapi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Peran terapi Protease Inhibitor pada virus HIV www.cellsalive.com
Dari Gambar 3 di atas, selama proses enzim virus RT membuat suatu salinan DNA
dari genom RNA virus, jika RT Inhibitors ada maka genom RNA virus tidak akan dikopi ke
dalam DNA dan virus baru tidak akan dihasilkan. Ketika virus mereplikat, DNA
dibaca untuk menghasilkan protein-protein virus yang kemudian menghasilkan Protease
virus. Protease virus diperlukan untuk menghasilkan virus terinfeksi.
Proses Protease Inhibitor terjadi ketika virus sudah terbentuk, maka populasi virus
terbagi menjadi dua jenis, yaitu virus yang dapat menginfeksi
I
V dan virus yang tidak dapat menginfeksi
NI
V .
I
V terbentuk karena Protease Inhibitor tidak dapat
menghambat protease virus sedangkan
NI
V terbentuk karena Protease Inhibitor dapat
menghambat protease virus. Perelson dan Nelson 1999 menyusun dua buah model,
yaitu Protease Inhibitor sempuna dan Protease Inhibitor
tidak sempurna.
3.1 Protease Inhibitor Tidak Sempurna