Penyelesaian Kredit Pembelian Sepeda Motor Bermasalah(Studi Kasus Pt. Federal International Finance Cabang Medan)

(1)

PENYELESAIAN KREDIT PEMBELIAN SEPEDA MOTOR BERMASALAH (STUDI KASUS PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE CABANG MEDAN)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

100200273

EDUARD LUMBANTOBING

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA (BW)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENYELESAIAN KREDIT PEMBELIAN SEPEDA MOTOR BERMASALAH (STUDI KASUS PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE CABANG MEDAN)

Oleh

100200273

EDUARD LUMBANTOBING

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA (BW)

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

NIP. 196603031985081001 Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Malem Ginting, SH.M.H Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum NIP. 195707151983031002 NIP. 196602021991032002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

i ABSTRAK

PENYELESAIAN KREDIT PEMBELIAN SEPEDA MOTOR BERMASALAH (Studi Kasus PT. FEDERAL INTERNATIONAL

FINANCE CABANG MEDAN) * Eduard Lumbantobing ** Malem Ginting, S.H., M.Hum *** Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum

Lembaga Pembiayaan atau dikenal dengan multifinance merupakan salah satu Lembaga Keuangan bukan bank di Indonesia yang mempunyai aktifitas membiayai kebutuhan Masyarakat baik bersifatproduktif maupun konsumtif. Lembaga Pembiayaan di Indonesia saat ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Perlindungan Hukum terhadap Kreditur dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam pembelian sepeda motor pada PT. Federal International Finance Cabang Medan. Kendala dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah pada PT. Federal International Finance Cabang Medan dan Proses Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam pembelian sepeda motor pada PT. Federal International Finance Cabang Medan. Jenis Penelitian dalam hal ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris meliputi penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum dalam permberlakuan hukum di dalam kehidupan masyarakat.

Perlindungan Hukum yang ada dalam Perjanjian Kredit antara PT. FIF Cabang Medan selaku Kreditur dan Debitur sangat lemah. Pada Pihak Kreditur apabila terjadi wanprestasi oleh Debitur, sangat sulit bagi Kreditur melakukan eksekusi obyek perjanjian, karena selain mekanisme perjanjian yang dibuat tidak dengan notarial, juga mekanisme jaminan tidak sesuai dengan prosedur dalam Undang-undang Jamina Fidusia dan perlindungan hukum terhadap Debitur hanya terdapat dalam perjanjian asuransi yang diadakan oleh PT. FIF Cabang Medan sebagai penanggung, Debitur wajib mempertanggungjawabkan melalui perjanjian pertanggungan yang lain. Kendala-kendala yang dihadapi PT. FIF Cabang Medan dalam melakukan penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah adalah diantaranya pembiayaan bermasalah akan diselesaikan jika ada itikad baik dari Debitur untuk menyelesaikannya dengan PT. FIF Cabang Medan, jika tidak ada itikad baik dari Debitur maka bank akan melakukan tindakan tegas, serta kurangnya pemahaman Debitur terhadap isi dalam akad pembiayaan, sehingga Debitur tidak mengetahui mana yang seharusnya menjadi hak dan kewajiban Debitur. Penyelesaian Kredit bermasalah yang dilakukan PT.FIF Cabang Medan adalah melalui dua jalur, yaitu jalur litigasi yakni penyelesaian sengketa dengan menempuh jalur pengadilan yaitu pengadilan yang berwenang menyelesaikan perkara pembiayaan dan jalur non litigasi adalah upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan diluar pengadilan, yaitu melalui musyawarah dan lembaga arbitrase.

Kata Kunci : Penyelesaian, Kredit, Bermasalah * Mahasiswa Fakultas Hukum

** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah Penyelesaian Kredit Pembelian Sepeda Motor Bermasalah (Studi kasus PT. Federal International Finance Cabang Medan).

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kapada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

iii

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, S.H.., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan.

6. Bapak Malem Ginting, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

9. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis papa Saut Timbul Lumbantobing dan mama Tiur Kalima Purba yang telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

10.Buat teman-teman stambuk 2010, yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas dukung dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan Balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, April 2015 Penulis,

Eduard Lumbantobing 100200273


(6)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Keaslian Penulisan ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN ... 16

A. Pengertian Lembaga Pembiayaan ... 16

B. Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan ... 17

C. Kegiatan Usaha Pembiayaan ... 19

D. Pendirian Lembaga Perusahaan Pembiayaan ... 21

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT ... 26

A. Tinjauan Umum Tentang Kredit ... 26

1. Pengertian dan Jenis Kredit ... 26


(7)

v

3. Bentuk Perjanjian Kredit ... 33

B. Tinjauan Umum Tentang Kredit Bermasalah ... 34

1. Pengertian Kredit Bermasalah ... 34

2. Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah ... 35

3. Penyelesaian Terhadap Kredit Bermasalah ... 38

BAB IV PENYELESAIAN KREDIT PEMBELIAN SEPEDA MOTOR BERMASALAH PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE CABANG MEDAN ... 46

A. Perlindungan Hukum terhadap Kreditur dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah pada PT. Federal International Finance Cabang Medan ... 46

B. Kendala yang Dihadapi Kreditur dalam Penagihan Kredit pada PT. Federal International Finance Cabang Medan ... 57

C. Proses Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam Pembelian Sepeda Motor pada PT. Federal International Finance Cabang Medan ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA


(8)

i ABSTRAK

PENYELESAIAN KREDIT PEMBELIAN SEPEDA MOTOR BERMASALAH (Studi Kasus PT. FEDERAL INTERNATIONAL

FINANCE CABANG MEDAN) * Eduard Lumbantobing ** Malem Ginting, S.H., M.Hum *** Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum

Lembaga Pembiayaan atau dikenal dengan multifinance merupakan salah satu Lembaga Keuangan bukan bank di Indonesia yang mempunyai aktifitas membiayai kebutuhan Masyarakat baik bersifatproduktif maupun konsumtif. Lembaga Pembiayaan di Indonesia saat ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Perlindungan Hukum terhadap Kreditur dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam pembelian sepeda motor pada PT. Federal International Finance Cabang Medan. Kendala dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah pada PT. Federal International Finance Cabang Medan dan Proses Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam pembelian sepeda motor pada PT. Federal International Finance Cabang Medan. Jenis Penelitian dalam hal ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris meliputi penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum dalam permberlakuan hukum di dalam kehidupan masyarakat.

Perlindungan Hukum yang ada dalam Perjanjian Kredit antara PT. FIF Cabang Medan selaku Kreditur dan Debitur sangat lemah. Pada Pihak Kreditur apabila terjadi wanprestasi oleh Debitur, sangat sulit bagi Kreditur melakukan eksekusi obyek perjanjian, karena selain mekanisme perjanjian yang dibuat tidak dengan notarial, juga mekanisme jaminan tidak sesuai dengan prosedur dalam Undang-undang Jamina Fidusia dan perlindungan hukum terhadap Debitur hanya terdapat dalam perjanjian asuransi yang diadakan oleh PT. FIF Cabang Medan sebagai penanggung, Debitur wajib mempertanggungjawabkan melalui perjanjian pertanggungan yang lain. Kendala-kendala yang dihadapi PT. FIF Cabang Medan dalam melakukan penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah adalah diantaranya pembiayaan bermasalah akan diselesaikan jika ada itikad baik dari Debitur untuk menyelesaikannya dengan PT. FIF Cabang Medan, jika tidak ada itikad baik dari Debitur maka bank akan melakukan tindakan tegas, serta kurangnya pemahaman Debitur terhadap isi dalam akad pembiayaan, sehingga Debitur tidak mengetahui mana yang seharusnya menjadi hak dan kewajiban Debitur. Penyelesaian Kredit bermasalah yang dilakukan PT.FIF Cabang Medan adalah melalui dua jalur, yaitu jalur litigasi yakni penyelesaian sengketa dengan menempuh jalur pengadilan yaitu pengadilan yang berwenang menyelesaikan perkara pembiayaan dan jalur non litigasi adalah upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan diluar pengadilan, yaitu melalui musyawarah dan lembaga arbitrase.

Kata Kunci : Penyelesaian, Kredit, Bermasalah * Mahasiswa Fakultas Hukum

** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.1

Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan/atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan/atau jasa tersebut pada umumnya merupakan barang dan/atau jasa yang sejenis maupun yang bersifat komplementer satu dengan yang lainnya. Dengan banyaknya variasi produk yang sedemikian luasnya dan dengan dukungan kemajuan teknologi komunikasi dan informatika menyebabkan perluasan ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa yang melintasi batas wilayah suatu negara. Manusia pada akhirnya dihadapkan pada jenis barang Peningkatan ekonomi dan Era Globalisasi, mempengaruhi kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam sesuai dengan harkatnya semakin meningkat pula. Hal ini ditunjukkan oleh semakin banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi, tidak terbatas pada kebutuhan sandang, pangan dan papan saja. Namun juga tuntutan akan tersedianya kebutuhan akan kendaraan sebagai alat transportasi, yang mana kendaraan roda dua menjadi transportasi yang banyak digunakan masyarakat Indonesia.

1


(10)

2

dan/atau jasa yang ditawarkan secara varitatif, baik yang berasal dari produk domestik maupun dari luar negeri.2 Dalam perjalanannya manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya dan selalu melakukan bermacam-macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Tidak bisa kita elakkan lagi, untuk memenuhi kebutuhan tersebut dibutuhkan dana oleh kalangan Usahawan perseorangan maupun Usahawan yang tergabung dalam suatu Badan Hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam meningkatkan produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya.3

Gejala meningkatnya tuntutan akan sarana transportasi yang nyaman, tampak terlihat dari makin padatnya jalan-jalan dengan jumlah dan aneka ragam kendaraan pribadi yang semakin hari semakin bertambah. Konsumsi kendaraan bermotor roda empat nasional yang menunjukkan grafik menanjak dari tahun ke tahun, menjanjikan lahan yang pasti bagi usaha ini. Salah satu indikatornya terlihat dari keberanian Lembaga Pembiayaan Konsumen dalam mengucurkan dananya pada masyarakat, yang makin hari makin besar dan ekspansif. Bagi Perusahaan Pembiayaan Konsumen sebenarnya besarnya biaya yang diberikan per Konsumen relatif kecil, karena barang yang dibiayai secara pembiayaan Konsumen adalah barang-barang keperluan Konsumen yang akan dipakai untuk keperluan hidupnya. Selain itu resiko dari bisnis Pembiayaan Konsumen juga

2

Abdul Halim Barkatulah, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Banjarmasin: Nusa Media, 2008), hal. 11

3

Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 105


(11)

3

menyebar, berhubung akan terlibatnya banyak Konsumen dengan pemberian biaya yang relatif kecil, sehingga aman bagi pihak Pemberi biaya.

Munir Fuady menyatakan, Kredit dibagi dalam dua macam, yaitu Sale Credit dan Loan Credit. Sale Credit adalah pemberian Kredit untuk pembelian sesuatu barang, dan Nasabah akan menerima barang tersebut. Sementara dengan

Loan Credit, Nasabah akan menerima cash dan berkewajiban pula mengembalikan hutangnya secara cash juga di kemudian hari. Dengan begitu, Pembiayaan Konsumen tergolong ke dalam Sale Credit, karena memang Konsumen tidak menerima cash, tetapi hanya menerima “barang” yang dibeli dengan Kredit tersebut.4

Pilihan Masyarakat akan Lembaga Pembiayaan selain disebabkan alasan diatas juga disebabkan adanya kebutuhan akan pelayanan yang cepat, prosedur yang tidak rumit, dan persyaratan yang mudah dipenuhi. Berbagai kemudahan itu Bank yang selama ini sudah dikenal luas oleh masyarakat ternyata tidak mampu memenuhi berbagai keperluan dana yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kesulitan masyarakat mengakses dana dari Bank ini disebabkan antara lain jangkauan penyebaran Kredit Bank yang belum merata, keharusan Bank menerapkan prinsip Prudent Banking, keharusan Debitur untuk menyerahkan jaminan, dan terbatasnya kemampuan permodalan Bank sendiri. Mengingat banyaknya kendala untuk memperoleh dana dari Bank ini, Lembaga Pembiayaan merupakan salah satu sumber dana alternatif yang penting dan potensial yang patut dipertimbangkan.

4

Munir Fuady, Hukum Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Citra Aditya Bakti,1995), hal. 205


(12)

4

menyebabkan masyarakat memilih Lembaga Pembiayaan untuk memenuhi kebutuhannya. Namun, terdapat konsekuensi atas pilihan masyarakat akan Lembaga Pembiayaan tersebut, yaitu bunga pinjamannya lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga pinjaman yang diberikan oleh Perbankan. Sehingga pada umumnya, jenis Kredit yang diberikan termasuk kategori Kredit kecil atau mempunyai jumlah pinjaman yang rendah. Selain itu, Kredit Konsumtif lebih dominan di Lembaga Pembiayaan karena umumnya Konsumen tidak terpengaruh oleh tingkat suku bunga. Konsumen jenis ini lebih memperhatikan jumlah angsuran perbulan yang sesuai dengan kemampuan mereka membayar angsuran tersebut dari penghasilannya perbulan.

Perkembangan perusahaan Pembiayaan yang sangat pesat menunjukkan bahwa penyaluran Pinjaman atau Kredit, tidak lagi menjadi monopoli Perbankan. Perusahaan Pembiayaan tidak hanya gencar dalam melakukan penyaluran kredit mobil dan motor, mereka juga serius menawarkan pinjaman dana tunai ke para Nasabahnya, selayaknya Perbankan. Nilai pinjaman yang diberikan juga cukup besar. Namun, syarat serta jaminannya lebih ringan dari Bank.5

Kegiatan yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan yang menawarkan pinjaman dana tunai kepada Nasabah ini tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang Perusahaan Pembiayaan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ( selanjutnya disebut Permenkeu) No. 84/PMK.012/2006 menyatakan bahwa kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pengadaan barang

5

Gunawan dan Mona Tobing, Tergiur Margin Tebal dan Pasar yang Bongsor, (diakses pada tanggal 5 Februari 2015)


(13)

5

berdasarkan kebutuhan Konsumen. Pada aturan tersebut kita dapat melihat bahwa hakikat dari Perusahaan Pembiayaan adalah kegiatan pengadaan barang dan bukan penyediaan dana tunai. Dalam aturan tersebut juga menjelaskan, kegiatan Perusahaan Pembiayaan hanya meliputi sewa guna usaha, anjak piutang, usaha kartu kredit, dan pembiayaan konsumen. Dalam Peraturan Presiden ( selanjutnya disebut Perpres) No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan menyatakan hal yang sama bahwa Perusahaan Pembiayaan hanya mempunyai 4 kegiatan usaha yang dapat dilakukan.

Permenkeu Nomor 220/PMK.010?2012 Tentang Permenkeu Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan. Peraturan Menkeu ini dibuat untuk mengurangi resiko pembiayaan kendaraan bermotor oleh masyarakat dan meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran Pembiayaan Konsumen. Selain itu juga diatur mengenai uang muka Pembiayaan Konsumen untuk kendaraan bermotor oleh Perusahaan Pembiayaan.

Pembiayaan Konsumen ini tidak lain dari sejenis Kredit Konsumsi

(Consumer Credit). Penjelasan bahwa Kredit Konsumsi sebenarnya secara substantif sama dengan Pembiayaan Konsumen dinyatakan oleh A. Abdurrahman sebagaimana dikutip oleh Munir Fuady:6

6

Munir Fuady, Loc. Cit.

Kredit yang diberikan kepada konsumen-konsumen guna pembelian barang-barang konsumsi dan jasa-jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman-pinjaman yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif dan dagang. Kredit yang demikian itu dapat mengandung resiko


(14)

6

yang lebih besar dari pada Kredit Dagang biasa maka dari itu, biasanya Kredit itu diberikan dengan tingkat bunga yang tinggi.

PT. Federal International Finance Cabang Medan juga merupakan Lembaga Pembiayaan Kredit yang bergerak dalam Usaha Pembiayaan Kredit. PT. Federal International Finance Cabang Medan memberikan pelayanan kredit kepada nasabah dengan mengharapkan laba yang diperoleh dari bunga kredit tersebut. Persaingan yang ketat di dunia Pembiayaan Kredit ini membuat PT. Federal International Finance Cabang Medan harus lebih siap di dalam memberikan segala fasilitas kredit bagi Nasabahnya. Banyak pesaing yang lebih mudah memberikan Kredit dan menawarkan tingkat suku bunga Kredit yang lebih rendah.

Fasilitas kredit yang diberikan PT. Federal Internasional Finance Cabang Medan terhadap Debitur memudahkan para Debitur dalam melakukan kredit. Meskipun demikian pemberian fasilitas kredit tersebut menimbulkan berbagai permasalahan kredit seperti pembayaran kredit macet dimana Debitur tidak mampu menyelesaikan kewajibannya dalam pembayaran kredit.

Berdasarkan Latar Belakang diatas maka Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah serta pola penyelesaian yang dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Konsumen atas kredit bermasalah tersebut serta titel / alas hak dalam pemberian dana dari Lembaga Pembiayaan ke Konsumen dalam suatu Skripsi yang berjudul: Penyelesaian Kredit Pembelian Sepeda Motor Bermasalah (Studi Kasus PT. Federal International Finance Cabang Medan)


(15)

7 B. Permasalahan

Dalam setiap penulisan skripsi tentulah ditemukan yang menjadi permasalahan yang merupakan titik tolak bagi pembahasan nantinya. Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Perlindungan Hukum terhadap Kreditur dalam Penyelesaian Kredit bermasalah dalam pembelian sepeda motor pada PT. Federal International Finance Cabang Medan?

2. Bagaimanakah Kendala yang dihadapi Kreditur dalam penagihan Kredit pada PT. Federal International Finance Cabang Medan?

3. Bagaimanakah proses Penyelesaian Kredit bermasalah dalam pembelian sepeda motor pada PT. Federal International Finance Cabang Medan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah menemukan jawaban atas permasalahan yang ada tersebut. Secara lebih rinci tujuan dari penelitian ini adalah

1. Perlindungan Hukum terhadap Kreditur dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam pembelian sepeda motor pada PT. Federal International Finance Cabang Medan.

2. Kendala yang dihadapi Kreditur dalam penagihan Kredit pada PT. Federal International Finance Cabang Medan.

3. Proses Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam pembelian sepeda motor pada PT. Federal International Finance Cabang Medan.


(16)

8 D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis.

a. Diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai hal-hal yang mendasari pemberian dana dari Lembaga Pembiayaan terhadap Konsumen.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Kredit Bermasalah dalam Perjanjian Pembiayaan serta bagaimana proses penyelesaiannya.

2. Manfaat Praktis. a. Pemerintah

Diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengambil keputusan untuk menghadapi persoalan yang muncul dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen kendaraan bermotor dan Penegakan Hukum dalam praktek kredit kendaraan bermotor.

b. Lembaga Pembiayaan

Diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi PT. Federal International Finance dalam Penyelesaian Kredit Sepeda Motor Bermasalah

c. Masyarakat

Diharapkan agar masyarakat dapat mengetahui hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam melakukan kredit.


(17)

9 E. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian tentang Penyelesaian Kredit Pembelian Sepeda Motor Bermasalah (Studi Kasus PT. Federal International Finance Cabang Medan).

Motor Dengan Jaminan Secara Kredit (Studi PT. Indako Medan). Permasalahan : Wanprestasi dalam perjanjian jual beli sepeda motor dengan jaminan secara kredit, dan aspek hukum yang dipergunakan jika terjadi wanprestasi pada perjanjian jual beli sepeda motor dengan jaminan secara kredit. Jenis perjanjian jual beli dengan jaminan secara kredit.

Erwin L. Tobing, Tinjauan Yuridis terhadap Perjanjian Kredit Sepeda Motor Honda pada PT. FIF (Astra Medan) permasalahan dalam penelitian ini adalah bentuk hubungan hukum perjanjian kredit pada PT. FIF, hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian kredit serta akibat hukum perjanjian kredit, wanprestasi perjanjian kredit dan penyelesaiannya.

Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli. Apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.


(18)

10

Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara Ilmiah dan terbuka atas segala kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna penyempurnaan hasil penelitian.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian dalam hal ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris meliputi penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum7

2. Sifat penelitian

dalam pemberlakuan hukum di dalam kehidupan masyarakat.

Dalam penelitian ini, Hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati didalam kehidupan nyata. Dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian ini menganalisa hukum yang diberlakukan terhadap gejala sosial di dalam dinamika masyarakat.

Sifat penelitian dari Skripsi ini lebih mengarah kepada sifat penelitian

deskriptif yakni penelitian secara umum termasuk pula didalamnya penelitian Ilmu Hukum, penelitian deskriptif bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan gambaran secara tepat mengenai Penyelesaian Kredit Pembelian Sepeda Motor Bermasalah (Studi Kasus PT. Federal International Finance Cabang Medan).

7

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 42


(19)

11 3. Data dan Sumber Data

Data maupun sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini terdiri dari Data Primer dan Data Sekunder, antara lain sebagai berikut:

a. Data Primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu Konsumen yang mengalami permasalahan dalam kredit. Data primer yang digunakan dalam penulisan Skripsi ini adalah dengan melakukan wawancara langsung terhadap pihak terkait dalam hal ini yaitu Showroom

serta pihak-pihak lain yang terlibat.

b. Data Sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan Hukum. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1) Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari instrumen Hukum Nasional, terdiri dari :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Perpres Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga pembiayaan. Keputusan Presiden ( selanjutnya disebut Perpres ) 61/1988 Tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri


(20)

12

Keuangan ( selanjutnya disebut KepMenkeu) 1251/ KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan dan Permenkeu Nomor 84/ PMK. 012/ 2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan dan

2) Bahan Hukum Sekunder dari penelitian ini yakni bahan Hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan Hukum Primer Penyelesaian Kredit Pembelian Sepeda Motor Bermasalah (Studi Kasus PT. Federal International Finance Cabang Medan), bahan Hukum Sekunder yang digunakan antara lain: Pendapat para Pakar Hukum, Karya Tulis Hukum yang termuat dalam media massa; buku-buku Hukum (text book), serta Jurnal-jurnal Hukum yang membahas mengenai Penyelesaian Kredit Pembelian Sepeda Motor Bermasalah (Studi Kasus PT. Federal International Finance Cabang Medan).

3) Bahan Hukum Tersier yang Penulis gunakan berupa kamus hukum dan ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Studi Kepustakaan dan Teknik Wawancara. Studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian Ilmu Hukum, karena Penelitian Hukum selalu berawal dari Premis atau pernyataan Normatif


(21)

13

berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Mengenai Studi Kepustakaan dilakukan atas bahan-bahan Hukum yang relevan dengan permasalahan Peneliti. Teknik wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Responden maupun Informan yang dirancang atau yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dan mendukung permasalahan yang diajukan dalam penelitian mengenai Penyelesaian Kredit Pembelian Sepeda Motor Bermasalah (Studi Kasus PT. Federal International Finance Cabang Medan).

4. Analisis Data

Dalam Penelitian Ilmu Hukum aspek Empiris dikenal dua model Analisis yakni, Analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah Penelitian Hukum Empiris dengan pendekatan Penelitian Deskriptif, maka tehnik analisis data yang penulis lakukan dalam Skripsi ini adalah tehnik analisis data secara kualitatif dari berbagai sumber. Penarikan kesimpulan dilakukan dalam penelitian ini dengan menarik kesimpulan yang bersifat umum menjadi kesimpulan yang bersifat khusus. Keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder akan diolah dan dianalisis secara sistimatis, diketagorikan dan diklasifikasikan serta dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data.


(22)

14

Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara Kualitatif kemudian data akan disajikan secara Deskriptif Kualitatif dan Sistimatis.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan Skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan Skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam Skripsi ini. Adapun Sistematika Penulisan Skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan pengantar. Didalamnya termuat mengenai gambaran umum tentang Penulisan Skripsi yang terdiri dari Latar Belakang Penulisan Skripsi, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN

Bab ini berisikan tentang Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan, Pengertian Lembaga Pembiayaan, Kegiatan Usaha Pembiayaan, Pendirian Lembaga Perusahaan Pembiayaan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT

Bab ini berisikan tentang Tinjauan Umum Tentang Kredit, Pengertian dan jenis Kredit, Syarat Pemberian Kredit, Bentuk


(23)

15

Perjanjian Kredit dan Tinjauan Umum Tentang Kredit Bermasalah yang terdiri dari Pengertian Kredit Bermasalah, Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah dan Penyelesaian Terhadap Kredit Bermasalah.

BAB IV PENYELESAIAN KREDIT PEMBELIAN SEPEDA MOTOR BERMASALAH PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE CABANG MEDAN

Bab ini berisikan Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam Pembelian Sepeda Motor pada PT. Federal International Finance Cabang Medan dan Kendala yang Dihadapi Kreditur dalam Penagihan Kredit pada PT. Federal International Finance Cabang Medan serta Proses Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam Pembelian Sepeda Motor pada PT. Federal International Finance Cabang Medan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi. Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya guna.


(24)

16 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN

A. Pengertian Lembaga Pembiayaan

Perusahaan merupakan Badan Usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan secara terus menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan memperoleh Keuntungan dan atau laba.8

Pembiayaan Konsumen dalam Bahasa Inggris disebut dengan istilah

consumer finance. Pembiayaan Konsumen ini pada hakikatnya sama saja dengan Kredit Konsumen (consumer credit). Bedanya hanya terletak pada Lembaga yang membiayainya. Pembiayaan Konsumen, biaya diberikan oleh Perusahaan Dalam Pasal 1 huruf (b) UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dijelaskan bahwa Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam Wilayah Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. Sedangkan, pengertian dari Perusahaan Pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dalam pasal 1 huruf (b) dikatakan bahwa Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.

8

Abdul R Saliman, dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana Renada Media Group, 2005), hal. 84


(25)

17

Pembiayaan (financing company), sedangkan Kredit Konsumen (consumer credit)

biayanya diberikan oleh bank.9

Secara Substansial, pengertian Pembiayaan Konsumen pada dasarnya tidak berbeda dengan Kredit Konsumen. Menurut A. Abdurrahman sebagaimana dikutip oleh Munir Fuady bahwa “Kredit Konsumen adalah kredit yang diberikan kepada Konsumen guna pembelian barang konsumsi dan Jasa seperti yang dibedakan dari Pinjaman yang digunakan untuk tujuan produktif atau dagang”.10

1. Sewa Guna Usaha ( Leasing Company )

Perusahaan Pembiayaan merupakan Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan Usaha dari Lembaga Pembiayaan. Selain Perusahaan Pembiayaan, Bank dan Lembaga Keuangan bukan Bank juga merupakan Badan Hukum yang melaksanakan aktifitas dari Lembaga Pembiayaan yaitu:

2. Modal Ventura ( Ventura Capital Company ) 3. Perdagangan Surat Berharga ( Securities Company ) 4. Anjak Piutang ( Factoring Company )

5. Usaha Kartu Kredit ( Credit Card Company ).

6. Pembiayaan Konsumen ( Consumers Finance Company ).

B. Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

Dasar Hukum Pembiayaaan Konsumen di Indonesia dimulai pada tahun 1988, yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, dan KepMenkeu No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan

9

Sunaryo, Op. Cit., hal. 96

10


(26)

18

Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kedua keputusan tersebut merupakan titik awal sejarah perkembangan pengaturan Pembiayaan Konsumen sebagai Lembaga Bisnis Pembiayaan di Indonesia.

Adapun dasar Hukum dari Pembiayaan Konsumen adalah sebagai berikut. 1. Perjanjian diantara para pihak berdasarkan asas kebebasan berkontrak.

Perjanjian antara pihak Perusahaan Finansial sebagai Kreditur dan Konsumen sebagai Debitur. Perjanjian Pembiayaan Konsumen merupakan Dokumen Hukum Utama yang dibuat secara Sah dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Akibat Hukum Perjanjian yang dibuat secara Sah, maka akan berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak, yaitu Perusahaan Pembiayaan dan Konsumen (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

2. Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata. Sumber Hukum Utama Pembiayaan Konsumen adalah ketentuan mengenai Perjanjian Pinjam Pakai dan Perjanjian Jual Beli Bersyarat yang diatur di dalam Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata.

3. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan. Di dalamnya mengatur mengenai jenis, kegiatan usaha, dan pendirian Lembaga Pembiayaan serta pembatasan dan pengawasan Lembaga Pembiayaan.


(27)

19

Peraturan Menteri Keuangan No.84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan. Didalamnya mengatur mengenai Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendirian, Kepemilikan dan Kepengurusan Perusahaan Pembiayaan serta mengatur mengenai Merger, Konsolidasi, Akuisisi, Kantor Cabang, Pinjaman dan Penyertaan sampai kepada Pengawasan dan Sanksi bagi Perusahaan Pembiayaan.11

C. Kegiatan Usaha Pembiayaan

Kegiatan Perusahaan Pembiayaan merupakan sebagian kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan. Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, disebutkan bahwa bentuk Kegiatan Usaha dari Perusahaan Pembiayaan antara lain:

1. Sewa Guna Usaha; 2. Anjak Piutang;

3. Usaha Kartu Kredit, dan/atau 4. Pembiayaan Konsumen Ad.1 Sewa Guna Usaha.

Sewa Guna Usaha yang dalam bahasa inggris disebut Leasing atau to lease

yang berarti menyewakan.12

11

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No.84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan

12

O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, (Jakarta: Ghalia Indonesia,2000), hal. 161

Sewa Guna Usaha merupakan Kegiatan Pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu


(28)

20

tertentu berdasarkan Pembayaran secara angsuran Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha, baik dengan maupun tanpa Hak Opsi untuk membeli barang tersebut. Pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali.

Sepanjang Perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) masih berlaku, Hak Milik atas Barang Modal Objek Transaksi Sewa Guna Usaha berada pada Perusahaan Pembiayaan. Secara akuntansi financial, sewa guna usaha merupakan pembiayaan berdasar arus dana hingga investasi awal dapat ditekan serendah mungkin dan sisanya dapat dibayar secara berkala berdasar pertimbangan arus dana yang dihasilkan oleh barang modal yang dibiayai tersebut.13

Anjak Piutang (Factoring) adalah Kegiatan Pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dijelaskan bahwa kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Kegiatan anjak piutang tersebut, dapat dilakukan dalam bentuk anjak piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang (Without Recourse) dan anjak piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang (With Recourse).

Ad. 2 Anjak Piutang

14

13

Faried Wijaya, Perkreditan Bank dan Lembaga-Lembaga Keuangan, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1991), hal. 180

14

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan, Bab II, Pasal 4


(29)

21

Anjak Piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang (Without recourse)

yaitu resiko kredit ditanggung perusahaan anjak piutang. Sedangkan anjak piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang (With recourse) yaitu klien (supplier)

sebagai penanggung risiko kredit terhadap piutang yang dijual pada perusahaan

factoring.15

a. Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Ad. 3 Usaha Kartu Kredit

Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan Pembiayaan untuk pembelian Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan kartu kredit. Kegiatan Usaha Kartu Kredit dilakukan dalam bentuk penerbitan kartu kredit yang dapat dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk Pembelian Barang dan/atau Jasa Perusahaan Pembiayaan yang melakukan Kegiatan Usaha Kartu Kredit, sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran wajib mengikuti ketentuan Bank Indonesia. Ad. 4 Pembiayaan Konsumen

Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah Kegiatan Pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan Konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan Konsumen dengan pembayaran secara angsuran.

Kebutuhan Konsumen yang dimaksud meliputi antara lain :

b. Pembiayaan Alat-alat Rumah Tangga. c. Pembiayaan Barang-barang Elektronik. d. Pembiayaan Perumahan.

15

Juli Irmanto dkk, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2009), hal. 163


(30)

22

D. Pendirian Lembaga Perusahaan Pembiayaan

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan pada Pasal 1, dijelaskan bahwa Perusahaan Pembiayaan didirikan dalam bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi.

Perusahaan Pembiayaan dapat didirikan oleh:

1. Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia; atau

2. Badan Usaha Asing dan Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia (usaha patungan).

Setiap pihak yang melakukan Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud diatas, wajib terlebih dahulu memperoleh Izin Usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan Pembiayaan tersebut harus mencantumkan dalam anggaran dasarnya kegiatan Pembiayaan yang dilakukan secara jelas.

Adapun hal-hal yang perlu dilampirkan didalam format yang diajukan kepada Menteri untuk mendapatkan Izin Usaha untuk melakukan Kegiatan Usaha adalah sebagai berikut :

1. Akta Pendirian Badan Hukum termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang yaitu Notaris, yang sekurang-kurangnya memuat: a. Nama dan Tempat Kedudukan.

b. Kegiatan Usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan. c. Permodalan.


(31)

23

e. Wewenang, Tanggung jawab, masa Jabatan Direksi dan Dewan Komisaris atau Pengurus dan Pengawas.

2. Data Direksi dan Dewan Komisaris atau Pengurus dan Pengawas meliputi: a. Fotokopi tanda pengenal yang dapat berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP)

atau Paspor.

b. Daftar Riwayat Hidup. c. Surat Pernyataan:

1) Tidak tercatat dalam Daftar Kredit Macet di sektor Perbankan.

2) Tidak tercantum dalam Daftar Tidak Lulus (DTL) di sektor Perbankan. 3) Tidak pernah dihukum karena Tindak Pidana kejahatan.

4) Tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu Perseroan/Perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan Keputusan Pengadilan yang mempunyai Kekuatan Hukum Tetap ( inkracht ).

5) Tidak merangkap Jabatan pada Perusahaan Pembiayaan lain bagi Direksi.

6) Tidak merangkap jabatan lebih dari 3 (tiga) Perusahaan Pembiayaan lain bagi Komisaris.

d. Bukti berpengalaman operasional di bidang Perusahaan Pembiayaan atau Perbankan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun bagi salah satu Direksi atau Pengurus.


(32)

24

e. Fotokopi Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS) dan fotokopi surat izin bekerja dari Instansi berwenang bagi Direksi atau Pengurus berkewarganegaraan asing.

3. Data Pemegang Saham atau anggota dalam hal:

a. Perorangan, wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1, angka 2, dan angka 3 serta surat pernyataan bahwa setoran modal tidak berasal dari pinjaman dan kegiatan pencucian uang (money laundering).

b. Badan Hukum, wajib dilampirkan :

1) Akta Pendirian Badan Hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan dari Instansi berwenang termasuk bagi Badan Usaha Asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Negara asal.

2) Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dan laporan keuangan terakhir.

3) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1, angka 2, dan angka 3 bagi pemegang saham dan direksi atau pengurus.

4) Sistem dan Prosedur kerja, Struktur Organisasi, dan Personalia.

5) Fotokopi bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk Deposito berjangka pada salah satu Bank Umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh Bank Penerima Setoran yang masih berlaku selama dalam proses pengajuan Izin Usaha.

6) Rencana Kerja untuk 2 (dua) tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:


(33)

25

a) Rencana Pembiayaan dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana dimaksud.

b) Proyeksi arus kas, neraca dan perhitungan laba/rugi bulanan dimulai sejak Perusahaan Pembiayaan melakukan kegiatan operasional.

7) Bukti kesiapan Operasional antara lain berupa: a) Daftar Aktiva tetap dan Inventaris.

b) Bukti Kepemilikan, Penguasaan atau Perjanjian sewa-menyewa gedung kantor; contoh Perjanjian Pembiayaan yang akan digunakan.

c) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

8) Perjanjian usaha patungan antara Pihak Asing dan Pihak Indonesia bagi perusahaan patungan.

9) Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (P4MN). Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh Izin Usaha wajib melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Izin Usaha ditetapkan, yang mana laporan atas pelaksanaan kegiatan tersebut disampaikan kepada Menteri selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal dimulainya Kegiatan Usaha tersebut.

Apabila setelah jangka waktu yang telah ditentukan, Perusahaan Pembiayaan tidak melakukan Kegiatan Usaha, Menteri mencabut Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.


(34)

26 BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT

A. Tinjauan Umum Tentang Kredit 1. Pengertian dan jenis Kredit

a. Pengertian kredit

“Kata kredit berasal dari bahasa Romawi ”credere” yang berarti percaya.”16

“Sebagai dasar dari setiap Perikatan (Verbintenis) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari yang lain. - Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu pada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu.”

Unsur dasar dari Kredit adalah adanya kepercayaan. Pihak yang Pemberi kredit (Kreditur) percaya bahwa Penerima kredit (Debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktunya, maupun Prestasinya dan Kontraprestasinya. Bila dilihat pendapat para Sarjana tentang definisi dari kredit, ternyata diantara para Sarjana memberi pengertian yang berbeda antara satu dengan lainnya. Seperti Savelberg memberi pengertian, bahwa kredit memiliki arti:

17

16

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012), hal. 411

17

Edy Putra The ’aman, Kredit Pernbankan, Suatu Tinjauan Yuridis, (Yogyakarta: Liberty, 1989), hal. 1

Pengertian Kredit pada umumnya, Hal ini terlihat dari kata setiap perikatan. Kreditor percaya bahwa Debitur mampu untuk memenuhi perikatan yang disepakati baik perikatan atau uang, barang atau kedua-duanya.


(35)

27

JA. Levy memberi pengertian Kredit yaitu: ”Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh Penerima kredit. Penerima Kredit berhak mempergunakan pinjaman untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari.18

”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak Peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”

Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pada Pasal 1 angka 11, disebutkan bahwa:

19

1) Perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam uang.

Definisi Kredit menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 nampak lebih lengkap bila dibandingkan dengan Definisi yang kemukakan sebelumnya. Dari definisi tersebut terdiri dari beberapa hal penting yaitu :

2) Terjadi dalam dunia perbankan. 3) Untuk jangka waktu tertentu.

4) Adanya bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan sesuai dengan diperjanjikan.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pada Pasal 1 angka 11 disebutkan bahwa : ”Kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

18

Ibid., hal. 2

19

Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka Utama Grafiti, 1993), hal.119


(36)

28

meminjam antara bank dengan Pihak yang lain yang mewajibkan Pihak Peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

Menurut Thomas Suyatno, unsur yang terdapat dalam kredit adalah:

1) “Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si Pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, jasa akan benar-benar diterimanya dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang.

2) Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.

3) Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari.

4) Prestasi atau obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi dapat dalam bentuk barang, atau jasa (perbuatan memenuhi apa yang diperjanjikan).”20

5) Adanya unsur bunga atau margin sebagai kompensasi yang bagi pemberi kredit merupakan perhitungan atas beberapa komponen seperti biaya modal (cost of fund), biaya umum (overhead cost), biaya atau premi risiko dan lain-lain.21

Intisari Kredit adalah kepercayaan, suatu unsur yang menjadi falsafah perkreditan dalam arti sebenarnya baik itu meliputi bentuk, macam ragamnya dan asalnya serta kepada siapa pun diberikannya.22

a) Character (Kepribadian)

Untuk mengetahui atau menentukan bahwa seseorang itu dapat dipercaya untuk memperoleh kredit pada umumnya dunia perbankan menggunakan instrumen analisis yang dikenal dengan

the five C, yaitu:

Kepribadian adalah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang. Kepribadian dapat berupa baik dan jelek, bahkan ada yang berada diantara baik dan jelek. Kepribadian merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui resiko. Tidak mudah untuk menentukan kepribadian seorang Debitur apabila Debitur yang baru pertama kali mengajukan permohonan kredit.

20

Muhamad Djumhana, op. cit, hal 218 dikutip dari Suyatno,Thomas et. Al, Dasar-dsar Perkreditan, (Jakarta: Cetakan Ketiga, Gramedia, Jakarta, 2010), hal. 12-13

21

Nasroen Yasabari,dkk., Penjaminan Kredit, (Bandung,PT. Alumni, 2007), hal. 9

22

R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan, (Jakarta: Pradya Paramita, 1994), hal. 14


(37)

29 b) Capital (Modal)

Seseorang atau badan usaha yang akan menjalankan usaha atau bisnis sangat memerlukan modal untuk memperlancar kegiatan bisnisnya, seorang yang akan mengajukan kredit baik untuk kepentingan produktif atau konsumtif maka orang itu harus memiliki modal. Pemohon kredit yang berbentuk badan usaha, besarnya modal yang dimiliki Pemohon kredit ini dapat dicermati dari laporan keuangannya. Semakin besar jumlah modal yang dimiliki, maka menunjukkan perusahaan tersebut memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban membayar hutangnya.

c) Capacity (Kemampuan)

Seorang Debitur yang memiliki kepribadian baik selalu memikirkan akan pembayaran kembali hutangnya sesuai waktu yang ditentukan. Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran Debitur harus memiliki kemampuan yang memadai yang berasal dari pendapatan pribadi atau pendapatan perusahaan.

d) Collateral (Jaminan)

Adanya waktu dalam pembayaran hutang oleh Debitur kepada Kreditur mengakibatkan adanya resiko yang berupa ketidakpastian apakah hutang akan terbayar atau tidak sehingga oleh karenanya diperlukan suatu jaminan dalam Pemberian kredit. Ini menunjukkan besarnya aktiva yang akan diikatkan sebagai jaminan atas kredit yang diberikan oleh Bank.23

e) Condition of economy (Kondisi ekonomi)

Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu, dimana kredit itu diberikan oleh bank pada Debitur. Kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi kemampuan Pemohon kredit mengembalikan hutangnya sering sulit untuk diprediksi. Kondisi ekonomi negara yang buruk sudah pasti mempengaruhi usaha Pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak pada kemampuan Pemohon kredit melunasi hutangnya.

b. Jenis kredit

Undang-Undang Perbankan tidak menguraikan tentang macam-macam kredit. Menurut Edy Putra Tje Aman menggolongkan kredit atas dasar:

1) Kredit menurut sifat penggunaannya

Kredit ini digunakan Kreditur untuk keperluan sebagai berikut: a) Kredit Konsumtif

Adalah fasilitas kredit yang dipakai secara langsung tanpa meninggalkan bekas..24

b) Kredit Produktif

23

S. Munawir, Analisa Laporan Keuangan, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hal. 236

24


(38)

30

Adalah kredit yang ditujukan untuk keperluan produksi dalam arti luas. Melalui kredit produktif, utility uang dan barang akan bertambah meningkat. Jadi kredit produktif dapat diartikan bantuan modal berupa kredit kepada usaha yang menghasilkan sesuatu.25

2) Kredit menurut keperluannya, digolongkan menjadi : a) Kredit Investasi

Kredit ini diberikan untuk keperluan penanaman modal. Kredit ini tidak dimaksudkan untuk pertambahan barang, modal serta fasilitas-fasilitas lainnya yang berhubungan erat dengan hal itu. Misalnya untuk membangun pabrik, gudang, membeli atau mengganti mesin-mesin dan lain-lain.

b) Kredit Eksploitasi

Adalah kredit yang diberikan kepada para nasabah untuk keperluan menutup biaya eksploitasi perusahaan secara luas baik berupa pembelian bahan-bahan baku, bahan-bahan penolong, maupun biaya produksi lainnya. Kredit eksploitasi dan investasi pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas baik secara kualitatif maupun kuantitatif. c) Kredit Perdagangan

Kredit perdagangan ini dipergunakan untuk keperluan perdagangan pada umumnya. Dengan kredit ini dapat dilakukan pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, sehingga dapat membawa peningkatan

utility of place dari barang-barang yang bersangkutan.

25


(39)

31

3) Kredit menurut jangka waktu, digolongkan menjadi :

a) kredit jangka pendek, jangka waktu selama-lamanya satu tahun

b) kredit jangka menengah adalah kredit yang berjangka waktu satu sampai dengan tiga tahun

c) kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga tahun.

4) Kredit menurut cara pemakaiannya

Kredit dari bank dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan usahanya. Pada saat penarikan kredit (realisasi kredit) mungkin dibutuhkan hanya sebagian dari maksimum kreditnya atau dapat pula terjadi usahanya memerlukan seluruh kredit yang telah ditetapkan. Kredit ini dapat digolongkan menjadi :

a) Kredit dengan Uang Muka

Pada kredit uang muka ini, penarikan kredit dilakukan sekaligus dalam arti kata maksimum kredit pada waktu penarikan pertama sepenuhnya. b) Kredit Rekening Koran

Dalam sistem ini Debitur menerima seluruh kreditnya dalam bentuk rekening koran dan kepadanya diberikan blangko cek. Nasabah bebas melakukan penarikan-penarikan kreditnya sesuai dengan yang dibutuhkan untuk usahanya sampai batas maksimum kredit yang ditetapkan, sedang rekening koran pinjamannya diisi menurut besarnya kredit yang ditarik. Penarikan yang telah melebihi batas maksimum telah ditetapkan tidak dikabulkan.


(40)

32

5) Kredit menurut jaminannya, digolongkan menjadi : a) Kredit tanpa jaminan

Kredit ini diberikan kepada Nasabah tanpa adanya jaminan. Kredit tanpa jaminan ini disebut juga kredit blangko. Dalam dunia Perbankan di Indonesia, jenis ini tidak lazim dipergunakan karena mengandung resiko yang besar bagi bank, Jikalau nanti Debiturnya wanprestasi, jaminan yang dimaksud dalam pemberian kredit tanpa jaminan dalam bentuk fisik akan tetapi Pemberian kredit tanpa jaminan tidak berarti tidak ada jaminan yang berbentuk bonafiditas dan prospek usaha Nasabah atau Debitur tetap diperhatikan dan ditekankan dengan sungguh-sungguh dalam pertimbangan kreditnya.

b) Kredit dengan jaminan

Kredit ini diberikan kepada setiap Nasabah (Debitur) yang sanggup menyediakan suatu benda tertentu atau surat berharga atau orang diikat sebagai jaminan. Disamping jaminan fisik, bonafiditas dan prospek usaha Nasabah atau Debitur juga tidak lepas dari perhatian bank dalam rangka pengamanan kredit. Jenis ini lazim dipakai oleh seluruh bank di Indonesia sesuai dengan undang-undang perbankan yang dimana kredit tanpa jaminan, kedudukan krediturnya hanya kreditur biasa, tidak mempunyai keistimewaan, sama seperti kreditur lainnnya.26

26


(41)

33 2. Syarat Pemberian Kredit

Syarat-syarat dalam pembiayaan konsumen bagi kosumen individu antara lain adalah: 27

a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP).

b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami/istri calon konsumen. c. Fotokopi Kartu Keluarga (KK).

d. Pas Foto.

e. Daftar gaji, apabila calon konsumen seorang pegawai aatau karyawan.

3. Bentuk Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit dapat dilakukan secara lisan atau tertulis yang terpenting memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUH Perdata. Namun dari sudut pembuktian, perjanjian yang dilakukan secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern yang kompleks ini perjanjian lisan tentu sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan meskipun secara teori diperbolehkan karena perjanjian secara lisan sulit dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi apapun haruslah dibuat secara tertulis yang digunakan sebagai alat bukti

Perjanjian Pembiayaan Konsumen dibuat secara tertulis dan isinya telah ditetapkan secara sepihak oleh Perusahaan Pembiayaan yang kemudian dituangkan dalam bentuk formulir-formulir, dibuat secara massal dan diberlakukan bagi semua Konsumen. Dengan demikian Perjanjian Pembiayaan Konsumen termasuk dalam Perjanjian Standar/Perjanjian Baku karena Konsumen

27


(42)

34

tidak dapat mengubah, menambah dan mengganti seluruh atau sebagian isi perjanjian

B. Tinjauan Umum Tentang Kredit Bermasalah 1. Pengertian Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah atau yang biasa disebut kredit macet adalah suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya.28

a. Terjadi keterlambatan pembayaran bunga dan/atau kredit induk , lebih dari 90 hari semenjak tanggal jatuh temponya;

Dalam kredit bermasalah ini kemungkinan ada Kreditur yang terpaksa melakukan Tindakan Hukum, atau kalau tidak akan menderita kerugian dalam jumlah yang jauh lebih besar dari jumlah yang diperkirakan dapat ditolerir. Oleh karena itu Bank harus mengalokasikan perhatian, tenaga, dana, waktu, dan usaha secukupnya guna menyelesaikan kredit bermasalah itu Dalam dunia perbankan, suatu kredit dapat dikategorikan dalam kredit bermasalah apabila:

b. Tidak dilunasi sama sekali; atau

c. Diperlakukan negosiasi kembali atas syarat pembayaran kembali kredit dan bunga yang tercantum dalam Pemberian kredit.

2. Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kredit bermasalah, yaitu:

28


(43)

35 a. Faktor intern bank, meliputi:

1) Rendahnya kemampuan atau ketajaman bank melakukan analisis kelayakan permintaan kredit yang diajukan Debitur. Rendahnya kemampuan melakukan analisis kredit secara profesional, terutama disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan pengalaman Petugas Bank termasuk (account officer) menjalankan tugas tersebut. Sedangkan tumpulnya analisis kelayakan kredit seringkali terjadi karena Pimpinan Bank mendapat tekanan halus atau tidak dari pihak ketiga untuk meluluskan permintaan kredit, karena terjadi kolusi antara Pimpinan Bank dengan calon Debitur, atau karena strategi Pemberian kredit yang terlalu ekspansif. Strategi Pemberian kredit yang terlalu ekspansif ini timbul karena bank yang bersangkutan terlalu cepat menghimpun dana dari masyarakat (termasuk deposito), sehingga mendorong mereka untuk menerapkan strategi penyaluran kredit yang melebihi tingkat kewajaran. Kredit yang diberikan tanpa analisis kredit yang profesional, dari semula memang diragukan mutunya. Oleh karena itu, sejak diberikan kredit tersebut memang sudah membawa bibit masalah

2) Lemahnya sistem informasi kredit serta sistem pengawasan dan administrasi kredit. Lemahnya sistem pengawasan dan administrasi kredit, berakibat Pimpinan Bank tidak dapat memantau penggunaan kredit serta perkembangan kegiatan usaha maupun kondisi keuangan Debitur secara cermat. Akibatnya, mereka tidak dapat melakukan tindakan koreksi


(44)

36

apabila terjadi penurunan kondisi bisnis atau keuangan Debitur atau terjadi penyimpangan dari ikatan perjanjian kredit

3) Campur tangan yang berlebihan dari para Pemegang saham bank dalam keputusan pemberian kredit. Campur tangan pemegang saham yang berlebihan terhadap penerapan kebijaksanaan perkreditan bank dapat menimbulkan Pemberian kredit yang menyimpang dari asas perkreditan yang sehat

4) Pengikatan jaminan kredit yang kurang sempurna

Jaminan kredit merupakan sumber kedua dana pelunasan kredit. Apabila Debitur tidak bersedia melunasi saldo kredit dan bunga yang tertunggak, bank dapat mengeksekusi jaminan guna melunasi pinjaman yang tertunggak. Apabila ikatan jaminan diadakan secara sempurna dan jaminan dapat dieksekusi dengan lancar, maka tunggakan pinjaman Debitur dapat diselesaikan dengan cepat. Sebaliknya, apabila pengikatan jaminan tidak dilakukan dengan sempurna, hal tadi dapat menjadi sebab tunggakan pinjaman berkembang menjadi kredit yang harus dihapuskan.

b. Faktor Debitur, yaitu:

Debitur bank terdiri dari dua kelompok, yaitu perorangan dan perusahaan atau korporasi. Sumber dana pembayaran bunga dan angsuran kredit sebagian besar berasal dari Debitur perorangan (consumer debtors) adalah penghasilan tetap mereka, misalnya gaji, upah, honorarium, dan sebagainya. Setiap jenis gangguan terhadap kesinambungan penerimaan penghasilan tetap itu akan mengganggu likuiditas keuangan mereka sehingga menyebabkan ketidaklancaran


(45)

37

pembayaran bunga dan/atau cicilan kredit. Penyebab kredit bermasalah perorangan yang lain erat hubungannya dengan gangguan terhadap diri pribadi Debitur, misalnya kecelakaan, sakit, kematian, dan perceraian. Sedangkan penyebab kredit korporasi bermasalah pada umumnya disebabkan karena salah arus (mis.management), dan atau kurangnya pengetahuan dan pengalaman pemilik perusahaan dalam bidang usaha yang mereka jalankan, dan karena adanya penipuan (fraud).

c. Faktor ekstern dari bank penyebab kredit bermasalah yang dapat dikategorikan sebagai faktor ekstern antara lain adalah:

1) Kegagalan usaha Debitur.

2) Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit. 3) Pemanfaatan iklim persaingan dunia perbankan yang tidak sehat oleh

Debitur yang tidak bertanggung jawab. 4) Musibah yang menimpa perusahaan Debitur.

3. Penyelesaian Terhadap Kredit Bermasalah

Adanya kredit bermasalah apabila macet yang menjadi beban bagi bank menjadi salah satu indikator penentu kinerja bank, oleh karena itu adanya kredit bermasalah apabila macet memerlukan penyelesaian yang cepat, tepat dan akurat dan memerlukan tindakan penyelematan dan peyelesaian dengan segera.

Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur non litigasi penyelesaian melalui jalur ini dilakukan melalui perundingan kembali antara Kreditur dan Debitur dengan memperingan syarat-syarat dalam perjanjian kredit. Jadi dalam


(46)

38

tahap penyelamatan kredit ini belum memanfaatkan Lembaga Hukum karena Debitur masih kooperatif dan dari prospek usahanya masih feasible. Penanganan kredit perbankan yang bermasalah menurut ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia No. 23/12/ BPP tanggal 28 Februari 1991 dalam usaha mengatasi kredit bermasalah, pihak bank dapat melakukan beberapa tindakan penyelamatan sebagai berikut:

a. Rescheduling/Penjadwalan Kembali

Rescheduling merupakan upaya pertama dari pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikan kepada Debitur. Cara ini dilakukan jika ternyata pihak Debitur (berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan yang dilakukan account officer bank) tidak mampu untuk memenuhi kewajiban dalam hal pembayaran kembali angsuran pokok maupun bunga kredit.

Rescheduling adalah penjadwalan kembali sebagian atau seluruh kewajiban Debitur. Hal tersebut disesuaikan dengan proyeksi arus kas yang bersumber dari kemampuan usaha Debitur yang sedang mengalami kesulitan. Penjadwalan tersebut bisa berbentuk :

1) memperpanjang jangka waktu kredit

2) memperpanjang jangka waktu angsuran, misalnya semula angsuran ditetapkan setiap 3 bulan kemudian menjadi 6 bulan

3) menurunkan jumlah untuk setiap angsuran yang mengakibatkan perpanjangan jangka kredit


(47)

39

b. Reconditioning

Reconditioning merupakan perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan, piutang, dan /atau ijarah yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan /atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo pembiayaan, piutang dan/atau ijarah.29

a. Kapitalisasi bunga yaitu bunga yang dijadikan utang pokok sehingga nasabah untuk waktu tertentu tidak perlu membayar bunga, tetapi nanti uang pokoknya dapat melebihi plafon yang disetujui. Sehingga perlu peningkatan fasilitas kredit. Disamping itu bunga tersebut dihitung bunga majemuk yang pada dasarnya akan memberatkan Nasabah. Cara ini dapat dilakukan jika prospek usaha Nasabah baik.

Perubahan kondisi kredit dibuat dengan memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi oleh Debitur dalam pelaksanaan proyek atau bisnisnya.

Dalam hal ini perubahan tersebut meliputi antara lain :

b. Penundaan pembayaran bunga yaitu bunga tetap dihitung. Tetapi penagihan atau pembebanannya kepada Nasabah tidak dilaksanakann sampai Nasabah mempunyai kesanggupan. Atas bunga yang terutang tersebut tidak dikenakan bunga dan tidak menambah plafon kredit.

c. Penurunan suku bunga yaitu dalam hal Nasabah dinilai masih mampu membayar bunga pada waktunya, tetapi suku bunga yang dikenakan terlalu tinggi untuk tingkat aktifitas dan hasil usaha pada waktu itu. Cara

29


(48)

40

ini ditempuh jika hasil operasi Nasabah memang menunjukkan surplus atau laba dan likuiditas memungkinkan untuk membayar bunga.

d. Pembebanan bunga yaitu dalam hal nasabah memang dinilai tidak sanggup membayar bunga karena usaha nasabahnya mencapai tingkat kembali pokok atau breakeven. Pembebanan bunga ini dapat dilakukan untuk sementara, selamanya ataupun untuk seluruh utang bunga.

e. Pengkonversian kredit jangka pendek menjadi jangka panjang dengan syarat yang lebih ringan.

f. Jaminan kredit/agunan, beberapa jaminan yang semula harus diberikan atau diserahkan pada bank terpaksa tidak bisa terlaksana karena beberapa alasan misalnya tanah yang akan dijadikan jaminan ternyata masih dalam sengketa.

g. Jenis serta besarnya beberapa fee yang harus dibayar Debitur kepada bank, misalnya dalam kasus yang terjadi pada kredit sindikasi.

h. Manajemen proyek atau bisnis yang dibiayai bank berdasarkan analisis yang dilakukan bank maupun atas nasehat dari Konsultan yang ditunjuk bank. Hal ini terpaksa dilakukan untuk mengamankan jalannya proyek dan merupakan persyaratan baru atau persyaratan tambahan yang diminta oleh bank yang harus dipenuhi Debitur dalam rangka penyelamatan proyek. i. Kombinasi dari beberapa perubahan tersebut.


(49)

41

Reksrtukturisasi yaitu usaha penyelamatan kredit yang terpaksa harus dilakukan bank dengan cara mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari Pemberian kredit. Sebagai contoh, suatu proyek dibiayai dengan struktur pembiayaan yakni 60 % adalah pinjaman bank, dan 40 % adalah modal Nasabah sehingga debt to equity ratio adalah 60:40. kemudian karena kesulitan yang dialami nasabah dalam melaksanakan proyeknya atau bisnisnya, Upaya restrukturisasi kredit terhadap debitur yabg memenuhi criteria sebagai berikut: 30

1) Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit; dan

2) Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasikan.

Secara umum tujuan dilakukannya rekstrukturisasi kredit adalah meningkatkan kemampuan Debitur dalam membayar pokok dan bunga jaminan. Dalam melakukan rekstrukturisasi kredit hal yang harus diperhatikan adalah prospek usaha dan itikad baik Debitur. Prospek usaha dapat dinilai dengan melihat potensi perusahaan untuk menghasilkan net cash inflow yang positif dan prospek market dari produk atau jasa yang dihasilkan. Sedangkan itikad baik Debitur dapat dilihat dari antara lain kemauan dan kesediaan Debitur dalam melakukan negoisasi dengan Kreditur, memikul beban kerugian yang akan ditetapkan sebagai hasil negosiasi dan mempunyai atau akan menyampaikan rencana rekstrukturisasi untuk dibahas dengan Kreditur. Rekstrukturisasi disebut sebagai langkah atau

30


(50)

42

upaya reaktif apabila dilakukan bagi kredit yang mengalami kesulitan pembayaran pokok/bunga.

Rekstrukturisasi disebut sebagai langkah atau upaya reaktif apabila dilakukan bagi kredit yang mengalami kesulitan pembayaran pokok/bunga. Sedangkan rekstrukturisasi disebut sebagai upaya preventif apabila kredit masih tergolong lancar namun diperkirakan akan mengalami kesulitan pembayaran angsuran pokok/bunga Restructing atau Rekstrukturisasi menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/15/PBI/2000 Tentang Perubahan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Rekstrukturisasi kredit dalam Pasal 1 huruf c adalah upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar Debitur dapat memenuhi kewajibannya. Rektrukturisasi kredit dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Penurunan suku bunga kredit.

Penurunan suku bunga kredit tidak dapat dikatakan sebagai rekstrukturisasi kredit apabila penurunan dimaksud bertujuan menyesuaikan dengan bunga pasar yang pada saat bersamaan juga mengalami penurunan. Kaitannya dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit (selanjutnya disingkat menjadi BMPK), perpanjangan jangka waktu yang sebelumnya telah melampaui BMPK diberlakukan sebagai pelampauan BMPK yang wajib diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan


(51)

43

sedangkan penyertaan modal sementara dalam rangka rektrukturisasi kredit dikecualikan dari perhitungan BMPK.31

b. Pengurangan tunggakan bunga kredit.

Kreditur dapat memberikan keringanan berupa mengurangi jumlah bunga yang tertunggak atau menghapus seluruh tunggakan bunga kredit. Debitur dibebaskan dari kewajiban membayar tunggakan bunga kredit sebagian atau seluruhnya. Langkah ini diambil agar Debitur mempunyai kembali kemampuan melanjutkan kegiatan usahanya sehingga dapat digunakan membayar utang pokoknya.

c. Pengurangan tunggakan pokok kredit

Kreditur dapat memberikan keringanan berupa mengurangi utang pokok yang tertunggak. Langkah ini merupakan rekstrukturisasi yang paling maksimal yang dapat diberikan oleh bank karena langkah ini biasanya diikuti dengan penghapusan bunga dan denda seluruhnya. Pengurangan tunggakan pokok ini merupakan pengrabanan yang sangat besar dari bank karena aset bank yang berupa utang pokok tidak kembali dan merupakan kerugian bagi bank32

d. Perpanjangan waktu kredit

sangat besar dari bank karena aset bank yang berupa utang pokok tidak kembali dan merupakan kerugian bagi bank.

Perpanjangan waktu kredit merupakan bentuk rekstrukturisasi kredit yang bertujuan memperingan Debitur untuk mengembalikan hutangnya. Diharapkan dengan perpanjangan waktu ini dapat memberikan kesempatan

31

Indarwati Soewarsono, Beberapa Masalah Hukum Rekstrukturisasi, Newsletter nomor 36/X/Maret/1999, hal. 21

32


(52)

44

kepada Debitur untuk melanjutkan usahanya sehingga pendapatan yang harusnya digunakan untuk membayar hutang digunakan untuk memperkuat usahanya.

e. Penambahan fasilitas kredit

Dalam hal ini rektrukturisasi kredit dilakukan dengan cara penambahan fasilitas kredit yang harus digunakan sesuai prosedur yang ketat dan terdapat agunan yang cukup. Dengan adanya penambahan fasilitas kredit dimana Debitur diberikan kredit lagi sehingga utang menjadi besar nantinya diharapkan Debitur dapat mempunyai kemampuan untuk menjalankan kembali usahanya dan pendapatan dari usahanya dapat digunakan untuk membayar utang lama dan utang baru.

f. Pengambilalihan aset Debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku Pengambilalihan aset Debitur sesuai dengan ketentuan yang mengacu kepada Undang-Undang Perbankan khususnya Pasal 12A yang mengatur kemungkinan Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh anggunan baik melalui penjualan umum atau pelelangan ataupun diluar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela.

Namun kemudahan ini oleh Undang-Undang diadakan pembatasan yaitu : 1) Agunan yang dapat dibeli oleh bank adalah agunan dari kredit macet 2) Agunan yang telah dibeli wajib dicairkan selambat-lambatnya dalam


(53)

45

3) Dalam jangka waktu 1 tahun bank dapat menangguhkan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan pengalihan hak atas agunan yang bersangkutan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku g. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan


(54)

46 BAB IV

PENYELESAIAN KREDIT PEMBELIAN SEPEDA MOTOR BERMASALAH PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL

FINANCE CABANG MEDAN

A. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam Pembelian Sepeda Motor pada PT. Federal International Finance Cabang Medan

Perlindungan Hukum Kreditur itu diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia atau selanjutnya disebut UUJF yang berbunyi : “Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.”

Ketentuan tersebut menegaskan bahwa jaminan fidusia mempunyai sifat kebendaan dan berlaku terhadap asas droit de suite, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Perlindungan Hukum yang sama juga dilihat dalam Pasal 23 ayat (2) UUJF yang berbunyi : “Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia”. Sanksi terhadap ketentuan diatas adalah Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 UUJF, yaitu : “Setiap orang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian jaminan fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp.


(55)

47

10.000.000.-(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.-(seratus juta rupiah)’’.

Atas segala tindakan dan kelalaian Pemberi Fidusia, Penerima Fidusia berdasarkan karena kelalaian tersebut tidak bertanggung jawab, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yaitu : “Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi Fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia”.

Pada intinya maksud atau tujuan dari perjanjian Jaminan Fidusia dari segi Perlindungan Hukum bagi Pemberi fasilitas adalah memberikan hak istimewa atau hak didahulukan baginya guna pelunasan hutang-hutang dari Penerima fasilitas kepada Pemberi Fasilitas.

Timbulnya hutang Debitur pada PT. Federal International Finance Cabang Medan karena Penerima fasilitas telah mendapatkan fasilitas pembiayaan untuk membeli barang yang menjadi objek pembiayaan, dalam hal ini khususnya kendaraan bermotor. “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya” (Pasal 1338 KUHPerdata). Pasal ini mengandung arti bahwa para pihak boleh membuat berbagai persetujuan atau perjanjian baik yang sudah diatur dalam Undang-Undang maupun yang tidak diatur dalam Undang-Undang akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa.


(56)

48

Kebebasan dalam membuat perjanjian tersebut harus pula memperhatikan pasal 1330 KUHPerdata terkait kecakapan seseorang dalam mengadakan sebuah perjanjian. Hal ini menunjukkan orang yang tidak cakap hukum seperti orang yang belum dewasa dan orang yang dibawah pengampuan tidak dapat dijadikan sebagai subjek dalam perjanjian. Selain itu, perjanjian tersebut harus merupakan kesepakatan sesuai pasal 1321 KUHPerdata yang mana tidak ada unsur paksaan maupun rekayasa dalam pembuatan perjanjian.

Selama apa yang disepakati itu sah, artinya memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu : (a) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; (b) adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (c) suatu hal tertentu; dan (d) suatu sebab yang halal. Dengan demikian, maka jika para pihak membuat Perjanjian Pembiayaan Konsumen yang telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, maka menurut hukum yang berlaku di Indonesia, Perjanjian Pembiayaan Konsumen itu mempunyai kekuatan mengikat dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya. Hal ini dapat dilihat dari adanya blanko kelengkapan dokumentasi customer yang dibuat Penerima fasilitas pada saat melakukan perjanjian pembiayaan Konsumen tersebut dengan PT. Federal International Finance Cabang Medan.

Dalam hal pengajuan gugatan secara perdata terhadap Penerima fasilitas yang melakukan wanprestasi pihak Perusahaan Pembiayaan (Pemberi fasilitas) dapat mengajukan gugatan perdata tersebut ke Pengadilan Negeri setempat dengan tuntutan ganti rugi. Ketentuan mengenai wanprestasi, telah dimuat secara


(57)

49

tegas dalam Perjajian Pembiayaan Konsumen yang termuat dalam syarat-syarat Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan penyerahan hak milik secara fidusia antara PT. Federal International Finance Cabang Medan dengan Penerima fasilitas. Dalam perjanjian tersebut mengatur tentang Wanprestasi yang menyatakan bahwa, “Penerima Fasilitas atau Penerima Jaminan setuju dan mengikat diri kepada Pemberi Fasilitas dan/atau kuasanya mengenai terjadinya atau keadaan wanprestasi yang dengan lewatnya waktu telah cukup membuktikan terjadinya salah satu atau lebih keadaan sebagai berikut :

1. Penerima fasilitas dan/atau Penjamin mengajukan permohonan untuk dinyatakan pailit atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang

(Surseance van Betaling) atau Penerima fasilitas digugat pailit oleh Pemberi fasilitas;

2. Penerima fasilitas dan/atau Penjamin meninggal dunia, kecuali bila Penerima Hak/para ahli warisnya dapat memenuhi seluruh kewajiban Penerima fasilitas dan dalam hal ini disetujui oleh Pemberi fasilitas (dalam hal Penerima fasilitas adalah perusahaan atau badan hukum atau badan usaha atau lembaga maka klausal ini tidak berlaku);

3. Penerima fasilitas dan/atau Penjamin ditaruh di bawah pengampuan (die onder curatele gesteld zijn);

4. Penerima fasilitas lalai membayar angsuran secara penuh pada tanggal yang telah ditetapkan, atau Penerima fasilitas dan/atau Penjamin lalai/tidak memenuhi syarat-syarat dalam perjanjian ini atau perjanjian/pernyataan lain


(1)

72 kuat42

42

Ibid.

. Terlebih lagi mereka telah menandatangani perjanjian pembiayaan dengan jaminan fidusia.

Sebenarnya seperti yang diuraikan pada pembahasan pertama bahwa kegiatan usaha pinjaman tunai ini yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan secara administratif belum mempunyai landasan hukum administratif yang mendasari berjalannya kegiatan usaha pinjaman dana tunai ini sehingga belum ada pengaturan penyelesaian kredit bermasalah yang menjadi pedoman bagi Perusahaan Pembiayaan. Diharapkan nanti apabila Pemerintah akan membuat aturan baru mengenai Perusahaan Pembiayaan dapat juga mengatur mengenai pedoman penyelesaian kredit bermasalah yang dapat melindungi hak Konsumen dan Perusahaan Pembiayaan.

Jalur hukum ditempuh apabila jalur non hukum tidak dapat dilakukan. Penyelesaian kredit bermasalah di Pengadilan tercantum dalam perjanjian yang telah disepakati oleh kedua pihak. Konsumen yang tidak puas akan penyelesaian kredit yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan dapat menggugat Perusahaan Pembiayaan ke pengadilan jika Konsumen merasa dirugikan atas cara yang digunakan oleh Perusahaan Pembiayaan untuk menyelesaikan kreditnya. Kasus kredit bermasalah yang sampai ke Pengadilan sedikit sekali jumlahnya, hal ini dikarenakan Konsumen memandang bahwa secara finansial mereka tidak akan kuat untuk melawan Lembaga Pembiayaan yang mempunyai tim legal sendiri dan dukungan dana yang kuat. Terlebih lagi mereka telah menandatangani perjanjian pembiayaan dengan adanya jaminan.


(2)

73 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Perlindungan Hukum dalam Perjanjian kredit antara PT. Federal International Finance Cabang Medan selaku Pemberi fasilitas dan Penerima fasilitas sangat lemah. Apabila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh Penerima fasilitas, sangat sulit bagi Pemberi fasilitas melakukan eksekusi objek jaminan kredit, yang disebabkan oleh mekanisme perjanjian yang dibuat kurang memperhatikan ketentuan hukum dan tidak sesuai dengan prosedur dalam UUJF. Hal ini dapat terjadi karena Perusahaan Pembiayaan yang mengejar jumlah Konsumen kredit tanpa memperhatikan kelayakan calon Konsumen sebagai Penerima fasilitas kredit.

2. Kendala-kendala yang dihadapi PT. Federal International Finance Cabang Medan dalam melakukan penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah adalah diantaranya pembiayaan bermasalah akan diselesaikankan jika ada itikad baik dari Penerima fasilitas untuk menyelesaikannya dengan PT. Federal International Finance Cabang Medan, jika tidak ada itikad baik dari Penerima fasilitas maka bank akan melakukan tindakan tegas, serta kurangnya pemahaman Penerima fasilitas terdapat isi dalam akad pembiayaan,


(3)

74

sehingga Penerima fasilitas tidak mengetahui mana yang seharusnya menjadi hak dan kewajiban Penerima fasilitas.

3. Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan PT. Federal International Finance Cabang Medan adalah melalui dengan dua jalur, yaitu jalur litigasi yakni penyelesaian permasalahan kredit dengan menempuh jalur Pengadilan yaitu dengan mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengandilan yang berkompetensi mengadili gugatan tersebut, Sedangkan jalur non litigasi, yaitu upaya penyelesaian permasalahan kredit yang dilakukan diluar pengadilan yang dilakukan dengan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi, konsultasi dan meminta penilaian ahli.

B. Saran

Dari kesimpulan di atas maka dapat diberikan saran sebagai berikut : 1. Bagi Konsumen yang bermasalah kreditnya hendaknya tetap bersikap

kooperatif dan tetap menjalin komunikasi dan kerjasama dengan pihak Lembaga Pembiayaan, karena dalam praktek beberapa hal yang sebenarnya telah jelas ketentuan sanksinya dalam Perjanjian Pembiayaan Dengan Jaminan Fidusia dapat dilakukan penyelesaian yang bersifat lebih lunak dan menguntungkan bagi Konsumen .

2. Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah, sebaiknya prinsip basic

(character, capacity, capital, collateral, condition of economic) Pemberian

dana oleh lembaga pembiayaan pada Konsumen harus selalu diperhatikan, dan perlu dilakukan check langsung terhadap dokumen-dokumen yang ada,


(4)

75

sehingga jangan sampai terjadi lembaga pembiayaan hanya mengejar target jumlah Konsumen, dan mengabaikan hal-hal yang bersifat keamanan dan kelayakan kredit.

3. Pihak leasing dalam mengatasi permasalahan Pemberian kredit seharusnya menggunakan upaya penyelesaian yang telah diatur oleh Undang-undang. Hal ini dimaksudkan agar terciptanya sistem tertib hukum dalam penyelenggaraan pemberian kredit.


(5)

76

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Barkatulah, Abdul Halim, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Nusa Media, Bandung.

Djumhana, Muhamad, 2012, Hukum Perbankan di Indonesia, CitraAditya Bhakti, Bandung.

Fuady, Munir, 1995, Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktik, Citra Adtya Bhakti, Bandung.

Irmayanto, Juli, dkk, 2009, Bank dan Lembaga Keuangan, Universitas Trisakti, Jakarta.

Munawir, S, 2007, Analisa Laporan Keuangan, Liberty, Yogyakarta.

Putra, Edy The ’aman, 1989, Kredit Perbankan, Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta.

Saliman, Abdul R,dkk, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh

Kasus, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Simatupang, Richard Burton, 2007, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta.

Simorangkir, O.P., 2000, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

Subekti, R, dkk, 2004, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta.

Sunaryo. 2009, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Garafika, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2003, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Supramono, Gatot, 1995, Perbankan dan Masalah Kredit, Djambatan, Jakarta. Tjiptoadinugroho, R, 2001, Perbankan Masalah Perkreditan, Pradya Paramita,


(6)

77

Widjanarto.1993. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Balai Pustaka Utama Grafiti, Jakarta

Wijaya, Faried, 1991, Perkreditan Bank dan Lembaga-Lembaga Keuangan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Yasabari, Nasroen, dkk, 2007, Penjaminan Kredit, Mengantar UKMK Mengakses

Pembiayaan, Alumni, Bandung.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Perbankan

Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220/PMK.010/2012 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.010/2012 Tentang Uang Muka

Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan

Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/15/PBI/2000 Tentang Perubahan Restrukturisasi Kredit

C. JURNAL

Soewarsono, Indarwati, 1999, Beberapa Masalah Hukum Rekstrukturisasi, Newsletter.