II. TINJAUAN PUSTAKA
Cendawan Trichoderma sp.
Hutan mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yang tergenang pada saat pasang naik dan
bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri dari lingkungan biotik dan abiotik yang saling
berinteraksi didalam suatu habitat mangrove. Jenis mangrove yang banyak dijumpai di Indonesia antara lain Bakau Rhizophora spp., Api-api Avicennia
spp., Pedada Sonneratia spp., Tanjang Bruguiera spp., Nyirih Xylocarpus spp., Tenger Ceriops spp., dan Buta-buta Exoecaria spp.. Secara ekologi
mangrove menghasilkan bahan organik unsur hara di perairan, sehingga memiliki peranan bagi kelangsungan hidup berbagai biota perairan. Perairan yang terdapat
didekat hutan mangrove merupakan daerah subur sehingga banyak dimanfaatkan sebagai tempat berlindung dan mencari makan bagi biota perairan seperti ikan dan
udang yang masih muda Leswara et al. 1987. Hutan mangrove menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber
makanan bagi udang, ikan, kepiting, zooplankton, invertebrate kecil dan organisme pemakan bahan-bahan hasil pelapukan lainnya. Bahan pelapukan
mangrove berasal dari berbagai organ pohon mangrove seperti daun, ranting, cabang, bunga dan bagian pohon lainnya yang jatuh dan lazim disebut serasah.
Agar dapat dimanfaatkan oleh organisme perairan lainnya, serasah tersebut perlu didekomposisi terlebih dahulu menjadi bahan lain yang dapat menjadi sumber
makanan bagi organisme tersebut. Sebagian serasah mangrove diuraikan oleh bakteri dan cendawan menjadi
detritus terlarut yang dapat dimanfatkan organisme perairan sebagai bahan makanan. Bakteri dan cendawan merupakan mikroorganisme primer yang
berperan dalam proses dekomposisi berbagai komponen serasah. Yunasfi 2006, melaporkan berbagai cendawan yang terdapat pada serasah mangrove yang telah
mengalami dekomposisi antara lain Aspergillus sp., Penicillum sp., Trichoderma sp. dan Fusarium sp.
5 Trichoderma sp. merupakan mikroba yang terdapat dihampir semua jenis
tanah dan habitat yang berbeda. Genus ini termasuk kedalam divisi Amastigoycota, subdivisi Deuteromycotina, kelas Deuteromicetes, sub kelas
Hypomycetidae, ordo Moniliales, family moniliaceae Alexopoulos dan Mims, 1979 dalam Rossiana, 1992.
Trichoderma sp. membentuk koloni berwarna putih dengan miselia yang longgar atau kompak. Warna koloni biasanya dipengaruhi oleh pigmentasi
fialosfor, jumlah spora maupun pH media Rifai,1969. Trichoderma sp. merupakan mikoparasitik aktif yang dapat digunakan sebagai agen biokontrol. T.
harzianum mampu menyerang sejumlah cendawan patogen penyebab utama penyakit tanaman Papavizas 1985; Chet 1987. Mekanisme antagonis utama T.
harzianum terhadap cendawan patogen melalui pengeluaran enzim seperti β-1,3
glukanase, kitinase, dan protease yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi dinding dan membran sel patogen El ad et al. 1983 dalam Tomia, 2005.
Sifat antagonistik yang dimiliki Trichoderma sp. adalah antibiosis, lisis, kompetisi dan mikoparasit. Wells 1986, mengemukakan bahwa Trichoderma
sp. dapat tumbuh diberbagai tempat, mudah diisolasi dan dibiakkan, serta kisaran parasitisme terhadap patogen tumbuhan sangat luas. Trichoderma sp. mempunyai
kemampuan berkompetisi akan makanan dan tempat, umumnya menghasilkan antibiotik serta memiliki kerja enzim yang memungkinkan kerusakan pada
berbagai cendawan patogen. Trichoderma sp. yang terdapat pada serasah mangrove memiliki peranan
penting bagi kehidupan biota perairan seperti meningkatkan aktivitas metabolisme biota perairan, sebagai bioactive metabolite, agen biokontrol dan sebagai
antibiotik alami di perairan Sun et al. 2008. Selain itu Trichoderma sp. juga menghasilkan peptida berupa peptaibols dan polyketide. Peptaibols merupakan
peptida linier pendek yang dapat berfungsi sebagai anti bakteri, anti cendawan, dan anti virus Ruiz et al. 2007. Polyketide merupakan kandidat potensial yang
dapat berfungsi sebagai antioksidan, antibiotik, anti kanker Saleem et al. 2007
6
Darah Udang
Darah udang disebut hemolim memiliki dua komponen yakni plasma dan sel darah dengan komponen organik dan anorganik. Komponen organik terdiri dari
gula, lemak dan protein sedangkan komponen anorganik terdiri dari natrium dan klorida serta sedikit kalium, kalsium dan magnesium. Darah udang tidak
berwarna merah karena tidak memiliki Hemoglobin Hb, tetapi jika berikatan dengan oksigen akan berwarna biru muda. Fungsi Hb pada udang digantikan oleh
hemosianin sebagai transport oksigen, yaitu suatu protein yang mengandung Cu dan bisa berikatan dengan oksigen. Hemosianin berfungsi dalam transport
oksigen, sebagai buffer dalam darah krustasea dan berperan penting dalam osmotik darah Maynard, 1960.
Keberadaan hemosit dalam darah crayfish arthropoda menentukan tingkat kekebalan tubuh udang terhadap serangan penyakit patogen. Apabila terjadi
penurunan total hemosit akan menyebabkan kerusakan pada inang yang ditandai dengan reaksi melanisasi oleh jamur Aphanomyces astaci pada jaringan kutikula,
penetrasi pada jaringan tubuh dan disusul kematian organisme Person et al., 1987.
Maynard 1960 menyatakan bahwa sel hemolim terdiri dari granulosit dan hialosit. Sel hialosit mempunyai nukleus yang besar terletak ditengah dikelilingi
oleh sitoplasma basophilik. Pada sitoplasma tidak terlihat adanya retikulum endoplasmik serta ribosom dan juga tidak ditemukan badan golgi, granul hampir
tidak ada atau terlihat sangat sedikit Amirante, 1986. Bentuk hemosit Penaeid dibedakan menjadi bentuk yang tidak bergranula
agranolucyte, granulanya sedikit semigranulocyte dan bergranula banyak granulocyte Martin dan Graves, 1985. Dari analisa flow cytometer oleh
Owens dan ONeill 1996 bahwa persentase hialosit udang windu Penaeus monodon Fab. yang normal terdiri dari 60 - 93 dari total hemosit, sedangkan
persentase granulosit berjumlah 17 - 40 . Berdasarkan analisa Cell-Dyn 3000, total hemosit rata-rata berjumlah 2,1 x 10
7
. Sel hialosit bersifat fagositik, yakni kemampuan untuk menerkam partikel-partikel asing seperti bakteri dan
virus. Apabila hialosit masuk ke dalam jaringan, hialosit berkembang menjadi fagosit yang lebih besar yang disebut makrofag. Granulosit mengandung granula
7 di dalam sitoplasma. Granulosit merupakan jaringan pertama untuk sistem
pertahanan seluler melawan infeksi dengan migrasi ke daerah-daerah yang sedang mengalami infeksi, menembus dinding pembuluh dan memfagosit partikel asing
untuk dihancurkan. Johansson dan Soderhall 1989, menyatakan bahwa hialosit juga berperan
dalam sistem pertahanan udang. Sel hialosit ini diaktifkan oleh faktor opsonin yang dihasilkan dari aktifnya proPO menjadi PO pada sel granular, sehingga
dapat memfagositosis material asing baik bakteri maupun virus, tetapi yang paling berperan dalam sistem pertahanan udang adalah granulosit.
Mekanisme Pertahanan Tubuh pada Udang
Tidak seperti ikan atau vertebrata lain yang mempunyai antibodi spesifik atau komplemen, sistem kekebalan udang masih primitif dan tidak memiliki sel
memori. Pada invertebrata seperti udang tidak memiliki imonoglobulin yang berperan dalam mekanisme kekebalan tubuh Kwang, 1996.
Sistem pertahanan tubuh utama pada udang terdiri dari dua bagian yaitu sistem pertahanan tubuh seluler dan sistem pertahanan humoral. Sistem
pertahanan seluler meliputi fagosit sel-sel hemosit, nodulasi dan encapsulasi. Sistem pertahanan humoral mencakup phenoloxidase PO, propenoloxidase
ProPO, lectin dan aglutinin. Kedua sistem pertahanan ini bekerja sama memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi organisme patogen dari
lingkungan Itami, 1994. ProPO diaktifkan oleh prophenoloxidase activating enzim PPA. Sedangkan PPA ini bisa diaktifkan oleh lipopolisakarida. ProPO
dan PPA ini merupakan protein yang berlokasi di granular hemosit. Akibat dari pengaktifan proPO menjadi PO dihasilkan protein faktor opsonin yang
merangsang fagositosis hialosit Johansson dan Soderhall, 1989. Meningkatnya ketahanan tubuh udang dapat diketahui dengan meningkatnya
aktifitas sel fagosit dari hemosit. Fagositosis merupakan mekanisme pertahanan non spesifik yang secara umum dapat melindungi adanya serangan penyakit yang
bersifat patogen. Hemosit sebagai faktor yang sangat penting dalam sistem pertahanan seluler yang bersifat non spesifik. Kemampuan hemosit dalam
aktifitas fagositosis yang dapat meningkat pada kejadian infeksi, menunjukkkan
8 pertahanan tubuh yang bersifat seluler. Dengan adanya infeksi tersebut akan
merangsang sistem pertahanan non spesifik seluler sehingga diharapkan dapat menangkal serangan penyakit. Mekanisme aktifitas hemosit pada udang terdiri
dari mekanisme penjeratan encapsulasi terhadap suatu materi asing, mekanisme fagositosis gabungan terbentuk dari beberapa hemosit yang membentuk kumpulan
lebih besar, dan kumpulan hemosit membentuk suatu lapisan terpigmentasi Fontaine dan Lightner, 1974.
lmunostimulan
Imunisasi udang adalah suatu usaha untuk meningkatkan ketahanan udang dengan jalan memasukkan antigen ke dalam tubuh, imunisasi yang telah dikenal
secara umum adalah vaksinasi Anderson, 1992. Sedangkan menurut Ellis 1988, bahwa vaksin adalah produk yang dihasilkan dari suspensi
mikroorganisme hidup maupun mati yang dapat menghasilkan kekebalan immunity. Pada hewan invertebrata misalnya kekebalan udang ini berupa
aglutinin, bakterisidin, fagositosis dan presipitin Paterson et al. 1992. Dalam budidaya udang penggunaan antibiotik untuk menghambat bakteri
saat ini sudah tidak efektif lagi, dikarenakan beberapa bakteri sebagai contoh V. harveyi telah memiliki sifat resistensi terhadap beberapa antibiotik antara lain
chloramphenicol, erytrhromimycin, neomycin, oxytetracycline, furazolidone, nifurpirinol dan gentamycin Karunasagar et al. 1994 ; Muliani, 2002. Selain itu
penggunaan antibiotik memiliki dampak terhadap lingkungan akuatik dan residunya dapat membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya
Reed et al. 2003. ltami et al. 1996 mengatakan bahwa pemberian immunostimulan dapat
meningkatkan aktivitas fagosit hemosit dan meningkatkan aktivitas ProPO, sehingga mencegah infeksi dari Vibrio. Taslihan 1991, menambahkan terdapat
penyebaran hemosit diasumsikan sebagai bentuk dari mekanisme respon seluler terhadap masuknya benda asing ke dalam tubuh udang terutama pada
hepatopankreas pasca larva udang windu setelah dilakukan vaksinasi. Sejauh ini diketahui bahwa pemberian immunostimulan tidak mempunyai efek samping dan
sangat baik untuk diterapkan pada organisme yang tidak mempunyai sel memori
9 dalam sistem kekebalannya, seperti golongan krustase dengan cara merangsang
atau memaksimalkan respon kebal non-spesifiknya Kwang, 1996.
Vibrio harveyi
Bakteri Vibrio tergolong dalam divisi Bakteria, klas Shyzomycetes, ordo Eubacterial, family Vibrionaceae dan genus Vibrio. Bakteri ini merupakan bakteri
gram negatif, berbentuk sel tunggal, berbentuk batang pendek yang bengkok koma atau lurus, bersifat motil, ukuran sel 1-4 mikron, berpendar dan
mempunyai flagella disalah satu kutubnya Kreig dan Peter, 1984. Sedangkan
sifat biokimianya adalah oksidase positif kecuali V. metschnikovii dan V. gazogenes, fermentatife terhadap glukosa, sensitife terhadap uji 0129. DNA
genomnya mengandung 51 mol G+C guanin dan sitosin Logan, 1994, tidak membentuk gas pada produksi asam dari glukosa dan dapat menggunakan sukrosa
sebagai sumber energi Lavilla-Pitogo et al. 1990. V. harveyi menghasilkan katalase, indol, lysine, dekarboksilase, nitrat reduktase dan oksidase, tapi tidak
menghasilkan arginin dihidrolase Alvares et al. 1998 Menurut Liu, Lee, dan Cheng 1996, dalam Zhang et al. 2001, protease,
phospolipase, haemolisin atau exotoxin merupakan patogenitas penting untuk Vibrio harveyi. Bakteri penghasil cahaya ini sangat patogen dan akut sehingga
dapat menyebabkan kematian larva udang sampai 100 dalam waktu singkat. Larva udang yang terserang cepat mati, tidak berbangkai dan hancur Rukyani et
al. 1992. Penularan penyakit bakterial dalam lingkungan perairan, dapat terjadi
melalui kontak langsung dengan inang yang sakit, alat-alat yang digunakan, bagian sisa tubuh ikan, melalui hewan dan tumbuhan air serta air bekas ikan sakit.
Pada larva yang terinfeksi V harveyi terjadi penyusutan hepatopankreas dan perubahan warna menjadi coklat kehitaman Roza et al. 1997.
Larva yang terinfeksi pada tingkat parah terlihat bercahaya pada kondisi gelap dan
penyebabnya diidentifikasi sebagai V. harveyi. V. harveyi dapat menyebabkan bercak merah pada dasar bak pemeliharaan larva Lavilla Pitogo et al. 1990; Roza
et al. 1997.
10 Menurut Zafran dan Roza 1993, V. harveyi akan bersifat patogen bagi
larva udang windu apabila kepadatannya dalam air pemeliharaan mencapai 8,35 x 10
4
cfuml. Hal senada dengan Prajitno 1995 yang mengatakan bahwa dengan kepadatan bakteri Vibrio sp. 10
4
selml, dapat menyebabkan kematian larva udang dalam waktu 24 jam.
III. METODE PENELITIAN