8 berhubungan dengan mekanisme KPM yang disebabkan pemerangkapan minyak secara fisik
dengan gaya kapiler dan peran hidrofobisitas protein Voutsinas Nakai, 1983.
c. Swelling power dan kelarutan
Swelling power merupakan kenaikan volume dan berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air Baah, 2009. Kelarutan merupakan berat tepung
terlarut dan dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah supernatan. Kedua parameter tersebut merupakan petunjuk besarnya interaksi antara pati dalam bidang
amorphous dan bidang kristalin Baah, 2009. Kelarutan dan swelling volume merupakan dua hal yang berkaitan dan terjadi pada saat gelatinisasi. Menurut Hoover dan Hadziyev 1981
dalam Ratyanake et al., 2002 ketika sejumlah pati dipanaskan dalam jumlah air yang berlebih, struktur kristalinnya menjadi “terganggu” sehingga menyebabkan kerusakan pada
ikatan hidrogen dan molekul hidrogen keluar dari grup hidroksil amilosa dan amilopektin. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan swelling. Pemanasan yang terus berlangsung akan
menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati yang larut air dengan mudah keluar dan masuk ke dalam sistem larutan Baah,
2009.
2.4. Flakes
Flakes adalah produk makanan kering berbentuk lembaran-lembaran tipis, bagian tepi tidak beraturan, umumnya berwarna kuning kecoklatan, tekstur renyah dan mempunyai
kemampuan untuk melakukan rehidrasi. Untuk mendapatkan tekstur renyah, kadar air flakes harus berkisar 3-5 Gupta, 1990.
Flakes merupakan salah satu produk pangan yang dikonsumsi saat sarapan yang pada umumnya terbuat dari sereal yang berbentuk serpihan. Berdasarkan teknik pengolahan dan
bentuknya, pangan untuk sarapan dari sereal dibagi menjadi beberapa jenis antara lain: serpihan flakes, hancuran atau parutan, kembangan, panggangan dan ekstrudat.
Produk pangan untuk sarapan dari sereal pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat oleh John Harvey Kellog pada tahun 1895 sebagai produk sarapan siap saji. Pada
awalnya produk sarapan dari sereal ini dikembangkan untuk pasien di Battle Creek
9 Sanatorium yang mengalami gangguan pencernaan, guna meningkatkan konsumsi serat pda
dietnya. Flakes merupakan makanan berkarbohidrat tinggi yang diolah dengan
pemanasan. Pemanasan pati disertai air akan mengakibatkan pati mengalami gelatinisasi, suatu proses hidrasi dan pelarutan granula pati. Pati yang tergelatinisasi terdiri dari granula
yang membengkak tersuspensi dalam air panas dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi dalam air Winarno, 1995. Pati yang kemudian mendingin, kehilangan energy akibat
penurunan suhu menyebabkan molekul amilosa saling berikatan kembali karena energi kinetik tidak lagi cukup serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula
dan membentuk Kristal yang tersusun dari butir pati yang membengkak menggabung menjadi semacam jarring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap. Gelatinisasi dan retogradasi
dapat menurunkan kecernaan pati dalam usus halus karena membentuk fraksi pati yang disebut pati resisten atau resintat starch RS, yaitu pati dan hasil pencernaan pati yang tidak
diserap di dalam usus halus individu yang sehat Asp and Bjork, 1992. Flakes dikatakan sebagai produk cukup praktis karena ringan sehingga mudah
disimpan dan relative tahan lama. Flakes termasuk produk yang mudah dalam penyiapan untuk dikonsumsi karena kemampuannya untuk rehidrasi pada saat flakes disiram atau
dimasukkan dalam suatu zat cair. Umumnya bahan pelengkap yang dipakai dalam mengkonsumsi flakes adalah susu dengan alasan susu dapat meningkatkan nilai gizi.
Menurut Muchtadi 1988, pemipihan dapat dilakukan pada biji untuk partikel-partikel besar atau pada tepung. Pembuatan flakes sangatlah sederhana yaitu terdiri dari proses
pemasakan butir-butir gandum, pemipihan partikel-partikel halus dengan alat penggiling an memanggangnya pada suhu tinggi.
Di negara-negara maju flakes banyak dikenal bukan merupakan produk baru lagi, sedangkan di Indonesia keberadaan flakes masih belum banyak dikenal. Hampir setiap orang
mengkonsumsi flakes setiap hari sebagai hidangan sarapan. Adapun standar mutu flakes dapat dilihat pada Tabel 2. 2.
10 Tabel 2.2. Standar Mutu Flakes
No Komponen
Jumlah 1.
Keadaan bau dan rasa Normal
2. Air
Maksimal 3,0 3.
Abu Maksimal 4,0
4. Protein
Minimal 5,0 5.
Lemak Minimal 7,0
6. Karbohidrat
Minimal 6,0 7.
Serat kasar Maksimal 7,0
8. Bahan tambahan makanan
a. Pemanis buatan sakarin dan siklamat b. Pewarna tambahan
Tidak boleh ada Sesuai SNI 01-0222-1995
9. Cemaran Logam:
a. Timbal Pb b. Tembaga Cu
c. Seng Zn d. Timah Sn
e. Raksa Hg f. Arsen
Maksimal 2,0 mgkg Maksimal 30,0 mgkg
Maksimal 40,0 mgkg Maksimal 0,16 mgkg
Maksimal 0,03 mgkg Maksimal 1,0 mgkg
10. Cemaran mikroba :
a. Angka Lempeng Total b. Koliform
c. Eschericia coli d. Samonella
e. Staphylococcus aureus f. Kapang
Maksimal 5.10
5
Maksimal 10
2
APMg Maksimal 3 APMg
Negatif Negatif
Maksimal 10
2
koloni g Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 1996
Penelitian mengenai flakes sudah banyak dilakukan dengan berbagai kombinasi bahan antara lain kacang hijau, pisang, labu kuning, tempe, tepung kacang merah Hapsari, 2011
dan tepung garut Rahayu, 2011. Pada penelitian ini akan dikaji pembuatan flakes berbasis kacang gude.
2.5. Pangan Fungsional