3. Bagaimanakah pemerolehan bahasa Melayu anak usia 3-4 tahun dalam
bidang semantik pada masyarakat Desa Pekan Tanjung Beringin Kacamatan Tanjung Beringin?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian yang telah disebutkan di atas, adapun tujuan penelitian yang dijelaskan antara lain:
1. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa Melayu anak usia 3-4 Tahun dalam
bidang fonologi pada masyarakat Desa Pekan Tanjung Beringin Kacamatan Tanjung Beringin.
2. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa Melayu anak usia 3-4 Tahun dalam
bidang sintaksis pada masyarakat Desa Pekan Tanjung Beringin Kacamatan Tanjung Beringin.
3. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa Melayu anak usia 3-4 Tahun dalam
bidang semantik pada masyarakat Desa Pekan Tanjung Beringin Kacamatan Tanjung Beringin.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari hasil penelitian “Pemerolehan Bahasa Melayu Anak Usia 3-4 Tahun pada Masyarakat Desa Pekan
Tanjung Beringin Kacamatan Tanjung Beringin: Kajian Psikolinguistik”, yaitu: 1.
Dapat meningkatkan kualitas pengembangan bahasa pertama anak dengan baik dan benar di lingkungan masyarakat.
2. Menjaga dan membina kelestarian bahasa daerah sekaligus
mengembangkannya.
Universitas Sumatera Utara
3. Memperkaya khasanah tentang pemerolehan bahasa Melayu anak usia
3-4 tahun. 4.
Memperkaya khasanah buku-buku bahasa daerah sehingga dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi orang yang membutuhkannya.
5. Sebagai penambah pengetahuan dan penambah data kepustakaan di
Departemen Sastra Daerah khususnya Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara.
6. Untuk melengkapi syarat ujian dalam menempuh sarjana di Fakultas
Ilmu Budaya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan yang Relevan
Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga
penulis tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan objek yang diteliti. Untuk dapat mempertahankan hasil suatu karya ilmiah secara objektif
digunakan sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, baik berupa buku-buku acuan yang relevan maupun dengan pemahaman-pemahaman
teoritis dan pemaparan yang berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh di lapangan. Berkaitan dengan judul proposal ini penulis bicarakan “Pemerolehan
Bahasa Anak Melayu Usia 3-4 Tahun pada Masyarakat Desa Pekan Tanjung Beringin Kacamatan Tanjung Beringin: Kajian Psikolinguistik”, terlebih dahulu
penulis akan menguraikan beberapa defenisi para ilmuwan tentang pemerolehan bahasa sebagai berikut:
Chaer 2003:167 mengatakan pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya
atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa bisanya dibedakan dari pembelajaran bahasa language learning.
Simanjuntak 2008:104 menyatakan bahwa pemerolehan bahasa language acquistion adalah proses-proses yang berlaku di pusat bahasa
dalam otak seorang anak bayi pada waktu dia sedang memperoleh bahasa ibunya. Dengan kata lain kita harus bisa membedakan pemerolehan
bahasa ini dari pembelajaran bahasa language learning dan pemelajaran bahasa language studying.
Tarigan 1985:243 menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang dipergunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan
serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit, ataupun teori-teori
Universitas Sumatera Utara
yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi, dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai dia memilih, berdasarkan
suatu ukuaran atau takaran penilaian, tatabahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari bahasa tersebut.
Piaget dalam Chaer 2003: 107 berpendapat bahwa pemerolehan bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan kognitif
secara keseluruhan; dan khususnya sebagai bagian dari kerangka fungsi simbolik. Dengan kata lain, bagi Piaget, bahasa merupakan hasil dari
perkembangan intelek secara keseluruhan dan sebagai lanjutan pola-pola perilaku yang sederhana. Perkembangan kosa kata yang sangat pesat
dialami kanak-kanak ketika berumur antara satu setengah sampai dua tahun, dijelaskan oleh Piaget sebagai hasil dari peralihan intelek kepada
representasi akal mental. Dardjowidjojo 2005:225 menyatakan bahwa Pemerolehan bahasa adalah
proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya native language.
Selanjutnya di dalam penelitian Putri 2009:87-91 menyatakan bahwa “Kemampuan Berbahasa Anak Usia 3-4 Tahun di Play Grup Tunas Mekar
Medan” menyimpulkan bahwa dalam komponen Fonologi ada 2 anak tidak mampu mengucapkannya sesuai dengan bunyi bahasa yang
sebenarnya, seperti melepas vokal [a] dan mengubah vokal [u] menjadi [o]. Dalam komponen Sintaksis anak sudah mampu menggunakan
struktur-struktur kalimat yang gramatikal. Sedangkan dalam komponen Semantik hampir semua anak menggunakan makna denotatif makna
sebenarnya dan sebagian anak menggunakan makna konotatif makna yang tidak sebenarnya.
Dari beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung pada anak-anak saat dia
memperoleh bahasa ibunya B1 tanpa disadari atau secara alamiah. Untuk mengetahui pemerolehan bahasa anak akuisisi, ada 3 komponen
struktur bahasa yang perlu diperhatikan sebagai dasar pengamatan. Jadi, ketiga jenis rumusan inilah yang lebih dahulu diperoleh si anak dalam proses
pemerolehan bahasa ibunya.
Universitas Sumatera Utara
Adapun 3 komponen tersebut adalah sebagai berikut: a.
Komponen Fonologi.
Menurut Chaer 2003:102 Fonologi adalah bagian tatabahasa atau
bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu phone yang berarti bunyi
dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata bunyi. Fonologi terbadi dari dua bagian, yaitu Fonetik dan Fonemik. Fonetik adalah bagian
fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Fonemik adalah bagian fonologi
yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti. Menurut Simanjuntak 2008 : 81 Komponen Fonologi adalah sistem
bunyi suatu bahasa. Komponen fonologi ini mempunyai rumus-rumus yang disebut rumus-rumus fonologi yang menukar struktur permukaan sintaksis kepada
representasi fonetik yaitu bunyi-bunyi bahasa yang kita dengar. Supaya hakikat rumus-rumus Fonologi ini dapat dijelaskan dengan baik perlulah membincangkan
refresentasi fononetik terlebih dahulu misalnya apabila mendengar kata-kata berikut : ‘pisang’, ‘pasang’, ‘pulang’, ‘potong’, ‘atap’, ‘hidup’. Kalau kita kaji
bunyi kata-kata yang di dengar maka akan mendapat bahwa semua kata itu mengandung suatu bunyi yang sama yaitu bunyi ‘p’. Pada lima kata pertama
bunyi ‘p’ itu muncul pada posisi awal, dan pada dua kata terakhir bunyi ‘p’ itu muncul pada posisi akhir. Apabila kita perhatikan kedua kata pertama, ‘pisang’
dan ‘pasang’, kedua kata itu berbeda hanya pada bunyi kedua yaitu ‘i’ dan ‘a’, sedangkan bunyi lain sama saja. Kata ‘pasang’ dan ‘petang’ berbeda pada dua
bunyi yaitu bunyi kedua dan ketiga : ‘a’,’s’, dan ‘e’,’t’. Setiap bunyi yang
Universitas Sumatera Utara
membentuk suatu kata disebut unit bunyi atau sekmenponetik, dan lebih terkenal lagi dengan nama Fon phone. Apabila kita menguraikan semua sekmenfonetik
yang terkandung dalam suatu kata, umpanya kata ‘pisang’, maka diperoleh suatu uraian fonetik terhadap kata itu. Uraian fonetik kata ‘pisang’ adalah sebagai
berikut : p i s a
ŋ atau disederhanakan menjadi pisaŋ. Simbol dipakai untuk menandakan suatu kata yaitu diawal kata dan akhir kata. Simbol [ ] menandakan
suatu bunyi yang kita dengar. Pada uraian fonetik kata ‘pisang’ di atas dapat kita ketahui bahwa sekali pun kata itu didengar hanya lima saja.bunyi yang terakhir
ŋ telah dituliskan dengan huruf ‘ng’. Setiap sekmen fonetik dilambangkan dengan
satu simbol yang diambil dari International Phonetic Alphabet IPA, yaitu suatu bunyi alfabet yang khusus diciptakan dalam ilmu Lingustik untuk melambangkan
semua unit bunyi fon yang terdapat dalam bahasa-bahasa dunia. b.
Komponen Sintaksis Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani Sun + tattein yang berarti
mengatur bersama-sama. Manaf 2009:3 menjelaskan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang membahas struktur internal kalimat. Struktur internal
kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa, dan kalimat. Jadi frasa adalah objek kajian sintaksis terkecil dan kalimat adalah objek kajian sintaksis terbesar.
Leksikon suatu bahasa terdiri dari sekumpulan kata-kata, suatu reprentasi fonologi tiap-tiap kata yang abstrak, dan spesifikasi pembentukan sintaksis untuk
tiap-tiap kata sebagai penanda frase struktur dalam kalimat dimana kata-kata intu telah terjadi. Bahasa sebagai suatu alat komunikasi melibatkan unit-unit yang
lebih besar dari kata – kata leksikon ini yang disebut frase - frase dan kalimat-
Universitas Sumatera Utara
kalimat. Setiap organimsi pembentukan kalimat- kalimat atau unit -unit yang lebih besar ini mepengaruhi arti-arti setiap kata yang mernbentuk kalimat - kalimat atau
unit-unit itu. Dengan kata lain, arti sesuatu kalimat atau frase tidak dapat ditentukan hanya dari arti kata – kata yang membentuk kalimat itu. Arti sesuatu
kalimat atau frase bergantung pada urutan dan organisasi kata - kata yang membentuk kelimat atau frase sebagaimana juga pada arti kata - kata itu sendiri.
Pentingnya urutan kata - kata dalam menentukan arti jelas yang digambarkan pada kalimat dibawah ini:
1. Raja kera itu sangat besar 2. Kera raja itu sangat besar.
Arti frase raja kera itu delam kalimat 1 sangat berbeda dari arti frase kera raja dalam kalimat 2 dan perbedaan telah ditimbulkan oleh urutan kata -
kata yang membentuk frase - frase tersebut. Perbedaan arti ini sangat jelas
pada penjelasan penanda frase berikut ini: 3. Kera itu mempunyai
N Art V FN raja
4. Raja itu mempunyai N Art V FN
kera
Dari penanda Frase struktur dalaman kedua - dua frase kalimat 3 dan 4 di atas jelaslah bahwa dalam kalimat 3 keralah yang mempunyai raja dalam
kalimat 4 rajalah yang mempunyai kera. Urutan organisasi kata-kata yang membentuk kalimat atau frase menurut
rumus-rumus sangat penting dalam suatu bahasa dan komponen bahasa atau komponen tatabahasa yang mengaturnya disebut sintaksis. Tugas komponen ini
adalah untuk menentukan hubungan di antara pola-pola bunyi bahasa itu dengan
Universitas Sumatera Utara
arti-artinya dengan cara mengatur urutan kata-kata yang membentuk frase-frase atau kalimat-kalimatnya agar selaras dengan arti-arti yang diinginkan penutur.
c. Komponen Semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang sign. Semantik diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk bidang
linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang
makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik Chaer, 1994: 2.
Komponen semantik sesuatu tatabahasa memainkan peranan untuk menentukan arti setiap kalimat sesuatu bahasa. Dengan demikian, komponen
semantik membentuk semacam perbatasan diantara bahasa dengan pikiran. Oleh karena itu, komponen semantik ini merupakan satu sistem representasi dalaman,
maksudnya berada di dalam otak, maka komponen ini sangat sukar dipahami dan dikaji karena tidak diamati dan diteliti secam empirikal.
Menurut Simanjuntak 2008:74 arti sesuatu kalimat atau frase ditentukan oleh beberapa faktor yang satu sama lain saling menjalin. Faktor-faktor itu adalah:
1. Arti kata -kata dan morfem - morfem yang membentuk kalimat atau frase.
2. Urutan kata -kata dan morfem- morfem ini dalam organisasi kalimat atau
frase yang disebut sintaksis. 3.
Intonasi dan cara kalimat atau frase itu diucapkan atau dituliskan. 4.
Situasi pada waktu kalimat atau frase itu diucapkan. 5.
Kalimat-kalimat yang diucapkan atau dituliskan sebelum kalimat-kalimat atau frase-frase itu.
Satu pendapat yang keliru apabila kita menganggap bahwa arti sesuatu
kalimat sama dengan kumpulan arti - arti kata - kata dan morfem _ morfem yang membentak kalimat itu. Sebagai contoh frase ‘raja monyet’ dan ‘monyet raja’.
Arti kedua-dua frase ini berbeda karena susunan kata-katanya berbeda. Begitu
Universitas Sumatera Utara
juga kalau intonasinya berbeda Kalau dalam frase ‘monyet raja’, kata ‘raja’ditekankan menjadi raja monyet artinya berbeda kalau kata monyet yang
ditekankan menjadi ‘raja’ ‘monyet’. Pengkajian komponen semantik ini menjadi semakin rumit lagi disebabkan
oleh fakta bahwa banyak kata sesuatu bahasa mempunyai lebih dari satu arti. Kemudian arti-arti ini boleh saja berubah setelah kata-kata itu digabungkan
dengan ‘kata-kata lain’. Misalnya kata ‘mata’ yang arti terasnya ialah ‘alat untuk melihat’. Tetapi karen kata ini digabungkan dengan kata ‘kaki’ menjadi mata kaki,
artinya tidak ada hubungannya lagi dengan pengertian ‘melihat’. Oleh katena itu, suatu tatabahasa yang menandai haruslah mampu menerangkan hakikat semantik
seperti ini, yaitu arti sesuatu kata boleh berubah karena faktor lingkungan.
2.2 Teori yang Digunakan