Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Pengembangan Hipotesis

xxvii pendapatannya dalam rangka kemandirian daerah dalam hal pendanaannya, serta faktor-faktor yang memhubungani manajemen aset di daerah. Oleh karenanya, penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh manajemen aset terhadap optimalisasi aset tetap yang berupa tanah dan bangunan. Secara lebih rinci, rumusan masalah dituliskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut ini. 1. Apakah terdapat pengaruh inventarisasi terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan di Pemerintah Kabupaten Sragen? 2. Apakah terdapat pengaruh identifikasi terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan di Pemerintah Kabupaten Sragen? 3. Apakah terdapat pengaruh legal audit terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan di Pemerintah Kabupaten Sragen? 4. Apakah terdapat pengaruh penilaian terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan di Pemerintah Kabupaten Sragen?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh manajemen aset di Pemerintah Kabupaten Sragen dalam optimalisasi aset tetapnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang baik bagi Pemerintah Daerah dalam pemanfaatan asetnya. Secara lebih rinci, tujuan penelitian dengan mendasarkan pada pertanyaan penelitian di atas adalah sebagai berikut ini. xxviii 1. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh inventarisasi terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan di Pemerintah Kabupaten Sragen. 2. Untuk memperoleh bukti empiris terkait mengetahui pengaruh identifikasi terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan di Pemerintah Kabupaten Sragen. 3. Untuk memperoleh bukti empiris terkait mengetahui pengaruh legal audit terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan di Pemerintah Kabupaten Sragen. 4. Untuk memperoleh bukti empiris terkait mengetahui pengaruh penilaian terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan di Pemerintah Kabupaten Sragen.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat sebagai berikut ini. 1. Pemerintah Kabupaten Sragen Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Sragen dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan pelaksanaan manajemen aset untuk optimalisasi dan pemanfaatan aset tetapnya. xxix 2. Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanahwawasan dalam bidang ilmu pengetahuan terutama manajemen aset khususnya pengelolaan aset di daerah. BAB II xxx TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESA

A. Tinjauan Pustaka Landasan Teori

Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan konsekuensi bertambahnya kewenangan pemerintah daerah sebagai akibat dari pelimpahan urusan wewenang yang semula dilakukan oleh pemerintah pusat yang kemudian dialihkan kepada daerah. Salah satu contohnya adalah terjadinya perubahan kewenangan dalam hal pengelolaan aset negara pemerintah yang semula banyak ditangani oleh pemerintah pusat, maka dengan otonomi daerah, pemerintah daerah akan mendapat pelimpahan kewenangan yang lebih besar untuk melakukan pengelolaan aset negara pemerintah. Perubahan tersebut meliputi terjadinya kenaikan jumlah maupun nilai kekayaan negara yang dikuasai pemerintah daerah yang tadinya dimilikidikuasai pemerintah pusat. Terkait dengan semakin besarnya kewenangan daerah untuk melakukan manajemen aset negara atau secara spesifik adalah manajemen aset daerah, maka pemerintah daerah perlu menyiapkan instrumen yang tepat untuk melakukan manajemen aset daerah secara profesional, transparan, akuntabel, efisiensi, dan efektif dari perencanaan, pengelolaanpemanfaatan, serta pengawasannya. Manajemen aset daerah meliputi beberapa tahap yaitu perencanaan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, pendistribusian termasuk penyimpanan, penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusan. Setiap tahap, mulai dari perencanaan kebutuhan hingga penghapusan aset daerah harus diketahui dan xxxi dipertanggungjawabkan kepada masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. Oleh karena itu, aset daerah yang ada pada dasarnya merupakan bagian dari aset negara harus dikelola secara optimal dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas publik Siregar, 2004. Permasalahan yang dihadapi oleh daerah dalam penilaian aset daerah pada umumnya adalah karena prosedur penatausahaan inventarisasi dan identifikasi aset daerah secara fisik dan yuridis yang belum terlaksana dengan baik dan benar. Ketidaktertiban dalam pengelolaan data base aset, sehingga aset-aset yang dikelola pemerintah daerah cenderung tidak optimal dalam penggunaannya. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan dalam pengoptimalisasi dan pemanfaatan aset di masa yang akan datang. Implikasi atas pemanfaatan dari pengelolaan aset yang tidak optimal adalah tidak diperolehnya nilai yang terkandung dalam aset itu sendiri, misalnya dari aspek ekonomi adalah tidak diperolehnya revenue yang sepadan dengan besarnya nilai aset yang dimiliki atau dengan kata lain tingkat pengembaliannya rendah. Dalam mengelola sesuatu aset, tentunya yang diharapkan adalah adanya tambahan nilai ekonomis dan nilai tambah yang optimal dalam jangka panjang. Oleh karena itu, sistem pengelolaan aset harus ditata dengan baik dalam rangka menciptakan efisiensi, efektivitas, ekonomis atas pemanfaatan aset life cycle of asset. Apabila ketiga aspek tersebut dapat dijalankan secara konsisten dan sinergis, maka optimalisasi pengelolaan aset menjadi lebih mudah dilaksanakan dan kebijakan minimisasi biaya cost minimizing dari pengelolaan aset tersebut dapat diterapkan, sehingga menjadi lebih efisien cost efficiency yang dalam jangka panjang terhadap aset tersebut perlu dilakukan pemeliharaan secara terencana. xxxii Schaefers 1999 melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan di Jerman tentang penerapan konsep Corporate Real Estate CRE Management. Penelitian ini memperlihatkan bahwa meskipun nilai maupun biaya aset-aset real estate menunjukkan jumlah yang signifikan, aset-aset CRE saat ini oleh perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel tetap dikelola secara serius. Manajemen real estate yang efektif berarti manajemen yang beralih dari reaktif dengan proses pengambilan keputusan yang terdesentralisasi melalui organisasi, menuju kepada yang bersifat proaktif, komfrehensif dan manajemen secara luas dan menyeluruh serta didukung oleh informasi yang memadai dan tepat waktu serta komitmen dari top manajemen. Schaefers juga menjelaskan bahwa kerangka konseptual manajemen aset real estate mencakup item-item karakteristik manajerial dan operasional manajemen aset real estate aktif yang meliputi sistem informasi real estate, sistem perencanaan real estate, sistem pengorganisasian real estate dan sistem pengawasan real estate. Manajemen aset real estate juga dipengaruhi oleh jenis perusahaan, ukuran perusahaan, sikap top manajemen, nilai aset, ukuran aset dan komposisi aset. Penelitian yang sama dilakukan oleh Ciptono dan Wiryawan, 2001 melihat kondisi bangsa Indonesia memasuki era tranformasi reformasi nasional dan otonomi daerah, organisasi publik dan bisnis Indonesia dituntut untuk mampu mengembangkan daya saing, efisiensi, dan keefektifannya guna melakukan proses perubahan secara kreatif dan berkesinambungan sustainable. Setiap organisasi perlu membangun strategi perubahan secara proactive dan interactive real time strategic untuk menjadi the leader of crisis. Studi ini menjelaskan penerapan real xxxiii time strategic dengan memotret praktik manajemen aset bangunan perusahaan Corporate Real-Etate Asset Management or CREAM di Indonesia. Dengan menggunakan cluster analysis dari 97 perusahaan yang menjadi responden-44 perusahaan 45 berada dalam kelompok pasif, 37 perusahaan 38,10 berada dalam kelompok selektif, dan 16 perusahaan 16,5 berada dalam kelompok aktif. Hal ini menunjukkan potret perusahaan di Indonesia belum efisien dalam mengelola aset bangunannya. Dalam kondisi krisis multidimensional saat ini, berbagai kesalahan tipe I dan tipe III missmanagement creates hight level of inefficiency and high cost economy menjadi budaya yang harus segera dilakukan pembenahan secara sistematik, total, dan berorientasi pada program. Studi ini memberikan gambaran bagaimana bangsa Indonesia hijrah dari belenggu KKN inactive and reactive strategic menuju Indonesia baru a good corporate and govermence governance; proactive and interactive or real-time strategic melalui Corporate Real-Estate Asset Management CREAM. Mather 2003 menjelaskan bahwa pemahaman manajemen aset sangat kompleks dan mempunyai area yang spesifik. Oleh karena itu diperlukan pemahaman tiga prinsip dasar dalam melakukan pemanfaatan pengelolaan manajemen aset yaitu menggunakan orang yang memahami secara benar mengenai manajemen aset, menggunakan orang yang mempunyai pengetahuan di bidang manajemen aset dan pada akhirnya dapat membuat suatu keputusan dengan cara yang benar dan diperlukan suatu strategi penting dalam manajemen aset yaitu: mengembangkan strategi pemeliharaan, penerapan strategi pemeliharaan dan mengatur strategi pemeliharaan xxxiv Subambang 2004 menjelaskan bahwa kinerja pengelolaan aset daerah merupakan salah satu elemen penting yang menjadi landasan bagi penilaian kinerja keuangan pemerintah daerah, yang menjadi ukuran mengenai kepatutan daerah untuk mendapatkan pinjaman atau berhak untuk menerbitkan obligasi. Bloomquist dan Oldach 2005 menjelaskan bahwa optimalisasi aset di dunia industri adalah proses memaksimalkan nilai aset produksi suatu perusahaan melalui manajemen resiko yang efektif. Hal tersebut dilakukan dengan cara: 1. pengembangan dan penerapan strategi-strategi yang ”cerdas”, sehingga light maintenance dilakukan terhadap right assets pada right time. Hasil yang dicapai adalah point of lowest total cost; 2. fokus pada penerapan, langkah-langkah proaktif untuk mendorong turunnya point of lowest total cost. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerja secara cerdas dan mengurangi risk exposure. Plant asset optimization juga memerlukan pengintegrasian strategis teknologi, metodologi yang handal, proses terbaik dan perubahan budaya dalam suatu program yang terkoordinir dan berkelanjutan. Pendekatan ini harus menekankan pada komunikasi yang efektif, perubahan kultur, dan membangun suatu kualitas data dan praktek yang mendasar dalam mendukung kerangka selanjutnya. Wardhana 2005 meneliti mengenai bagaimana mengelola aset Kota Jakarta. Penelitian ini membahas mengenai manajemenpengelolaan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang meliputi pengadaan, penggunaan, pemeliharaan dan penghapusan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu adanya xxxv restrukturisasi organisasi dalam pengelolaan aset melalui pembentukan Badan Pengelola dan Dewan Supervisi Aset Kota, sehingga dari sisi anggaran biaya pengelolaan aset dapat ditekan secara signifikan dan kinerja organisasi dalam pengelolaan aset akan dapat diukur. Dadson 2006 menjelaskan tentang mengoptimalkan manajemen aset tanah di Ghana dalam rangka menuju good governance. Langkah-langkah tersebut berada di seputar legislasi, organisasi dalam sektor tanah, data base dan peta serta mekanisme sistem lahan yang berkelanjutan. Pada bab ini akan diuraikan juga tentang telaah literatur yang berhubungan dengan topik penelitian berdasarkan teori-teori dan bukti empiris penelitian sebelumnya. Teori yang dijelaskan meliputi pengertian aset properti, manajemen aset yang terdiri dari inventarisasi aset, identifikasi aset, legal audit, penilaian dan tentang optimalisasi aset, serta hasil penelitian yang digunakan untuk pengembangan hipotesis dan karakteristik organisasi sektor publik model penelitian.

1. Aset properti

Pengertian aset secara umum menurut Siregar 2004:178 adalah barang thing atau sesuatu barang anything yang mempunyai nilai ekonomi economic value, nilai komersial commercial value atau nilai tukar exchange value yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu perorangan. Demikian istilah properti seringkali melekat dengan istilah lain untuk memberikan pengertian yang lebih jelas secara hukum, yaitu real estate dan real property dimana keduanya xxxvi mempunyai makna yang berbeda meskipun ada juga yang menyebutnya sebagai sinonim dalam lingkup tertentu. Selanjutnya, real estate is the physical land and appurtenances affixed to the land, e.g., structure. Real estate bersifat tidak bergerak immobile dan berwujud tangibel, yang termasuk dalam pengertian ini adalah tanah, semua benda yang secara alami sebagai bagian dari tanah, seperti pepohonan dan barang mineral dan juga segala sesuatu yang dibangun oleh manusia seperti bangunan, jaringan dan lain sebagainya. Lebih lanjut Real Property includes all interest, benefits, and rights inherent in the ownership of physical real estate Appraisal Institute 2001:8. Real property merupakan kumpulan atas berbagai macam hak dan interest yang ada dikarenakan kepemilikan atas satuan real estate, meliputi hak untuk menggunakan, menyewakan, memberikan kepada orang lain atau tidak. Properti selain sebagai investasi, juga merupakan aset. Pengertian aset adalah sesuatu yang memiliki nilai. Menurut Siregar 2001 dalam Sulistiowati, 2003 pengertian aset bila dikaitkan dengan properti maka dapat dijabarkan melalui beberapa aspek, antara lain sebagai berikut: 1. Memiliki nilai ekonomis yang terkait dengan nilai pemanfaatan tertinggi dan terbaik highest and best use. 2. Menghasilkan pendapatan dari pengoperasian properti. 3. Memiliki fisik, fungsi dan hak penguasaan yang baik. 4. Economical life-time yang panjang. xxxvii Berdasarkan Himpunan Peraturan-peraturan tentang Inventarisasi Kekayaan Negara Departemen Keuangan RI Badan Akuntansi Keuangan Negara 1995 pasal 2, disebutkan bahwa barang-barang milik negarakekayaan negara yang termasuk jenis barang-barang tidak bergerak antara lain: 1. tanah-tanah kehutanan, pertanian, perkebunan, lapangan olahraga dan tanah- tanah yang belum dipergunakan, jalan-jalan tidak termasuk jalan daerah, jalan kereta api, jembatan, waduk, lapangan terbang, bangunan-bangunan irigasi, tanah pelabuhan dan lain-lain tanah seperti itu; 2. gedung-gedung yang dipergunakan untuk kantor, pabrik-pabrik, bengkel, sekolah, rumah sakit, studio, laboratorium dan lain-lain gedung seperti itu; 3. gedung-gedung tempat tinggal tetap atau sementara seperti rumah-rumah tempat tinggal, tempat istirahat, asrama, pesanggrahan, bungalow dan lain-lain gedung seperti itu; dan 4. monumen-monumen seperti: monumen purbakala candi-candi, monumen alam, monumen peringatan sejarah, dan monumen purbakala lainnya. Real estate sebagai komponen utama dari aset daerah, oleh pemerintah daerah selanjutnya harus dapat dimanfaatkan sebagai aset yang produktif dan berguna sehingga berdampak positif dalam pembangunan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat. Dalam neraca keuangan daerah aset dapat menjadi modal bila dapat menghasilkan pendapatan. Namun masih banyak daerah yang belum menyadari peran dan potensi pengelolaan aset secara cermat.

2. Manajemen aset

xxxviii Penelitian tentang hubungan manajemen aset terhadap optimalisasi dan pemanfaatan aset milik Pemerintah Daerah masih sangat terbatas sehingga dalam penulisan ini menggunakan library research tinjauan kepustakaan guna melihat yang seharusnya dilakukan dalam pengelolaan aset Pemerintah Daerah dengan yang terjadi atau dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sekarang khususnya pada Pemerintah Kabupaten Sragen. Implementasi dari UU Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan Pemerintah Daerah dalam penyusunan laporan keuangan yang kompherensif, penyusunan neraca menunjukkan posisi keuangan Pemerintah Daerah yang merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan merupakan hasil akhir dari proses pengelolaan keuangan daerah. Schaefers 1999, menyatakan kerangka konseptual manajemen aset real estate mencakup item-item karakteristik manajerial dan operasional manajemen aset real estate aktif yang meliputi sistem informasi real estate, sistem perencanaan real estate, sistem pengorganisasian real estate dan sistem pengawasan real estate. Manajemen aset real estate juga dihubungani oleh jenis perusahaan, ukuran perusahaan, sikap Top manajemen, nilai aset, ukuran aset dan komposisi aset. Carn dan Rabianski 1999, menyebutkan bahwa konsep manajemen aset real estate mendapatkan perhatian yang besar oleh para manajer dan eksekutif perusahaan. Sebagai sistem pendukung utama dalam bisnis, fungsi manajemen aset real estate terlibat di dalam penentuan keputusan strategis dan membangun jalur baru di dalam operasi produksi yang lebih efisien dan konsisten dengan sasaran dan tujuan bisnis inti perusahaan. xxxix Mahsun 2003 mengatakan bahwa manajemen aset sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan properti di lingkungan Pemda untuk mencerminkan ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas. Permasalahan klasik yang sering dijumpai dalam pengelolaan aset properti adalah status hukum properti yang tidak jelas. Artinya, siapa sebenarnya yang mempunyai hak kepemilikan atas aset tersebut sering menjadi sengketa di antara unit-unit yang ada. Kurangnya kebudayaan efisiensi untuk manajemen aset ini mengakibatkan berbagai hubungan perjanjian menjadi tidak optimal serta tidak adanya hubungan yang relevan antara Pemda sebagai pemilik dengan para penyewa dan manajer. Properti selain sebagai investasi juga merupakan aset. Pengertian asset dapat dilihat dalam kamus Barron yang berjudul Dictionary of real estate terms, dapat diartikan sebagai ‘Suatu yang Memiliki Nilai”. Pengertian tersebut bila dikaitkan dengan properti maka dapat dijabarkan melalui beberapa aspek sebagi berikut. 1. Memiliki nilai ekonomi yang terkait dengan nilai pemanfaatan tertinggi dan terbaik highest and best use. 2. Menghasilkan pendapatan dari pengoperasian properti 3. Memiliki fisik, fungsi dan hak penguasaan yang baik. 4. Economical life-time yang panjang.

3. Prinsip dasar manajemen aset

Real estate sebagai komponen utama dari aset daerah, oleh Pemerintah Daerah selanjutnya harus dapat dimanfaatkan sebagai aset yang produktif dan berguna sehingga berdampak positif dalam pembangunan ekonomi daerah dan xl kesejahteraan masyarakat. Dalam neraca keuangan daerah aset dapat menjadi modal bila dapat menghasilkan pendapatan. Namun masih banyak daerah yang belum menyadari peran dan potensi pengelolaan aset secara cermat. Beberapa model manajemen aset yang dapat dijadikan rekomendasi bagi pemerintah daerah adalah Bertovic et al. 2002. 1. Mengembangkan sistem data base yang baik; 2. Memahami isu-isu transisi; 3. Pengklasifikasian terhadap properti; 4. Adanya penilaian real estate dan penilaian bisnis; 5. Membuat aturan untuk properti yang menghasilkan pendapatan; 6. Analisis finansial secara intensif terhadap proyek, properti dan portofolio; 7. Adanya deregulasi bisnis persewaan; 8. Sistem pelaporan properti; 9. Konsolidasi manajemen; dan 10. Perencanaan strategis. Harus dipahami oleh Pemerintah Daerah bahwa sasaran akhir atau tujuan utama pengelolaan aset adalah terjadinya optimalisasi dalam pemanfaatan aset daerah. Kenyataan sampai saat ini aset daerah masih dikelolah seadanya, sebatas inventarisasi belaka pencatatan akuntansi. Aset daerah masih dikonsultasikan dengan arus kas negatif, dibanding sebagai aset yang produktif dan memberikan pendapatan. Kondisi pemanfaatan terhadap aset daerah tersebut membuktikan bahwa aset daerah sebagai sumber daya lokal daerah menunjukan utilitasnya yang masih rendah, hal ini terjadi karena dihampir seluruh pemerintah daerah di xli Indonesia belum ada pemahaman pengelolaan aset daerah secara utuh dalam kerangka manajemen aset public corporate real properti management. Britton et al. 1989 dalam Siregar 2004 , mengatakan “define good asset management in terms of measuring the value of properties assets in monetary terms and employing the minimum amount of expenditure on its management”.. Manajemen aset itu sendiri telah berkembang cukup pesat bermula dengan orientasi yang statis, kemudian berkembang menjadi dinamis, inisiatif, dan strategis. Tabel 3 memberikan penjelasan proses transformasi manajemen aset dalam perspektif substansial. Setelah Perang Dunia II, manajemen aset memiliki ruang lingkup utama untuk mengontrol biaya pemanfaatan ataupun penggunaan asset dalam mendukung operasionalisasi Pemerintah Daerah. Selain itu, ada upaya pula untuk melakukan inventarisasi aset-aset Pemda yang tidak digunakan. Namun dalam perkembangan ke depan, ruang lingkup manajemen aset lebih berkembang dengan memasukan nilai aset, akuntabilitas pengelolaan aset, land audit yaitu audit atas pemanfaatan tanah, property survey dalam kaitan memonitor perkembangan pasar properti, aplikasi sistem informasi dalam pengelolaan asset dan optimalisasi pemanfaatan aset. Perkembangan yang terbaru, manajemen aset bertambah ruang lingkupnya hingga mampu memantau kinerja operasionalisasi aset dan juga strategi investasi untuk optimalisasi aset Siregar, 2004. Tabel 3 Perkembangan Manajemen Aset Post War-Static Mgmt Dynamic Mgmt Strategic Mgmt xlii 1. Kontrol Biaya 1. Proactive management 1. Economic, eficient Efective management 2. Kontrol properti yang tak digunakan 2. Nilai aset 2. Monitoring Operasionalisasi aset 3. Akuntabilitas pengelolaan aset 3. Monitoring kerja operasional dan investasi 4. Land audit 4. Corporation or privatisation 5. Propertyreviewsurvey 6. Aplikasi IT dalam aplikasi pengelolaan 7. Optimalisasi pemanfaatan aset Sumber : Siregar, 2004:517 Mewujudkan tertib administrasi pengelolaan aset dan barang daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang meliputi perencanaan dan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran, inventarisasi, pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, perubahan status hukum serta penatausahaannya, pengendalian dan pengawasan. Barang daerah atau aset daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dimiliki maupun yang dikuasai yang berwujud, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian–bagiannya ataupun merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan dan surat-surat berharga lainnya Berdasarkan Himpunan Peraturan-peraturan tentang Inventarisasi Kekayaan Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia, Badan Akuntansi Keuangan Negara 1995 pasal 2, barang-barang milik negarakekayaan negara yang termasuk jenis barang-barang tidak bergerak antara lain berikut ini: 1. Tanah-tanah kehutanan, pertanian, perkebunan, lapangan olahraga dan tanahtanah yang belum dipergunakan, jalan-jalan tidak termasuk jalan xliii daerah, jalan kereta api, jembatan, waduk, lapangan terbang, bangunan- bangunan irigasi, tanah pelabuhan dan lain-lain tanah seperti itu; 2. Gedung-gedung yang dipergunakan untuk kantor, pabrik-pabrik, bengkel, sekolah, rumah sakit, studio, laboratorium dan lain-lain gedung seperti itu; 3. Gedung-gedung tempat tinggal tetap atau sementara seperti rumah-rumah tempat tinggal, tempat istirahat, asrama, pesanggrahan, bungalow dan lain- lain gedung seperti itu; 4. Monumen-monumen seperti: monumen purbakala candi-candi, monumen alam, monumen peringatan sejarah, dan monumen purbakala lainnya.

4. Inventarisasi

Siregar 2004 menyatakan bahwa manajemen aset sendiri dapat dibagi dalam lima tahapan kerja, yang pertama adalah inventarisasi. Inventarisasi aset terdiri atas dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan yuridislegal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume jumlah, jenis alamat dan lain-lain. Aspek yuridislegal adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-lain. Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan, kodifikasi labeling pengelompokan dan pembukuan administrasi sesuai tujuan manajemen aset. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah menyatakan inventarisasi adalah kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang dalam xliv pemakaian. Melalui kegiatan inventarisasi disusun Buku Inventaris yang menunjukkan semua kekayaan daerah yang bersifat kebendaan, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Buku inventaris tersebut memuat data yang meliputi nomor, spesifikasi barang, bahan, asal cara perolehan barang, ukuran barang konstruksi, satuan, keadaan barang, jumlah barang dan harga, keterangan. Adanya buku inventaris yang lengkap, teratur dan berkelanjutan mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting dalam rangka: 1. Pengendalian, pemanfaatan, pengamanan dan pengawasan setiap barang; 2. Usaha untuk menggunakan, memanfaatkan setiap barang secara maksimal sesuai dengan tujuan dan fungsinya masing-masing; 3. Menunjang pelaksanaan tugas pemerintahan. Dalam usaha tertib administrasi pengelolaan barang daerah, khususnya pelaksanaan inventarisasinya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, dapat dibagi menjadi dua kegiatan yaitu: kegiatan pencatatan, dan kegiatan pelaporan. Dalam pencatatan dimaksud dipergunakan buku-buku dan kartu-kartu sebagai berikut: 1. Buku induk inventaris BII; 2. Buku inventaris BI; 3. Kartu inventaris barang KIB; dan 4. Kartu inventaris ruangan KIR. Dalam pelaksanaan pelaporan dipergunakan daftar-daftar yaitu: 1. Daftar Rekapitulasi jumlah barang hasil sensus, daftar mutasi barang; xlv 2. Daftar Mutasi Barang. Buku Induk Inventaris adalah merupakan gabungankompilasi dari Buku Inventaris. Buku Inventaris adalah himpunan catatan data teknis dan administrasi yang diperoleh dari catatan kartu-kartu inventaris barang sebagai hasil sensus ditiap-tiap unitsatuan kerja yang dilaksanakan secara serempak pada waktu tertentu. Untuk mendapatkan data barang dan pembuatan Buku Inventaris yang benar, dapat dipertanggungjawabkan dan akurat maka dilakukan melalui sensus barang daerah setiap lima tahun sekali. Buku Inventaris Barang adalah kartu untuk mencatat barang-barang inventaris secara tersendiri atau kumpulankolektif dilengkapi data asal, volume, kapasitas, merk, type, nilaiharga dan data lain mengenai barang tersebut, yang diperlukan untuk inventarisasi maupun tujuan lain dan dipergunakan selama barang itu belum dihapuskan. Kartu Inventaris Barang terdiri dari:

1. Kartu Inventaris Tanah;

2. Kartu Inventaris Gedung;

3. Kartu Inventaris Kendaraan; dan

4. Kartu inventaris Lainnya.

Kartu Inventaris Ruangan adalah kartu untuk mencatat barang-barang inventaris yang ada dalam ruangan kerja. Kartu Inventaris Ruangan ini harus dipasang di setiap ruangan kerja. Pemasangan maupun pencatatan inventaris menjadi tanggung jawab pengurus barang setiap unitsatuan kerja. xlvi Daftar rekapitulasi inventaris disusun oleh Kepala Daerah selaku kuasaordonatur barang dengan mempergunakan bahan berasal dari rekapitulasi inventaris barang yang disusun oleh pengurus barang unit. Daftar mutasi barang memuat data barang yang berkurang dan atau bertambah dalam jangka waktu tertentu 1 semester dan 1 tahun. Mutasi barang bertambah dapat disebabkan oleh pengadaan baru karena pembelianpembangunan, sumbanganhibah, tukarmenukar dan perubahan peningkatan kualitas guna susun. Mutasi barang berkurang dapat disebabkan oleh dijualdihapuskan, musnahhilangmati, dihibahkan, dan tukar menukarruislagtukar guling dilepaskan dengan gantirugi Untuk mengurus dan menertibkan pencatatan barang dalam proses pemakaian maka Kepala Daerah menunjukmenetapkan kembali pengurus barang pada masing-masing unit. Dengan mengingat prinsip organisasi dalam rangka tercapainya efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah di daerah, maka fungsi atau wewenang pengurusan tersebut dilimpahkan kepada aparat pembantunya tanpa mengurangi tanggung jawab Kepala Daerah. Dengan demikian mekanisme pengelolaan barang daerah yaitu adanya fungsi otorisator Kepala Daerah, ordonatur Unit Kerja yang berwenang dilimpahi tugas dan Bendaharawan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik NegaraDaerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, menjelaskan bahwa inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah. Menurut xlvii Siregar 2004 inventarisasi aset terdiri dari dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan yuridislegal. Aspek fisik terdiri dari bentuk, luas, lokasi, volumejumlah, jenis, alamat dan lain-lain, sedangkan aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan. Proses kerjanya adalah dengan melakukan pendaftaran labeling, cluster, secara administrasi sesuai dengan manajemen aset. Mardiasmo 2004 menjelaskan bahwa pemerintah daerah perlu mengetahui jumlah dan nilai kekayaan daerah yang dimilikinya, baik yang saat ini dikuasai maupun yang masih berupa potensi yang belum dikuasai atau dimanfaatkan. Untuk itu pemerintah daerah perlu melakukan identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah. Kegiatan identifikasi dan inventarisasi dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang akurat, lengkap dan mutakhir mengenai kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah daerah.

5. Identifikasi

Identifikasi adalah suatu kegiatan atau tindakan untuk mengelompokan dan mendefinisikan aset-aset daerah secara baik serta memberikan kode sehingga dapat diketahui secara pasti fungsi dan kegunaan serta lokasi dan bidang barang dari aset tersebut.

6. Legal audit

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, legal audit juga merupakan tindakan xlviii pengamanan atau tindakan pengendalian, penertiban dalam upaya pengurusan barang daerah secara fisik, administrasi dan tindakan hukum. Pengamanan tersebut menitikberatkan pada penertiban pengamanan secara fisik dan administrasi, sehingga barang daerah tersebut dapat dipergunakan dimanfaatkan secara optimal serta terhindar dari penyerobotan pengambil alihan atau klaim dari pihak lain. Pengamanan terhadap barang tidak bergerak tanah dan bangunan dapat dilakukan dengan pemagaran, pemasangan plang tanda kepemilikan dan penjagaan. Penguasaan dan pemilikan tanah dan bangunan real property meliputi semua hak, hubungan-hubungan hukum, dan manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estate. Sebaliknya real estate meliputi tanah dan bangunan itu sendiri, segala benda yang keberadaannnya secara alami di atas tanah yang bersangkutan, dan semua benda yang melekat dengan tanah itu, misalnya bangunan dan pengembangan tapak. Benda tak bergerak real property berupa tanah dan bangunan yang melekat diatasnya, serta hak-hak yang terkait dan juga potensi kekayaan alam yang terkandung didalamnya Siregar 2004: 182. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 pasal 6 ayat 1 tentang Keuangan Negara ditetapkan bahwa GubernurBupatiWalikota diserahkan kekuasaan untuk mengelola keuangan daerah, dan oleh karenanya juga pengelolaan kekayaan daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 pasal 49 tentang Perbendaharaan Negara ditetapkan bahwa barang milik negaradaerah yang berupa tanah yang dikuasai pemerintah pusatdaerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik IndonesiaPemerintah Daerah yang bersangkutan. xlix Bangunan milik negaradaerah harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib. 7. Penilaian aset Penilaian aset merupakan suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasaidimiliki. Biasanya ini dilakukan oleh konsultan penilaian yang independen. Hasil dari nilai tersebut akan dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan bagi aset yang akan dijual. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah nilai tanah dan atau bangunan yang akan dilepaskan dengan ganti rugi atau dengan tukar menukar ruislagtukar guling kepada pihak ketiga dapat dilakukan dengan: 1. Nilai ganti rugi tanahnya dapat dilakukan dengan berpedoman pada harga dasar terendah atas tanah yang berlaku setempat untuk kavling perumahan, pegawai negeri, TNI dan DPRD. Untuk instansi pemerintah, Koperasi dan Yayasan dapat ditetapkan dengan berpedoman pada harga dasar dan harga umum setempat. Nilai taksiran untuk swasta harus ditetapkan dengan berpedoman pada harga umum tanah dan berdasarkan NJOP yang berlaku setempat; 2. Nilai bangunannya ditaksir berdasarkan nilai bangunan pada saat pelaksanaan penaksiran dan hasilnya dikurangi dengan nilai susut bangunan yang diperhitungkan jumlah umur bangunan dikaitkan dengan : 1 2 l untuk bangunan permanen, 2 4 untuk bangunan semi permanen, 3 10 untuk bangunan yang darurat. Berdasarkan Surat Edaran Departemen Keuangan Republik Indonesia, Badan Akuntansi Keuangan Negara Nomor 01 Tahun 1995 tentang Tata Cara Penaksiran Nilai Tanah dan Bangunan Gedung yang tidak memiliki Dokumen Barang, untuk menentukan nilai historis dipergunakan faktor penyesuaian berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422KMK.041994 19 Agustus 1994. Rumus: NJOP Tn = ------------------------ x L Fn keterangan: Tn : Nilai Tanah pada Tahun ” n ”. NJOP : Jual Objek Pajak tahun 1994. Fn : Penyesuaian pada tahun ” n ”. L : tanah dalam meter persegi. Untuk menentukan nilai historis bangunan dipergunakan faktor penyesuaian berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422KMK.041994 19 Agustus 1994. Rumus: Hs x Fi x Kt Bn = --------------------------------- x L Fn keterangan : li Bn : Bangunan gedung pada tahun ”n”. Hs : Harga Standar Bangunan baru per meter persegi, berdasarkan Surat Edaran bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan NasionalKetua Bappenas dan Menteri Keuangan perihal Pedoman Standarisasi Pembangunan Gedung Negara. Fi : Faktor permanenisasi bangunan gedung, berdasarkan ketentuan Ditjen Cipta Karya–Departemen Pekerjaan Umum. Kt : Koefesien bangunan bertingkat, berdasarkan ketentuan Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Fn : Faktor penyesuaian pada tahun ”n”. L : Luas lantai bangunan dalam meter persegi. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2003 tentang Penilaian Barang Daerah, menyatakan bahwa obyek penilaian barang daerah meliputi seluruh barang daerah yang dimilikidikuasai oleh Pemerintah Daerah dan mempunyai nilai ekonomis. Kriteria penilaian ditentukan bahwa untuk penilaian tanah menggunakan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak NJOP, penilaian bangunan dengan menggunakan umur ekonomis, faktor fisik, bahan material, konstruksi dan karakteristik bangunan. Penilaian barang daerah dinilai berdasarkan nilai pasar yang berlaku pada saat dilakukannya penilaian pasal 4. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik NegaraDaerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif lii didasarkan pada datafakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metodeteknis tertentu untuk memperoleh nilai barang milik daerah. Dalam rangka menyusun neraca pemerintah perlu diketahui berapa jumlah aset negara sekaligus nilai dari aset tersebut. Untuk diketahui nilainya maka barang milik negara secara periodik harus dilakukan penilaian baik oleh pengelola barang ataupun melibatkan penilai independent sehingga dapat diketahui nilai barang milik negara secara tepat. Untuk penilaian berupa tanah dan atau bangunan menggunakan patokan Nilai Jual Obyek Pajak NJOP. Menurut Siregar 2004 penilaian aset merupakan suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasai. Untuk itu pemerintah daerah dapat melakukan outsourcing kepada konsultan penilai yang profesional dan independent. Hasil dari nilai tersebut akan dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan bagi aset yang akan dijual. Penilaian barang daerah dilakukan dengan pendekatan salah satu atau kombinasi dari perbandingan data pasar, kalkulasi biaya dan kapitalisasi pendapatan. Perbandingan data pasar berdasarkan estimasi harga pasar pada saat penilaian atas barang yang sejenis. Kalkulasi biaya berdasarkan estimasi biaya pengganti atau biaya reproduksi barang pada saat penilaian dikurangi dengan biaya penyusutan. Kapitalisasi pendapatan berdasarkan barang daerah yang memiliki karakteristik menghasilkan pendapatan. Penilaian barang daerah dilaksanakan oleh lembaga independen yang bersertifikat di bidang pekerjaan penilaian barang, sesuai dengan peraturan perundangan, dan ditunjuk oleh Kepala Daerah. Dalam melakukan penilaian barang daerah, Pemerintah Daerah menyiapkan buku liii inventaris barang daerah yang merupakan himpunan data teknis dan administrasi yang diperoleh dari catatan kartu-kartu inventaris barang sebagai hasil sensus barang daerah ditiaptiap unitsatuan kerja yang dilaksanakan secara serempak pada waktu tertentu. Mekanisme penilaian barang sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia SPI. Suharno 2001 menyatakan bahwa penilaian aset tanah dan bangunan dapat mengetahui nilai ekonomi seluruh aset properti suatu daerah. Implikasinya secara langsung adalah terhadap penerimaan PBB dan BPHTB yang didasari pada nilai properti. Secara tidak langsung Nilai Aset Properti berguna untuk: 1. mengetahui modal dasar milik daerah dalam usaha privatisasi; 2. mengetahui nilai jaminan untuk memperoleh pinjaman; 3. mengetahui nilai penyertaan saham dalam melakukan suatu kerjasama usaha dengan pihak swasta; 4. memberikan informasi kemampuan nilai ekonomi properti disuatu daerah untuk mengundang investor; 5. mengetahui nilai aset untuk kepentingan tukar guling ruislag; 6. mengetahui nilai dalam rangka penerbitan obligasi daerah; 7. mengetahui dasar nilai dalam pembebasan tanah, pembelian tanah dan lainlain; dan 8. mengetahui kemampuan daerah secara utuh dan dasar penyusunan neraca daerah. Penilaian Real Property dengan menentukan nilai pasar suatu properti sehingga dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu: liv 1. harga jual beli; 2. penentuan harga persewaan; 3. sebagai dasar pengenaan pajak properti; 4. revaluasi aset tetap untuk laporan keuangan; 5. penentuan besar saham penyertaan modal dalam suatu kerjasama usaha franhcise, merger, dll; 6. besarnya premi asuransi, kebakaran; 7. jaminan pinjaman; 8. nilai dasar untuk lelang properti; 9. menentukan nilai sisa untuk projek properti seperti kasus projek terbengkalai; dan 10. dan lain-lain. 8. Optimalisasi aset Siregar 2004 menyatakan bahwa optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlahvolume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam tahapan ini, aset-aset yang dikuasai oleh pemerintah daerah diidentifikasi dan dikelompokan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi. Aset yang memiliki potensi dapat dikelompokan berdasarkan sektor-sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional, baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Kriteria untuk menentukan sektor-sektor unggulan tersebut harus terukur dan transparan. Aset lv yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari penyebabnya, apakah faktor permasalahan legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah ataupun faktor-faktor lainnya. Pemerintah Daerah biasanya memiliki aset yang berada di bawah pengusaannya. Namun cukup banyak aset yang belum dioptimalkan dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Pemerintah Daerah. Siregar 2004 menyatakan studi optimalisasi aset Pemerintah Daerah dapat dilakukan dengan 1 identifikasi aset-aset Pemerintah Daerah yang ada, 2 pengembangan data base aset Pemerintah Daerah, 3 studi untuk menentukan pemanfaatan aset dengan nilai terbaik highest and best use atas aset-aset Pemerintah Daerah dan memberikan hasil dan laporan kegiatan baik dalam bentuk data-data terkini maupun dalam bentuk rekomendasi, 4 pengembangan strategi optimalisasi aset-aset milik Pemerintah Daerah. Optimalisasi pemanfaatan aset Pemerintah Daerah dapat dilakukan dengan adanya perantara investasi guna memasarkan aset-aset Pemerintah Daerah yang potensial dan kerja sama dengan investor, membuat dan memadukan dalam MOI memorandum of invesment antara Pemerintah Daerah dan investor, dan memberikan jasa konsultansi kepada Pemerintah Daerah berkenaan dengan kerjasama dengan investor. Barang daerah aset Pemerintah Daerah yang belum dimanfaatkan perlu didayagunakan secara optimal sehingga tidak akan membebani Anggaran Belanja Daerah khususnya biaya segi pemeliharaan dan kemungkinan adanya penyerobotan dari pihak ketiga yang tidak bertanggungjawab. Pemanfaatan barangaset daerah yang optimal akan menciptakan sumber Pendapatan Asli Daerah. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman lvi Pengelolaan Barang Daerah, pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milikdikuasai daerah oleh suatu instansi dan atau Pihak Ketiga dalam bentuk pinjam pakai, penyewaan, dan pengguna-usahaan tanpa merubah status kepemilikan. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang daerah kepada suatu instansi pemerintah atau pihak lain yang ditetapkan dengan perundang-undangan untuk jangka waktu tertentu, tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tertentu berakhir, barang daerah tersebut diserahkan kembali kepada pemiliknya. Dasar pertimbangan pinjam pakai peminjaman barang daerah adalah agar barang daerah tersebut dapat dimanfaatkan secara ekonomis oleh instansi pemerintahdaerah dan untuk kepentingan sosial, keagamaan. Penyewaan adalah penyerahan hak penggunaan pemakaian barang daerah kepada Pihak Ketiga dalam hubungannya sewa-menyewa dengan ketentuan pihak ketiga tersebut harus memberikan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahunan untuk masa jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara berkala. Dasar pertimbangan penyewaan barang daerah adalah untuk mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang daerah, untuk sementara waktu barang daerah tersebut belum dimanfaatkan oleh unitsatuan kerja yang memiliki menguasai. Semua hasil penyewaan barang-barang daerah adalah penerimaan daerah yang harus disetorkan sepenuhnya kepada kas daerah. Jangka waktu penyewaan maksimal 5 lima tahun dan dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang. lvii Penggunausahaan adalah pendayagunaan barang daerah oleh pihak ketiga dilakukan dalam bentuk BOT, BTO, BT, KSO dan bentuk lainnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 11, 2001: 249-250. 1. BOT build-Operate-Transfer yaitu pemanfaatan tanah dan atau bangunan milikdikuasai Pemda oleh pihak ketiga dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas di atas tanah dan atau bangunan tersebut dan mendayagunakannya selama dalam waktu tertentu untuk kemudian setelah jangka waktu berakhir menyerahkan kembali tanah dan bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut beserta pendayagunaannya kepada daerah, serta membayar kontribusi sejumlah uang atas pemanfaatannya yang besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan. 2. BTO Build-Transfer-Operate yaitu pemanfaatan tanah dan atau bangunan milikdikuasai Pemda oleh pihak ketiga dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas diatas tanah dan atau bangunan tersebut dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada daerah untuk kemudian oleh Pemda tanah dan bangunan siap pakai dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut diserahkan kembali kepada pihak ketiga untuk didayagunakan selama jangka waktu tertentu, dan atas pemanfaatannya tersebut pihak ketiga dikenakan kontribusi sejumlah uang yang besarnya sesuai dengan kesepakatan. lviii 3. BT Build-Transfer yaitu perikatan antara Pemda dengan pihak ketiga dengan ketentuan tanah milik Pemda, pihak ketiga membangun dan membiayai sampai selesai, setelah pembangunan selesai Pihak Ketiga menyerahkan kepada Pemda, Pemda membayar biaya pembangunannya. 4. KSO Kerja Sama Operasi yaitu perikatan antara Pemda dengan Pihak Ketiga, Pemda menyediakan barang daerah dan Pihak Ketiga menanamkan modal yang dimilikinya dalam salah satu usaha, selanjutnya kedua belah pihak secara bersama sama atau bergantian mengelola manajemen dan proses operasionalnya, keuntungan dibagi sesuai dengan besarnya sharing masingmasing.

9. Pengawasan dan pengendalian aset

Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan dan pengalihan aset merupakan satu permasalahan yang sering menjadi hujatan kepada Pemerintah Daerah saat ini. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan atau kegiatan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. Pengawasan terhadap pengelolaan barang daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, GubernurBupatiWalikota. Pengendalian adalah segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pekerjaan yang sedang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil yang kehendaki sesuai pula dengan segala ketentuan dan lix kebijaksanaan yang berlaku. Pengendalian pengelolaan barang daerah dilakukan oleh Kepala Daerah dalam hal ini dilaksanakan oleh Kepala Biro PerlengkapanKepala Bagian PerlengkapanKepala UnitSatuan Kerja bersangkutan di mana barang-barang dimaksud berada. Siregar 2004 menyatakan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan aset merupakan satu permasalahan yang sering menjadi hujatan kepada pemerintah daerah saat ini. Salah satu sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja aspek pengawasan dan pengendalian aset Pemerintah Daerah adalah dengan pengembangan SIMA Sistem Informasi Manajemen Aset. Melalui SIMA diharapkan transparasi kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin tanpa perlu adanya kekhawatiran akan pengawasan dan pengendalian yang lemah. Dalam SIMA ini keempat aspek manajemen aset inventarisasi, legal audit, penilaian dan optimalisasi aset diakomodasi dalam sistem dengan menambahkan aspek pengawasan dan pengendalian. Setiap penanganan terhadap suatu aset termonitor jelas mulai dari lingkup penanganan hingga siapa yang bertanggungjawab menangani aset tersebut, hal ini diharapkan akan meminimalkan KKN kolusi, korupsi dan nepotisme dalam tubuh Pemerintah Daerah.

C. Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas disertai dengan beberapa penelitian yang pernah dilakukan maka diperoleh beberapa hipotesa penelitian yang akan dikembangkan dalam penelitian ini. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah menyatakan inventarisasi adalah lx kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang dalam pemakaian. Dari kegiatan inventarisasi disusun Buku Inventaris yang menunjukkan semua kekayaan daerah yang bersifat kebendaan, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Buku inventaris tersebut memuat data yang meliputi nomor, spesifikasi barang, bahan, asalcara perolehan barang, ukuran barangkonstruksi, satuan, keadaan barang, jumlah barang dan harga, keterangan. Usaha tertib administrasi pengelolaan barang daerah, khususnya pelaksanaan inventarisasinya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, dapat dibagi menjadi dua kegiatan yaitu: kegiatan pencatatan, dan kegiatan pelaporan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang kami ajukan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut ini. H 1 : Terdapat pengaruh inventarisasi terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan. Berkaitan dengan inventarisasi yang dilakukan, maka proses identifikasi terhadap inventaris tetap juga sangat diperlukan. Identifikasi adalah suatu kegiatan atau tindakan untuk mengelompokan dan mendefinisikan aset-aset daerah secara baik serta memberikan kode sehingga dapat diketahui secara pasti fungsi dan kegunaan serta lokasi dan bidang barang dari aset tersebut. Hal ini berkaitan dengan proses pengurusan dan penertiban pencatatan barang yang digunakan dalam proses pemakaiannya, maka Kepala Daerah menunjukmenetapkan kembali pengurus barang pada masing-masing unit. Dengan mengingat prinsip organisasi dalam lxi rangka tercapainya efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah di daerah, maka fungsi atau wewenang pengurusan tersebut dilimpahkan kepada aparat pembantunya tanpa mengurangi tanggung jawab Kepala Daerah. Dengan demikian mekanisme pengelolaan barang daerah yaitu adanya fungsi otorisator Kepala Daerah, ordonatur Unit Kerja yang berwenang dilimpahi tugas dan Bendaharawan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang kami ajukan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut ini. H 2 : Terdapat pengaruh identifikasi terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan. Selain proses inventarisasi dan identifikasi, maka hal yang sangat penting yang perlu dilakukan adalah legal audit. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, legal audit juga merupakan tindakan pengamanan atau tindakan pengendalian, penertiban dalam upaya pengurusan barang daerah secara fisik, administrasi dan tindakan hukum. Pengamanan tersebut menitikberatkan pada penertiban pengamanan secara fisik dan administrasi, sehingga barang daerah tersebut dapat dipergunakan dimanfaatkan secara optimal serta terhindar dari penyerobotan pengambil alihan atau klaim dari pihak lain. Pengamanan terhadap barang tidak bergerak tanah dan bangunan dapat dilakukan dengan pemagaran, pemasangan plang tanda kepemilikan dan penjagaan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang kami ajukan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut ini. H 3 : Terdapat pengaruh legal audit terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan. lxii Ketiga proses tersebut sangat berkaitan dengan proses penilaian aset, yang merupakan proses penting dalam inventarisasi suatu aset. Penilaian aset merupakan suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasaidimiliki. Biasanya ini dilakukan oleh konsultan penilaian yang independen. Hasil dari nilai tersebut akan dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan bagi aset yang akan dijual. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2003 tentang Penilaian Barang Daerah, menyatakan bahwa obyek penilaian barang daerah meliputi seluruh barang daerah yang dimilikidikuasai oleh Pemerintah Daerah dan mempunyai nilai ekonomis. Kriteria penilaian ditentukan bahwa untuk penilaian tanah menggunakan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak NJOP, penilaian bangunan dengan menggunakan umur ekonomis, faktor fisik, bahan material, konstruksi dan karakteristik bangunan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang kami ajukan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut ini. H 4 : Terdapat pengaruh penilaian terhadap optimalisasi aset tetap tanah dan bangunan.

B. Kerangka Pemikiran