KERTHA PATRIKA
• Volume 36 Nomor 2, September 2011
80
•
JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM
untuk umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kareta api umum, pembangkitan tenaga atom dan mass media. Mengenai kepemilikan saham, saham
peserta Indonesia berdasarkan pasal 6 dalam perusahaan sekurang-kurangnya
ialah 5 lima perseratus dari seluruh modal disetor perusahaan pada waktu pendirian.
b. Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004.
Guna menghadapi adanya prinsip non diskriminasi Perjanjian GATS pada penanaman modal asing di bidang pariwisata, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden
No. 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
Melalui Sistem Pelayanan satu atap yang bersifat non diskriminasi. Ini dilakukan karena Undang-undang yang mengatur kegiatan investasi jasa pariwisata di Indonesia
masih belum mengadopsi adanya prinsip non diskriminasi Perjanjian GATS. Adanya Keputusan Presiden ini diharapkan dapat memberikan kepastian berusaha
dan persamaan perlakuan bagi investor yang menanamkan modalnya di Indonesia khusunya di bidang jasa pariwisata. Pada pertimbangannya, keppres ini dibuat dalam
rangka meningkatkan efektivitas dalam menarik investor untuk melakukan investasi di Indonesia, sehingga dipandang perlu untuk menyederhanakan sistem pelayanan
penyelenggaraan penanaman modal dengan metode pelayanan satu atap
c. Penerbitan Inpres No.3 Tahun 2006
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya meneken Inpres No 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Paket ini memuat 85 langkah yang
harus dilakukan pemerintah dalam setahun untuk memperbaiki iklim investasi. Paket ini tidak hanya mencakup deregulasi investasi umum, tetapi juga meliputi aspek lain
dalam perekonomian seperti: kepabeanan dan cukai, perpajakan, ketenagakerjaan serta usaha kecil menengah. Paket ini juga mengamanatkan harmonisasi berbagai
peraturan serta perundang-undangan yang ada, terutama yang berkenaan dengan kelancaran arus barang dan modal, baik yang bersifat horizontal administrasi pusat
maupun vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
11
d. Peraturan Presiden No.36 Tahun 2010
Sebagai tindak lanjut Undang-undang no. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, pemerintah lalu menetapkan Peraturan Presiden No. 36 tahun 2010 tentang daftar
bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal atau yang lazim disebut sebagai daftar negatif investasi.
Dalam produk hukum yang mulai berlaku sejak 25 mei 2010 tersebut, bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai
kegiatan penanaman modal. Sementara itu, bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan
penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan
dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang
dipersyaratkan dengan perizinan khusus.
11 Jawa Pos, 3 Maret 2006. Paket Investasi Diluncurkan, h.5
JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM
•
81
Menyangkut sektor pariwisata, terdapat beberapa bidang usaha yang terbuka bagi kepemilikan asing dengan proporsi saham yang bervariasi mulai 49, 51, 67 hingga 100
dengan persyaratan lokasi dan kesesuaian dengan peraturan daerah Perda setempat. Konstruksi ini telah memperluas komitmen liberalisasi pariwisata Indonesia sejak pertama kali digulirkan
pada 1 Januari 1995.
Usaha jasa pariwisata yang terbuka bagi kepemilikan asing hingga 100 adalah usaha jasa Golf yang harus terletak di kawasan timur Indonesia yakni Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku,
dan Papua. Sementara itu, usaha jasa pariwisata yang terbuka bagi kepemilikan asing hingga 67 meliputi: galeri seni, galeri pertunjukan seni, dan ketangkasan sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan daerah setempat.
Usaha jasa pariwisata yang terbuka bagi kepemilikan asing hingga 51 meliputi: 1.
Hotel bintang 1 dan bintang 2 sepanjang tidak bertentangan dengan Perda setempat; 2.
Jasa akomodasi motel dan lodging services di Indonesia bagian timur meliputi: Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua;
3. Jasa Restoran atau Rumah Makan Talam;
4. Jasa Bogacatering. Jasa Konvensi, pameran, dan perjalanan insentif;
5. Pengusahaan obyek wisata budaya meliputi museum dan peninggalan sejarah yang dikelola
swasta; 6.
Golf sepanjang tidak bertentangan dengan Perda setempat; 7.
SPA; 8.
Pengusahaan obyek wisata alam di luar kawasan konservasi. Usaha jasa pariwisata yang terbuka bagi kepemilikan asing hingga maksimal 49 dan
dapat menjadi 51 dengan menjalin kemitraan dengan UMKM dan Koperasi meliputi: 1. Jasa akomodasi motel dan lodging services sepanjang tidak bertentangan dengan perda
setempat; 2.
Restoran atau rumah makan non talam; 3.
Biro perjalanan wisata; 4.
jasa impresariat; 5.
Usaha Rekreasi dan Hiburan meliputi: taman rekreasi, gelanggang renang, pemandian alam, kolam pemancingan, gelanggang permainan, gelanggang bowling,rumah biliar,
kelab malam, diskotik,panti pijat, panti mandi uap, Bowling, Renang, Sepak Bola, Tenis Lapangan, KebugaranFitness, Sport Centre, dan Kegiatan Olahraga Lainnya sepanjang
tidak bertentangan dengan Perda setempat.
6. Golf 7.
Bar, Café, singing room karaoke Usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi meliputi:
1. Pondok wisata,
2. agen perjalanan wisata, 3.
jasa pramuwisata, dan 4.
sanggar seni.
Prinsip Non Diskriminasi Perjanjian General Agreement on Trade in Services Gats pada Pengaturan Penanaman Modal Asing di Bidang Pariwisata di Indonesia