PENDAHULUAN "The right to tourism” dalam perspektif hak asasi manusia di Indonesia.

KERTHA PATRIKA • Volume 36 Nomor 2, September 2011 4 • JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM dihubungkan dengan peningkatan kualitas kehidupan manusia. Kepedulian the EU terhadap hak setiap orang untuk berwisata serta dikatagorikan sebagai hak asasi manusia Human Right dideklarasikan secara tegas oleh Antonio Tanjani, the European Union Commissioner for Enterprise and Industry dengan menyatakan bahwa : ”Travelling for tourism today is a human right. Instrumen hukum Hak Asasi Manusia yang memberi landasan yuridis tentang keberadaan the right to tourism” dapat dilihat dalam Article 24 of the Universal Declaration of Human Rights 1948 sebagai berikut 3 : Everyone has the right to rest and leisure, including reasonable limitation of working hours and periodic holidays with pay. Antonio Tajani mengemukakan dalam konprensi tingkat menteri ministrial conference di Madrid bahwa “Traveling for tourism today is a right. The way we spend our holidays is a formidable indicator of our quality of life”. Uni Eropa akan mensubsidi kegiatan holidays bagi warganegara miskin, para pensiunan dan mahasiswa atau murid-murid untuk dapat berwisata. 4 Keseriusan perhatian dan dukungan terhadap keberadaan dan pengakuan Hak Berwisata, Uni Eropa dalam pilot project-nya menganggarkan subsidi 30 untuk biaya vacations bagi para pensiunan, para senior, anak-anak muda umur 18-25 tahun serta keluarga yang menghadapi kesulitan dalam kehidupannya. Indonesia, khususnya Pulau Bali adalah merupakan salah satu tujuan wisata bagi masyarakat Uni Eropa. Relatif banyak wisatawan yang berasal dari Eropa menghabiskan waktu libur, rileks dan menikmati liburan dengan berwisata di Pulau Bali yang indah dan spesial dengan adat dan kebudayaannya. Melalui kegiatan berwisata para wisatawan sejenak melupakan urusan-urusan pekerjaan yang menuntut konsentrasi tinggi. Situasi rileks dan fress setelah berwisata pada akhirnya akan membawa kesegaran baru untuk beraktivitas kembali yang sesungguhnya adalah salah satu faktor penting yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia, begitu diyakini oleh pemikir-pemikir yang pro terhadap urusan berwisata adalah bagian dari hak asasi manusia. Berkaitan dengan penyelenggaraan kepariwisatan di Indonesia, melalui Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, prihal the right to tourism juga diakui sebagai bagian dari hak asasi manusia. Dengan kata lain ketentuan hukum tersebut secara yuridis formal telah eksis di Indonesia yang tentunya membutuhkan pengimplementasian secara kongkrit dalam prakteknya. Jika sudah ada kesepahaman bahwa urusan berwisata atau “tourism” termasuk salah satu kebutuhan mendasar manusia sehingga pantas diklasifi kasikan sebagai human right, persoalannya adalah apakah para pengusaha di industri pariwisata maupun karyawan-karyawan yang bekerja di industri pariwisata termasuk di industri pariwisata di Bali, yang keseharian mereka memang disibukkan dengan urusan bagaimana caranya menyuguhkan layanan jasa yang terbaik bagi para wisatawannya tersebut menyadari bahwa mereka sesungguhnya juga punya HAM yang sama, yaitu hak asasi untuk berwisata sebagaimana halnya yang banyak dinikmati oleh wisatawan-wisatawan manca negara yang mereka layani Apakah Hak Berwisata di Indonesia mendapatkan ruang yang memadai sebagai bagian dari HAM bagi setiap orang?, Apakah para pengusaha memberikan waktu yang memadai bagi karyawannya untuk berlibur agar kualitas kehidupannya menjadi lebih baik sebagai pemenuhan atas HAM-nya? Apakah sudah relevan 3 David Chalk, European Union : Tourism Is A Universal Human Rights, p.2, http:www.nileguide.com , diakses tanggal 14 Nopember 2010 4 Alex Korbel, 2010, EU declares “Tourism Is A Human rights” with Holiday Subsidies For Poorer Citizens, http: alexkorbel.wordpress.com20100419 , p. 1, diakses 10 Juni 2011. JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM • 5 menggolongkan kegiatan berwisata sebagai hak asasi manusia di Indonesia, mengingat kondisi Indonesia sangat jauh berbeda dengan Negara-Negara Maju, Indonesia masih memiliki persoalan- persoalan kebutuhan fundamental seperti penduduk miskin kelaparan, mengemis dan tidak memiliki tempat tinggal yang layak, putus sekolah karena tidak mempunyai cukup biaya untuk melanjutkan sekolah, serta persoalan-persoalan sosial lainnya. Sehubungan dengan pertanyaan- pertanyaan tersebut maka menjadi penting dan menarik untuk mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan ”the right to tourism” dalam perspektif hak asasi manusia.

II. PEMBAHASAN 1.

Aspek-Aspek HAM Dalam Kegiatan Kepariwisataan Dalam Perspektif Nasional Dan Internasional Konsep fundamental hak asasi manusia bertitik tolak dari the Universal Declaration of Hman Rights 1948. Fondasi HAM tidak lahir begitu saja dari langit melainkan merupakan bagian dari sistem hukum domistik dan hukum internasional. G Oestreich mengemukakan bahwa “human rights, in particular, do not come out of the the blue”. 5 Setiap regim hukum memiliki intelektual dan fondasi ideologinya masing-masing, demikian pula dalam bidang HAM. Sebelum menjadi hukum, ideologi dan konsep HAM perlu dikongkretisasikan sebagai elemen- elemen dalam suatu sistem hukum agar bisa mendapat pengakuan sebagai HAM the idea and concepts have to materialize as elements of a legal system, according to he applicable secondary rules, before being capable of being recognized as human rights. 6 HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Human rights are “basic rights and freedoms that all people are entitled to regardless of nationality, sex, national or ethnic origin, race, religion, language, or other status.” 7 HAM adalah universal dan egalitarian, setiap orang memiliki persamaan hak yang sejatinya melekat pada hakekat dan keberadaan manusia. Keberadaan hak-hak tersebut eksis sebagai hak alami natural rights ataupun ha-hak yang diatur dalam suatu sistem hukum secara formal legal rights baik dalam hukum nasional maupun hukum internasional. 8 Secara nasional, di Indonesia melalui Undang-Undang No.391999 Republik Indonesia . pengertian HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintahan, da setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dalam perkembangannya dalam level internasional HAM dikelasifi kasikan daam 3 tiga generasi yaitu Generasi Pertama berkaitan dengan hk-hak sipil dan politik civil and political rights tercantum dalam Article 3 sampai dengan Article 21 the UDHR, yang kemudian diatur pula melalui kesepakatan internasionl yaitu the international Covenant on Civil and Political Rights ICCPR 1966. Dalam Generasi Pertama ini karakteristik HAM-nya adalah melindngi keidupan pribadi manusia, menghormati kedaulatan individu serta ketdakadaan intervensi dari Negara. HAM Generasi Kedua berkaitan dengan pengakuan terhadap hak asasi manusia dalam 5 G. Oestreich dalam Christian Tomuschat, 2008, Human Rights Between Idealism and Realsm, Oxford University Press, New York, p. 1. 6 Ibid, p. 2. 7 Amnesty Basic Defi nition of Human rights”, Amnesty International, http:www.amnestyusa.orgresearchhuman- rights-basic , 19 Juni 2011. 8 Nickel James2006, Human Rights, http:plato.stanford.eduarchivesspr2009 , diakses 10 Agustus 2011 “The Right To Tourism” dalam Perspektif Hak Asasi Manusia di Indonesia KERTHA PATRIKA • Volume 36 Nomor 2, September 2011 6 • JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM bidang ekonomi, sosial, dan budaya. HAM jenis ini diatur dalam Artice 22 sampai Article 28 the UDHR dan the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights ICESCR 1966. HAM Generasi Ketiga berbasis hak solidaritas atau persaudaraan fraternity. The third generationis rights of solidarity based on the principle of fraternity. HAM yang termasuk dalam klasifi kasi Generasi Getiga meliputi : the right to peace, the right to development, and the right to clean environment. HAM Generasi Ketiga ini adalahhak kolektif , pengaturannya dalam tingkar regional dapat diketahui melalui Article 24 of the African Charter on Human and Peoples Rights. Meskipun termasuk dalam hak-hak kolekti f “Collective Rights Sebagai salah satu industri paling besar, kegiatan pariwisata telah memberikan dampak yang amat positif bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Seperti misalnya dapat meningkatkan pendapatan pajak Negara, membuka lapangan pekerjaan baru, serta dapat menghadirkan perbaikan dan pembangunan infrastruktur baru seperti pembukaan jalan-jalan beraspal serta infrastruktur penting lainnya. Namun demikian kegiatan pariwisata secara besar-besaran juga dalam realitanya membawa dampak negatif. Seperti misalnya terjadi kerusakan lingkungan di daerah tujuan pariwisata, polusi lingkungan, polusi sosial, eksploitasi terhadap sumber daya alam air, ekploitasi kebudayaan serta kurang dihormatinya budaya-budaya lokal setempat, kejahatan seksual pariwisata child sex tourism, traffi cking, ketidaksetaraan gender dalam pekerjaan, dan lain-lain. Dalam perspektif HAM , phenomena seperti itu dikatagorikan sebagai pelanggaran HAM. Di Indonesia, menurut Pasal 1 4 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009, Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha. Dalam Undang-Undang Kepariwisataan dikemukakan juga istilah wisata. Menurut Pasal 11 wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. World Tourism Organization WTO memberikan difi nisi tentang tourism dengan mengacu pada konsep tourism dan visitor pada Ottawa International Conference 1993. Menurut WTO, tourism is the activities of persons traveling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leasure business and other purposes. Sedangkan visitor is defi ned as those persons who travel to a country other than that in which they have their usual residence but outside their usual environment for a priod not exceeding twelve months and whose mind purpose of visit is other than the exercise of an activity remunerated from within the place visited. 9 Defi nisi tourism maupun visitor sebagaimana diacu dalam the UN WTO Global Code of Ethics jika dikaitkan dengan Undang-Undang Kepariwisataan di Indonesia, tampaknya defi nisi tersebut lebih mendekati difi nisi “wisata”, meskipun di Indonesia batasan bepergian untuk berwisatanya hanya disebutkan dalam jangka waktu “sementara” , sedangkan dalam defi nisi the UN WTO Global Code of Ethics secara tegas disebutkan batasannya yaitu “ tidak lebih dari satu tahun”. Dari konsep “tourism” yang dikemukakan baik dalam konteks the UN WTO Global Code of Ethics yang sudah jelas mengemukakan tentang lama kunjungan adalah “tidak lebih dari setahun” atau dalam konteks pengertian “wisata” menurut Undang-Undang 9 Tourism; Principles, Practices, Philosophes, Part one, www.mccoy.lib.siu.edu , diakses tanggal 10 Agustus 2011. Lihat juga www.world-tourism.org , diakses tanggal 10 Agustus 2011.