.
ij 2
terhadap H . Sehingga model yang digunakan adalah fixed effect, demikian pula
sebaliknya.
3.3 Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik 3.3.1 Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti terdapatnya hubungan linier yang sempurna diantara beberapa variabel yang menjelaskan model regresi. Indikasi
multikolinearitas tercermin dari nilai t dan F-statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t-statistik diduga tidak signifikan sementara dari hasil F-
hitung signifikan, maka patut dicurigai adanya multikolinearitas. Tanda-tanda penyebab multikolinearitas yaitu :
• R
2
tinggi tetapi uji individu tidak banyak yang nyata atau bahkan tidak ada yang nyata.
• Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi R
ij
tinggi • R
2
R Nilai koefisien korelasi tidak boleh melebihi rule of thumb 0,8 karena
diduga mengandung multikolinearitas, namun hal ini dapat diabaikan dengan uji Klen yaitu apabila nilai R
2
lebih besar daripada koefisien korelasi variabel eksogen.
3.3.2 Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Akibat dari autokorelasi dapat
mempengaruhi efisiensi dan estimatornya. Dampak lain dari autokorelasi pada model adalah varian residual yang diperoleh akan lebih rendah daripada
semestinya sehingga menyebabkan R
2
menjadi lebih tinggi. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat menggunakan uji Breusch-Godfrey Correlation LM
atau dengan melihat nilai Durbin-Watson. Hipotesis pada uji Breusch-Godfrey Correlation LM adalah sebagai berikut :
H0 : β = 0, tidak ada autokorelasi
H1 : β ≠ 0, ada autokorelasi
Cara menguji autokorelasi dengan Durbin-Watson DW yaitu dengan melihat nilainya. Apabila nilainya mendekati 2, maka menunjukkan tidak ada
autokorelasi.
3.3.3 Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model BLUE adalah semua variasi dari faktor pengganggu adalah sama. Jika pada model
dijumpai hetersokedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, apabila regresi tetap dilakukan meskipun
ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan tetap terjadi misleading Gujarati, 2003.
Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada pengolahan data panel yang menggunakan metode General Least Square Cross Section Weights yaitu
dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted
Statistics lebih kecil dari Sum Squared Resid Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas.
BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR
4. 1 Kondisi Geografis
Provinsi Jawa Timur membentang antara 111° 0’ BT - 114°
4’ BT dan 7° 12’ LS - 8°48’ LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian
utara Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa. Bagian selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan Selat
Bali, dan daerah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Letak Jawa Timur yang strategis memberikan keuntungan bagi daerah ini karena menjadi
penghubung antara wilayah Indonesia bagian barat dengan bagian tengah. Topografi di Provinsi Jawa Timur beragam, ada yang berupa pegunungan,
perbukitan, dan kepulauan. Oleh karena itu, wilayah ini memiliki sumber daya pertanian, kelautan, kehutanan, dan pertambangan yang potensial. Iklim di daerah
Jawa Timur termasuk dalam tropis lembab dengan curah hujan rata-rata 2.100 mm setiap tahun. Suhu udara di daerah ini berkisar antara 18°-35° Celcius.
Struktur geologi di Provinsi Jawa Timur didominasi oleh batuan sedimen Alluvium. Batuan hasil gunung berapi juga tersebar di bagian tengah wilayah
Jawa Timur sehingga daerah ini relatif subur. Beragam jenis batuan yang tersebar di Jawa Timur menyebabkan besarnya ketersediaan bahan tambang di wilayah ini.
4.2 Wilayah Administratif dan Kependudukan
Provinsi Jawa Timur memiliki 229 pulau dengan luas wilayah daratan sebesar 47.130,15 km
2
dan wilayah lautan seluas 110.764,28 km
2
. Provinsi ini