Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Peak Expiratory Flow Rate pada Mahasiswa Laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010

(1)

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP PEAK EXPIRATORY FLOW RATE PADA MAHASISWA LAKI-LAKI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2010

Oleh:

Octisa Almira C. H. 100100217

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HASIL PENELITIAN

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP PEAK EXPIRATORY FLOW RATE PADA MAHASISWA LAKI-LAKI FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2010 KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

OCTISA ALMIRA CH 100100217

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Peak Expiratory Flow Rate pada Mahasiswa Laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010

Nama : Octisa Almira Chalida Hutasuhut NIM : 100100217

Pembimbing Penguji I

(dr. Pandiaman Pandia, Sp.P(K))

NIP. 196105191989021001 NIP. 196204241990032002 (dr. T. Kemala Intan, M.Pd)

Penguji II

NIP. 197906242003122003 (dr. Rina Yunita, SpMK)

Medan, 8 Januari 2014 Dekan,

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NIP. 195 402 201 980 111 001


(4)

ABSTRAK

Angka perokok di dunia semakin bertambah terutama di negara berkembang. Di Indonesia, kebiasaan merokok telah dimulai sejak usia remaja dimana lebih dari setengah perokok mulai merokok pada usia 15-19 tahun. Tingginya prevalensi perokok menunjukkan rendahnya kesadaran akan bahaya rokok bagi kesehatan.

Peak Expiratory Flow adalah metode sederhana untuk mendeteksi fungsi paru dan menilai kapasitas total paru.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh kebiasaa merokok terhadap Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan potong lintang (cross-sectional). Pemilihan sampel dilakukan dengan metode total sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pengukuran Peak Expiratosy Flow Rate kepada 117 sampel. Analisis data dilakukan dengan uji ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh antara jumlah rokok yang dihisap dengan PEFR (p=0.00) akan tetapi tidak ada pengaruh antara lama merokok (p=0.062) dan cara merokok (p=0.972) terhadap PEFR.

Kata Kunci: Peak Expiratory Flow, Kebiasaan Merokok, Jumlah Rokok, Lama Merokok, Cara Menghisap Rokok


(5)

ABSTRACT

Numbers of smoker in the world are increasing especially in developing countries. In Indonesia, smoking habits have begin since teenagers where half of the smoker start smoking when they were 15-19 years old. The high prevalence of smokers shows the awareness of hazards of smoking for health are low. Peak Expiratory Flow Rate is a simple method to detect lungs function and total capacity of lungs.

The aim of this research is to assess impacts of smoking habits to PEFR in male students of North Sumatera University Medical School.

This research is an analytic study with cross-sectional design. Samples were collected with total sampling method. Data were collected by interviewing samples and measuring PEFR to 117 samples. Data were analyzed using ANOVA test.

This study shows that there is asscociation between amount of cigarettes used daily to PEFR (p=0.00) and no asscociation between frequency of smoking (p=0.062) and way of smoking (p=0.927) to PEFR.

Keywords: Peak Expiratory Flow, Smoking Habit, Amount of Cigarettes, Frequency of Smoking, Way of Smoking


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran.

Rasa terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua Ir. H. Hakim Sadly Hutasuhut, MM dan Hj. Tina Dharmawaty Lubis, S.E serta kakak penulis Sallyna Karala Pratiwi Hutasuhut, S.KG yang senantiasa mendoakan, mendukung, dan memberikan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis juga telah banyak mendapat bimbingan, motivasi, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dosen Pembimbing, dr. Pandiaman Pandia, Sp.P(K) yang telahbanyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta sabar dalam dalam memberikan bimbingan, masukan, motivasi, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

2. Dosen Penguji I, dr. T. Kemala Intan, MPd dan Dosen Penguji II, dr. Rina Yunita, SpMK yang telah memberi ide, kritik dan saran yang membangun kepada penulis dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini.

3. Dosen Penasehat Akademik, dr. Vanda Virgayanti, SpM yang terus memberikan semangat dan motivasi selama masa perkuliahan.

4. Sahabat sahabat penulis, Annisa Putri, Mariatul Kiptia, Elvita Nora, Hasfi Raz, Vino Isvara, M. Haritsyah, Suci Putri, Tya Sharitsa, Dwi Atikah, Adja Nazlia, Sarah Yurica, Cut Putri, Rizky Keumala, Ilham Surgawi, Mufti Muhammad, Luthfi Farhan, Egi Erico, Rahmat Tahir, Davis, Fariz, dan lainnya


(7)

yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan, bantuan dan doa selama penulisan karya tulis ilmiah dan penelitian ini.

5. Sofyan Andri, S.Ked atas semangat, dukungan, doa, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

Penulis mengharapkan karya tulis ilmiah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang kedokteran.

Medan, Desember 2013

Octisa Almira CH Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Rokok ... 4

2.1.1. Definisi Rokok ... 4

2.1.2. Jenis Rokok ... 4

2.1.3. Kandungan Rokok ... 4

2.1.4. Kategori Perokok ... 6

2.1.5 Jumlah Rokok yang Dihisap ... 7

2.1.6 Lama Menghisap Rokok ... 7

2.1.7 Cara Menghisap Rokok ... 7

2.2. Masalah Kesehatan Paru Akibat Merokok... 7

2.2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) ... 8

2.2.2 Kanker Paru ... 8

2.2.3 Tuberkulosis Paru ... 8

2.2.4 Asma... 9

2.2.5 Infeksi Saluran Pernapasan ... 9

2.2.6 Penyakit Paru Akibat Kerja ... 9

2.3. Mekanisme Paparan Asap Rokok pada Pengurangan Fungsi Paru ... 10

2.4. Uji Fungsi Paru ... 10


(9)

3.1. Kerangka Konsep ... 13

3.2. Definisi Operasional ... 13

3.3. Hipotesa ... 15

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 16

4.1. Jenis Penelitian ... 16

4.2. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data ... 16

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 16

4.3.1. Populasi Penelitian ... 16

4.3.2. Sampel Penelitian ... 16

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 17

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 17

4.5.1. Pengolahan Data ... 17

4.5.2. Analisis Data ... 17

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 18

5.1 Hasil Penelitian ... 18

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 18

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 18

5.2 Hasil Analisis Data ... 19

5.3 Pembahasan ... 21

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

6.1 Kesimpulan ... 24

6.2 Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25


(10)

Daftar Gambar

Nomor Judul Halaman


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi jumlah rokok yang dihisap responden 18 2. Distribusi lama merokok responden 19 3. Distribusi cara merokok responden 19 4. Distribusi Peak Expiratory Flow Rate berdasarkan kategori 20

jumlah rokok yang dihisap

5. Distribusi Peak Expiratory Flow Rate berdasarkan kategori 20 cara merokok


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Responden Lampiran 3 Lembar Kesediaan Responden Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Ethical Clearance

Lampiran 6 Data Induk Penelitian Lampiran 7 Output Data Penelitian


(13)

ABSTRAK

Angka perokok di dunia semakin bertambah terutama di negara berkembang. Di Indonesia, kebiasaan merokok telah dimulai sejak usia remaja dimana lebih dari setengah perokok mulai merokok pada usia 15-19 tahun. Tingginya prevalensi perokok menunjukkan rendahnya kesadaran akan bahaya rokok bagi kesehatan.

Peak Expiratory Flow adalah metode sederhana untuk mendeteksi fungsi paru dan menilai kapasitas total paru.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh kebiasaa merokok terhadap Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan potong lintang (cross-sectional). Pemilihan sampel dilakukan dengan metode total sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pengukuran Peak Expiratosy Flow Rate kepada 117 sampel. Analisis data dilakukan dengan uji ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh antara jumlah rokok yang dihisap dengan PEFR (p=0.00) akan tetapi tidak ada pengaruh antara lama merokok (p=0.062) dan cara merokok (p=0.972) terhadap PEFR.

Kata Kunci: Peak Expiratory Flow, Kebiasaan Merokok, Jumlah Rokok, Lama Merokok, Cara Menghisap Rokok


(14)

ABSTRACT

Numbers of smoker in the world are increasing especially in developing countries. In Indonesia, smoking habits have begin since teenagers where half of the smoker start smoking when they were 15-19 years old. The high prevalence of smokers shows the awareness of hazards of smoking for health are low. Peak Expiratory Flow Rate is a simple method to detect lungs function and total capacity of lungs.

The aim of this research is to assess impacts of smoking habits to PEFR in male students of North Sumatera University Medical School.

This research is an analytic study with cross-sectional design. Samples were collected with total sampling method. Data were collected by interviewing samples and measuring PEFR to 117 samples. Data were analyzed using ANOVA test.

This study shows that there is asscociation between amount of cigarettes used daily to PEFR (p=0.00) and no asscociation between frequency of smoking (p=0.062) and way of smoking (p=0.927) to PEFR.

Keywords: Peak Expiratory Flow, Smoking Habit, Amount of Cigarettes, Frequency of Smoking, Way of Smoking


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Angka perokok di dunia semakin bertambah terutama di negara berkembang. Pada tahun 1999 terhitung sekitar empat juta perokok meninggal setiap tahunnya dan hampir 70% berasal dari negara-negara berkembang. Sedangkan pada saat ini jumlah perokok terhitung hampir 1.1 milyar orang. Dari jumlah tersebut 800 juta perokok pria dan 100 juta perokok wanita. Hal ini diperkirakan hampir setengah dari jumlah penduduk laki-laki di dunia atau sekitar 48% adalah seorang perokok (World Health Organization (WHO), 2003).

Kebiasaan merokok di Indonesia sudah dimulai sejak usia remaja, sekitar 53,2% perokok mulai menghisap rokok sejak usia 15-19 tahun (Astoni, 1999). Indonesia sebagai negara berkembang merupakan penyumbang perokok terbanyak ke-5 di dunia. Urutan ke-5 juga di dunia setelah Rusia dan Jepang dengan 182 milyar batang rokok pada tahun 2002 dalam sebuah hal konsumsi rokok (WHO, 2003). Presentasi rokok sebagai faktor risiko timbulnya penyakit di Indonesia mencapai 16,7% dibanding faktor resiko lain. Jumlah perokok sendiri mencapai 30% dari jumlah penduduk di Indonesia, atau sekitar 70 juta orang merokok di Indonesia. Prevalensi perokok pria dewasa di Indonesia pada tahun 2002 adalah sekitar 62,2% dari jumlah penduduk pria, hal ini mengalami peningkatan dari tahun 1995 yaitu 53,4% (United States Department of Agriculture (USDA), 2004).

Tingginya prevalensi perokok di Indonesia umumnya dan khususnya pada mahasiswa kedokteran, menunjukkan kesadaran akan bahaya rokok masih sangat minim dan tingkat pendidikan tidak menjamin seseorang untuk tidak merokok. Hal ini ditunjukkan dengan sudah banyaknya informasi tentang kandungan zat rokok. Kandungan zat yang berbahaya yang terdapat dalam rokok jumlahnya mencapai hampir 4000 jenis senyawa. Salah satu dari zat-zat tersebut dapat berperan sebagai karsinogen, atau bahan aktif pemicu kanker. Namun jumlah perokok di kalangan masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi tidak menurun (Sukendro, 2007).


(16)

Peak Expiratory Flow adalah metode sederhana, non invasif, dan ekonomis untuk mengetahui kecepatan dan kekuatan dari ekspirasi, dengan satuan liter per menit dengan ekspirasi paksa dari kapasitas total paru. Ini biasa digunakan untuk mendeteksi fungsi paru yang berhubungan dengan obstruksi saluran napas. Pengukuran ini khususnya diperlukan bagi pasien yang tidak mampu mendeteksi adanya obstruksi saluran napas (Zapletal, 2003).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian ringkas dari latar belakang di atas, memberi dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Bagaimana pengaruh kebiasaan merokok terhadap Peak Expiratory Flow Rate

pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh kebiasaan merokok terhadap Peak Expiratory Flow Rate pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui jumlah mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010 yang mempunyai kebiasaan merokok.

2. Untuk mengetahui lama merokok di kalangan mahasiswa laki-laki Angkatan 2010 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui jumlah rokok yang dihisap setiap hari di kalangan mahasiswa laki-laki Angkatan 2010 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(17)

4. Untuk mengetahui nilai rata-rata Peak Expiratory Flow Rate kelompok mahasiswa laki-laki yang memiliki kebiasaan merokok di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010.

5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kebiasan merokok terhadap PEFR mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Di bidang akademik atau ilmiah: meningkatkan pengetahuan tentang efek rokok terhadap nilai Peak Expiratory Flow Rate dan diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan perbedaan

Peak Expiratory Flow Rate dengan kebiasaan merokok.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: memotivasi anggota keluarga untuk berhenti merokok.

3. Di bidang pengembangan masyarakat: meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama anggota keluarga perokok dan dampak asap rokok pada anggota keluarga lain.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rokok

2.1.1. Defenisi Rokok

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya (Fazwani, 2005).

2.1.2. Jenis Rokok

Bahan baku rokok yang hanya tembakau baik menggunakan filter maupun non filter dikenal sebagai rokok putih. Rokok kretek adalah rokok dengan atau tanpa filter yang menggunakan tembakau rajangan dengan cengkeh untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Rokok filter adalah rokok yang bagian pangkalnya terdapat gabus. Rokok non filter adalah rokok yang bagian pangkalnya tidak terdapat gabus (Jaya, 2009). 2.1.3. Kandungan Rokok

Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen lainnya, misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersama-sama dengan komponen lainnya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel (15%).

Asap yang dihasilkan rokok terdiri dari asap utama (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama adalah asap tembakau yang dihisap langsung oleh perokok, sedangkan asap samping adalah asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, sehingga dapat terhirup oleh orang lain yang dikenal sebagai perokok pasif (Husaini, 2007).

Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, dengan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan


(19)

setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah nikotin, karbon monoksida (CO), dan tar. Selain itu, dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang tak kalah beracunnya (Husaini, 2007).

Nikotin, komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok. Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0.5-3 ng. Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi bersifat racun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat aktif dan mempengaruhi otak atau susunan saraf pusat. Nikotin juga memiliki karakteristik efek adiktif dan psikoaktif. Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan adanya jurang antara jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan jumlah yang

berhasil berhenti (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, 2006). Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau. Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor maupun penggunaannya (Sitepoe, 2000).

Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air diasingkan. Tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Dengan adanya kandungan tar yang beracun ini, sebagian dapat merusak sel paru karena dapat lengket dan menempel pada jalan nafas dan paru-paru sehingga mengakibatkan terjadinya kanker. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan

berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi rokok yang


(20)

diberi filter, efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru, ketika pada saat merokok hirupannya dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang digunakan bertambah banyak. Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari (Sitepoe, 2000).

Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari

nitrogen dan hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma. Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran pernapasan. Sianida adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya (Sitepoe, 2000)

2.1.4. Kategori Perokok

Perokok pasif atau yang dikenal dengan nama Involuntary Smoking adalah istilah yang diberikan bagi mereka yang tidak merokok, namun mereka seolah dipaksa untuk menghirup asap rokok dari perokok aktif yang ada di sekeliling mereka. Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Husaini, 2007).

Rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari hisapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok


(21)

dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar (Bustan, 2000).

2.1.5. Jumlah Rokok yang Dihisap

Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari, perokok sedang jika menghisap 10-20 batang per hari, dan perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang per hari (Bustan, 2000).

2.1.6. Lama Menghisap Rokok

Merokok dimulai sejak umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok, akan semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja, merokok dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis (Bustan, 2000). 2.1.7. Cara Menghisap Rokok

Setiap orang mempunyai cara masing-masing menghisap rokok, ada yang menghisap dari mulut kemudian asap rokok dikeluarkan melalui mulut atau hidung dan dengan berbagai cara yang lain. Secara garis besar dapat dibedakan tiga macam penghisap rokok, yaitu perokok paru mulut yang mana tipe ini hanya menghisap asap rokok sampai rongga mulut saja, perokok yang menghisap asap rokok sampai ke dalam paru-paru disebut perokok paru dalam, perokok yang menghisap rokok sampai ke dalam paru, menahan napas sebentar dan baru menghembuskannya keluar disebut perokok paru (Bustan, 2000).

2.2. Masalah Kesehatan Paru Akibat Merokok

Enam dari delapan penyebab kematian berhubungan dengan masalah merokok. Empat dari enam penyebab kematian tersebut berhubungan dengan masalah paru yaitu PPOK, kanker paru, tuberkulosis paru dan infeksi saluran pernapasan (WHO, 2008).


(22)

2.2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan proses peradangan pada paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya (Sarobe, 2008).

Dewasa ini hampir 80 juta orang menderita PPOK. Setengah dari penderitanya akan meninggal dalam waktu 10 tahun kedepan. PPOK menempati urutan ketiga penyebab kematian, dan hampir setengahnya diakibatkan oleh rokok (Rennard, 2008).

2.2.2. Kanker Paru

Secara statistik hampir 87% kasus kanker paru berhubungan dengan merokok. Risiko kanker paru sangat berhubungan dengan usia mulai merokok, lamanya merokok, jumlah rokok, jenis kelamin, jenis rokok dan dalamnya hisapan. Perokok mempunyai resiko yang sama pada semua tipe kanker paru, baik itu karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel kecil, karsinoma sel besar ataupun adenokarsinoma (PDPI, 2011).

Senyawa polisiklik hidrokarbon aromatik dalam tar memberikan kontribusi paling besar terhadap agen penyebab kanker. Efek karsinogen terbesar adalah pada jaringan yang langsung terkena asap rokok seperti saluran pernapasan. Oleh sebab itu, merokok berhubungan langsung dengan kanker paru. Merokok dengan kadar tar rendah tidak mengurangi risiko kanker paru (PDPI, 2011).

2.2.3. Tuberkulosis Paru (TB Paru)

Risiko TB paru lebih sering berhubungan dengan lamanya merokok daripada dengan jumlah rokok yang dihisap per hari dan 61% kematian akibat TB


(23)

paru berhubungan dengan rokok. (WHO, 2008) Secara biologis hubungan merokok dengan peningkatan risiko TB paru adalah melalui penurunan respons kekebalan tubuh, gangguan mekanis fungsi silia, cacat pada respons imun makrofag sehingga meningkatkan kerentanan terhadap TB paru serta dapat menurunkan aktivitas lisosim A. Lisosim A adalah salah satu enzim hidrolitik dari kompartemen lisosomal sel fagosit yang disekresi ke area ekstraseluler dan telah terbukti mempunyai sifat bakterisidal dengan mekanisme hidrolisis bagian polisakarida dari dinding sel bakteri Mycobacterium tuberculosis (Selvaraj, 2001).

2.2.4. Asma

Merokok berhubungan dengan kejadian asma pada anak dan dewasa. Risiko terjadinya asma pada perokok 1,33 kali lebih besar dibanding bukan perokok (Sandstrom, 2004). Kebiasaan merokok pada ibu hamil meningkatkan kecenderungan anak menderita asma pada tujuh tahun pertama. Anak dari seorang perokok akan secara signifikan terjangkit asma dibandingkan dengan anak dari seorang yang tidak perokok (Jaakkola, 2004).

2.2.5. Infeksi Saluran Pernapasan

Perokok mempunyai risiko lebih sering terkena infeksi saluran pernafasan akut seperti bronkitis akut, pneumonia dibandingkan dengan bukan perokok. Kemungkinan berhubungan dengan penurunan imunitas di saluran napas seperti terganggunya sistem mukosiliar sehingga meningkatkan akumulasi bakteri atau virus. Menghisap satu batang rokok dapat membuat silia paralisis, lebih lanjut menyebabkan kehilangan silia, hiperplasia kelenjar mukus dan peningkatan sel-sel goblet. Kehilangan rambut-rambut silia pada epitel saluran pernapasan akan berakibat pada penurunan mucociliary clearence sehingga eliminasi mikroorganisme pada saluran napas menjadi terhambat. Pada perokok, penempelan mikroorganisme akan lebih mudah dibandingkan dengan bukan perokok (PDPI, 2011).


(24)

Kebiasaan merokok pada pekerja meningkatkan risiko penyakit paru akibat kerja (PPAK). Studi patologis asbestosis menunjukkan merokok meningkatkan retensi serat asbes di paru sehingga berpengaruh peningkatan risiko kanker paru. Ditemukan pengurangan fungsi faal paru pada perokok petambang batu bara yang menderita pneumokoniosis. Risiko kanker paru meningkat pada perokok yang terpajan produk disel dan radon yang bersifat karsinogen ditempat kerjanya (Ross, 2004).

2.3. Mekanisme Paparan Asap Rokok pada Pengurangan Fungsi Paru

Asap rokok merupakan campuran kompleks antar 4700 bahan kimia, termasuk radikal bebas dan oksidan (O2-) dalam konsentrasi tinggi. Beban oksidan bertambah dalam paru akibat pelepasan Reactive Oxygen Species (ROS) dari makrofag dan neutrofil. Di satu pihak peningkatan sekuestrasi neutrofil pada sirkulasi mikro paru akibat paparan asap rokok dapat meningkatkan oksidan. Dipihak lain asap rokok juga mengurangi kapasitas antioksidan di plasma berkaitan dengan penurunan protein sulfhydryl di plasma atau glutathione (GSH). Penurunan GSH ini menyebabkan peningkatan lipid peroksidase dan transkripsi gen sitokin proinflamasi yang berperan pada obstruksi paru (Rodgman, 2000).

2.4. Uji Fungsi Paru

Uji fungsi paru digunakan untuk mendeteksi disfungsi mekanik, menentukan derajat disfungsi, dan menentukan apakah jenis disfungsi obstruktif, restriktif, atau gabungan keduanya. Uji fungsi paru juga berguna untuk pemantauan proses perjalanan penyakit dan menilai efek intervensi pengobatan akut maupun jangka panjang (Kaswandani, 2006).

Peak Flow Meter, salah satu alat yang digunakan untuk menilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) atau Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dengan satuan liter per menit, mengetahui sedini mungkin adanya penurunan fungsi paru dan penyempitan ataupun sumbatan saluran respiratorik (Aditama, 2004).

Sampai saat ini, alat baku yang dipakai untuk mengukur PEFR adalah


(25)

yang terlihat pada Gambar 2.1. Deras arus udara diukur dengan gerakan piston yang terdorong oleh arus udara yang ditiupkan melalui pipa peniup. Piston akan mendorong jarum penunjuk (marker). Karena piston dikaitkan dengan sebuah pegas, maka setelah arus berhenti, oleh gaya tarik balik (recoil) piston tertarik ke kedudukan semula dan jarum penunjuk tertinggal pada titik tunjuk jarum penunjuk (Majalah Kedokteran Indonesia, 2002).

Gambar 2.1. Mekanika kerja Wright Peak Flow Meter

Cara menggunakan Peak Flow Meter harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tempatkan penanda di bagian bawah skala. 2. Berdiri atau duduk.

3. Mengambil napas dalam-dalam.

4. Menempatkan alat di mulut dan menutup bibir sekitar corong. Tidak menempatkan lidah di dalam lubang. Tidak menutup lubang di ujung belakang peak flow meter saat memegangnya.

5. Meniup sekeras dan secepat mungkin. Jangan batuk ke dalam peak flow meter, karena ini akan memberikan pembacaan yang salah.

6. Menuliskan nomor dari meteran.

7. Ulangi langkah satu sampai enam, dua kali lagi.

8. Menulis nilai yang terbaik (tertinggi) dari tiga angka dalam peak flow. (Polgar,1979)


(26)

Hasil pengukuran APE dalam bentuk angka dibandingkan dengan nilai APE prediksi anak sesuai jenis kelamin, usia, tinggi badan dan dipetakan dengan sistem zona traffic light. Zona hijau bila nilai APE 80% sampai 100% dibandingkan nilai prediksi, mengindikasikan fungsi paru baik. Zona kuning 50% sampai 80%, menandakan mulai terjadi penyempitan saluran respiratori, dan zona merah ≤ 50% berarti saluran respiratorik besar telah menyempit (American Lung Association, 2009).


(27)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pada penelitian ini, kerangka konsep pengaruh kebiasaan merokok terhadap

Peak Expiratory Flow Rate pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010 diuraikan berdasarkan variabel-variabel di bawah:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. 3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain. Berdasarkan hubungan fungsional antara variabel-variabel satu dengan yang lainnya, variabel dibedakan menjadi dua, yaitu variabel tergantung atau variabel dependen, dan variabel bebas atau variabel independen. Dalam penelitian ini : i. Variabel independen (x) adalah merokok (jumlah rokok yang dihisap, lama menghisap rokok dan cara menghisap rokok).

ii. Variabel dependen (y) adalah Peak Expiratory Flow Rate pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010 yang merokok.

Merokok

• Jumlah Rokok yang Dihisap

• Lama Menghisap Rokok • Cara Menghisap Rokok

Peak Expiratory Flow Rate


(28)

3.2.1. Peak Expiratory Flow Rate a. Definisi

Adalah suatu metode untuk mengetahui kecepatan dan volume maksimal ekspirasi

b. Cara Ukur

Pengukuran Peak Expiratory Flow Rate dengan cara inspirasi dalam kemudian memasukkan corong ke dalam mulut kemudian melakukan ekspirasi maksimal

c. Alat Ukur

Peak Flow meter d. Skala Pengukuran : Rasio

e . Hasil Pengukuran : Peak expiratory flow rate dinyatakan dalam liter/menit 3.2.2 Jumlah Rokok yang Dihisap

a. Definisi

Adalah banyaknya rokok yang dihisap penderita per hari. b.Alat ukur

Data diperoleh melalui wawancara. c. Kategori :

1. Perokok Ringan bila menghisap rokok < 10 batang perhari. 2. Perokok Sedang bila menghisap rokok 10-20 batang perhari.

3. Perokok berat bila menghisap rokok >20 batang perhari (Bustan, 2000). d. Skala Pengukuran : Nominal.

3.2.3 Lama Menghisap Rokok a.Definisi

Adalah waktu pertama kali merokok sampai dengan waktu penelitian b. Alat Ukur


(29)

c. Kategori :

1. Menghisap rokok lebih dari lima tahun. 2. Menghisap rokok kurang dari lima tahun. d. Skala Pengukuran : Nominal.

3.2.4 Cara Menghisap Rokok a. Definisi

Adalah cara atau sikap responden dalam menghisap rokok. b. Alat Ukur

Data diperoleh melalui wawancara. c. Kategori :

1. Menghisap dimulut saja yaitu dihisap kemudian ditelan ke dalam mulut 2. Menghisap dangkal yaitu begitu menghisap langsung dihembuskan. 3. Menghisap dalam yaitu menghisap rokok dengan cara ditelan sampai

kedalam kerongkongan, menahan nafas dan menghembuskannya keluar (Bustan, 2000).

d. Skala Pengukuran : Ordinal.

3.3. Hipotesa

Ada pengaruh kebiasaan merokok terhadap Peak Expiratory Flow Rate pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010.


(30)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan potong lintang (cross sectional). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebiasaan merokok terhadap Peak Expiratory Flow Rate pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama Bulan Juli 2013 sampai Bulan September 2013. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa laki-laki yang merokok dari Fakultas Kedokteran USU, Medan angkatan 2010.

4.3.2 Sampel Penelitian

Subjek yang diteliti merupakan mahasiswa laki-laki yang merokok dari Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010. Sampel telah dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan yang tidak termasuk kriteria eksklusi. Kriteria sampel sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

a) Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010 yang berjenis kelamin laki-laki.

b) Responden mengerti dan paham apa yang akan dilakukan terhadapnya. c) Responden bersedia mengikuti penelitian.


(31)

a) Individu yang mempunyai riwayat penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi).

b) Individu yang menderita penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru, tuberkulosis paru, asma, infeksi saluran pernapasan, dan penyakit paru akibat kerja.

c) Individu yang mengkonsumsi obat-obatan (seperti obat selesma, obat batuk dll.) serta menderita penyakit kronik lainnya.

4.3.3 Cara Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara total sampling yaitu bahwa setiap anggota atau unit dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan sebagai sampel.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang didapat langsung melalui wawancara dari masing-masing sampel penelitian, yaitu ditanyakan apakah responden menghisap rokok, dan jika responden adalah seorang perokok maka dikumpulkan data berhubungan dengan jumlah rokok yang dihisap, lama menghisap rokok, dan cara menghisap rokok.

Kemudian akan dilanjutkan dengan pengukuran Peak Expiratory Flow Rate dengan menggunakan peak flow meter. Hasil dan data yang diperoleh dicatat dan pengumpulan data dilakukan secara sistematik sesuai dengan data yang diperoleh dari responden.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data 4.5.1.Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, pengolahan data telah dilakukan dengan teknik statistik, yaitu teknik pengolahan data dengan menggunakan analisis statistik yang biasanya dilakukan untuk pengolahan data kuantitatif. Pengolahan dan analisa data kuantitatif ini dapat dilakukan dengan tangan (manual) ataupun dengan alat komputer di mana data perlu diterjemahkan ke dalam bahasa komputer yaitu


(32)

dengan memberikan kode-kode tertentu sesuai dengan bahasa program yang digunakan. Pada penelitian ini proses pemasukan dan pengolahan data adalah menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution) for windows.

4.5.2. Teknik Analisa Data

Data penelitian telah dianalisa dengan cara uji beda > 2 mean (Anova). Dalam penelitian ini jumlah rokok yang dihisap, lama menghisap rokok, dan cara menghisap rokok merupakan variabel independen dan PEFR merupakan variabel dependen. Tekik pengujian hipotesis telah dilakukan dengan menggunakan Anova dalam menentukan hubungan antara dua variabel atau lebih pada suatu situasi atau sekelompok subjek.


(33)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diperoleh dengan menggunakan kuisioner yang menanyakan mengenai kebiasaan merokok, yaitu jumlah rokok, cara merokok dan lama merokok, dan selanjutnya dilakukan pengukuran Peak Expiratory Flow Rate dengan menggunakan peak flow meter. Sampel penelitian ini diperoleh dari pengambilan populasi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang merokok yang berjumlah 117 orang dan diambil secara total sampling yang sebelumnya telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil pengisian kuisioner serta pengukuran Peak Expiratory Flow Rate dianalisis, sehingga dapat disajikan hasil penelitian sebagai berikut.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di Jl. Dr. Mansyur no. 5 Medan Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Di bawah ini akan dijelaskan distribusi dari jumlah rokok yang dihisap, lama merokok dan cara merokok.

Tabel 5.1. Distribusi Jumlah Rokok yang Dihisap Responden

Jumlah Rokok Frekuensi %

Perokok Ringan 58 49.6

Perokok Sedang 40 34.2

Perokok Berat 19 16.2


(34)

Pada tabel 5.1 di atas ditunjukkan bahwa perokok ringan pada penelitian ini adalah 49.6%, perokok sedang 34.2% dan perokok berat adalah 16.2%.

Tabel 5.2 Distribusi Lama Merokok Responden

Lama Merokok Frekuensi %

Lebih dari 5 Tahun 45 38.5

Kurang dari 5 Tahun 72 61.5

Total 117 100

Pada tabel 5.2 dijelaskan lama merokok dibagi menjadi dua kelompok, yaitu lebih dari 5 tahun dan kurang dari 5 tahun. Didapatkan bahwa gologan responden lama merokok yang paling banyak adalah pada kelompok kurang dari 5 tahun, yaitu 61.5% dan yang paling sedikit adalah pada kelompok lebih dari 5 tahun, yaitu 38,5%.

Tabel 5.3. Distribusi Cara Merokok Responden

Cara Merokok Frekuensi %

Menghisap dimulut 21 17.9

Menghisap dangkal 25 21.4

Menghisap dalam 71 60.7

Total 117 100

Pada tabel 5.3 yang menguraikan distribusi cara merokok responden didapatkan bahwa mayoritas mahasiswa menghisap rokok dengan cara menghisap dalam, yaitu 60.7%, diikuti dengan menghisap dangkal, yaitu 21.4% dan menghisap dimulut, yaitu 17,9%..

5.2. Hasil Analisis Data

Berikut akan dilihat perbedaan Peak Expiratory Flow Rate pada setiap kebiasaan merokok responden.


(35)

Tabel 5.4. Distribusi Peak Expiratory Flow Rate Berdasarkan Kategori Jumlah Rokok yang Dihisap

Jumlah Rokok yang

Dihisap

Peak Expiratory Flow Rate

Mean Max Min Standar

Deviasi

Ringan 491.98 600 275 66.662

Sedang 497.63 590 320 62.285

Berat 388.68 490 320 57.490

Total 477.14 600 275 74.412

Data dari tabel di atas menunjukkan rata-rata Peak Expiratory Flow Rate kelompok perokok sedang lebih tinggi dari perokok ringan. Sedangkan pada kelompok perokok berat menunjukkan rata-rata Peak Expiratory Flow Rate terendah yaitu 388.68 dengan standard deviasi 57.490. Hasil uji Anova terhadap kategori jumlah rokok yang dihisap dan Peak Expiratory Flow Rate adalah p<0.05 (p=0.00).

Tabel 5.5. Distribusi Peak Expiratory Flow Rate Berdasarkan Kategori Cara Merokok

Cara Merokok

Peak Expiratory Flow Rate

Mean Max Min Standar

Deviasi Menghisap

dimulut

477.86 600 350 71.599

Menghisap dangkal

480.00 580 330 53.151

Menghisap dalam

475.92 600 275 82.086


(36)

Berdasarkan tabel di atas, kategori menghisap dalam menunjukkan rata-rata Peak Expiratory Flow Rate tertinggi (480.00) dengan standard deviasi 53.151. Hasil uji Anova terhadap kategori cara merokok yang dihisap dan Peak Expiratory Flow Rate adalah p>0.05 (p=0.972).

Tabel 5.6. Perbedaan Peak Expiratory Flow Rate dan Lama Merokok

Lama Merokok Jumlah Mean Standar Deviasi

Lebih dari 5 tahun 45 477.22 61.252

Kurang dari 5 tahun

72 477.08 81.986

Jumlah 117

Pada tabel 5.6 yang melihat perbedaan antara Peak Expiratory Flow Rate antara perokok yang sudah lebih dari 5 tahun dan kurang dari 5 tahun menunjukkan dari 45 laki-laki yang sudah merokok lebih dari 5 tahun didapatkan rata-rata Peak Expiratory Flow Rate 477.22, dan dari 72 laki-laki yang merokok kurang dari 5 tahun didapatkan rata-rata Peak Expiratory Flow Rate 477.08. Hasil uji Mann Whitney terhadap kategori lama merokok dan Peak Expiratory Flow Rate didapatkan nilai p= 0.582 (p > 0,05)

Rata-rata dari Peak Expiratory Flow Rate pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010 yang merokok adalah 477.14 mg/dL, dengan nilai tengah 490 mg/dL dan modus 500 mg/dL.

5.3. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010 yang merokok diperoleh data melalui pengukuran Peak Expiratory Flow Rate. Data tersebut dijadikan dasar dalam pembahasan dan dijabarkan sebagai berikut.

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa mahasiswa yang masuk dalam kategori perokok sedang memiliki rata-rata Peak Expiratory Flow Rate tertinggi,


(37)

yaitu 497.63, lalu diikuti perokok ringan yaitu, 491.98, dan yang memiliki rata-rata terendah adalah perokok berat, yaitu 388.68.

Setelah dilakukan uji analisis statistik dengan Anova antara jumlah rokok yang dihisap dan Peak Expiratory Flow Rate adalah p<0.05 (p=0.00) sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik antara jumlah rokok yang dihisap dan Peak Expiratory Flow Rate.

Hal ini sesuai dengan penelitian Ritesh (2012) yang mengatakan bahwa jumlah rokok yang dihisap oleh perokok setiap harinya mempengaruhi Peak Expiratory Flow Rate. Hal ini terjadi karena adanya kecendrungan penyempitan saluran udara yang besar dan kecil pada perokok yang secara signifikan menurunkan fungsi paru.

Pada tabel 5.5 dapat dilihat kategori perokok dengan cara menghisap rokok dangkal mempunyai nilai rata-rata Peak Expiratory Flow Rate tertinggi, yaitu 480.00, lalu diikuti dengan kategori menghisap rokok dimulut saja 477.86, dan yang terendah yaitu kategori perokok dengan cara menghisap dalam, yaitu 475.92.

Setelah dilakukan uji Anova terhadap kategori cara merokok yang dihisap dan Peak Expiratory Flow Rate adalah p>0.05 (p=0.972) sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh secara statistik antara cara merokok yang dihisap dengan Peak Expiratory Flow Rate.

Pada tabel 5.6 dapat dilihat kategori perokok yang sudah lebih dari 5 tahun memiliki nilai rata-rata Peak Expiratory Flow Rate lebih tinggi, yaitu 477.22, diikuti dengan kategori perokok yang kurang dari 5 tahun, yaitu 477.08.

Setelah dilakukan uji T independen terhadap kategori lama merokok dan Peak Expiratory Flow Rate adalah p>0.05 (p=0.582) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh secara statistik antara lama merokok dengan Peak Expiratory Flow Rate.

Hal ini berlawanan dengan penelitian Veerana dan Bajentril (2003) yang mengatakan bahwa merokok lebih dari lima tahun cendrung membuat sempit saluran udara dan menurunkan fungsi paru. Penurunan ini juga dapat terjadi


(38)

karena adanya penurunan volume darah kapiler paru pada perokok dibandingkan dengan mereka yang merokok kurang dari lima tahun.

Sherwood (2010) mengatakan banyak hal yang dapat mempengaruhi fungsi paru, terutama jenis kelamin dan tinggi badan. Terdapat faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi fungsi paru, termasuk faktor-faktor patologis dan fisiologis. Faktor patologis adalah seperti adanya alergi dan mukus yang berlebihan. Faktor-faktor fisiologis adalah seperti faktor neuronal dan hormonal.

Menurut Hall (2011) faktor-faktor seperti resistensi udara terhadap bronkus, kontrol saraf simpatis dan parasimpatis dan faktor-faktor sekretori lokal dapat mempengaruhi fungsi paru.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY, Mangunnegoro H, Fachrurodji H, Saharawati D., 2004. Penggunaan

Arus Puncak Ekspirasi Maksimal dalam Penilaian Faal Paru. Medika.

American Lung Association. Peak Flow Meters. Accessed 20 May 2013.

[www.lungusa.org/b.22586/peak_flow_meters.htm.]

Bustan, M.N., 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka

Cipta.

Fazwani, Nurhidayati, 2005. Terapi Berhenti Merokok. Jakarta: Makara

Kesehatan

Husaini, Aiman, 2007. Rahasia Dan Cara Empatik Berhenti Merokok. Jakarta:

Pustaka IIMaN, 101-102.

Jaakkola JJK, Gissler M. Maternal Smoking in Pregnancy, Fetal Development,

and Childhood Asthma. Am J Public Health 2004; 94(1): 136-40

Jaya, Muhammad, 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. Yogyakarta:

Penerbit Rizma, 16; 18.

Just-Sarobe M. Smoking And The Skin. Actas Dermosifiliogr 2008; 99: 173-84

Kaswandani N. Strategi Pendekatan Klinis Secara Professional Batuk pada Anak. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI- RSCM; 2006. h. 26-39.

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, 2006. Ada Apa dengan Rokok?.


(40)

Rennard. Natural Histories of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Procedings of The American Thoracic Society 2008;5: 878-83

Rodgman A, Perfetti TA. Identified components of tobacco and tobacco smoke in the master cataloq. Dalam: Rodgman A, Perfetti TA, penyunting. The chemical component of tobacco and tobacco smoke. New York: CRC Press; 2000. h. 27-9.

Ross MH, Murray J. Occupational respiratory disease in mining. Occupational Medicine. 2004;54:304-10

Selvaraj P. Effect of plasma lysozyme on live Mycobacterium tuberculosis. Curr Sci 2001; 81(2)

Sitepoe, M., 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: PT Gramedia

Widiasarana.

Sukendro, S 2007,’Filosofi Merokok, Sehat Tanpa Harus Berhenti Merokok’,

Pinus Book Publisher, Yogyakarta, pp.79-88

USDA 2004, Cigarette Consumption and Smoking Prevalence, USDA report,

viewed 20 May 2013, < http://www.fas.usda.gov/psd/complete_files/TOB-1222000.csv>

WHO 2003, Worldwide trends in tobacco consumption and mortality, World

Health Organization Geneva, Accessed 20 May 2013, < http://www.who.int/whr/en/index.html >


(41)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Octisa Almira Chalida

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 13 oktober 1992

Agama : Islam

Alamat : Jln Sei Asahan No. 36

Riwayat Pendidikan : 1. SD Kemala Bhayangkari 1 Medan

2. SMP-Plus Shafiyyatul Amaliyyah Medan 3. SMA-Plus Shafiyyatul Amaliyyah Medan

` 4. Fakultas Kedokteran USU-Sekarang

Riwayat Pelatihan : 1. Pelatihan Sirkumsisi SCOPH PEMA FK USU

Riwayat Organisasi : 1. Anggota Panitia Dies Natalis FK USU ke 60 2. PEMA FK USU

3. Anggota Divisi Dana dan Usaha SCOPH PEMA FK USU

4. Anggota Divisi Dana dan Usaha SCORA PEMA FK USU


(1)

Berdasarkan tabel di atas, kategori menghisap dalam menunjukkan rata-rata Peak Expiratory Flow Rate tertinggi (480.00) dengan standard deviasi 53.151. Hasil uji Anova terhadap kategori cara merokok yang dihisap dan Peak Expiratory Flow Rate adalah p>0.05 (p=0.972).

Tabel 5.6. Perbedaan Peak Expiratory Flow Rate dan Lama Merokok

Lama Merokok Jumlah Mean Standar Deviasi

Lebih dari 5 tahun 45 477.22 61.252

Kurang dari 5 tahun

72 477.08 81.986

Jumlah 117

Pada tabel 5.6 yang melihat perbedaan antara Peak Expiratory Flow Rate antara perokok yang sudah lebih dari 5 tahun dan kurang dari 5 tahun menunjukkan dari 45 laki-laki yang sudah merokok lebih dari 5 tahun didapatkan rata-rata Peak Expiratory Flow Rate 477.22, dan dari 72 laki-laki yang merokok kurang dari 5 tahun didapatkan rata-rata Peak Expiratory Flow Rate 477.08. Hasil uji Mann Whitney terhadap kategori lama merokok dan Peak Expiratory Flow Rate didapatkan nilai p= 0.582 (p > 0,05)

Rata-rata dari Peak Expiratory Flow Rate pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010 yang merokok adalah 477.14 mg/dL, dengan nilai tengah 490 mg/dL dan modus 500 mg/dL.

5.3. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010 yang merokok diperoleh data melalui pengukuran Peak Expiratory Flow Rate. Data tersebut dijadikan dasar dalam pembahasan dan dijabarkan sebagai berikut.

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa mahasiswa yang masuk dalam kategori perokok sedang memiliki rata-rata Peak Expiratory Flow Rate tertinggi,


(2)

yaitu 497.63, lalu diikuti perokok ringan yaitu, 491.98, dan yang memiliki rata-rata terendah adalah perokok berat, yaitu 388.68.

Setelah dilakukan uji analisis statistik dengan Anova antara jumlah rokok yang dihisap dan Peak Expiratory Flow Rate adalah p<0.05 (p=0.00) sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik antara jumlah rokok yang dihisap dan Peak Expiratory Flow Rate.

Hal ini sesuai dengan penelitian Ritesh (2012) yang mengatakan bahwa jumlah rokok yang dihisap oleh perokok setiap harinya mempengaruhi Peak Expiratory Flow Rate. Hal ini terjadi karena adanya kecendrungan penyempitan saluran udara yang besar dan kecil pada perokok yang secara signifikan menurunkan fungsi paru.

Pada tabel 5.5 dapat dilihat kategori perokok dengan cara menghisap rokok dangkal mempunyai nilai rata-rata Peak Expiratory Flow Rate tertinggi, yaitu 480.00, lalu diikuti dengan kategori menghisap rokok dimulut saja 477.86, dan yang terendah yaitu kategori perokok dengan cara menghisap dalam, yaitu 475.92.

Setelah dilakukan uji Anova terhadap kategori cara merokok yang dihisap dan Peak Expiratory Flow Rate adalah p>0.05 (p=0.972) sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh secara statistik antara cara merokok yang dihisap dengan Peak Expiratory Flow Rate.

Pada tabel 5.6 dapat dilihat kategori perokok yang sudah lebih dari 5 tahun memiliki nilai rata-rata Peak Expiratory Flow Rate lebih tinggi, yaitu 477.22, diikuti dengan kategori perokok yang kurang dari 5 tahun, yaitu 477.08.

Setelah dilakukan uji T independen terhadap kategori lama merokok dan Peak Expiratory Flow Rate adalah p>0.05 (p=0.582) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh secara statistik antara lama merokok dengan Peak Expiratory Flow Rate.

Hal ini berlawanan dengan penelitian Veerana dan Bajentril (2003) yang mengatakan bahwa merokok lebih dari lima tahun cendrung membuat sempit saluran udara dan menurunkan fungsi paru. Penurunan ini juga dapat terjadi


(3)

karena adanya penurunan volume darah kapiler paru pada perokok dibandingkan dengan mereka yang merokok kurang dari lima tahun.

Sherwood (2010) mengatakan banyak hal yang dapat mempengaruhi fungsi paru, terutama jenis kelamin dan tinggi badan. Terdapat faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi fungsi paru, termasuk faktor-faktor patologis dan fisiologis. Faktor patologis adalah seperti adanya alergi dan mukus yang berlebihan. Faktor-faktor fisiologis adalah seperti faktor neuronal dan hormonal.

Menurut Hall (2011) faktor-faktor seperti resistensi udara terhadap bronkus, kontrol saraf simpatis dan parasimpatis dan faktor-faktor sekretori lokal dapat mempengaruhi fungsi paru.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY, Mangunnegoro H, Fachrurodji H, Saharawati D., 2004. Penggunaan Arus Puncak Ekspirasi Maksimal dalam Penilaian Faal Paru. Medika.

American Lung Association. Peak Flow Meters. Accessed 20 May 2013. [www.lungusa.org/b.22586/peak_flow_meters.htm.]

Bustan, M.N., 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Fazwani, Nurhidayati, 2005. Terapi Berhenti Merokok. Jakarta: Makara Kesehatan

Husaini, Aiman, 2007. Rahasia Dan Cara Empatik Berhenti Merokok. Jakarta: Pustaka IIMaN, 101-102.

Jaakkola JJK, Gissler M. Maternal Smoking in Pregnancy, Fetal Development, and Childhood Asthma. Am J Public Health 2004; 94(1): 136-40

Jaya, Muhammad, 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. Yogyakarta: Penerbit Rizma, 16; 18.

Just-Sarobe M. Smoking And The Skin. Actas Dermosifiliogr 2008; 99: 173-84

Kaswandani N. Strategi Pendekatan Klinis Secara Professional Batuk pada Anak. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI- RSCM; 2006. h. 26-39.

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, 2006. Ada Apa dengan Rokok?. Badan Pengembangan Kesehatan Jakarta


(5)

Rennard. Natural Histories of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Procedings of The American Thoracic Society 2008;5: 878-83

Rodgman A, Perfetti TA. Identified components of tobacco and tobacco smoke in the master cataloq. Dalam: Rodgman A, Perfetti TA, penyunting. The chemical component of tobacco and tobacco smoke. New York: CRC Press; 2000. h. 27-9.

Ross MH, Murray J. Occupational respiratory disease in mining. Occupational Medicine. 2004;54:304-10

Selvaraj P. Effect of plasma lysozyme on live Mycobacterium tuberculosis. Curr Sci 2001; 81(2)

Sitepoe, M., 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.

Sukendro, S 2007,’Filosofi Merokok, Sehat Tanpa Harus Berhenti Merokok’,

Pinus Book Publisher, Yogyakarta, pp.79-88

USDA 2004, Cigarette Consumption and Smoking Prevalence, USDA report, viewed 20 May 2013, < http://www.fas.usda.gov/psd/complete_files/TOB-1222000.csv>

WHO 2003, Worldwide trends in tobacco consumption and mortality, World Health Organization Geneva, Accessed 20 May 2013, < http://www.who.int/whr/en/index.html >


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Octisa Almira Chalida

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 13 oktober 1992

Agama : Islam

Alamat : Jln Sei Asahan No. 36

Riwayat Pendidikan : 1. SD Kemala Bhayangkari 1 Medan

2. SMP-Plus Shafiyyatul Amaliyyah Medan 3. SMA-Plus Shafiyyatul Amaliyyah Medan ` 4. Fakultas Kedokteran USU-Sekarang

Riwayat Pelatihan : 1. Pelatihan Sirkumsisi SCOPH PEMA FK USU

Riwayat Organisasi : 1. Anggota Panitia Dies Natalis FK USU ke 60 2. PEMA FK USU

3. Anggota Divisi Dana dan Usaha SCOPH PEMA FK USU

4. Anggota Divisi Dana dan Usaha SCORA PEMA FK USU


Dokumen yang terkait

Tingkat Pengetahuan tentang Bahaya Merokok di Kalangan Mahasiswa Laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan Stambuk 2010

1 60 65

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran Fisik pada Mahasiswa Laki-Laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk

1 53 70

Pengetahuan Dan Sikap Tentang Bahaya Merokok Terhadap Kebiasaan Merokok Dikalangan Mahasiswa Laki-Laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

0 38 53

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN KARDIORESPIRASI PADA MAHASISWA LAKI-LAKI FK UMM ANGKATAN 2008-2011

1 30 25

PERBEDAAN INDEKS PRESTASI ANTARA MAHASISWA MEROKOK DAN TIDAK MEROKOK (Studi Kasus Mahasiswa Laki laki Fakultas Kedokteran di Perguruan Tinggi Surakarta)

0 3 47

PERBEDAAN KETAHANAN TERHADAP STRES LAKI-LAKI DENGAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PERBEDAAN KETAHANAN TERHADAP STRES LAKI-LAKI DENGAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA ANGKATAN 2007 dan 2008.

0 0 13

Tingkat Pengetahuan tentang Bahaya Merokok di Kalangan Mahasiswa Laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan Stambuk 2010

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan - Tingkat Pengetahuan tentang Bahaya Merokok di Kalangan Mahasiswa Laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan Stambuk 2010

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rokok 2.1.1. Defenisi Rokok - Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Peak Expiratory Flow Rate pada Mahasiswa Laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010

0 0 9

Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Peak Expiratory Flow Rate pada Mahasiswa Laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010

0 0 15