BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia terdiri dari beranekaragam suku. Tiap-tiap suku memiliki bahasa yang berbeda-beda dan mempunyai ciri khasnya masing-masing.
Salah satunya adalah bahasa Melayu. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat untuk berinteraksi dengan sesamanya. Bahasa adalah alat
komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia menurut Keraf 1984:16. Bahasa juga dapat dipakai untuk
menyampaikan buah pikiran, perasaan, keinginan, dan tindakkan yang dapat dipakai untuk mempengaruhi orang lain.
Dalam kehidupan bermasyarakat kita selalu mendengar keanekaragam bahasa yang dihasilkan baik secara lisan maupun secara tertulis. Keanekaragaman
bahasa yang terdapat pada masyarakat tersebut dapat disebabkan terjadinya komunikasi dalam pemakaian bahasa pertama B1 atau bahasa ibu dan bahasa
kedua B2 atau bahasa asing. Bahasa ibu sebagai bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir
melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai
atau diperoleh anak. Dardjowidjojo 2005:241 Bahasa ibu adalah padanan untuk istilah Inggris native language. Bila anak Indonesia lahir dan dibesarkan di
lingkungan Melayu dan dari kecil dia memakai bahasa Melayu, maka itulah bahasa ibunya. Sedangkan bahasa kedua merupakan bahasa asing yang dipelajari
dan dipahami dari luar lingkungan kehidupannya.
Universitas Sumatera Utara
Pemerolehan bahasa pertama yang diperkenalkan sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif dan perkembangan sosial si anak, yaitu:
1. Perkembangan kognitif
Dalam perkembangan kognitif pemerolehan bahasa anak ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
a. Produksi ucapan yang berdasarkan tatabahasa yang rapi tidaklah
secara otonomis mengimplikasikan bahwa seorang anak telah menguasai bahasa bersangkutan secara baik karena mungkin saja
ucapan-ucapan yang diucapkan itu dengan makna yang berbeda. b.
Penutur pasti sudah memperoleh kategori kognitif yang berdasarkan berbagai alat ekspresi bahasa-bahasa alamiah seperti: kata, ruangan,
modalitas, dan kuasalitas. 2.
Perkembangan Sosial Perkembangan sosial dalam pemerolehan bahasa pertama adalah
salah satu perkembangan anak secara menyeluruh sebagai anggota masyarakatnya. Dalam hal ini dengan bahasa mungkin si anak dapat
mengekspresikan perasaan, pendapat, dan keinginannya dengan cara-cara yang dapat diterima secara sosial. Seorang anak menyadari bahwa kata-
kata dapat dibuat teman untuk membentuk teman dan membentuk musuh dan tidak selalu baik untuk menyatakan kebenaran. Bahasa adalah medium
yang anak memperoleh budaya, moral, agama, dan nilai-nilai sosial lainnya. Dengan memeroleh identitas sosial maka dalam kerangka itulah si
anak mengembangkan identitas pribadinya. Selain perkembangan kognitif anak dan perkembangan bahasa anak juga didukung oleh faktor
Universitas Sumatera Utara
lingkungan baik lingkungan keluarga maupun tempat tinggal yang sangat dominan mempengaruhi kognitif anak.
Studi tentang bahasa sudah banyak ditemukan, salah satunya adalah psikolinguistik. Dalam kaitanya psikologi, linguistik lazim diartikan sebagai ilmu
yang mencoba mempelajari hakikat bahasa, struktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang.
Sehingga psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan linguistik dianggap sebagai cabang dari psikologi. Psikolingustik merupakan
suatu ilmu yang mencoba menerangkan proses-proses psikologi yang berlansung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu
berkomunikasi, dan bagimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia menurut Slobin 1974 dalam Chaer 2003:5.
Psikolinguistik adalah studi mengenai penggunaan bahasa dan pemerolehan bahasa oleh manusia, Levelt 1975 dalam Mar’at, 2005:1.
Menurut Aitchicon 1984 dalam Muchtar 2001:93, ada tiga hal yang menarik dalam bidang psikolinguistik, yakni: masalah pemerolehan bahasa, hubungan
antara pengetahuan bahasa, dan penggunaan bahasa. Dalam penelitian ini masalah yang dibahas adalah masalah pemerolehan bahasa.
Pada dasarnya bahasa itu sudah dimiliki manusia sejak lahir, walaupun dalam bentuk ocehan. Ocehan tersebut kemudian berkembang menjadi kata demi
kata sampai pada pengucapan kalimat. Bahasa yang dimiliki anak sejak kecil adalah bahasa pertama yang lebih dikenal dengan sebutan bahasa ibu. Bahasa
inilah yang awalnya dikenal dan dipergunakan anak dalam kehidupannya sehari- hari sebagai alat komunikasi seseorang memerlukan bahasa pertama ini untuk
Universitas Sumatera Utara
dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang ada disekelilingnya . Ada dua proses yang terjadi ketika seseorang anak sedang memperoleh bahasa pertamanya,
yaitu proses performansi dan proses kompetensi. Oleh karena itu, tata bahasa mempunyai empat komponen, yaitu sintaksis, semantik, fonologi, dan pragmatik,
maka pemerolehan bahasa terbagi atas empat bagian, yaitu pemerolehan sintaksis, pemerolehan semantik, pemerolehan fonologi, dan pemerolehan
pragmatik. Proses penguasaan bahasa yang dilakukan anak secara natural pada waktu
dia belajar bahasa ibunya native language disebut pemerolehan bahasa, Dardjowidjojo 2003:225. Selanjutnya, Chaer 2003:167 mengatakan
pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa
pertama itu terjadi apabila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa, yaitu bahasa ibunya. Jadi, pemerolehan bahasa adalah
suatu proses perkembangan dan penguasaan bahasa ibu native language yang dilakukan anak secara alami, begitu juga dengan penelitian ini, anak usia 3-4
tahun ini memperoleh bahasa Melayu sebagai bahasa pertama dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua di tempat itu.
Pemerolehan bahasa pada anak bersifat alamiah atau didasarkan pada nature atau dengan kata lain manusia telah diciptakan menjadi makhluk
berbahasa, karena mereka telah dibekali dengan sebuah alat yang disebut Piranti Pemerolehan Bahasa. Piranti ini bersifat universal, karena terbukti dengan adanya
kesamaan antara satu anak dengan anak yang lain dalam proses pemerolehan bahasa mereka. Di mana pun juga anak melewati seperangkat proses yang sama
Universitas Sumatera Utara
dalam menguasai bahasa mereka masing-masing. Nurture yaitu masukan yang berupa bahasa hanya akan menentukan bahasa mana yang akan diperoleh anak,
tetapi perosesnya itu sendiri bersifat kodrat. Walaupun stimulant rangsangan bahasa yang diterima oleh anak-anak
tidak teratur, namun mereka berupaya memahami sistem-sistem linguistik bahasa pertamanya sebelum menjelang usia lima tahun.Seseorang bayi normal sering kali
membuat orang tuanya merasa takjub dan senang dengan kepandaiannya yang secara bertahap-tahap. Seorang bayi bisa mengekspresikan perasaannya ataupun
keinginannya tangisan, menjerit, dan tertawa dengan gerak-geriknya tersendiri. Peristiwa yang menakjubkan ini telah berlaku dan terus berlaku dalam lingkungan
masyarakat dan budaya. Bayi yang berumur 3 hingga 4 bulan mulai memproduksi bunyi-bunyi.
Mula-mula ia memproduksi tangisan atau bunyi cooing mendekut, Hasan Shadily, seperti burung merpati menurut Wolf 1966 dalam Mar’at 2005:43.
Setelah bayi mulai mengoceh babling. Celoteh merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat
ditentukan dengan pasti menurut Mar’at 2005:43 menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6 bulan. Dardjowidjojo 2005: 244
menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur 6 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini tentu bisa saja terjadi. Yang perlu diingat bahwa kemampuan
anak berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak. Pada tahap celoteh ini, anak sudah menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda
seperti frikatif dan nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal. Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti dengan vokal. Konsonan yang
Universitas Sumatera Utara
keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah a. dengan demikian, strukturnya adalah K-V. Ciri lain dari celotehan
adalah pada usia sekitar 8 bulan, stuktur silabel K-V ini kemudian diulang sehingga muncullah struktur seperti:
KVKVKV…papapa mamama bababa… Orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu meskipun
apa yang ada di benak tidaklah kita ketahui. Tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar artikulatori belakang Djardjowidjojo 2005:244-245.
Ocehan ini semakin bertambah sampai si anak mampu memproduksi perkataan yang pertama, yaitu pada periode kalimat satu kata, yang kira-kira
muncul 1 tahun. Pada anak Indonesia, yang kosakatanya kebanyakan Polisilabik, anak harus “menganalisis” terlebih dahulu, barulah dia menentukan suku mana
yang akan diambil. Dari kata “sepeda”, misalnya, mana yang akan diambil: e, pe, atau da. Konsonan pada akhir kata sampai dengan umur sekitar 2 tahun banyak
yang tidak diucapkan sehingga “mobil” akan diujarkan sebagai bi. Sampai sekitar umur 3 tahun anak belum dapat mengucapkan gugus konsonan sehingga
“Eyang Putri” akan disapanya dengan Eyang ti. Suatu hal yang menarik adalah adanya uniformitas pada anak-anak dengan pelbagai bahasa, dalam hal bunyi-
bunyi pertama yang mereka produksikan, yaitu konsonan dengan ‘p’ atau ‘m’, vokal belakang ‘a’ mendahului konsonan belakang ‘k’ dan ‘g’ serta vokal depan
‘i’ dan ‘u’ Laughin 1978 dalam Dardjowidjojo 2005:245.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Piaget dan Vygotsky dalam Tarigan 1988, tahap-tahap perkembangan bahasa anak adalah sebagai berikut:
1 Usia Tahap Perkembangan Bahasa
2 0,0-0,5 Tahap Meraba Pralinguistik Pertama
3 0,5-1,0 Tahap Meraba Pralinguistik Kedua: Kata nonsense
4 1,0-2,0 Tahap Linguistik I: Holofrastik;Kalimat Satu Kata
5 2,0-3,0 Tahap Lingistik II: Kalimat Dua Kata
6 3,0-4,0 Tahap Linguistik III: Pengembangan Tata Bahasa
7 4,0-5,0 Tahap Linguistik IV: Tata Bahasa Pra-Dewasa
8 5,0- Tahap Linguistik V: Kompetensi Penuh
Menjelang umur 3-4 tahun anak sudah mulai memasuki peringkat-
peringkat menjelang tahap linguistik III dan IV yaitu pengembangan tatabahasa dan tatabahasa pra-dewasa. Kalimat yang diterbitkan anak-anak pada peringkat ini
sudah termasuk rumit dan anak-anak ini telah dapat digolongkan sebagai ‘pandai bercakap’. Pada umur kira-kira 4-5 tahun si anak mulai memasuki peringkat
kompetensi penuh. Pada umur ini anak-anak normal pada umumnya telah menguasai elemen-elemen sintaksis ibunya dan memiliki performansi yang
memadai. Menurut Dulay dalam Chaer 2003:257, menerangkan bahwa kualitas
lingkungan bahasa sangat penting bagi seseorang pembelajar untuk dapat berhasil dalam mempelajari bahasa, yang diamksud denagn lingkungan
bahasa adalah segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajar.
Dengan demikian, penulis tidak terlepas dari objek penelitiannya, yaitu : dalam bidang fonologi, sintaksis, dan semantik. Sehingga penulis mengamati
bagaimana berbahasa di antara anak-anak itu, baik dengan teman-temannya maupun dengan anggota keluarganya mereka. Bahasa yang digunakan pada
penelitian ini adalah bahasa pada anak usia 3-4 tahun pada masyarakat Melayu desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin.
Bahasa Melayu Serdang Bedagai BMSB masih berperan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam upacara adat, kegiatan masyarakat, dan
Universitas Sumatera Utara
intraksi sosial lainnya baik anak-anak dan orang dewasa masih menggunakan bahasa Melayu. Di dalam masyarakat Serdang Bedagai anak-anak sudah
menggunakan bahasa ibunya saat mereka berintraksi dengan teman-temannya dan oarng yang ada disekitarnya.
Penulis memilih judul ini “Pemerolehan Bahasa Melayu Anak Usia 3-4 Tahun pada Masyarakat Desa Pekan Tanjung Beringin Kacamatan Tanjung
Beringin: Kajian Psikolinguistik”, sepengetahuan penulis penelitian mengenai judul ini belum ada yang mengkaji. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk
menelitinya dan melestarikan bahasa Melayu di Kecamatan Tanjung Beringin. 1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah sebenarnya merupakan batasan-batasan dari ruang lingkup topik yang diteliti. Suatu perumusan masalah dilakukan karena adanya
suatu permasalahan. Agar tidak terjadi pembahasan yang terlalu luas dalam “Pemerolehan Bahasa Melayu Anak Usia 3-4 Tahun pada Masyarakat Desa Pekan
Tanjung Beringin Kacamatan Tanjung Beringin: Kajian Psikolinguistik” ini, maka diperlukan suatu perumusan masalah.
Sesuai dengan penjelasan di atas maka masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pemerolehan bahasa Melayu anak usia 3-4 tahun dalam
bidang fonologi pada masyarakat Desa Pekan Tanjung Beringin Kacamatan Tanjung Beringin?
2. Bagaimanakah pemerolehan bahasa Melayu anak usia 3-4 tahun dalam
bidang sintaksis pada masyarakat Desa Pekan Tanjung Beringin Kacamatan Tanjung Beringin?
Universitas Sumatera Utara
3. Bagaimanakah pemerolehan bahasa Melayu anak usia 3-4 tahun dalam
bidang semantik pada masyarakat Desa Pekan Tanjung Beringin Kacamatan Tanjung Beringin?
1.3 Tujuan Penelitian