ENDANG WIDAYANTI2010

(1)

i

PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP

OPTIMALISASASI PEMANFATAAN ASET TETAP

PEMERINTAH DAERAH

(Studi Kasus di Kabupaten Sragen)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Magister Akuntansi

Minat Utama:

Akuntansi Sektor Publik

Oleh :

ENDANG WIDAYANTI

NIM: S 4307063

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

ii

PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP

OPTIMALISASASI PEMANFAATAN ASET TETAP

PEMERINTAH DAERAH

(Studi Kasus di Kabupaten Sragen)

Disusun Oleh :

ENDANG WIDAYANTI

NIM: S 4307063

Telah disetujui Pembimbing

Pada tanggal, 2010

Pembimbing I

Prof. Dr. Rachmawati, M.Si., Ak. NIP. 19680401 199303 2 001

Pembimbing II

Drs. Agus Budihatmanto, M. Si., Ak NIP. 19591216 199003 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Akuntansi

Dr. Bandi, M.Si., Ak NIP. 19641120 199103 1 002


(3)

iii

PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP

OPTIMALISASASI PEMANFAATAN ASET TETAP

PEMERINTAH DAERAH

(Studi Kasus di Kabupaten Sragen)

Disusun Oleh :

ENDANG WIDAYANTI

NIM: S 4307063

Telah disetujui Tim Penguji

Pada tanggal, 2010

Ketua : Dr. Payamta, M.Si., Ak. CPA (………)

Sekretaris : Dr. Bandi, M.Si., Ak (……….)

Anggota : Prof. Dr. Rachmawati, M.Si., Ak. (……….) Anggota : Drs. Agus Budihatmanto, M. Si., Ak (……….)

Mengetahui,

Direktur PPs UNS

Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004

Ketua Program Studi Magister Akuntansi

Dr. Bandi, M.Si., Ak NIP. 19641120 199103 1 002


(4)

iv

PERNYATAAN

Nama : Endang Widayanti

NIM : S 4307063

Program Studi : Magister Akuntansi Konsentrasi : Akuntansi Sektor Publik

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Pengaruh Manajemen Aset Terhadap Optimalisasi Pemanfaatan Aset Tetap Pemerintah Daerah (Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Sragen)” adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar saya atas tesis tersebut.

Surakarta, Januari 2010 Yang Menyatakan,


(5)

v

Setiap apa yang betul bukanlah KEBETULAN

Apa yang benar tidak semestinya suatu KEBENARAN

- Anonymous -

“ M aka S esungguhnya Bersama K epedihan I tu A da K ebahagiaan. D an S esungguhnya Bersama K epedihan I tu A da K ebahagiaan”


(6)

vi

Kar ya ilm iah ini ku dedikasikan untuk M agiter Akuntansi Fakultas Ekonom i U niver sitas Sebelas M ar et Sur akar ta, Suam i ter sayang & anak-anakku ter cinta ( Jae & Jend) pengor banannya,saudar a-saudar aku, dan tem an-tem anku yang selalu m em bim bingku m enuju kesuksesan………


(7)

vii

PRAKATA

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu

Segala puji syukur hanya milik Allah, Dzat yang Maha segala-galanya yang mengatur setiap yang ada di bumi dan di langit. Syukur yang tak terkira penulis haturkan atas selesainya Tesis yang berjudul “Pengaruh Manajemen Aset Terhadap Optimalisasi Pemanfaatan Aset Tetap Pemerintah Daerah (Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Sragen)”. Disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelas Magister pada program Magister Akuntansi pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, Laporan Akhir ini tersusun atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan moril maupun materiil. Ucapan terimakasih secara khusus penulis haturkan kepada Suami tercinta, sumber motivasi dan harapan tiada tara penulis kepadanya juga atas kerja kerasnya. Anak-anakku tersayang, Jae & Jend merupakan motor hidup yang senantiasa memberikan kenyamanan disetiap saat dan yang telah membuat kehidupan ini menjadi lebih terang. serta seluruh keluarga yang senantiasa berdoa untuk kesuksesan penulis.

Selain itu, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Bandi, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Magiter Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta,

2. Ibu Prof. Dr. Rachmawati, M.Si., Ak. selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs. Agus Budihatmanto, M.Si., Ak. selaku Dosen Pembimbing II, atas segala informasi, arahan dan bimbingan dalam penyusunan Tesis ini, 3. Bapak Drs. Adi Dwi Jantoro selaku Kepala DPPKAD Kabupaten Sragen

serta seluruh pegawainya yang telah bersedia memberikan fasilitas serta atas kesediaannya memberikan waktu luang sebagai responden dalam Tesis ini, 4. Mbak Yayuk dan Pak Yok yang telah bersedia memberikan bimbingan dan


(8)

viii

5. Seluruh teman-teman MAKSI angkatan IV dan admisi atas kebersamaan yang terjalin selama ini, serta semua pihak yang membantu atas terselesaikannya Tesis ini.

Tiada kesempurnaan melainkan milik Allah SWT semata. Seperti halnya Tesis ini yang memerlukan saran dan kritik sebagai masukan bagi perbaikan penelitian di masa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga Tesis ini dapat memberikan manfaat terutama bagi DPPKAD Kabupaten Sragen. Terima kasih.


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAKSI ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Penelitian Terdahulu dan Perbedaan Penelitian………. 6

C. Perumusan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian …... 12

E. Manfaat Penelitian ...13

F. Sistematika Penulisan ………..…….. 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ………... 16

B. Landasan Teori ... 21

1.Aset properti ... 22

2.Manajemen Aset ... 24

3.Prinsip dasar manajemen aset ... 26

4.Inventarisasi... 29

5.Identifikasi... 34

6.Legal Audit... 34


(10)

x

8.Optimalisasi Aset... 41

9.Pengawasan dan Pengendalian Aset... 44

C. Pengembangan Hipotesis ... 46

D. Kerangka Pemikiran ... 49

BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Teknik Penentuan Sampel ... 50

B. Teknik Pengumpulan Data ... 51

C. Variabel Penelitian ... 51

1.Inventarisasi ... 51

2.Identifikasi ... 52

3.Legal Audit ... 52

4.Penilaian ... 53

D. Analisis Data ... 54

1.Uji validitas dan reliabilitas ... 54

2.Uji normalitas ... 56

3.Uji asumsi klasik ... 56

4.Uji hipotesis ………. 58

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 60

1. Deskripsi Responden ... 60

2. Distribusi Tanggapan Responden ... 62

B. Analisis Data ... 64

1. Pengujian Instrumen ... 64

a.Uji validitas ... 64

b.Uji reliabilitas ……….. 69

c.Uji normalitas ……….. 71

d.Pengujian asumsi klasik ..……… 72

2. Pengujian Hipotesis ………. 75


(11)

xi

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 79

B. Keterbatasan ... 79

C. Saran ... 80


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perkembangan Realisasi PAD Kab. Sragen T.A 2004-2008... 4

Tabel 2 Realisasi Pendapatan, Belanja Rutin, Belanja Pembangunan Kab. Sragen T.A 2004-2008 ... 5

Tabel 3 Perkembangan Manajemen Aset ... 28

Tabel 4 Deskripsi Jenis Kelamin Responden ... 61

Tabel 5 Deskripsi Masa Kerja Responden ... 61

Tabel 6 Deskripsi Tingkat Pendidikan Responden ... 62

Tabel 7 Rata-Rata dan Deviasi Standar Konstruk Penelitian ... 63

Tabel 8 Uji Validitas Variabel Inventarisasi ... 65

Tabel 9 Uji Validitas Variabel Identifikasi ... 66

Tabel 10 Uji Validitas Variabel Legal Audit ... 67

Tabel 11 Uji Validitas Variabel Penilaian ... 67

Tabel 12 Uji Validitas Variabel Optimalisasi ... 68

Tabel 13 Uji Reliabilitas Variabel Inventarisasi ... 69

Tabel 14 Uji Reliabilitas Variabel Identifikasi... 70

Tabel 15 Uji Reliabilitas Variabel Legal Audit ... ... 70

Tabel 16 Uji Reliabilitas Variabel Penilaian……….. 71

Tabel 17 Uji Reliabilitas Variabel Optimalisasi ... 71

Tabel 18 Hasil Uji Normalitas Data ... 72

Tabel 19 Hasil Uji Multikolinearitas ... 73

Tabel 20 Hasil Heteroskedastisitas ... 74

Tabel 21 Hasil Uji Autokorelasi…………... 75


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner ... 85

2. Uji Validitas Inventarisasi ... 88

3. Uji Validitas Identifikasi ... 88

4. Uji Validitas Legal Audit ... 89

5. Uji Validitas Penilaian ... 89

6. Uji Validitas Optimalisasi ... 90

7. Uji Reliabilitas Inventarisasi ... 91

8. Uji Reliabilitas Identifikasi ... 91

9. Uji Reliabilitas Legal Audit ... 92

10. Uji Reliabilitas Penilaian ... 92

11. Uji Reliabilitas Optimalisasi ... 93

12. Uji Multikolinearitas ... 94

13. Uji Heteroskedastisitas ... 94

14. Uji Normalitas ... 95

15. Uji Autokorelasi ... 96

16. Pengujian Utama ... 97 17. Skoring Data Mentah ...

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF ASSETS MANAGEMENT ON OPTIMIZING THE FIXED ASSETS OF REGENCY GOVERNMENT

(A CASE STUDY IN SRAGEN REGENCY) ENDANG WIDAYANTI


(15)

xv

NIM: S4307063

The objectives of this research are to get the empirical evidences related to the influence of assets management, which consists of the aspect of inventory, identification, and legal audit, and to the assessment of assets on optimizing the assets of Sragen Regency government. The data are collected by involving 52 respondents of Department of Income, Finacial Managing, and Region Assets staffs of Sragen Regency. The statistical research data are analyzed by applying multiple regression with SPPS 16.00 Version.

The analysis of the data is conducted for the normality of data, classical assumption, and hypothesis. From the assessment of the normality of the data and classical assumption indicate that the data are normally distributed and there is not found the assumption of classical autocorelation, multikolinearity, and heteroskasdisities so the hypothesis assessment by applying multiple regression can be conducted. Multiple regression, of this research shows the empirical evidences that inventory variable, identification and legal audit do influence on optimizing the assets of Sragen Government.

The research results shows that asset management in fix asset optimalization (land and building) is significantly influenced inventarisation, identification, and asset assesment. The other independent variables that is legal audit show insignificant results.

Keywords : assets management, assets inventory, assets identification, legal audit, assets assessment, and assets optimizing.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen asset dalam optimalisasi asset tetap (tanah dan bangunan) secara signifikan dipengaruhi oleh Inventarisasi, identifikasi, dan penilaian asset. Sedangkan variabel independent lainnya yaitu legal audit menunjukkan hasil yang tidak signifikan.


(16)

xvi

PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASI

ASET TETAP PEMERINTAH KABUPATEN

(Studi Kasus di Kabupaten Sragen)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh manajemen aset yang terdiri dari aspek iventarisasi, identifikasi dan legal audit serta penilaian aset terhadap optimalisasi aset pemerintah daerah Kabupaten Sragen. Sampel dipilih dengan menggunakan purposive sampling method dan diperoleh 52 responden staf Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah di Kabupaten Sragen. Populasi dari penelitian ini adalah pihak yang berwewenang dan terlibat dalam pengelolaan aset daerah. Dalam hal ini terdiri dari Pemegang kekuasaan pengelola Barang Milik Daerah yaitu Kepala Daerah, Pengelola Barang Daerah yaitu Sekretaris Daerah, Kuasa Pengguna Barang yaitu Kepala UPTD, Pengurus Barang SKPD, dan Seluruh pegawai Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah yang semuanya berjumlah 156 orang.. Penelitian ini menggunakan alat analisis data regresi berganda (multiple regression) dengan bantuan software komputer untuk statistik SPPS versi 16.00.

Analisis data dilakukan untuk normalitas data, asumsi klasik dan hipotesis. Hasil pengujian normalitas data dan asumsi klasik mengindikasikan bahwa data yang digunakan dalam penelitian terdistribusi secara normal dan tidak terjadi asumsi klasik autokorelsi, multikolinieritas maupun heteroskedastisitas sehingga pengujian hipotesis dengan model regresi berganda dapat dilakukan. Dalam pengujian regresi berganda, hasil penelitian ini menunjukkan bukti empiris bahwa variabel inventarisasi, identifikasi dan penilaian berpengaruh terhadap optimalisasi aset Pemerintah Kabupaten Sragen. Namun demikian, legal audit atas aset tidak berpengaruh terhadap optimalisasi aset Pemerintah Kabupaten sragen.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen asset dalam optimalisasi asset tetap (tanah dan bangunan) secara signifikan dipengaruhi oleh Inventarisasi, identifikasi, dan penilaian asset. Sedangkan variabel independent lainnya yaitu legal audit menunjukkan hasil yang tidak signifikan.

Kata Kunci: manajemen aset, inventarisasi aset, identifikasi aset, legal audit aset, penliaian aset dan optimalisasi aset.

BAB I PENDAHULUAN


(17)

xvii

Dengan berlakunya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004 merupakan landasan perubahan sistem pemerintahan daerah termasuk perimbangan Keuangan Negara. Perubahan itu mengarah pada pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab (Arifin et al. 2003). Diberlakukannya kedua undang-undang di atas, untuk menghilangkan ketimpangan, ketidakharmonisan, dan ketidakkreativitasan daerah akibat diberlakukannya UU No 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah dan telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Pembentukan Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Perimbangan keuangan mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah.

Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintahan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang


(18)

xviii

dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.

Konsekuensi logis dari pelaksanaan UU Nomor 32 dan 33 tahun 2004 adalah daerah telah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur sumber dayanya termasuk bagaimana mengoptimalkan dan memanfaatkan aset daerah yang dimilikinya dengan jalan menerapkan sistem manajemen aset sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian pemerintah daerah dituntut memiliki suatu kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dapat mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdayaguna dan berhasilguna serta mampu melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah termasuk optimalisasi dan pemanfaatan dari aset-aset yang ada.

Aset daerah adalah semua harta kekayaan milik daerah baik barang berwujud maupun barang tak berwujud (Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Bab I pasal 1). Barang Daerah adalah semua barang berwujud milik daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah (Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Bab I pasal 1). Barang berwujud atau disebut dengan aktiva tetap adalah barang yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan publik. Aktiva tetap antara lain terdiri dari tanah, jalan dan jembatan, bangunan air, instalasi dan


(19)

xix

jaringan, gedung, mesin dan peralatan, kendaraan, meubelair dan perlengkapan serta bukubuku perpustakaan.

Pentingnya pengelolaan aset terutama tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan dan keberadaan manusia. Salah satu bentuk pengelolaan aset adalah konsep real property, yaitu suatu hak perorangan atau badan hukum untuk memiliki dalam arti menguasai tanah dengan suatu hak atas tanah, misalnya hak milik atau hak guna bangunan berikut bangunan (permanen) yang didirikan diatasnya atau tanpa bangunan. Pengertian penguasaan di atas perlu dibedakan antara penguasaannya secara fisik atas tanah dan/atau bangunan yang disebut real estate. Sedangkan real property merupakan kepemilikan sebagai konsep hukum (penguasaan secara yuridis) yang dilandasi dengan sesuatu hak atas tanah (Siregar, 2004)

Pengelolaan (manajemen) aset daerah merupakan salah satu faktor penentu kinerja usaha yang sehat, sehingga dibutuhkan adanya analisis optimalisasi dalam penilaian aset daerah, yaitu: inventarisasi, identifikasi, legal audit, dan penilaian yang dilaksanakan dengan baik dan akurat. Sekarang ini, Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) merupakan suatu sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja sehingga transparansi kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin tanpa perlu adanya kekhawatiran akan pengawasan dan pengendalian yang lemah (Siregar, 2004).

Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah 946,49 km², terbagi atas 20 (dua puluh) kecamatan dan 208 (dua ratus delapan) desa/kelurahan. Dasar hukum berdirinya Pemerintahan


(20)

xx

Kabupaten Sragen adalah UU No. 13 Tahun 1950. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah selama lima tahun juga menunjukkan trend yang positif diperlihatkan dari tabel berikut:

Tabel 1

Perkembangan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sragen T.A. 2004-2008

No Tahun

Anggaran

Target PAD Realisasi PAD

1 2004 38.872.684.000 43.547.105.781

2 2005 37.314.968.000 42.848.549.694

3 2006 44.622.142.000 52.019.759.755

4 2007 54.025.636.000 65.257.982.596

5 2008 54.012.383.000 -

Sumber : DPPKAD Kabupaten Sragen, 2008

Pemerintah Kabupaten Sragen memiliki potensi di berbagai sektor dan untuk menunjang optimalisasi potensi daerah yang ada dan peningkatan pelayanan publik, Pemerintah Daerah didukung oleh sarana dan prasara yang dimiliki. Sarana dan Prasarana yang merupakan aktiva tetap (fixed aset) yang dimiliki Pemerintah Daerah tersebut diklasifikasikan berupa: tanah, jalan dan jembatan, instalasi dan jaringan, bangunan gedung, alat–alat besar, alat angkutan, alat bengkel dan alat ukur, alat pertanian, alat kantor dan alat rumah tangga, alat–alat studio, alat–alat kedokteran, alat–alat laboratorium, buku perpustakaan, barang bercorak seni dan budaya. Kemampuan keuangan daerah Kabupaten Sragen termasuk didalamnya untuk membiayai operasionalisasi dan pemanfaatan asetnya dapat dilihat dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) seperti yang terlihat pada tabel 2 sebagai berikut:


(21)

xxi

Realisasi Pendapatan, Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan Kabupaten Sragen T.A. 2004-2008

No Tahun Realisasi

Anggaran Pendapatan Belanja

1 2004 395.271.903.830 380.696.056.382

2 2005 411.992.262.956 404.287.255.897

3 2006 474.204.294.489 592.406.430.480

4 2007 617.931.704.145 701.934.394.868

5 2008 740.548.294.151 802.692.142.000

Sumber: DPPKAD, 2008

B. Penelitian Terdahulu dan Perbedaan Penelitian

Penelitian mengenai Manajemen Aset di Kabupaten Sragen belum pernah dilakukan namun beberapa penelitian mengenai manajemen aset telah banyak dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Pakiding (2006) dalam penelitiannya tentang ” Pengaruh Manajemen Aset Terhadap Optimalisasi Aset Tetap (Tanah dan Bangunan), Studi Kasus di Kabupaten Bantul. Variabel yang digunakan Inventarisasi, identifikasi, legal audit dan penilaian. Sampel sebanyak 40 orang dengan metode purposive sampling. Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas diukur dengan menggunakan statistik deskriptif, korelasi sperman rank dan diestimasi dengan regresi multinomial logistik. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa manajemen aset dalam optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) dipengaruhi secara signifikan oleh inventarisasi dan penilaian aset. Variabel bebas lainnya identifikasi dan legal audit menunjukkan hasil yang tidak signifikan atau tidak berpengaruh. Chair (2001)


(22)

xxii

mengadakan suatu studi kasus di pemerintah daerah DKI Jakarta tentang peranan manajemen dalam upaya meningkatkan kegunaan aset tanah dan bangunan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan keprogresifan status manajemen aset daerah. Metode yang digunakan adalah cluster analysis dan hasil yang diperoleh adalah adanya tingkat aktifitas yang tinggi terhadap pelaksanaan dan pengawasan manajemen aset tanah dan bangunan serta adanya pembedaan kinerja manajemen aset kelurahan yang terbentuk berdasarkan luas tanah dan bangunan yang dimiliki.

Bertovic, et al. (2002) menjelaskan bagaimana teknik mengimplementasikan manajemen aset secara bertahap (studi kasus pemerintah lokal di Negara Kroasia) beserta beberapa permasalahan yang mesti diwaspadai selama pelaksanaan dan solusi praktisnya. Di negara New Zealand (2001) pengelolaan aset tetap dikelola oleh suatu departemen tersendiri (the treasury) dan telah menetapkan garis-garis besar strategi serta mengeluarkan pedoman dan prosedur yang harus ditempuh dalam melakukan akuisisi dan manajemen aset tetap. Sementara itu, Bohn (2002) mengadakan penelitian tentang pilihan berbagai alternative manajemen terhadap hutang dan aset pemerintah dalam suatu neraca keuangan yang meliputi kekayaan (treasury) The Federal Reserve, serta jaminan sosial. Penelitian ini mengkaji berapa jumlah dana yang harus diinvestasikan oleh pemerintah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa saham pendapatan tetap yang memenuhi kualitas tertinggi (high-quality fixed-income securities) merupakan patokan (benchmark) terbaik dan jaminan sosial yang paling diminati oleh manajer aset pemerintah.


(23)

xxiii

Phahlevi (2002) mengadakan penelitian tentang pengelolaan manajemen aset real estate pada perusahaan daerah (PD) pasar jaya dengan pendekatan analisis Cluster dan Chi–Square untuk mengetahui sejauhmana status kinerja dan kepentingan unit-unit pasar di dalam melaksanakan faktor-faktor kunci manajemen aset Real Estate. Hasil analisis nya menunjukkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan kinerja yang signifikan antara status manajemen aset Real Estate yang terbentuk dari analisis cluster berdasarkan variabel klasifikasi unit – unit pasar, pendapatan kotor, jumlah karyawan, dan total luas lantai bangunan. Ciptono dan Wiryawan (2001) mengadakan suatu studi yang menjelaskan tentang penerapan real time strategic dengan memotret praktik manajemen aset bangunan perusahaan (corporate real-estate asset management or CREAM) di Indonesia. Dalam era transformasi (reformasi) nasional dan otonomi daerah, organisasi publik dan bisnis dituntut untuk mampu mengembangkan daya saing, efisiensi, dan keefektifannya guna melakukan proses perubahan secara kreatif dan berkesinambungan (sustainable) untuk menjadi the leader of crisis. Penelitian ini menggunakan metode cluster analysis (chi-square dan Cramer’s V analysis) sebagai alat analisisnya.

Mahsun (2003) melakukan studi kasus pada Pemerintah Kota Yogyakarta tahun anggaran 2001/2002 tentang analisis efektivitas manajemen aset poroperti riil Pemerintah Daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pertama dengan melakukan wawancara dengan pejabat dilingkungan pemerintah kota, yang kedua melakukan pengamatan dan observasi di lingkungan pemerintah kota dan yang ketiga melakukan tinjauan data baik literatur akademik maupun laporan


(24)

xxiv

pertanggungjawaban. Hasil penelitian menunjukan bahwa praktek manajemen aset di Pemerintah Kota Yogyakarta masih belum optimal, karena pemkot masih belum mempunyai kapasitas yang memadai untuk mengelola aset-aset yang dimiliki terutama aset besar.

Agustina (2005) melakukan suatu studi kasus yang dilakukan di Kabupaten Pontianak tentang manajemen aset (tanah dan bangunan) Pemerintah Daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi atas tanah dan bangunan yang belum dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah menjadi sumber pendapatan asli daerah dan meningkatkan pelayanan publik (public service). Dadson et. al (2006) menjelaskan tentang mengoptimalkan manajemen aset tanah di Ghana dalam rangka menuju good governance. Langkah-langkah tersebut berada di seputar legislasi, organisasi dalam sektor tanah, data base dan peta serta mekanisme sistem lahan yang berkelanjutan.

Penelitian yang dilakukan Bloomquist dan Oldach (2005) menjelaskan bahwa optimalisasi aset perusahaan memerlukan pendekatan perbaikan yang ”cerdas” dengan memadukan teknologi secara strategis, metodologi yang handal, proses pemeliharaan yang terbaik dan perubahan budaya dalam sebuah program yang terkoordinasi dan berkelanjutan. Sementara itu, Wardhana (2005) meneliti mengenai bagaimana mengelola aset Kota Jakarta. Penelitian ini membahas mengenai keberadaan potensi kota sebagai aset yang dimiliki/dikuasai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, permasalahan yang dihadapi berikut upaya penyelesaiannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu adanya restruktisasi organisasi dalam pengelolaan aset melalui pembentukan Badan Pengelola dan Dewan Supervisi Aset


(25)

xxv

Kota, sehingga dari sisi anggaran biaya pengelolaan aset dapat ditekan secara signifikan dan kinerja organisasi dalam pengelolaan aset akan dapat diukur.

Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah pada lokasi penelitian yang mana mengambil lokasi Penelitian di Kabupaten Sragen. Adapun alasan dipilihnya Kabupaten Sragen sebagai lokasi penelitian karena memiliki jumlah aset-aset properti khususnya tanah dan bangunan yang sangat banyak. Berdasarkan neraca per 31 Desember 2007, proporsi jumlah aset tanah mencapai 934 bidang dengan luas 1.601.545 m² , sedangkan jumlah aset bangunan mencapai 1.011 bidang dengan luas 110.372 m². Dari gambaran ini jelas menunjukkan bahwa potensi Pemerintah Kabupaten Sragen besar jika aset-aset tersebut diberdayakan secara efektif. Pertimbangan kedua berkaitan dengan alasan meneliti di Kabupaten Sragen adalah bahwa Kabupaten Sragen telah membuat neraca awal sejak tahun 2002 dan telah menerapkan SAP dalam penyusunan neraca sejak tahun 2005.

Atas dasar uraian di atas, maka penelitian ini tertarik melakukan penelitian terkait pengaruh manajemen aset terhadap optimalisasi aset dengan judul “PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASI ASET

TETAP PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN”.


(26)

xxvi

Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh manajemen aset terhadap optimalisasi pemanfaatan aset tetap di Pemerintah Kabupaten Sragen. Inventarisasi, legal audit, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian aset daerah berperan sangat penting dalam memberikan informasi yang cepat, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam penyusunan strategi pembangunan daerah.

Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Sragen adalah pelaksanaan manajemen aset atau pengelolaan asetnya yang meliputi prosedur penatausahaan inventarisasi dan identifikasi aset daerah secara fisik dan yuridis yang belum terlaksana dengan baik dan benar. Ketidaktertiban dalam pengelolaan data base aset, sehingga aset-aset yang dikelola Pemerintah Daerah cenderung tidak optimal dalam penggunaannya. Hal ini menyebabkan Pemerintah Daerah akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan dalam pengoptimalisasi dan pemanfaatan aset di masa yang akan datang. Implikasi atas pemanfaatan dari pengelolaan aset yang tidak optimal adalah tidak diperolehnya nilai yang terkandung dalam aset itu sendiri, misalnya dari aspek ekonomi adalah tidak diperolehnya revenue yang sepadan dengan besarnya nilai aset yang dimiliki atau dengan kata lain tingkat pengembaliannya rendah.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan suatu kajian yang mendalam tentang optimalisasi dari pemanfaatan aset tanah dan bangunan yang dimiliki/dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Sragen. Kajian-kajian tersebut tersebut meliputi optimalisasi potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal yang dimiliki aset sehingga diharapkan daerah dapat menggali sumber-sumber


(27)

xxvii

pendapatannya dalam rangka kemandirian daerah dalam hal pendanaannya, serta faktor-faktor yang memhubungani manajemen aset di daerah.

Oleh karenanya, penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh manajemen aset terhadap optimalisasi aset tetap yang berupa tanah dan bangunan. Secara lebih rinci, rumusan masalah dituliskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut ini.

1. Apakah terdapat pengaruh inventarisasi terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten Sragen?

2. Apakah terdapat pengaruh identifikasi terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten Sragen?

3. Apakah terdapat pengaruh legal audit terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten Sragen?

4. Apakah terdapat pengaruh penilaian terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten Sragen?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh manajemen aset di Pemerintah Kabupaten Sragen dalam optimalisasi aset tetapnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang baik bagi Pemerintah Daerah dalam pemanfaatan asetnya. Secara lebih rinci, tujuan penelitian dengan mendasarkan pada pertanyaan penelitian di atas adalah sebagai berikut ini.


(28)

xxviii

1. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh inventarisasi terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten Sragen.

2. Untuk memperoleh bukti empiris terkait mengetahui pengaruh identifikasi terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten Sragen.

3. Untuk memperoleh bukti empiris terkait mengetahui pengaruh legal audit terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten Sragen.

4. Untuk memperoleh bukti empiris terkait mengetahui pengaruh penilaian terhadap optimalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten Sragen.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat sebagai berikut ini.

1. Pemerintah Kabupaten Sragen

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Sragen dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan pelaksanaan manajemen aset untuk optimalisasi dan pemanfaatan aset tetapnya.


(29)

xxix 2. Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah/wawasan dalam bidang ilmu pengetahuan terutama manajemen aset khususnya pengelolaan aset di daerah.


(30)

xxx

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESA

A. Tinjauan Pustaka & Landasan Teori

Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan konsekuensi bertambahnya

kewenangan pemerintah daerah sebagai akibat dari pelimpahan urusan (wewenang) yang semula dilakukan oleh pemerintah pusat yang kemudian

dialihkan kepada daerah. Salah satu contohnya adalah terjadinya perubahan kewenangan dalam hal pengelolaan aset negara (pemerintah) yang semula banyak ditangani oleh pemerintah pusat, maka dengan otonomi daerah, pemerintah daerah akan mendapat pelimpahan kewenangan yang lebih besar untuk melakukan pengelolaan aset negara (pemerintah). Perubahan tersebut meliputi terjadinya kenaikan jumlah maupun nilai kekayaan negara yang dikuasai pemerintah daerah yang tadinya dimiliki/dikuasai pemerintah pusat.

Terkait dengan semakin besarnya kewenangan daerah untuk melakukan

manajemen aset negara atau secara spesifik adalah manajemen aset daerah,

maka pemerintah daerah perlu menyiapkan instrumen yang tepat untuk melakukan manajemen aset daerah secara profesional, transparan,

akuntabel, efisiensi, dan efektif dari perencanaan, pengelolaan/pemanfaatan, serta pengawasannya. Manajemen aset daerah meliputi beberapa tahap yaitu

perencanaan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, pendistribusian (termasuk penyimpanan), penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusan. Setiap tahap, mulai dari perencanaan kebutuhan hingga penghapusan aset daerah harus diketahui dan


(31)

xxxi

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Oleh karena itu, aset daerah yang ada pada dasarnya merupakan bagian dari aset negara harus dikelola secara optimal dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas publik (Siregar, 2004).

Permasalahan yang dihadapi oleh daerah dalam penilaian aset daerah pada umumnya adalah karena prosedur penatausahaan inventarisasi dan identifikasi aset daerah secara fisik dan yuridis yang belum terlaksana dengan baik dan benar. Ketidaktertiban dalam pengelolaan data base aset, sehingga aset-aset yang dikelola pemerintah daerah cenderung tidak optimal dalam penggunaannya. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan dalam pengoptimalisasi dan pemanfaatan aset di masa yang akan datang. Implikasi atas pemanfaatan dari pengelolaan aset yang tidak optimal adalah tidak diperolehnya nilai yang terkandung dalam aset itu sendiri, misalnya dari aspek ekonomi adalah tidak diperolehnya revenue yang sepadan dengan besarnya nilai aset yang dimiliki atau dengan kata lain tingkat pengembaliannya rendah.

Dalam mengelola sesuatu aset, tentunya yang diharapkan adalah adanya tambahan nilai ekonomis dan nilai tambah yang optimal dalam jangka panjang. Oleh karena itu, sistem pengelolaan aset harus ditata dengan baik dalam rangka menciptakan efisiensi, efektivitas, ekonomis atas pemanfaatan aset (life cycle of asset). Apabila ketiga aspek tersebut dapat dijalankan secara konsisten dan sinergis, maka optimalisasi pengelolaan aset menjadi lebih mudah dilaksanakan dan kebijakan minimisasi biaya (cost minimizing) dari pengelolaan aset tersebut dapat diterapkan, sehingga menjadi lebih efisien (cost efficiency) yang dalam jangka panjang terhadap aset tersebut perlu dilakukan pemeliharaan secara terencana.


(32)

xxxii

Schaefers (1999) melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan di Jerman tentang penerapan konsep Corporate Real Estate (CRE) Management. Penelitian ini memperlihatkan bahwa meskipun nilai maupun biaya aset-aset real estate menunjukkan jumlah yang signifikan, aset-aset CRE saat ini oleh perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel tetap dikelola secara serius. Manajemen real estate yang efektif berarti manajemen yang beralih dari reaktif dengan proses pengambilan keputusan yang terdesentralisasi melalui organisasi, menuju kepada yang bersifat proaktif, komfrehensif dan manajemen secara luas dan menyeluruh serta didukung oleh informasi yang memadai dan tepat waktu serta komitmen dari top manajemen. Schaefers juga menjelaskan bahwa kerangka konseptual manajemen aset real estate mencakup item-item karakteristik manajerial dan operasional manajemen aset real estate aktif yang meliputi sistem informasi real estate, sistem perencanaan real estate, sistem pengorganisasian real estate dan sistem pengawasan real estate. Manajemen aset real estate juga dipengaruhi oleh jenis perusahaan, ukuran perusahaan, sikap top manajemen, nilai aset, ukuran aset dan komposisi aset.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Ciptono dan Wiryawan, (2001) melihat kondisi bangsa Indonesia memasuki era tranformasi (reformasi) nasional dan otonomi daerah, organisasi publik dan bisnis Indonesia dituntut untuk mampu mengembangkan daya saing, efisiensi, dan keefektifannya guna melakukan proses perubahan secara kreatif dan berkesinambungan (sustainable). Setiap organisasi perlu membangun strategi perubahan secara proactive dan interactive (real time strategic) untuk menjadi the leader of crisis. Studi ini menjelaskan penerapan real


(33)

xxxiii

time strategic dengan memotret praktik manajemen aset bangunan perusahaan (Corporate Real-Etate Asset Management or CREAM) di Indonesia.

Dengan menggunakan cluster analysis dari 97 perusahaan yang menjadi responden-44 perusahaan (45%) berada dalam kelompok pasif, 37 perusahaan (38,10%) berada dalam kelompok selektif, dan 16 perusahaan (16,5%) berada dalam kelompok aktif. Hal ini menunjukkan potret perusahaan di Indonesia belum efisien dalam mengelola aset bangunannya. Dalam kondisi krisis multidimensional saat ini, berbagai kesalahan tipe I dan tipe III (missmanagement creates hight level of inefficiency and high cost economy) menjadi budaya yang harus segera dilakukan pembenahan secara sistematik, total, dan berorientasi pada program. Studi ini memberikan gambaran bagaimana bangsa Indonesia hijrah dari belenggu KKN (inactive and reactive strategic) menuju Indonesia baru (a good corporate and govermence governance; proactive and interactive or real-time strategic) melalui Corporate Real-Estate Asset Management (CREAM).

Mather (2003) menjelaskan bahwa pemahaman manajemen aset sangat kompleks dan mempunyai area yang spesifik. Oleh karena itu diperlukan pemahaman tiga prinsip dasar dalam melakukan pemanfaatan pengelolaan manajemen aset yaitu menggunakan orang yang memahami secara benar mengenai manajemen aset, menggunakan orang yang mempunyai pengetahuan di bidang manajemen aset dan pada akhirnya dapat membuat suatu keputusan dengan cara yang benar dan diperlukan suatu strategi penting dalam manajemen aset yaitu: mengembangkan strategi pemeliharaan, penerapan strategi pemeliharaan dan mengatur strategi pemeliharaan


(34)

xxxiv

Subambang (2004) menjelaskan bahwa kinerja pengelolaan aset daerah merupakan salah satu elemen penting yang menjadi landasan bagi penilaian kinerja keuangan pemerintah daerah, yang menjadi ukuran mengenai kepatutan daerah untuk mendapatkan pinjaman atau berhak untuk menerbitkan obligasi.

Bloomquist dan Oldach (2005) menjelaskan bahwa optimalisasi aset di dunia industri adalah proses memaksimalkan nilai aset produksi suatu perusahaan melalui manajemen resiko yang efektif. Hal tersebut dilakukan dengan cara:

1. pengembangan dan penerapan strategi-strategi yang ”cerdas”, sehingga light maintenance dilakukan terhadap right assets pada right time. Hasil yang dicapai adalah point of lowest total cost;

2. fokus pada penerapan, langkah-langkah proaktif untuk mendorong turunnya point of lowest total cost. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerja secara cerdas dan mengurangi risk exposure.

Plant asset optimization juga memerlukan pengintegrasian strategis teknologi, metodologi yang handal, proses terbaik dan perubahan budaya dalam suatu program yang terkoordinir dan berkelanjutan. Pendekatan ini harus menekankan pada komunikasi yang efektif, perubahan kultur, dan membangun suatu kualitas data dan praktek yang mendasar dalam mendukung kerangka selanjutnya.

Wardhana (2005) meneliti mengenai bagaimana mengelola aset Kota Jakarta. Penelitian ini membahas mengenai manajemen/pengelolaan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang meliputi pengadaan, penggunaan, pemeliharaan dan penghapusan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu adanya


(35)

xxxv

restrukturisasi organisasi dalam pengelolaan aset melalui pembentukan Badan Pengelola dan Dewan Supervisi Aset Kota, sehingga dari sisi anggaran biaya pengelolaan aset dapat ditekan secara signifikan dan kinerja organisasi dalam pengelolaan aset akan dapat diukur.

Dadson (2006) menjelaskan tentang mengoptimalkan manajemen aset tanah di Ghana dalam rangka menuju good governance. Langkah-langkah tersebut berada di seputar legislasi, organisasi dalam sektor tanah, data base dan peta serta mekanisme sistem lahan yang berkelanjutan.

Pada bab ini akan diuraikan juga tentang telaah literatur yang berhubungan dengan topik penelitian berdasarkan teori-teori dan bukti empiris penelitian sebelumnya. Teori yang dijelaskan meliputi pengertian aset properti, manajemen aset yang terdiri dari inventarisasi aset, identifikasi aset, legal audit, penilaian dan tentang optimalisasi aset, serta hasil penelitian yang digunakan untuk pengembangan hipotesis dan karakteristik organisasi sektor publik model penelitian.

1. Aset properti

Pengertian aset secara umum menurut Siregar (2004:178) adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Demikian istilah properti seringkali melekat dengan istilah lain untuk memberikan pengertian yang lebih jelas secara hukum, yaitu real estate dan real property dimana keduanya


(36)

xxxvi

mempunyai makna yang berbeda meskipun ada juga yang menyebutnya sebagai sinonim dalam lingkup tertentu. Selanjutnya, real estate is the physical land and appurtenances affixed to the land, e.g., structure. Real estate bersifat tidak bergerak (immobile) dan berwujud (tangibel), yang termasuk dalam pengertian ini adalah tanah, semua benda yang secara alami sebagai bagian dari tanah, seperti pepohonan dan barang mineral dan juga segala sesuatu yang dibangun oleh manusia seperti bangunan, jaringan dan lain sebagainya. Lebih lanjut Real Property includes all interest, benefits, and rights inherent in the ownership of physical real estate (Appraisal Institute 2001:8).

Real property merupakan kumpulan atas berbagai macam hak dan interest yang ada dikarenakan kepemilikan atas satuan real estate, meliputi hak untuk menggunakan, menyewakan, memberikan kepada orang lain atau tidak. Properti selain sebagai investasi, juga merupakan aset. Pengertian aset adalah sesuatu yang memiliki nilai. Menurut Siregar (2001 dalam Sulistiowati, 2003 ) pengertian aset bila dikaitkan dengan properti maka dapat dijabarkan melalui beberapa aspek, antara lain sebagai berikut:

1. Memiliki nilai ekonomis yang terkait dengan nilai pemanfaatan tertinggi dan terbaik (highest and best use).

2. Menghasilkan pendapatan dari pengoperasian properti. 3. Memiliki fisik, fungsi dan hak penguasaan yang baik. 4. Economical life-time yang panjang.


(37)

xxxvii

Berdasarkan Himpunan Peraturan-peraturan tentang Inventarisasi Kekayaan Negara Departemen Keuangan RI Badan Akuntansi Keuangan Negara 1995 pasal 2, disebutkan bahwa barang-barang milik negara/kekayaan negara yang termasuk jenis barang-barang tidak bergerak antara lain:

1. tanah kehutanan, pertanian, perkebunan, lapangan olahraga dan tanah-tanah yang belum dipergunakan, jalan-jalan (tidak termasuk jalan daerah), jalan kereta api, jembatan, waduk, lapangan terbang, bangunan-bangunan irigasi, tanah pelabuhan dan lain-lain tanah seperti itu;

2. gedung-gedung yang dipergunakan untuk kantor, pabrik-pabrik, bengkel, sekolah, rumah sakit, studio, laboratorium dan lain-lain gedung seperti itu; 3. gedung-gedung tempat tinggal tetap atau sementara seperti rumah-rumah tempat

tinggal, tempat istirahat, asrama, pesanggrahan, bungalow dan lain-lain gedung seperti itu; dan

4. monumen-monumen seperti: monumen purbakala (candi-candi), monumen alam, monumen peringatan sejarah, dan monumen purbakala lainnya.

Real estate sebagai komponen utama dari aset daerah, oleh pemerintah daerah selanjutnya harus dapat dimanfaatkan sebagai aset yang produktif dan berguna sehingga berdampak positif dalam pembangunan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat. Dalam neraca keuangan daerah aset dapat menjadi modal bila dapat menghasilkan pendapatan. Namun masih banyak daerah yang belum menyadari peran dan potensi pengelolaan aset secara cermat.


(38)

xxxviii

Penelitian tentang hubungan manajemen aset terhadap optimalisasi dan pemanfaatan aset milik Pemerintah Daerah masih sangat terbatas sehingga dalam penulisan ini menggunakan library research (tinjauan kepustakaan) guna melihat yang seharusnya dilakukan dalam pengelolaan aset Pemerintah Daerah dengan yang terjadi atau dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sekarang khususnya pada Pemerintah Kabupaten Sragen. Implementasi dari UU Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan Pemerintah Daerah dalam penyusunan laporan keuangan yang kompherensif, penyusunan neraca menunjukkan posisi keuangan Pemerintah Daerah yang merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan merupakan hasil akhir dari proses pengelolaan keuangan daerah.

Schaefers (1999), menyatakan kerangka konseptual manajemen aset real estate mencakup item-item karakteristik manajerial dan operasional manajemen aset real estate aktif yang meliputi sistem informasi real estate, sistem perencanaan real estate, sistem pengorganisasian real estate dan sistem pengawasan real estate. Manajemen aset real estate juga dihubungani oleh jenis perusahaan, ukuran perusahaan, sikap Top manajemen, nilai aset, ukuran aset dan komposisi aset.

Carn dan Rabianski (1999), menyebutkan bahwa konsep manajemen aset real estate mendapatkan perhatian yang besar oleh para manajer dan eksekutif perusahaan. Sebagai sistem pendukung utama dalam bisnis, fungsi manajemen aset real estate terlibat di dalam penentuan keputusan strategis dan membangun jalur baru di dalam operasi produksi yang lebih efisien dan konsisten dengan sasaran dan tujuan bisnis inti perusahaan.


(39)

xxxix

Mahsun (2003) mengatakan bahwa manajemen aset sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan properti di lingkungan Pemda untuk mencerminkan ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas. Permasalahan klasik yang sering dijumpai dalam pengelolaan aset properti adalah status hukum properti yang tidak jelas. Artinya, siapa sebenarnya yang mempunyai hak kepemilikan atas aset tersebut sering menjadi sengketa di antara unit-unit yang ada. Kurangnya kebudayaan efisiensi untuk manajemen aset ini mengakibatkan berbagai hubungan perjanjian menjadi tidak optimal serta tidak adanya hubungan yang relevan antara Pemda sebagai pemilik dengan para penyewa dan manajer.

Properti selain sebagai investasi juga merupakan aset. Pengertian asset dapat dilihat dalam kamus Barron yang berjudul Dictionary of real estate terms, dapat diartikan sebagai ‘Suatu yang Memiliki Nilai”. Pengertian tersebut bila dikaitkan dengan properti maka dapat dijabarkan melalui beberapa aspek sebagi berikut.

1. Memiliki nilai ekonomi yang terkait dengan nilai pemanfaatan tertinggi dan terbaik (highest and best use).

2. Menghasilkan pendapatan dari pengoperasian properti 3. Memiliki fisik, fungsi dan hak penguasaan yang baik. 4. Economical life-time yang panjang.

3. Prinsip dasar manajemen aset

Real estate sebagai komponen utama dari aset daerah, oleh Pemerintah Daerah selanjutnya harus dapat dimanfaatkan sebagai aset yang produktif dan berguna sehingga berdampak positif dalam pembangunan ekonomi daerah dan


(40)

xl

kesejahteraan masyarakat. Dalam neraca keuangan daerah aset dapat menjadi modal bila dapat menghasilkan pendapatan. Namun masih banyak daerah yang belum menyadari peran dan potensi pengelolaan aset secara cermat. Beberapa model manajemen aset yang dapat dijadikan rekomendasi bagi pemerintah daerah adalah (Bertovic et al. 2002).

1. Mengembangkan sistem data base yang baik; 2. Memahami isu-isu transisi;

3. Pengklasifikasian terhadap properti;

4. Adanya penilaian real estate dan penilaian bisnis;

5. Membuat aturan untuk properti yang menghasilkan pendapatan;

6. Analisis finansial secara intensif terhadap proyek, properti dan portofolio; 7. Adanya deregulasi bisnis persewaan;

8. Sistem pelaporan properti; 9. Konsolidasi manajemen; dan 10.Perencanaan strategis.

Harus dipahami oleh Pemerintah Daerah bahwa sasaran akhir atau tujuan utama pengelolaan aset adalah terjadinya optimalisasi dalam pemanfaatan aset daerah. Kenyataan sampai saat ini aset daerah masih dikelolah seadanya, sebatas inventarisasi belaka (pencatatan akuntansi). Aset daerah masih dikonsultasikan dengan arus kas negatif, dibanding sebagai aset yang produktif dan memberikan pendapatan. Kondisi pemanfaatan terhadap aset daerah tersebut membuktikan bahwa aset daerah sebagai sumber daya lokal daerah menunjukan utilitasnya yang masih rendah, hal ini terjadi karena dihampir seluruh pemerintah daerah di


(41)

xli

Indonesia belum ada pemahaman pengelolaan aset daerah secara utuh dalam kerangka manajemen aset (public/ corporate real properti management).

Britton et al. (1989 dalam Siregar 2004 ), mengatakan “define good asset management in terms of measuring the value of properties (assets) in monetary terms and employing the minimum amount of expenditure on its management”.. Manajemen aset itu sendiri telah berkembang cukup pesat bermula dengan orientasi yang statis, kemudian berkembang menjadi dinamis, inisiatif, dan strategis.

Tabel 3 memberikan penjelasan proses transformasi manajemen aset dalam perspektif substansial. Setelah Perang Dunia II, manajemen aset memiliki ruang lingkup utama untuk mengontrol biaya pemanfaatan ataupun penggunaan asset dalam mendukung operasionalisasi Pemerintah Daerah. Selain itu, ada upaya pula untuk melakukan inventarisasi aset-aset Pemda yang tidak digunakan. Namun dalam perkembangan ke depan, ruang lingkup manajemen aset lebih berkembang dengan memasukan nilai aset, akuntabilitas pengelolaan aset, land audit yaitu audit atas pemanfaatan tanah, property survey dalam kaitan memonitor perkembangan pasar properti, aplikasi sistem informasi dalam pengelolaan asset dan optimalisasi pemanfaatan aset. Perkembangan yang terbaru, manajemen aset bertambah ruang lingkupnya hingga mampu memantau kinerja operasionalisasi aset dan juga strategi investasi untuk optimalisasi aset (Siregar, 2004).

Tabel 3

Perkembangan Manajemen Aset


(42)

xlii

1. Kontrol Biaya 1. Proactive management 1. Economic, eficient &

Efective management

2. Kontrol properti yang tak digunakan

2. Nilai aset 2. Monitoring Operasionalisasi aset 3. Akuntabilitas

pengelolaan aset

3. Monitoring kerja operasional dan investasi

4. Land audit 4. Corporation or

privatisation

5. Property/review/survey 6. Aplikasi IT dalam aplikasi pengelolaan 7. Optimalisasi pemanfaatan aset

Sumber : Siregar, (2004:517)

Mewujudkan tertib administrasi pengelolaan aset dan barang daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang meliputi perencanaan dan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran, inventarisasi, pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, perubahan status hukum serta penatausahaannya, pengendalian dan pengawasan. Barang daerah atau aset daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dimiliki maupun yang dikuasai yang berwujud, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian–bagiannya ataupun merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan dan surat-surat berharga lainnya

Berdasarkan Himpunan Peraturan-peraturan tentang Inventarisasi Kekayaan Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia, Badan Akuntansi Keuangan Negara 1995 pasal 2, barang-barang milik negara/kekayaan negara yang termasuk jenis barang-barang tidak bergerak antara lain berikut ini:

1. Tanah-tanah kehutanan, pertanian, perkebunan, lapangan olahraga dan tanahtanah yang belum dipergunakan, jalan-jalan (tidak termasuk jalan


(43)

xliii

daerah), jalan kereta api, jembatan, waduk, lapangan terbang, bangunan-bangunan irigasi, tanah pelabuhan dan lain-lain tanah seperti itu;

2. Gedung-gedung yang dipergunakan untuk kantor, pabrik-pabrik, bengkel, sekolah, rumah sakit, studio, laboratorium dan lain-lain gedung seperti itu; 3. Gedung-gedung tempat tinggal tetap atau sementara seperti rumah-rumah

tempat tinggal, tempat istirahat, asrama, pesanggrahan, bungalow dan lain-lain gedung seperti itu;

4. Monumen-monumen seperti: monumen purbakala (candi-candi), monumen alam, monumen peringatan sejarah, dan monumen purbakala lainnya.

4. Inventarisasi

Siregar (2004) menyatakan bahwa manajemen aset sendiri dapat dibagi dalam lima tahapan kerja, yang pertama adalah inventarisasi. Inventarisasi aset terdiri atas dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/ jumlah, jenis alamat dan lain-lain. Aspek yuridis/legal adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-lain. Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan, kodifikasi/ labeling pengelompokan dan pembukuan/ administrasi sesuai tujuan manajemen aset.

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah menyatakan inventarisasi adalah kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang dalam


(44)

xliv

pemakaian. Melalui kegiatan inventarisasi disusun Buku Inventaris yang menunjukkan semua kekayaan daerah yang bersifat kebendaan, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Buku inventaris tersebut memuat data yang meliputi nomor, spesifikasi barang, bahan, asal/ cara perolehan barang, ukuran barang/ konstruksi, satuan, keadaan barang, jumlah barang dan harga, keterangan.

Adanya buku inventaris yang lengkap, teratur dan berkelanjutan mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting dalam rangka:

1. Pengendalian, pemanfaatan, pengamanan dan pengawasan setiap barang; 2. Usaha untuk menggunakan, memanfaatkan setiap barang secara maksimal

sesuai dengan tujuan dan fungsinya masing-masing; 3. Menunjang pelaksanaan tugas pemerintahan.

Dalam usaha tertib administrasi pengelolaan barang daerah, khususnya pelaksanaan inventarisasinya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, dapat dibagi menjadi dua kegiatan yaitu: kegiatan pencatatan, dan kegiatan pelaporan. Dalam pencatatan dimaksud dipergunakan buku-buku dan kartu-kartu sebagai berikut:

1. Buku induk inventaris (BII); 2. Buku inventaris (BI);

3. Kartu inventaris barang (KIB); dan 4. Kartu inventaris ruangan (KIR).

Dalam pelaksanaan pelaporan dipergunakan daftar-daftar yaitu:


(45)

xlv 2. Daftar Mutasi Barang.

Buku Induk Inventaris adalah merupakan gabungan/kompilasi dari Buku Inventaris. Buku Inventaris adalah himpunan catatan data teknis dan administrasi yang diperoleh dari catatan kartu-kartu inventaris barang sebagai hasil sensus ditiap-tiap unit/satuan kerja yang dilaksanakan secara serempak pada waktu tertentu. Untuk mendapatkan data barang dan pembuatan Buku Inventaris yang benar, dapat dipertanggungjawabkan dan akurat maka dilakukan melalui sensus barang daerah setiap lima tahun sekali.

Buku Inventaris Barang adalah kartu untuk mencatat barang-barang inventaris secara tersendiri atau kumpulan/kolektif dilengkapi data asal, volume, kapasitas, merk, type, nilai/harga dan data lain mengenai barang tersebut, yang diperlukan untuk inventarisasi maupun tujuan lain dan dipergunakan selama barang itu belum dihapuskan. Kartu Inventaris Barang terdiri dari:

1. Kartu Inventaris Tanah;

2. Kartu Inventaris Gedung;

3. Kartu Inventaris Kendaraan; dan

4. Kartu inventaris Lainnya.

Kartu Inventaris Ruangan adalah kartu untuk mencatat barang-barang inventaris yang ada dalam ruangan kerja. Kartu Inventaris Ruangan ini harus dipasang di setiap ruangan kerja. Pemasangan maupun pencatatan inventaris menjadi tanggung jawab pengurus barang setiap unit/satuan kerja.


(46)

xlvi

Daftar rekapitulasi inventaris disusun oleh Kepala Daerah selaku kuasa/ordonatur barang dengan mempergunakan bahan berasal dari rekapitulasi inventaris barang yang disusun oleh pengurus barang unit. Daftar mutasi barang memuat data barang yang berkurang dan atau bertambah dalam jangka waktu tertentu (1 semester dan 1 tahun). Mutasi barang bertambah dapat disebabkan oleh pengadaan baru karena pembelian/pembangunan, sumbangan/hibah, tukarmenukar dan perubahan peningkatan kualitas (guna susun). Mutasi barang berkurang dapat disebabkan oleh dijual/dihapuskan, musnah/hilang/mati, dihibahkan, dan tukar menukar/ruislag/tukar guling/ dilepaskan dengan gantirugi

Untuk mengurus dan menertibkan pencatatan barang dalam proses pemakaian maka Kepala Daerah menunjuk/menetapkan kembali pengurus barang pada masing-masing unit. Dengan mengingat prinsip organisasi dalam rangka tercapainya efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah di daerah, maka fungsi atau wewenang pengurusan tersebut dilimpahkan kepada aparat pembantunya tanpa mengurangi tanggung jawab Kepala Daerah. Dengan demikian mekanisme pengelolaan barang daerah yaitu adanya fungsi otorisator (Kepala Daerah), ordonatur (Unit Kerja yang berwenang/ dilimpahi tugas) dan Bendaharawan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, menjelaskan bahwa inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah. Menurut


(47)

xlvii

Siregar (2004) inventarisasi aset terdiri dari dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik terdiri dari bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain, sedangkan aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan. Proses kerjanya adalah dengan melakukan pendaftaran labeling, cluster, secara administrasi sesuai dengan manajemen aset.

Mardiasmo (2004) menjelaskan bahwa pemerintah daerah perlu mengetahui jumlah dan nilai kekayaan daerah yang dimilikinya, baik yang saat ini dikuasai maupun yang masih berupa potensi yang belum dikuasai atau dimanfaatkan. Untuk itu pemerintah daerah perlu melakukan identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah. Kegiatan identifikasi dan inventarisasi dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang akurat, lengkap dan mutakhir mengenai kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah daerah.

5. Identifikasi

Identifikasi adalah suatu kegiatan atau tindakan untuk mengelompokan dan mendefinisikan aset-aset daerah secara baik serta memberikan kode sehingga dapat diketahui secara pasti fungsi dan kegunaan serta lokasi dan bidang barang dari aset tersebut.

6. Legal audit

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, legal audit juga merupakan tindakan


(48)

xlviii

pengamanan atau tindakan pengendalian, penertiban dalam upaya pengurusan barang daerah secara fisik, administrasi dan tindakan hukum. Pengamanan tersebut menitikberatkan pada penertiban pengamanan secara fisik dan administrasi, sehingga barang daerah tersebut dapat dipergunakan/ dimanfaatkan secara optimal serta terhindar dari penyerobotan pengambil alihan atau klaim dari pihak lain. Pengamanan terhadap barang tidak bergerak (tanah dan bangunan) dapat dilakukan dengan pemagaran, pemasangan plang tanda kepemilikan dan penjagaan.

Penguasaan dan pemilikan tanah dan bangunan (real property) meliputi semua hak, hubungan-hubungan hukum, dan manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estate. Sebaliknya real estate meliputi tanah dan bangunan itu sendiri, segala benda yang keberadaannnya secara alami di atas tanah yang bersangkutan, dan semua benda yang melekat dengan tanah itu, misalnya bangunan dan pengembangan tapak. Benda tak bergerak (real property) berupa tanah dan bangunan yang melekat diatasnya, serta hak-hak yang terkait dan juga potensi kekayaan alam yang terkandung didalamnya (Siregar 2004: 182).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 pasal 6 ayat 1 tentang Keuangan Negara ditetapkan bahwa Gubernur/Bupati/Walikota diserahkan kekuasaan untuk mengelola keuangan daerah, dan oleh karenanya juga pengelolaan kekayaan daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 pasal 49 tentang Perbendaharaan Negara ditetapkan bahwa barang milik negara/daerah yang berupa tanah yang dikuasai pemerintah pusat/daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan.


(49)

xlix

Bangunan milik negara/daerah harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.

7. Penilaian aset

Penilaian aset merupakan suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasai/dimiliki. Biasanya ini dilakukan oleh konsultan penilaian yang independen. Hasil dari nilai tersebut akan dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan bagi aset yang akan dijual.

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah nilai tanah dan atau bangunan yang akan dilepaskan dengan ganti rugi atau dengan tukar menukar (ruislag/tukar guling) kepada pihak ketiga dapat dilakukan dengan:

1. Nilai ganti rugi tanahnya dapat dilakukan dengan berpedoman pada harga dasar terendah atas tanah yang berlaku setempat untuk kavling perumahan, pegawai negeri, TNI dan DPRD. Untuk instansi pemerintah, Koperasi dan Yayasan dapat ditetapkan dengan berpedoman pada harga dasar dan harga umum setempat. Nilai taksiran untuk swasta harus ditetapkan dengan berpedoman pada harga umum tanah dan berdasarkan NJOP yang berlaku setempat;

2. Nilai bangunannya ditaksir berdasarkan nilai bangunan pada saat pelaksanaan penaksiran dan hasilnya dikurangi dengan nilai susut bangunan yang diperhitungkan jumlah umur bangunan dikaitkan dengan : (1) 2%


(50)

l

untuk bangunan permanen, (2) 4% untuk bangunan semi permanen, (3) 10% untuk bangunan yang darurat.

Berdasarkan Surat Edaran Departemen Keuangan Republik Indonesia, Badan Akuntansi Keuangan Negara Nomor 01 Tahun 1995 tentang Tata Cara Penaksiran Nilai Tanah dan Bangunan Gedung yang tidak memiliki Dokumen Barang, untuk menentukan nilai historis dipergunakan faktor penyesuaian berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.04/1994 19 Agustus 1994. Rumus:

NJOP

Tn = --- x L Fn

keterangan:

Tn : Nilai Tanah pada Tahun ” n ”. NJOP : Jual Objek Pajak tahun 1994. Fn : Penyesuaian pada tahun ” n ”. L : tanah dalam meter persegi.

Untuk menentukan nilai historis bangunan dipergunakan faktor penyesuaian berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.04/1994 19 Agustus 1994. Rumus:

Hs x Fi x Kt

Bn = --- x L Fn


(51)

li Bn : Bangunan gedung pada tahun ”n”.

Hs : Harga Standar Bangunan baru per meter persegi, berdasarkan Surat Edaran bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas dan Menteri Keuangan perihal Pedoman Standarisasi Pembangunan Gedung Negara.

Fi : Faktor permanenisasi bangunan gedung, berdasarkan ketentuan Ditjen Cipta Karya–Departemen Pekerjaan Umum.

Kt : Koefesien bangunan bertingkat, berdasarkan ketentuan Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.

Fn : Faktor penyesuaian pada tahun ”n”. L : Luas lantai bangunan dalam meter persegi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2003 tentang Penilaian Barang Daerah, menyatakan bahwa obyek penilaian barang daerah meliputi seluruh barang daerah yang dimiliki/dikuasai oleh Pemerintah Daerah dan mempunyai nilai ekonomis. Kriteria penilaian ditentukan bahwa untuk penilaian tanah menggunakan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), penilaian bangunan dengan menggunakan umur ekonomis, faktor fisik, bahan material, konstruksi dan karakteristik bangunan. Penilaian barang daerah dinilai berdasarkan nilai pasar yang berlaku pada saat dilakukannya penilaian (pasal 4).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif


(52)

lii

didasarkan pada data/fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknis tertentu untuk memperoleh nilai barang milik daerah. Dalam rangka menyusun neraca pemerintah perlu diketahui berapa jumlah aset negara sekaligus nilai dari aset tersebut. Untuk diketahui nilainya maka barang milik negara secara periodik harus dilakukan penilaian baik oleh pengelola barang ataupun melibatkan penilai independent sehingga dapat diketahui nilai barang milik negara secara tepat. Untuk penilaian berupa tanah dan atau bangunan menggunakan patokan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

Menurut Siregar (2004) penilaian aset merupakan suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasai. Untuk itu pemerintah daerah dapat melakukan outsourcing kepada konsultan penilai yang profesional dan independent. Hasil dari nilai tersebut akan dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan bagi aset yang akan dijual.

Penilaian barang daerah dilakukan dengan pendekatan salah satu atau kombinasi dari perbandingan data pasar, kalkulasi biaya dan kapitalisasi pendapatan. Perbandingan data pasar berdasarkan estimasi harga pasar pada saat penilaian atas barang yang sejenis. Kalkulasi biaya berdasarkan estimasi biaya pengganti atau biaya reproduksi barang pada saat penilaian dikurangi dengan biaya penyusutan. Kapitalisasi pendapatan berdasarkan barang daerah yang memiliki karakteristik menghasilkan pendapatan. Penilaian barang daerah dilaksanakan oleh lembaga independen yang bersertifikat di bidang pekerjaan penilaian barang, sesuai dengan peraturan perundangan, dan ditunjuk oleh Kepala Daerah. Dalam melakukan penilaian barang daerah, Pemerintah Daerah menyiapkan buku


(53)

liii

inventaris barang daerah yang merupakan himpunan data teknis dan administrasi yang diperoleh dari catatan kartu-kartu inventaris barang sebagai hasil sensus barang daerah ditiaptiap unit/satuan kerja yang dilaksanakan secara serempak pada waktu tertentu. Mekanisme penilaian barang sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia (SPI).

Suharno (2001) menyatakan bahwa penilaian aset tanah dan bangunan dapat mengetahui nilai ekonomi seluruh aset properti suatu daerah. Implikasinya secara langsung adalah terhadap penerimaan PBB dan BPHTB yang didasari pada nilai properti. Secara tidak langsung Nilai Aset Properti berguna untuk:

1. mengetahui modal dasar milik daerah dalam usaha privatisasi; 2. mengetahui nilai jaminan untuk memperoleh pinjaman;

3. mengetahui nilai penyertaan (saham) dalam melakukan suatu kerjasama usaha dengan pihak swasta;

4. memberikan informasi kemampuan nilai ekonomi properti disuatu daerah untuk mengundang investor;

5. mengetahui nilai aset untuk kepentingan tukar guling (ruislag); 6. mengetahui nilai dalam rangka penerbitan obligasi daerah;

7. mengetahui dasar nilai dalam pembebasan tanah, pembelian tanah dan lainlain; dan

8. mengetahui kemampuan daerah secara utuh dan dasar penyusunan neraca daerah.

Penilaian Real Property dengan menentukan nilai pasar suatu properti sehingga dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu:


(54)

liv 1. harga jual beli;

2. penentuan harga persewaan;

3. sebagai dasar pengenaan pajak properti; 4. revaluasi aset tetap untuk laporan keuangan;

5. penentuan besar saham (penyertaan modal) dalam suatu kerjasama usaha (franhcise, merger, dll);

6. besarnya premi asuransi, kebakaran; 7. jaminan pinjaman;

8. nilai dasar untuk lelang properti;

9. menentukan nilai sisa untuk projek properti (seperti kasus projek terbengkalai); dan

10.dan lain-lain.

8. Optimalisasi aset

Siregar (2004) menyatakan bahwa optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam tahapan ini, aset-aset yang dikuasai oleh pemerintah daerah diidentifikasi dan dikelompokan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi. Aset yang memiliki potensi dapat dikelompokan berdasarkan sektor-sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional,

baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Kriteria untuk menentukan sektor-sektor unggulan tersebut harus terukur dan transparan. Aset


(55)

lv

yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari penyebabnya, apakah faktor permasalahan legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah ataupun faktor-faktor lainnya. Pemerintah Daerah biasanya memiliki aset yang berada di bawah pengusaannya. Namun cukup banyak aset yang belum dioptimalkan dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Pemerintah Daerah.

Siregar (2004) menyatakan studi optimalisasi aset Pemerintah Daerah dapat dilakukan dengan (1) identifikasi aset-aset Pemerintah Daerah yang ada, (2) pengembangan data base aset Pemerintah Daerah, (3) studi untuk menentukan pemanfaatan aset dengan nilai terbaik (highest and best use) atas aset-aset Pemerintah Daerah dan memberikan hasil dan laporan kegiatan baik dalam bentuk data-data terkini maupun dalam bentuk rekomendasi, (4) pengembangan strategi optimalisasi aset-aset milik Pemerintah Daerah. Optimalisasi pemanfaatan aset Pemerintah Daerah dapat dilakukan dengan adanya perantara investasi guna memasarkan aset-aset Pemerintah Daerah yang potensial dan kerja sama dengan investor, membuat dan memadukan dalam MOI (memorandum of invesment) antara Pemerintah Daerah dan investor, dan memberikan jasa konsultansi kepada Pemerintah Daerah berkenaan dengan kerjasama dengan investor.

Barang daerah/ aset Pemerintah Daerah yang belum dimanfaatkan perlu didayagunakan secara optimal sehingga tidak akan membebani Anggaran Belanja Daerah khususnya biaya segi pemeliharaan dan kemungkinan adanya penyerobotan dari pihak ketiga yang tidak bertanggungjawab. Pemanfaatan barang/aset daerah yang optimal akan menciptakan sumber Pendapatan Asli Daerah. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman


(56)

lvi

Pengelolaan Barang Daerah, pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik/dikuasai daerah oleh suatu instansi dan atau Pihak Ketiga dalam bentuk pinjam pakai, penyewaan, dan pengguna-usahaan tanpa merubah status kepemilikan.

Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang daerah kepada suatu instansi pemerintah atau pihak lain yang ditetapkan dengan perundang-undangan untuk jangka waktu tertentu, tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tertentu berakhir, barang daerah tersebut diserahkan kembali kepada pemiliknya. Dasar pertimbangan pinjam pakai/ peminjaman barang daerah adalah agar barang daerah tersebut dapat dimanfaatkan secara ekonomis oleh instansi pemerintah/daerah dan untuk kepentingan sosial, keagamaan.

Penyewaan adalah penyerahan hak penggunaan/ pemakaian barang daerah kepada Pihak Ketiga dalam hubungannya sewa-menyewa dengan ketentuan pihak ketiga tersebut harus memberikan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahunan untuk masa jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara berkala. Dasar pertimbangan penyewaan barang daerah adalah untuk mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang daerah, untuk sementara waktu barang daerah tersebut belum dimanfaatkan oleh unit/satuan kerja yang memiliki/ menguasai. Semua hasil penyewaan barang-barang daerah adalah penerimaan daerah yang harus disetorkan sepenuhnya kepada kas daerah. Jangka waktu penyewaan maksimal 5 (lima) tahun dan dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang.


(57)

lvii

Penggunausahaan adalah pendayagunaan barang daerah oleh pihak ketiga dilakukan dalam bentuk BOT, BTO, BT, KSO dan bentuk lainnya (Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 11, 2001: 249-250).

1. BOT (build-Operate-Transfer) yaitu pemanfaatan tanah dan atau bangunan milik/dikuasai Pemda oleh pihak ketiga dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas di atas tanah dan atau bangunan tersebut dan mendayagunakannya selama dalam waktu tertentu untuk kemudian setelah jangka waktu berakhir menyerahkan kembali tanah dan bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut beserta pendayagunaannya kepada daerah, serta membayar kontribusi sejumlah uang atas pemanfaatannya yang besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan.

2. BTO (Build-Transfer-Operate) yaitu pemanfaatan tanah dan atau bangunan milik/dikuasai Pemda oleh pihak ketiga dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas diatas tanah dan atau bangunan tersebut dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada daerah untuk kemudian oleh Pemda tanah dan bangunan siap pakai dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut diserahkan kembali kepada pihak ketiga untuk didayagunakan selama jangka waktu tertentu, dan atas pemanfaatannya tersebut pihak ketiga dikenakan kontribusi sejumlah uang yang besarnya sesuai dengan kesepakatan.


(58)

lviii

3. BT (Build-Transfer) yaitu perikatan antara Pemda dengan pihak ketiga dengan ketentuan tanah milik Pemda, pihak ketiga membangun dan membiayai sampai selesai, setelah pembangunan selesai Pihak Ketiga menyerahkan kepada Pemda, Pemda membayar biaya pembangunannya. 4. KSO (Kerja Sama Operasi) yaitu perikatan antara Pemda dengan Pihak

Ketiga, Pemda menyediakan barang daerah dan Pihak Ketiga menanamkan modal yang dimilikinya dalam salah satu usaha, selanjutnya kedua belah pihak secara bersama sama atau bergantian mengelola manajemen dan proses operasionalnya, keuntungan dibagi sesuai dengan besarnya sharing masingmasing.

9. Pengawasan dan pengendalian aset

Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan dan pengalihan aset merupakan satu permasalahan yang sering menjadi hujatan kepada Pemerintah Daerah saat ini. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan atau kegiatan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. Pengawasan terhadap pengelolaan barang daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Gubernur/Bupati/Walikota. Pengendalian adalah segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pekerjaan yang sedang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil yang kehendaki sesuai pula dengan segala ketentuan dan


(59)

lix

kebijaksanaan yang berlaku. Pengendalian pengelolaan barang daerah dilakukan oleh Kepala Daerah dalam hal ini dilaksanakan oleh Kepala Biro Perlengkapan/Kepala Bagian Perlengkapan/Kepala Unit/Satuan Kerja bersangkutan di mana barang-barang dimaksud berada.

Siregar (2004) menyatakan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan aset merupakan satu permasalahan yang sering menjadi hujatan kepada pemerintah daerah saat ini. Salah satu sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja aspek pengawasan dan pengendalian aset Pemerintah Daerah adalah dengan pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Melalui SIMA diharapkan transparasi kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin tanpa perlu adanya kekhawatiran akan pengawasan dan pengendalian yang lemah. Dalam SIMA ini keempat aspek manajemen aset (inventarisasi, legal audit, penilaian dan optimalisasi aset) diakomodasi dalam sistem dengan menambahkan aspek pengawasan dan pengendalian. Setiap penanganan terhadap suatu aset termonitor jelas mulai dari lingkup penanganan hingga siapa yang bertanggungjawab menangani aset tersebut, hal ini diharapkan akan meminimalkan KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) dalam tubuh Pemerintah Daerah.

C. Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas disertai dengan beberapa penelitian yang pernah dilakukan maka diperoleh beberapa hipotesa penelitian yang akan dikembangkan dalam penelitian ini. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah menyatakan inventarisasi adalah


(60)

lx

kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang dalam pemakaian. Dari kegiatan inventarisasi disusun Buku Inventaris yang menunjukkan semua kekayaan daerah yang bersifat kebendaan, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Buku inventaris tersebut memuat data yang meliputi nomor, spesifikasi barang, bahan, asal/cara perolehan barang, ukuran barang/konstruksi, satuan, keadaan barang, jumlah barang dan harga, keterangan.

Usaha tertib administrasi pengelolaan barang daerah, khususnya pelaksanaan inventarisasinya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, dapat dibagi menjadi dua kegiatan yaitu: kegiatan pencatatan, dan kegiatan pelaporan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang kami ajukan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut ini.

H1: Terdapat pengaruh inventarisasi terhadap optimalisasi aset tetap

(tanah dan bangunan).

Berkaitan dengan inventarisasi yang dilakukan, maka proses identifikasi terhadap inventaris tetap juga sangat diperlukan. Identifikasi adalah suatu kegiatan atau tindakan untuk mengelompokan dan mendefinisikan aset-aset daerah secara baik serta memberikan kode sehingga dapat diketahui secara pasti fungsi dan kegunaan serta lokasi dan bidang barang dari aset tersebut. Hal ini berkaitan dengan proses pengurusan dan penertiban pencatatan barang yang digunakan dalam proses pemakaiannya, maka Kepala Daerah menunjuk/menetapkan kembali pengurus barang pada masing-masing unit. Dengan mengingat prinsip organisasi dalam


(61)

lxi

rangka tercapainya efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah di daerah, maka fungsi atau wewenang pengurusan tersebut dilimpahkan kepada aparat pembantunya tanpa mengurangi tanggung jawab Kepala Daerah. Dengan demikian mekanisme pengelolaan barang daerah yaitu adanya fungsi otorisator (Kepala Daerah), ordonatur (Unit Kerja yang berwenang/ dilimpahi tugas) dan Bendaharawan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang kami ajukan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut ini.

H2: Terdapat pengaruh identifikasi terhadap optimalisasi aset tetap (tanah

dan bangunan).

Selain proses inventarisasi dan identifikasi, maka hal yang sangat penting yang perlu dilakukan adalah legal audit. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, legal audit juga merupakan tindakan pengamanan atau tindakan pengendalian, penertiban dalam upaya pengurusan barang daerah secara fisik, administrasi dan tindakan hukum. Pengamanan tersebut menitikberatkan pada penertiban pengamanan secara fisik dan administrasi, sehingga barang daerah tersebut dapat dipergunakan/ dimanfaatkan secara optimal serta terhindar dari penyerobotan pengambil alihan atau klaim dari pihak lain. Pengamanan terhadap barang tidak bergerak (tanah dan bangunan) dapat dilakukan dengan pemagaran, pemasangan plang tanda kepemilikan dan penjagaan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang kami ajukan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut ini.

H3: Terdapat pengaruh legal audit terhadap optimalisasi aset tetap (tanah


(62)

lxii

Ketiga proses tersebut sangat berkaitan dengan proses penilaian aset, yang merupakan proses penting dalam inventarisasi suatu aset. Penilaian aset merupakan suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasai/dimiliki. Biasanya ini dilakukan oleh konsultan penilaian yang independen. Hasil dari nilai tersebut akan dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan bagi aset yang akan dijual.

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2003 tentang Penilaian Barang Daerah, menyatakan bahwa obyek penilaian barang daerah meliputi seluruh barang daerah yang dimiliki/dikuasai oleh Pemerintah Daerah dan mempunyai nilai ekonomis. Kriteria penilaian ditentukan bahwa untuk penilaian tanah menggunakan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), penilaian bangunan dengan menggunakan umur ekonomis, faktor fisik, bahan material, konstruksi dan karakteristik bangunan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang kami ajukan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut ini.

H4: Terdapat pengaruh penilaian terhadap optimalisasi aset tetap (tanah

dan bangunan).

B. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini akan menguji pada variabel inventarisasi, identifikasi, legal audit dan penilaian terhadap optimalisasi aset tetap di Kabupaten Sragen. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut ini.

Gambar 1 Kerangka Pikir


(63)

lxiii

BAB III

METODA PENELITIAN

A. Populasi dan Teknik Penentuan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah pihak yang berwewenang dan terlibat dalam pengelolaan aset daerah. Dalam hal ini terdiri dari Pemegang kekuasaan pengelola Barang Milik Daerah yaitu Kepala Daerah, Pengelola Barang Daerah

Identifikasi Legal Audit

Penilaian


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)