Murraya Kajian Floristik Suku Rutaceae Di Kawasan Madura

71 balig; helaian membundar telur-menjorong-melanset menyerong, 2.2 –10.8 × 1.2– 4 cm, pangkal menyerong-membaji, ujung melancip-berekor, tepi rata, tulang tengah berbulu balig, permukaan atas hijau mengkilat, permukaan bawah pudar, menjangat, gundul, berbintik-bintik kelenjar. Perbungaan terminal dan aksilar, tirsus atau gundung, harum, banci; kuncup bunga hijau kekuningan, membulat telur sungsang, 0.5 –1 cm. Bunga pedisel berbulu balig, 3–5 mm; daun kelopak bunga berlekatan, bercuping 5, menyegitiga sempit, 1 mm, hijau, berbulu balig, berbintik-bintik kelenjar; daun mahkota bunga berlepasan, menyirap, 5, melanset sungsang, 1.5 –2 × 0.5–0.6 cm, putih, lekas luruh; benang sari berlepasan, 10; tangkai sari memita, tegak, ukuran tidak sama, 5 berukuran panjang, 0.9 –1 cm, 5 berukuran lebih pendek, 0.7 cm, putih; kepala sari melekat pangkal, kuning; cakram bentuk cincin; bakal buah melonjong, hijau, 2 mm, berbintik-bintik kelenjar; tangkai putik tegak, lebih panjang dari bakal buah, 5 –6 mm, kehijauan, berbintik-bintik kelenjar, lekas luruh; kepala putik mementol, pipih, lebar 1 –2 mm, kuning. Buah baka, membulat telur-melonjong menyempit, pangkal cembung, ujung melancip, 1 –1.7 × 0.6–1.1 cm, berbintik-bintik kelenjar, hijau saat muda, merah-jingga saat masak, lokul buah 2. Biji 1 –3, membulat telur, cembung tertekan, 0.8 –1 cm; salut biji tipis, jingga-merah; testa kecokelatan, tebal, berserat, memasai; kotiledon satu sisi datar dan sisi lain cembung, putih susu, saat muda hijau pucat. Distribusi : India, Sri Lanka, Burma, Indocina, Malesia hingga Australia. Madura : Bangkalan Keramat. Habitat : Murraya paniculata tumbuh di daerah kering, daerah berbatu atau berkapur pada ketinggian hingga 1000 m dpl. Jenis ini ditanam di daerah terbuka pada ketinggian hingga 40 m dpl di Madura. Nama lokal : Kamonèng Madura; kemuning Indonesia. Pemanfaatan : Jenis ini ditanam sebagai penghias kebun. Di masa lalu bagian kayunya dijadikan ukiran atau pegangan keris Heyne 1950. Spesimen yang diamati : Bangkalan ASDI 44. Etimologi : Epitet paniculata merujuk pada perbungaan malai. Murraya koenigii L. Spreng. Gambar 30 Murraya koenigii L. Spreng., Syst. Veg. 2: 315. 1817; Backer, Schoolfl. Java 185. 1911; Backer, Beknopte Fl. Java 6, fam. 146: 18. 1948; Backer Bakh. f., Fl. Java 2: 103. 1965; Stone, Rev. Handbk. Fl. Ceylon 5: 458. 1985; Jones, Tree Fl. Sabah Sarawak 1: 406. 1995; Zhang Mabberley, Fl. China 11: 87. 2008; Bergera koenigii L., Mant. Pl. 565. 1767. Perdu. Ranting gilig, gundul, berbintik-bintik kelenjar. Daun spiral, majemuk menyirip gasal, panjang daun 18.3 –25 cm; tangkai 1.9–3.5 cm, berbantalan, berbulu balig; rakis 0.8 –2.5 cm, berbulu balig. Anak daun 7–21, berhadapan- berseling; tangkai 2 –4 mm; helaian membundar telur, melonjong atau melanset- mengetupat, 1.9 –5.5 × 1–3 cm, pangkal membaji-menyerong, ujung meruncing- melancip atau bergubang, tepi rata atau bergigi-berpicisan, tulang tengah berbulu balig, permukaan atas hijau mengkilat, permukaan bawah pudar, menjangat, gundul, berbintik-bintik kelenjar, sangat aromatik. Perbungaan terminal, malai, banci; kuncup bunga membulat telur sungsang-melanset sungsang, 3 –5 mm. Bunga pedisel 3 –4 mm, berbulu balig; daun kelopak bunga berlekatan, 72 memangkuk, bercuping 4, menyegitiga, 1 mm; daun mahkota bunga berlepasan, menyirap, 4; benang sari 10, berlepasan; tangkai sari 1 –1.5 mm; kepala sari 0.5 mm, kuning; cakram bentuk cincin; bakal buah melonjong, 1 mm; tangkai putik tegak, lebih panjang dari bakal buah, 2.5 mm, lekas luruh; kepala putik mementol,

0.4 mm. Buah baka, membulat telur, pangkal cembung, ujung cembung, 0.9

–1 × 0.6 –0.7 cm, hitam saat masak, lokul buah 1. Biji 1, membulat telur, 1 × 0.7 cm; salut biji tipis; testa tipis; kotiledon satu sisi datar dan sisi lain cembung. Distribusi : Berasal dari India dan Sri Lanka, namun telah banyak dibudidayakan di kawasan tropis. Madura: Sumenep Kali Anget. Habitat : Murraya koenigii tumbuh di dataran rendah beriklim kering hingga daerah dengan ketinggian 1000 m dpl. Nama lokal : Enggu ’ Madura; daun kari Melayu. Pemanfaatan : Bagian daun muda dimakan sebagai sayur, sedangkan buah yang sudah masak dimakan segar. Pada pengobatan tradisional, bagian getah dijadikan sebagai obat sakit kepala. Bagian daun yang masih segar digunakan sebagai bumbu masakan kari oleh masyarakat Melayu dan Sri Lanka Swingle 1943; Stone 1985; Jones 1995. Spesimen yang diamati : Sumenep ASDI 68, CA Backer 30052. Etimologi : Epitet koenigii dipilih untuk menghormati JG Koenig, seorang murid dari Linnaeus.

9. Severinia

Severinia Tenore, Ind. Sem. Hort. Neap. 3. 1840; Swingle, Citrus Ind. 1: 274. 1943; Jones, Tree Fl. Sabah Sarawak 1: 410. 1995. Distribusi : Marga Severinia terdiri dari 6 jenis yang terdistribusi mulai dari Cina Selatan, Taiwan, Indo-Cina, Jawa, Kalimantan, Filipina, Maluku hingga Papua Jones 1995. Sebanyak 1 jenis terdapat di kawasan Madura, yaitu Severinia disticha. Etimologi : Epitet Severinia untuk menghormati Severinus, seorang uskup agung dari Roma. Severinia disticha Blanco Swingle Gambar 31 Severinia disticha Blanco Swingle, Jour. Wash. Acad. Sci. 28: 533. 1938; Jones, Tree Fl. Sabah Sarawak 1: 411. 1995. Atalantia disticha Blanco Merr., Phil. Gov. Lab. Bur. Bul. 27: 28. 1905; Limonia disticha Blanco, Fl. Filip. 356. 1837. Perdu. Ranting gilig, berbulu balig, berbintik-bintik kelenjar; tidak berduri atau berduri sepasang, duri seperti parafil, 0.5 –1 mm. Daun berseling, tunggal, tangkai berbulu balig, 4 –9 mm; helaian menjorong-melanset atau membundar telur sungsang, pangkal membaji, ujung membundar atau meruncing-melancip, tepi berpicisan, 2.1 –13 × 1–5.5 cm, menjangat, berbintik-bintik kelenjar. Perbungaan aksilar, malai, 2.7 –6.4 cm, banyak bunga, banci; kuncup bunga membulat telur- membulat telur sungsang, 3 –6 mm. Bunga pedisel 1–2 mm, berbulu balig; daun kelopak bunga berlekatan, memangkuk, bercuping 5, berbintik-bintik kelenjar; daun mahkota bunga berlepasan, menyirap, 5, 2 mm; benang sari 10, berlepasan, 3 mm; putik 2 mm. Buah tidak diamati. 73 Distribusi : Borneo, Kangean, Filipina, Maluku, Flores dan Papua. Madura: Kangean Paliat. Habitat : Jenis ini tumbuh di hutan dekat kawasan pantai, tanah berbatu, berpasir atau berkapur pada ketinggian hingga 90 m dpl. Jenis ini hidup pada ketinggian 0.25 –50 m dpl di Kangean. Nama lokal : Tidak diketahui. Pemanfaatan : Severinia disticha belum termanfaatkan di Kangean. Berdasarkan catatan Jones 1995, bagian buah yang telah masak dapat dimakan segar karena memiliki rasa yang manis dan pulpa yang berlendir digunakan sebagai lem di Filipina. Bagian kayunya juga dimanfaatkan sebagai bahan bangunan oleh masyarakat di Indonesia dan Indonesia. Spesimen yang diamati : Kangean CA Backer 29432. Etimologi : Epitet disticha merujuk pada susunan daunnya yang berseling. Gambar 31 Severinia disticha Blanco Swingle. A. ranting; B. daun; C. karangan bunga

10. Triphasia

Triphasia Lour., Fl. Cochinch. 152. 1790; Backer, Schoolfl. Java 184. 1911; Swingle, Citrus Ind. 1: 236. 1943; Backer, Beknopte Fl. Java 6, fam. 145: 23. 1948; Backer Bakh. f., Fl. Java 2: 105. 1965; Mabberley, Fl. Australia 26: 496. 2013. Echinocitrus Tanaka, J. Arnold Arbor. 9: 137. 1928. Distribusi : Marga Triphasia terdiri dari 3 jenis dan terdistribusi di Asia Tenggara, Filipina serta Nugini Kubitzki et al. 2011. Jenis yang terdapat di kawasan Madura adalah Triphasia trifolia. Etimologi : Epitet Triphasia berasal dari Bahasa Yunani, triphasios, yang berarti rangkap tiga. Penamaan tersebut merujuk pada ciri perbungaan yang trimer. Catatan : Marga Triphasia dibagi menjadi dua anak marga, yaitu Eutriphasia dan Echinocitrus Swingle 1943. Kedua anak marga tersebut memiliki kesamaan ciri morfologi, seperti ranting yang berbiku-biku, sepasang duri, bunga tunggal dengan kelopak yang memangkuk, benang sari yang berlepasan, dan buah masak A B C 74 yang berwarna cerah Swingle 1943. Berdasarkan ciri pada bagian bunga, anak marga Eutriphasia memiliki bunga trimer dan benang sari berjumlah 6, sedangkan Echinocitrus memiliki bunga pentamer dan benang sari berjumlah 10. Anak marga Eutriphasia terdiri dari 2 jenis, yaitu Triphasia trifolia dan T. grandifolia Merr. Jenis yang dimasukkan dalam anak marga Echinocitrus adalah Triphasia brassii C.T. White Swingle Swingle 1943. Triphasia trifolia Burm.f. P.Wilson Gambar 32 Triphasia trifolia Burm.f. P.Wilson, Torreya 9: 33. 1909; Backer, Schoolfl. Java 184. 1911; Ochse, Ind. Vrucht. 242. 1917; Swingle, Citrus Ind. 1: 237. 1943; Backer, Beknopte Fl. Java 6, fam. 145: 24. 1948; Backer Bakh. f., Fl. Java 2: 106. 1965; Jansen, Jukema, Oyen van Lingen, PROSEA 2: 363. 1992; Limonia trifolia Burm. f., Fl. Indica 103. 176. Perdu, tegak, 0.5 –2 m. Ranting gilig, berbulu balig, berbintik-bintik kelenjar; duri aksilar, berpasangan, lurus, 3 –13 mm. Daun berseling, majemuk berpinak daun 3; tangkai daun 3 –4 mm, berbulu balig. Anak daun tengah bertangkai 1–4 mm, anak daun tepi bertangkai 0.5 –1 mm, berbulu balig; helaian membundar telur- menjorong-mengetupat, membundar telur sungsang-menjantung sungsang, anak daun tengah berukuran besar, 1.9 –3.6 × 1.7–3.9 cm, anak daun tepi 1–2.3 × 0.7–2 cm, pangkal membaji atau menumpul, tepi rata-beringgitan, ujung bergubang, permukaan atas hijau mengkilat, permukaan bawah pudar, menjangat, berbintik- bintik kelenjar. Bunga tunggal, aksilar, banci; daun kelopak bunga berlekatan, memangkuk, bercuping 3, kehijauan, berbintik-bintik kelenjar; daun mahkota bunga berlepasan, menyirap, 3, membundar telur sungsang, 1.2 –1.3 × 0.5–0.6 cm, putih; benang sari 6, berlepasan; tangkai sari memita, 6 mm, putih; kepala sari 2.5 –3 mm, kuning; cakram berbentuk cincin, bakal buah melonjong, 4 mm, kehijauan; tangkai putik 4 mm, putih; kepala putik mementol, bercuping 3, kuning. Buah baka, membulat telur-membulat, pangkal cembung, ujung cembung, 1.1 –1.4 × 0.9–1.1 cm, hijau-jingga saat muda, merah saat masak, berbintik-bintik kelenjar; lokul buah 3; pulpa berlendir, sangat lengket, manis- getir. Biji 1 –3, testa tipis, membulat telur, 8–9 × 5–6 mm; kotiledon satu sisi datar dan sisi lain cembung, hijau. Distribusi : Terdistribusi di Asia Tenggara; banyak dibudidayakan di kawasan tropis dan subtropis. Madura: Pada penelitian ini ditemukan di Bangkalan Jaddih, Keramat dan Pejagan. Habitat : Jenis ini tumbuh di tempat ternaungi, kawasan berkapur atau kebun pada ketinggian hingga 32 m dpl di Madura. Nama lokal : Jherruk ranté Madura; jeruk kingkit Indonesia. Pemanfaatan : Pada saat ini Triphasia trifolia dibudidayakan sebagai tanaman pagar dan dalam pengobatan tradisional air rebusan buah diminum sebagai obat batuk. Pemanfaatannya sebagai obat batuk juga telah dicatat oleh Heyne 1950, sepuluh buah yang telah dipisahkan dari biji direbus dengan 200 g gula dan 300 g air, kemudian hasil rebusan diminum sebanyak satu sendok makan setiap jam untuk melepas dahak. Bagian getah dari buah yang masih muda dapat dipakai sebagai perekat Heyne 1950. Buah dapat dimakan karena memiliki rasa yang manis. 75 Spesimen yang diamati : Bangkalan ASDI 33, ASDI 36, ASDI 43; Sampang CA Backer 20288; Kangean Dommers 293. Etimologi : Epitet trifolia merujuk pada anak daun yang berjumlah 3 helai. Gambar 32 Triphasia trifolia Burm. f. P.Wilson. A. ranting; B. daun sisi adaksial; C. daun sisi abaksial; D-E. bunga; F. buah; G. penampang melintang buah; H. penampang membujur buah; I. biji Amyridoideae Rutaceae subfam. Amyridoideae Link, Handbuch 2: 128. Jan-Aug. 1831. Amyridaceae Kunth, Ann. Sci. Nat. Paris. 2: 353. 1824. Amyrideae DC., Prodr. 2: 81. 1825. Amyridales J. Presl, Nowoceska Bibl. 7: 335. 1846. Amyridinae Engl., Engler Prantl, Nat. Pflanzenfam. Teil III, Abt. 4-5: 111.1896. Pohon atau perdu, berbintik-bintik kelenjar. Ranting gilig, dengan atau tanpa duri. Daun berhadapan atau spiral; majemuk menyirip gasal atau berpinak daun 1 –3; tangkai dengan atau tanpa sayap. Perbungaan malai atau tandan, bunga banci atau jantan; ginesium apokarp atau sinkarp. Buah kering berupa buah batu, atau bumbung yang membengang. Distribusi : Anak suku Amyridoideae terdistribusi di Amerika, Afrika, Asia Selatan, Indohimalaya, daratan Asia Tenggara, Malesia, Australasia hingga F E D C B A G H I