Demografis Pola Budaya Matrilineal Dalam Politik (Studi Kasus Keterwakilan Perempuan di DPRD Sumatera Barat Tahun 2014)

II.2.3. Wilayah Administrasi

Pada tahun 2011 Sumatera Barat mempunyai 19 daerah Kabupatenkota yang terdiri dari 176 kecamatan, 648 nagari, 260 kelurahan dan 125 desa. Sedangkan wilayah administrasi terendah di daerah kota adalah desakelurahan. 23

II.3 Demografis

Penduduk Sumatera Barat tahun 2011 hasil proyeksi penduduk sebanyak 4,90 juta jiwa yang terdiri dari 2,43 juta laki-laki dan 2,47 juta perempuan dengan ratio jenis kelamin 98,43. Dibandingkan tahun lalu, penduduk telah bertambah 57,5 ribu orang atau meningkat 1,19 persen dari Mei 2010 ke Juni 2011. Struktur umur penduduk Sumatera Barat masuk kategori kelompok umur penduduk “muda” dimana persentase penduduk usia mudanya di bawah 15 tahun tergolong tinggi yaitu 31,92 persen sedangkan komposisi penduduk usia tua65 tahun keatas hanya 5,67 persen. Penduduk berumur 10 tahun keatas Sumatera Barat sebagian besar berstatus kawin yang mencapai 55,30 persen dari penduduk, kemudian berstatuss belum kawin sebesar 36,49 persen, sedangkan yang berstatus cerai hidup dan cerai mati masing-masing adalah 2,13 persen dan 6,07 persen. Tingkat kepadatan penduduk Sumatera Barat tahun 2011, rata-rata 116 orang per km². Kepadatan penduduk tertinggi di kota Bukittinggi hampir mencapai 4500 orang km² sedangkan di Kepulauan Mentawai hanya sekitar 13 orang per km². Jumlah rumah tangga di Sumatera Barat tahun 2011 telah mencapai 1,17 juta rumah tangga, sedikit mengalami peningkatan dari tahun 2010 yaitu 1,16 rumah tangga. Rata-rata 23 Ibid hal 55 Universitas Sumatera Utara jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4,18 orang per rumah tangga yaitu naik dari 4,17 orang pada tahun 2010. Adapun, Penduduk laki-laki Provinsi Sumatera Barat sebanyak 2 404 377 jiwa dan perempuan sebanyak 2 442 532 jiwa. Seks Rasio adalah 98, berarti terdapat 98 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Seks Rasio menurut kabupatenkota yang terendah adalah Kota Bukittinggi sebesar 94 dan tertinggi adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai sebesar 108. Seks Rasio pada kelompok umur 0-4 sebesar 106, kelompok umur 5-9 sebesar 107, kelompok umur lima tahunan dari 10 sampai 64 berkisar antara 92 sampai dengan 106, dan dan kelompok umur 65-69 sebesar 78.

II.3.1 Umur Penduduk

Median umur penduduk Provinsi Sumatera Barat tahun 2010 adalah 25,74 tahun. 24 Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Sumatera Barat termasuk kategori menengah. Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median umur 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur 30 tahun. Rasio ketergantungan penduduk Provinsi Sumatera Barat adalah 60,22. Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang usia produktif 15-64 tahun terdapat sekitar 60 orang usia tidak produkif 0-14 dan 65+, yang menunjukkan banyaknya beban tanggungan penduduk suatu wilayah. Rasio ketergantungan di daerah perkotaan adalah 53,07 sementara di daerah perdesaan 65,10 . Perkiraan rata-rata umur kawin pertama penduduk laki-laki sebesar 25,7 tahun dan perempuan 22,9 tahun 24 Ibid hal 79 Universitas Sumatera Utara

II.3.2. Pendidikan

Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar Pasal 6 UU No. 20 tahun 2003. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk SP 2010, persentase penduduk 7-15 tahun yang belumtidak sekolah sebesar 2,30 persen dan yang tidak sekolah lagi sebesar 4,72 persen. Ukuran atau indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia SDM terkait dengan pendidikan antara lain pendidikan yang ditamatkan dan Angka Melek Huruf AMH. 25 Dari survei sosial ekonomi nasional 2011 menunjukkan persentase penduduk usia 7- 24 tahun yang masih bersekolah mencapai 72,24 persen. Persentase tertinggi berada di daerah perkotaan sekitar 76,43 persen. 26 Apabila dipilah menurut jenis kelamin, persentase penduduk perempuan lebih tinggi daripada persentase penduduk laki-laki untuk disemua kelompok usia sekolah. Namun sebaliknya untuk persentase penduduk laki-laki daerah perkotaan yang berusia 7-12 tahun lebih tinggi dari persentase penduduk perempuan. Dari survei tersebut juga memperlihatkan penurunan persentase penduduk usia 5 tahun ke atas menurut partisipasi sekolah apabila dibandingkan tahun sebelumnya dari 29,19 persen tahun 2010 menjadi 28,61 persen tahun 2011. Kenaikan terutama terjadi pada persentase penduduk yang tidakbelum pernah bersekolah. Apabila dilihat menurut kabupatenkota terlihat pola bahwa persentase penduduk yang tidakbelum bersekolah. Daerah kabupaten memunyai rentang yang lebih lebar berkisar antara 5 hingga 12 persen sementara daerah kota rentangnya lebih sempit, yaitu berkisar antara 3 hingga 5 persen. 25 http:sp2010.bps.go.idindex.phpsite?id=13wilayah=Sumatera20Barat 26 Ibid hal 115 Universitas Sumatera Utara Pada tahun 2011 sarana prasarana pendidikan pra sekolah semakin ditingkatkan. Hal ini terlihat dengan semakin meningkatnya jumlah sekolah taman kanak -kanak dari 1.918 buah mennjadi 1.967 buah naik 2,55 persen. Berdasarkan hasil SP2010, persentase penduduk 5 tahun yang berpendidikan minimal tamat SMPSederajat sebesar 44,35 persen, dan AMH penduduk berusia 15 tahun ke atas sebesar 95,54 persen yang berarti dari setiap 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada 96 orang yang melek huruf. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.

II.3.4. Penduduk Usia Sekolah

Usia Penduduk Dalam Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah 7-12 324.997 jiwa 304.480 jiwa 629.477 jiwa 13-15 156.762 jiwa 150.024 jiwa 306.786 jiwa 16-18 131.296 jiwa 132.127 jiwa 263.423 jiwa 19-24 223.298 jiwa 232.304 jiwa 455.602 jiwa Jumlah 836.353 jiwa 818.935 jiwa 1.655.288 jiwa

II. 4 Gambaran Umum DPRD Sumatera Barat

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintah daerah sebagai mitra sejajar Pemerintah Daerah. Dalam Struktur pemerintahan daerah, DPRD berada di dua jenjang, yaitu Universitas Sumatera Utara di tingkat propinsi disebut DPRD Propinsi serta di tingkat Kabupatenkota disebut DPRD KabupatenKota.

II.4.1 Tugas dan Wewenang DPRD

a. membentuk peraturan daerah kabupaten bersama Kepala Daerah; b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten yang diajukan oleh Kepala Daerah; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten; d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah danatau wakil Kepala Daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan danatau pemberhentian; e. memilih wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil Kepala Daerah; catatan bagian hukum f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten; h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten; Universitas Sumatera Utara i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan k. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.

II.4.2 Fungsi DPRD

a Fungsi legislasi diwujudkan dalam membentuk Peraturan Daerah bersama -sama Kepala Daerah ; b Fungsi anggaran diwujudkan dalam membahas, memberikan persetujuan dan menetapkan APBD bersama Pemerintah Daerah ; c Fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Undang- undang, Peraturan Perundangan yang ditetapkan oleh Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah

II.4.3. Hak-hak yang dimiliki DPRD dalam menjalankan kegiatannya

1. Hak Interpelasi; ialah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan Negara. 2. Hak Angket; ialah pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan Universitas Sumatera Utara strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan Negara, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 3. Hak menyatakan pendapat; ialah hak DPRD untuk menyetakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. 4. Pendapat diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Hak-hak yang dimiliki Anggota DPRD 1. Hak mengajukan rancangan Perda 2. Hak mengajukan pertanyaan 3. Hak menyampaikan usul dan pendapat 4. Hak memilih dan dipilih 5. Hak membela diri 6. Hak imunitas atau hak kekebalan hukum, yaitu anggota DPRD tidak dapat dituntut dimuka pengadilan karena pernyataan dan pendapat yang disampaikan dalam rapat- rapat DPRD Propinsi dengan pemerintah dan rapat-rapat DPRD lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan 7. Hak protokoler atau hak anggota DPRD untuk memperoleh penghormatan berkenaan dengan jabatannya dalam acara-acara kenegaraan atau acara resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya 8. Hak keuangan dan administrasi Universitas Sumatera Utara

II.4.4. Kewajiban Anggota DPRD dalam mengemban tugas dan wewenangny a

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila ; b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati peraturan perundang-undangan ; c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ; d. mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan ; e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat ; f. mentaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah ; g. mentaati tata tertib dan kode etik h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelengaraan pemerintahan daerah ; i. menyerap, menghimpun, aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala j. menampung, dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat ; dan k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen didaerah pemilihanya.

II.4.5. Hal-hal terlarang yang dilakukan oleh anggota DPRD

1 Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai: Universitas Sumatera Utara a. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya; b. hakim pada badan peradilan; atau c.pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional IndonesiaKepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBNAPBD. 2 Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPRD serta hak sebagai anggota DPRD ; 3 Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dilarang menerima gratifikasi. 4 Anggota DPRD yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib melepaskan pekerjaan tersebut selama menjadi anggota DPRD ; 5 Anggota DPRD yang memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diberhentikan oleh pimpinan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Kehormatan DPRD .

II.4.6 Struktur Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat Periode 2014-2019

Ketua: Ir H. Hendra Irwan Rahim dari fraksi Golkar Wakil Ketua: 1. Ir. H. Arkadius Dt Intan Bano, MM, MBA Universitas Sumatera Utara 2. Darmawi, B.Sc 3. Drs. H. Guspardi Gaus, M.Si Komisi I : Bidang Pemerintahan Ketua: Drs. H. Marlis, MM Wakil Ketua: H. Amora Lubis, S. Sos Anggota: 1. Drs. H. Syahiran, MM 2. Drs. H. Aristo Munandar 3. Darman Sahladi, SE, MM 4. H. Eri Zulfian, S.Pt, MM 5. Ahmad Rius, SH 6. Drs. Novi Yuliasni Dt. Paduko Rajo 7. H. Sultani. S.Pt, M.Si 8. Dr. Risnaldi, S.Ag, MM 9. Komi Chaniago, SH Komisi II : Bidang Ekonomi Ketua: Sabar, As, S.Ag Universitas Sumatera Utara Wakil Ketua: Drs. H. Apris Anggota: 1. H. Iraddatillah, S.Pt 2. Zulkenedi Said, S.Sos 3. Sabrana, SE 4. Indra Dt. Rajo Lelo, SH, MM 5. H. Bukhari Dt. Tuo, SE 6. H. Trinda Farhan Satria, ST, MT 7. Rahmad Saleh, S. Fram 8. Taufik Hidayat, SE 9. Rizanto Algamar Komisi III: Bidang Keuangan Ketua: Supardi Wakil Ketua: Liswandi, SE Anggota: 1. Murdani, SE, MM 2. Afrizal, SH 3. Zigo Rolanda Universitas Sumatera Utara 4. Sudarmi Saogo 5. Drs. Iswandi Latief, MM 6. H. Martias Tanjung, S.Ag 7. Zalaman Zaunit, S. Sos 8. H. Muslim M. Yatim, Lc 9. Zusmawati, SE, MM 10. Albert Hendra Lukman, SE Komisi IV: Bidang Pembangunan Ketua: Yulfadri Nurdin, SH Wakil Ketua: H. Rafdinal, SH Anggota: 1. Syaiful Ardi, S.Sos, M.Hum 2. H. Saidal Masfiyuddin, SH 3. H. Yulfitini Djasiran, SH 4. H. Suwirpen Suib, S. Sos 5. Asrul Tanjung, S. Ag 6. Hidayat, S.S 7. Ismunandi Syofian, SE Universitas Sumatera Utara 8. Prof. Drs. Erman Mawardi 9. Muzli M. Nur, S.Pd 10. Syafril Iyas, S.IP 11. Endarmy 12. Irwan Afriadi 13. Drs. H. Burhanuddin Pasaribu Komisi V : Bidang Kesejahteraan Rakyat Ketua: H. Mockhlasiin, S. Si Wakil Ketua: Dra. Armiati Anggota: 1. H. Nofrizon, S.Sos 2. Dra. Hj. Sitti Izzati Aziz 3. Marlina Suswati 4. Jasma Juni Dt. Gadang, SE 5. H. Darmon, S. Ag, MM 6. Yuliarman 7. H. Irsyad Safar, Lc, M.Ed 8. Evel Murfi Saifoel, ST Universitas Sumatera Utara 9. Drs. Achiar, S.PD, MM 10. Riva Melda

II. 5 Gambaran Umum Budaya Matrilineal

II.5.1. Fungsi Sistem Matrilineal

S istem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki- laki atau perempuan merupakan klen dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam klen-nya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu, waris dan pusaka diturunkan menurut garis ibu pula. Sistem kekerabatan ini tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau sampai sekarang. Bahkan selalu disempurnakan sejalan dengan usaha menyempurnakan sistem adatnya. Terutama dalam mekanisme penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peranan seorang penghulu ataupun ninik mamak dalam kaitan bermamak berkemanakan sangatlah penting. Bahkan peranan penghulu dan ninik mamak itu boleh dikatakan sebagai faktor penentu dan juga sebagai indikator, apakah mekanisme sistem matrilineal itu berjalan dengan semestinya atau tidak. Jadi keberadaan sistem ini tidak hanya terletak pada kedudukan dan peranan kaum perempuan saja, tetapi punya hubungan yang sangat kuat dengan institusi ninik mamaknya di dalam sebuah kaum, suku atau klen. Universitas Sumatera Utara Sebagai sebuah sistem, matrilineal dijalankan berdasarkan kemampuan dan berbagai penafsiran oleh pelakunya; ninik-mamak, kaum perempuan dan anak kemenakan. Akan tetapi sebuah uraian atau perincian yang jelas dari pelaksanaan dari sistem ini, misalnya ketentuan- ketentuan yang pasti dan jelas tentang peranan seorang perempuan dan sanksi hukumnya kalau terjadi pelanggaran, ternyata sampai sekarang belum ada. Artinya tidak dijelaskan secara tegas tentang hukuman jika seorang Minang tidak menjalankan sistem matrilineal tersebut. Sistem itu hanya diajarkan secara turun temurun kemudian disepakati dan dipatuhi, tidak ada buku rujukan atau kitab undang-undangnya. Namun begitu, sejauh manapun sebuah penafsiran dilakukan atasnya, pada hakekatnya tetap dan tidak beranjak dari fungsi dan peranan perempuan itu sendiri. Hal seperti ini dapat dianggap sebagai sebuah kekuatan sistem tersebut yang tetap terjaga sampai sekarang. Pada dasarnya sistem matrilineal bukanlah untuk mengangkat atau memperkuat peranan perempuan, tetapi sistem itu dikukuhkan untuk menjaga, melindungi harta pusaka suatu kaum dari kepunahan, baik rumah gadang, tanah pusaka dan sawah ladang. Bahkan dengan adanya hukum faraidh dalam pembagian harta menurut Islam, harta pusaka kaum tetap dilindungi dengan istilah “pusako tinggi”, sedangkan harta yang boleh dibagi dimasukkan sebagai “pusako randah”. Dalam sistem matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau tempat penyimpanan. Itulah sebabnya dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak. Universitas Sumatera Utara Perempuan menerima hak dan kewajibannya tanpa harus melalui sebuah prosedur apalagi bantahan. Hal ini disebabkan hak dan kewajiban perempuan itu begitu dapat menjamin keselamatan hidup mereka dalam kondisi bagaimanapun juga. Semua harta pusaka menjadi milik perempuan, sedangkan laki-laki diberi hak untuk mengatur dan mempertahankannya. Perempuan tidak perlu berperan aktif seperti ninik mamak. Perempuan Minangkabau yang memahami konstelasi seperti ini tidak memerlukan lagi atau menu ntut lagi suatu prosedur lain atas hak-haknya. Mereka tidak memerlukan emansipasi lagi, mereka tidak perlu dengan perjuangan gender, karena sistem matrilineal telah menyediakan apa yang sesungguhnya diperlukan perempuan. Para ninik-mamak telah membuatkan suatu “aturan permainan” antara laki-laki dan perempuan dengan hak dan kewajiban yang berimbang antar sesamanya. Oleh karena itulah institusi ninik-mamak menjadi penting dan bahkan sakral bagi kemenakan dan sangat penting dalam menjaga hak dan kewajiban perempuan. Keadaan seperti ini sudah berlangsung lama, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dengan segala plus minusnya. Keunggulan dari sistem ini adalah, dia tetap bertahan walau sistem patrilineal juga diperkenalkan oleh Islam sebagai sebuah sistem kekerabatan yang lain pula. Sistim matrilieal tidak hanya jadi sebuah “aturan” saja, tetapi telah menjadi semakin kuat menjadi suatu budaya, way of live, kecenderungan yang paling dalam diri dari setiap orang Minangkabau. Sampai sekarang, pada setiap individu laki-laki Minang misalnya, kecenderungan mereka menyerahkan harta pusaka, warisan dari hasil pencahariannya sendiri, yang Universitas Sumatera Utara seharusnya dibagi menurut hukum faraidh kepada anak-anaknya, mereka lebih condong untuk menyerahkannya kepada anak perempuannya. Anak perempuan itu nanti menyerahkan pula kepada anak perempuannya pula. Begitu seterusnya. Sehingga Tsuyoshi Kato dalam disertasinya menyebutkan bahwa sistem matrilineal akan semakin menguat dalam diri orang-orang Minang walaupun mereka telah menetap di kota-kota di luar Minang sekalipun. Sistem matrilineal tampaknya belum akan meluntur sama sekali, walau kondisi-kondisi sosial lainnya sudah banyak yang berubah. Untuk dapat menjalankan sistem itu dengan baik, maka mereka yang akan menjalankan sistem itu haruslah orang Minangkakabu itu sendiri. Untuk dapat menentukan seseorang itu orang Minangkabau atau tidak, ada beberapa ketentuannya, atau syarat-syarat seseorang dapat dikatakan sebagai orang Minangkabau. Ada empat aspek penting yang diatur dalam sistem matrilienal; a. Pengaturan harta pusaka Harta pusaka yang dalam terminologi Minangkabau disebut harato jo pusako. Harato adalah sesuatu milik kaum yang tampak dan ujud secara material seperti sawah, ladang, rumah gadang, ternak dan sebagainya. Pusako adalah sesuatu milik kaum yang diwarisi turun temurun baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Oleh karena itu di Minangkabau dikenal pula dua kata kembar yang artinya sangat jauh berbeda; sako dan pusako. Universitas Sumatera Utara 1. Sako Sako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang tidak berbentuk material, seperti gelar penghulu, kebesaran kaum, tuah dan penghormatan yang diberikan masyarakat kepadanya. Sako merupakan hak bagi laki-laki di dalam kaumnya. Gelar demikian tidak dapat diberikan kepada perempuan walau dalam keadaan apapun juga. Pengaturan pewarisan gelar itu tertakluk kepada sistem kelarasan yang dianut suku atau kaum itu. Jika menganut sistim kelarasan Koto Piliang, maka sistem pewarisan sakonya berdasarkan; patah tumbuah. Artinya, gelar berikutnya harus diberikan kepada kemenakan langsung dari si penghulu yang memegang gelar itu. Gelar demikian tidak dapat diwariskan kepada orang lain dengan alasan papun juga. Jika tidak ada laki-laki yang akan mewarisi, gelar itu digantuang atau dilipek atau disimpan sampai nanti kaum itu mempunyai laki-laki pewaris. Jika menganut sistem kelarasan Bodi Caniago, maka sistem pewarisan sakonya berdasarkan hilang baganti. Artinya, jika seorang penghulu pemegang gelar kebesaran itu meninggal, dia dapat diwariskan kepada lelaki di dalam kaum berdasarkan kesepakatan bersama anggota kaum itu. Pergantian demikian disebut secara adatnya gadang balega. Di dalam halnya gelar kehormatan atau gelar kepenghuluan datuk dapat diberikan dalam tiga tingkatan: a. Gelar yang diwariskan dari mamak ke kemenakan. Gelar ini merupakan gelar pusaka kaum sebagaimana yang diterangkan di atas. Gelar ini disebut sebagai gelar yang mengikuti kepada perkauman yang batali darah. Universitas Sumatera Utara b. Gelar yang diberikan oleh pihak keluarga ayah bako kepada anak pisangnya, karena anak pisang tersebut memerlukan gelar itu untuk menaikkan status sosialnya atau untuk keperluan lainnya. Gelar ini hanya gelar panggilan, tetapi tidak mempengaruhi konstelasi dan mekanisme kepenghuluan yang telah ada di dalam kaum. Gelar ini hanya boleh dipakai untuk dirinya sendiri, seumur hidup dan tidak boleh diwariskan kepada yang lain; anak apalagi kemenakan. Bila si penerima gelar meninggal, gelar itu akan dijemput kembali oleh bako dalam sebuah upacara adat. Gelar ini disebut sebagai gelar yang berdasarkan batali adat. c. Gelar yang diberikan oleh raja Pagaruyung kepada seseorang yang dianggap telah berjasa menurut ukuran-ukuran tertentu. Gelar ini bukan gelar untuk mengfungsinya sebagai penghulu di dalam kaumnya sendiri, karena gelar penghulu sudah dipakai oleh pengulu kaum itu, tetapi gelaran itu adalah merupakan balasan terhadap jasa-jasanya. Gelaran ini disebut secara adat disebabkan karena batali suto. Gelar ini hanya boleh dipakai seumur hidupnya dan tidak boleh diwariskan. Bila terjadi sesuatu yang luar biasa, yang dapat merusakkan nama raja, kaum, dan nagari, maka gelaran itu dapat dicabut kembali. 2. Pusako Pusako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang berbentuk material, seperti sawah, ladang, rumah gadang dan lainnya. Pusako dimanfaatkan oleh perempuan di dalam kaumnya. Hasil sawah, ladang menjadi bekal hidup perempuan dengan anak-anaknya. Rumah gadang menjadi tempat tinggalnya. Laki-laki berhak mengatur tetapi tidak berhak untuk memiliki. Universitas Sumatera Utara Karena itu di Minangkabau kata hak milik bukanlah merupakan kata kembar, tetapi dua kata yang satu sama lain artinya tetapi berada dalam konteks yang sama. Hak dan milik. Laki-laki punya hak terhadap pusako kaum, tetapi dia bukan pemilik pusako kaumnya. Dalam pengaturan pewarisan pusako, semua harta yang akan diwariskan harus ditentukan dulu kedudukannya. Kedudukan harta pusaka itu terbagi dalam; a. Pusako tinggi. Harta pusaka kaum yang diwariskan secara turun temurun berdasarkan garis ibu. Pusaka tinggi hanya boleh digadaikan bila keadaan sangat mendesak sekali hanya untuk tiga hal saja; pertama, gadih gadang indak balaki, kedua, maik tabujua tangah rumah, ketiga, rumah gadang katirisan. Selain dari ketiga hal di atas harta pusaka tidak boleh digadaikan apalagi dijual. b. Pusako randah. Harta pusaka yang didapat selama perkawinan antara suami dan istri. Pusaka ini disebut juga harta bawaan, artinya modal dasarnya berasal dari masing-masing kaum. Pusako randah diwariskan kepada anak, istri dan saudara laki-laki berdasarkan hukum faraidh, atau hukum Islam. Namun dalam berbagai kasus di Minangkabau, umumnya, pusako randah ini juga diserahkan oleh laki-laki pewaris kepada adik perempuannya. Tidak dibaginya menurut hukum faraidh tersebut. Inilah mungkin yang dimaksudkan Tsuyoshi Kato bahwa sistem matrilineal akan menguat dengan adanya keluarga batih. Karena setiap laki-laki pewaris pusako randah akan selalu menyerahkan harta itu kepada saudara perempuannya. Universitas Sumatera Utara Selanjutanya saudara perempuan itu mewariskan pula kepada anak perempuannya. Begitu seterusnya. Akibatnya, pusako randah pada mulanya, dalam dua atau tiga generasi berikutnya menjadi pusako tinggi pula.

II.5.2. Hak dan kewajiban dalam Matrilineal

Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minangkabau berada dalam posisi seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian, pembagian harta pusaka, perempuan sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu untuk keperluannya anak beranak. Peranan laki-laki di dalam dan di luar kaumnya menjadi sesuatu yang harus dijalankannya dengan seimbang dan sejalan. 1. Sebagai kemenakan Di dalam kaumnya, seorang laki-laki bermula sebagai kemenakan atau dalam hubungan kekerabatan disebutkan; ketek anak urang, lah gadang kamanakan awak. Sebagai kemenakan dia harus mematuhi segala aturan yang ada di dalam kaum. Belajar untuk mengetahui semua aset kaumnya dan semua anggota keluarga kaumnya. Oleh karena itu, ketika seseorang berstatus menjadi kemenakan, dia selalu disuruh ke sana ke mari untuk mengetahui segala hal tentang adat dan perkaumannya. Dalam kaitan ini, peranan Surau menjadi penting, karena Surau adalah sarana tempat mempelajari semua hal itu baik dari mamaknya sendiri maupun dari orang lain yang berada di surau tersebut. Universitas Sumatera Utara Dalam menentukan status kemenakan sebagai pewaris sako dan pusako, anak kemenakan dikelompokan menjadi tiga kelompok: a. Kemenakan di bawah daguak b. Kemenakan di bawah pusek c. Kemenakan di bawah lutuik Kemenakan di bawah daguak adalah penerima langsung waris sako dan pusako dari mamaknya. Kemenakan di bawah pusek adalah penerima waris apabila kemenakan di bawah daguak tidak ada punah. Kemenakan di bawah lutuik, umumnya tidak diikutkan dalam pewarisan sako dan pusako kaum. 2. Sebagai mamak Pada giliran berikutnya, setelah dia dewasa, dia akan menjadi mamak dan bertanggung jawab kepada kemenakannya. Mau tidak mau, suka tidak suka, tugas itu harus dijalaninya. Dia bekerja di sawah kaumnya untuk saudara perempuannya anak-beranak yang sekaligus itulah pula kemenakannya. Dia mulai ikut mengatur, walau tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan mamaknya yang lebih tinggi, yaitu penghulu kaum. 3. Sebagai penghulu Selanjutnya, dia akan memegang kendali kaumnya sebagai penghulu. Gelar kebesaran diberikan kepadanya, dengan sebutan datuk. Seorang penghulu berkewajiban menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka. Dia juga bertindak terhadap hal-hal yang berada di luar kaumnya untuk kepentingan kaumnya. Universitas Sumatera Utara Setiap laki-laki terhadap kaumnya selalu diajarkan; kalau tidak dapat menambah maksudnya harta pusaka kaum, jangan mengurangi maksudnya, menjual, menggadai atau menjadikan milik sendiri. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peranan seorang laki-laki di dalam kaum disimpulkan dalam ajaran adatnya; Tagak badunsanak mamaga dunsanak Tagak basuku mamaga suku Tagak ba kampuang mamaga kampuang Tagak ba nagari mamaga nagari 4. Peranan di luar kaum Selain berperan di dalam kaum sebagai kemanakan, mamak atau penghulu, seorang anak lelaki setelah dia kawin dan berumah tangga, dia mempunyai peranan lain sebagai tamu atau pendatang di dalam kaum isterinya. Artinya di sini, dia sebagai duta pihak kaumnya di dalam kaum istrinya, dan istri sebagai duta kaumnya pula di dalam kaum suaminya. Satu sama lain harus menjaga kesimbangan dalam berbagai hal, termasuk perlakuan-perlakuan terhadap anggota kaum kedua belah pihak. Di dalam kaum istrinya, seorang laki-laki adalah sumando semenda. Sumando ini di dalam masyarakat Minangkabau dibuatkan pula beberapa kategori; a. Sumando ninik mamak. Artinya, semenda yang dapat ikut memberikan ketenteraman pada kedua kaum; kaum istrinya dan kaumnya sendiri. Mencarikan jalan keluar terhadap sesuatu persoalan dengan sebijaksana mungkin. Dia lebih berperan sebagai seorang yang arif dan bijaksana. Universitas Sumatera Utara b. Sumando kacang miang. Artinya, sumando yang membuat kaum istrinya menjadi gelisah karena dia memunculkan atau mempertajam persoalan-persoalan yang seharusnya tidak dimunculkan. Sikap seperti ini tidak boleh dipakai. c. Sumando lapik buruk. Artinya, sumando yang hanya memikirkan anak istrinya semata tanpa peduli dengan persoalan-persoalan lainnya. Dikatakan juga sumando seperti seperti sumando apak paja, yang hanya berfungsi sebagai tampang atau bibit semata. Sikap seperti ini juga tidak boleh dipakai dan harus dijauhi. Sumando tidak punya kekuasan apapun di rumah istrinya, sebagaimana yang selalu diungkapkan dalam pepatah petitih; Sadalam-dalam payo Hinggo dado itiak Sakuaso-kuaso urang sumando Hinggo pintu biliak Sebaliknya, peranan sumando yang baik dikatakan; Rancak rumah dek sumando Elok hukum dek mamaknyo Kaum dan Pesukuan Orang Minangkabau yang berasal dari satu keturunan dalam garis matrilineal merupakan anggota kaum dari keturunan tersebut. Universitas Sumatera Utara Di dalam sebuah kaum, unit terkecil disebut samande. Yang berasal dari satu ibu mande. Unit yang lebih luas dari samande disebut saparuik. Maksudnya berasal dari nenek yang sama. Kemudian saniniak maksudnya adalah keturunan nenek dari nenek. Yang lebih luas dari itu lagi disebut sakaum. Kemudian dalam bentuknya yang lebih luas, disebut sasuku. Maksudnya, berasal dari keturunan yang sama sejak dari nenek moyangnya. Suku artinya seperempat atau kaki. Jadi, pengertian sasuku dalam sebuah nagari adalah seperempat dari penduduk nagari tersebut. Karena, dalam sebuah nagari harus ada empat suku besar. Padamulanya suku-suku itu terdiri dari Koto, Piliang, Bodi dan Caniago. Dalam perkembangannya, karena bertambahnya populasi masyarakat setiap suku, suku-suku itupun dimekarkan. Koto dan Piliang berkembang menjadi beberapa suku; Tanjuang, Sikumbang, Kutianyir, Guci, Payobada, Jambak, Salo, Banuhampu, Damo, Tobo, Galumpang, Dalimo, Pisang, Pagacancang, Patapang, Melayu, Bendang, Kampai, Panai, Sikujo, Mandahiliang, Bijo dll. Bodi dan Caniago berkembang menjadi beberapa suku; Sungai Napa, Singkuang, Supayang, Lubuk Batang, Panyalai, Mandaliko, Sumagek dll. Dalam majlis peradatan keempat pimpinan dari suku-suku ini disebut urang nan ampek suku. Universitas Sumatera Utara Dalam sebuah nagari ada yang tetap dengan memakai ampek suku tapi ada juga memakai limo suku, maksudnya ada nama suku lain; Malayu yang dimasukkan ke sana. Sebuah suku dengan suku yang lain, mungkin berdasarkan sejarah, keturunan atau kepercayaan yang mereka yakini tentang asal sulu mereka, boleh jadi berasal dari perempuan yang sama. Suku-suku yang merasa punya kaitan keturunan ini disebut dengan sapayuang. Dari beberapa payuang yang juga berasal sejarah yang sama, disebut sahindu. Namun, yang lazim dikenal dalam berbagai aktivitas sosial masyarakat Minangkabau adalah; sasuku dan sapayuang saja. Sebuah kaum mempunyai keterkaitan dengan suku-suku lainnya, terutama disebabkan oleh perkawinan. Oleh karena itu kaum punya struktur yang umumnya dipakai oleh setiap suku; 1 struktur di dalam kaum Di dalam sebuah kaum, strukturnya sebagai berikut; a. Mamak yang dipercaya sebagai pimpinan kaum yang disebut Penghulu bergelar datuk. b. Mamak-mamak di bawah penghulu yang dipercayai memimpin setiap rumah gadang, karena di dalam satu kaum kemungkinan rumah gadangnya banyak. Mamak-mamak yang mempimpin setiap rumah gadang itu disebut; tungganai. Seorang laki-laki yang memikul tugas sebagai tungganai rumah pada beberapa suku tertentu mereka juga diberi gelar datuk. Universitas Sumatera Utara Di bawah tungganai ada laki-laki dewasa yang telah kawin juga, berstatus sebagai mamak biasa. Di bawah mamak itulah baru ada kemenakan. 2 Struktur dalam kaitannya dengan suku lain. Akibat dari sistem matrilienal yang mengharuskan setiap anggota suku harus kawin dengan anggota suku lain, maka keterkaitan akibat perkawinan melahirkan suatu struktur yang lain, struktur yang mengatur hubungan anggota sebuah suku dengan suku lain yang terikat dalam tali perkawinan tersebut. a. Induk bako anak pisang Induak bako anak pisang merupakan dua kata yang berbeda; induak bako dan anak pisang. Induak bako adalah semua ibu dari keluarga pihak ayah. Bako adalah semua anggota suku dari kaum pihak ayah. Induak bako punya peranan dan posisi tersendiri di dalam sebuah kaum pihak si anak. b. Andan pasumandan Andan pasumandan juga merupakan dua kata yang berbeda; andan dan pasumandan. Pasumandan adalah pihak keluarga dari suami atau istri. Suami dari rumah gadang A yang kawin dengan isteri dari rumah gadang B, maka pasumandan bagi isteri adalah perempuan yang berada dalam kaum suami. Sedangkan andan bagi kaum rumah gadang A adalah anggota kaum rumah gadang C yang juga terikat perkawinan dengan salah seorang anggota rumah gadang B. Universitas Sumatera Utara c. Bundo Kanduang Dalam masyarakat Minangkabau dewasa ini kata Bundo Kanduang mempunyai banyak pengertian pula, antara lain; a Bundo kanduang sebagai perempuan utama di dalam kaum, sebagaimana yang dijelaskan di atas. b Bundo Kanduang yang ada di dalam cerita rakyat atau kaba Cindua Mato. Bundo Kanduang sebagai raja Minangkabau atau raja Pagaruyung. c Bundo kanduang sebagai ibu kanduang sendiri. d Bundo kanduang sebagai sebuah nama organisasi perempuan Minangkabau yang berdampingan dengan LKAAM. Bundo kanduang yang dimaksudkan di sini adalah, Bundo Kanduang sebagai perempuan utama. Bundo kanduang sebagai perempuan utama Apabila ibu atau tingkatan ibu dari mamak yang jadi penghulu masih hidup, maka dialah yang disebut Bundo Kanduang, atau mandeh atau niniek. Dialah perempuan utama di dalam kaum itu. Perempuan yang disebut bundo anduang dalam kaumnya, mempunyai kekuasaan lebih tinggi dari seorang penghulu karena dia setingkat ibu, atau ibu penghulu itu betul. Dia dapat menegur penghulu itu apabila si penghulu melakukan suatu kekeliruan. Perempuan-perempuan setingkat mande di bawahnya, apabila dia dianggap lebih pandai, bijak dan baik, diapun sering dijadikan perempuan utama di dalam kaum. Secara implisit Universitas Sumatera Utara tampaknya, perempuan utama di dalam suatu kaum, adalah semacam badan pengawasan atau lembaga kontrol dari apa yang dilakukan seorang penghulu . Prof Mr. Hazairin mengatakan bahwa orang Minangkabau agak berbeda caranya untuk menentukan keluarga bagi mereka yaitu setiap orang laki-laki dan perempuan menarik garis keturunannya keatas hanya melalui penghubung-penghubung yang perempuan saja sebagai saluran darah, yaitu setiap orang itu menarik garis keturunannya kepada ibunya dan dari ibunya yaitu neneknya dan dari neneknya itu kepada ibunya plus dari nenek itu dan begitu seterusnya. 27 Ditinjau dari atas maka setiap orang Minangkabau itu, jika ia perempuan hanya mempunyai keturunan yang terdiri dari anak laki-laki dan perempuan. Selanjutnya cucu laki- laki dan cucu perempuan yang lahir dari anaknya yang perempuan, selanjutnya piut-piut laki- laki dan perempuan yang lahir dari cucu perempuan. Sehingga akhirnya menurut sistem Minangkabau yang bercorak matrilineal itu seorang laki-laki tidak mempunyai keturunan yang menjadi keluarganya. Meskipun seorang laki-laki itu dianggap tidak mempunyai keturunan di kaumnya dia adalah seorang yang disebut mamak. Sistem ini menyebabkan dia bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan kepada kemenakannya dan terhadap harta kaum yang turun temurun diwarisi oleh keluarga ibu. Mamak sebagai kepala waris mempunyai kewajiban untuk mengurus harta kaum seperti hak ulayat atas tanah, beliau wajib memelihara harta pusaka dengan baik, tetapi untuk menjual dan menggadaian dia tidak boleh. Dia boleh menambah dengan hasil kerjanya, mengurangi tidak boleh. Mamak dan kemenakan kelihatannya lebih dekat, daripada ayah kepada anak. 27 Ibid hal 43 Universitas Sumatera Utara Dalam sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau kedudukan wanita dianggap kuat, wanita dilindungi oleh sistem pewarisan matrilineal, dimana rumah dan tanah diperuntukkan bagi wanita. Kemudian ikatan antara ibu dan anak-anak cenderung bersifat sangat kuat. Setelah menikah wanita tetap tinggal di rumah ibunya atau dilingkungan kerabat matrilineal. Sebagai kesimpulan ciri-ciri masyarakat adat Minangkabau dengan sistem matrlineal adalah sebagai berikut: 1. Keturunan dihitung berdasarkan garis keturunan ibu 2. Suku terbentuk menurut garis ibu 3. Setiap orang tida dibenarkan kawin dengan sepesukuannya, atau mereka harus kawin dengan orang luar sukunya. 4. Kekuasaan di dalam suku secara teori terletak di tangan ibu, tetapi jarang sekali dipergunakan, karena dalam praktek yang berkuasa adalah saudara laki-laki dari ibu tersebut. 5. Perkawinan bersifat matrilokal yaitu suami mengunjungi rumah istrinya 6. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya yaitu dari saudara laki-laki kepada anak saudara perempuan 7. Rasa sehina semalu diantara pesukuan merupakan suatu kewajiban bagi seluruh anggota suku. Perkawinan dalam masyarakat matrilieal sifatnya exogami, perkawinan yang terdiri dari dalam kelompok tidak dibenarkan karena mereka semuanya adalah berasal dari satu kelompok yang bertali darah. Suami tidak masuk kepada kelompok kaum istri dan anak- anaknya dengan perkawinan itu lelaki tetap menjadi kaumnya. Universitas Sumatera Utara

II.5.3. Struktur Matrilineal

Salah satu lembaga sosial yang mewakili kepentingan masyarakat adat di Sumatera Barat adalah Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau LKAAM. Organisasi ini idealnya merupakan wadah penyaluran aspirasi komunitas adat dalam hubungannya dengan pelestarian nilai-nilai adat dalam masyarakat, disamping, tentunya, dalam menjaga kepentingan komunitas adat itu sendiri. Namun dalam perjalanan sejarahnya ternyata fungsi itu kurang terlihat signifkan. Oleh karena , secara historis, struktur Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau sebagai organisasi yang mewadahi ninik mamak dan pemuka adat, sebenarnya tidak terdapat dalam struktur kepemimpinan tradisional masyarakat di daerah ini ; tidak ada organisasi penghulu di atas penghulu-penghulu Nagari. Hubungan antar Nagari hanya ada bersifat kultural semata, yaitu adat Minangkabau. Bahkan tidak ada garis hirarkhi antara nagari-nagari itu sendiri dengan pusat kerajaan Pagaruyung sendiri. Pembentukan wadah organisasi LKAAM bukanlah muncul dari masyarakat, akan tetapi merupakan inisiatif dari aparat pemerintah. Pada awalnya masyarakat Sumatera Barat sangat optimis dengan dibentuknya wadah LKAAM ini, karena dengan demikian berbagai kepentingan komunitas adat akan terlindungi dari intervensi kepentingan-kepentingan di luarnya, yang dengan itu pula eksistensinya akan tetap terpelihara di tengah-tengah perubahan-perubahan politik di negara ini. Hal ini memang sejak lama diidamkan oleh masyarakat, khususnya sejak nagari-nagari tidak lagi memiliki otonomi atas wilayahnya oleh karena adanya struktur supra nagari yang memiliki otoritas yang lebih kuat. Di awal kemerdekaan kepentingan komunitas adat di daerah ini diwakili oleh Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau MTKAAM. Majelis Kerapatan Adat ini telah memperlihatkan peranannya dalam mempertahankan kepentingan komunitas etnik pada waktu Kerapatan Adat Nagari KAN tidak lagi dimasukkan menjadi bahagian dari Universitas Sumatera Utara kepemimpinan Nagari dalam Maklumat Residen Sumatera Barat No. 20 dan 21 tanggal 21 Mei 1946. Pada Pemilu pertama 1955, organisasi ini bahkan menjadi satu kekuatan politik di Sumatera Barat, yaitu: Partai Kerapatan Adat. LKAAM sebagai organisasi adat bentukan pemerintah, dalam anggaran dasarnya, dicantumkan bahwa tujuan organisasi ini adalah untuk melestarikan nilai-nilai luhur adat Minangkabau serta mengembangkan falsafat adat Minangkabau yaitu : Adat basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah. Sebagai organisasi kemasyarakatan yang berorientasi kultural, wilayah kerja organisasi ini ternyata tidak meliputi semua wilayah kultural Minangkabau, akan tetapi hanya mengikuti batasan wilayah teritorial propinsi Sumatera Barat. Induk Organisasi ini berada di ibukota propinsi dan secara hirarkhis mempunyai cabang di setiap Daerah tingkat II KabupatenKotamadya dan di tingkat Kecamatan. Untuk tingkat Nagari, ada Kerapatan Adat Nagari KAN yang tidak mempunyai hubungan struktural secara langsung dengan LKAAM tingkat Kecamatan, tetapi hanya bersifat konsultatif saja, terutama menyangkut program-program yang dilaksanakan di tingkat pedesaan. Di dalam susunan kepemimpinan lembaga ini, selain terdiri dari unsur-unsur pemuka adat, pemuka agama dan tokoh cendikiawan, juga terdapat unsur pemerintahan daerah. Struktur kepemimpinan LKAAM pada awal berdirinya terdiri dari : Payung Panji, Presidium, dan Badan Pekerja Harian. Struktur ini juga berlaku di setiap kepengurusan LKAAM di daerah tingkat II dan kecamatan-kecamatan. Sejak tahun 1974, terjadi perubahan struktur kepemimpinan pada lembaga ini. Istilah Payung Panji tidak lagi muncul dalam susunan kepengurusannya. Pada priode 1974-1978 struktur kepengurusannya terdiri dari tiga komponen, pertama : Dewan Pucuk Pimpinan, yaitu Ketua Umum, Wakil Ketua, Anggota, dan Penasehat, kedua : Pimpinan Harian, yang terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Bendahara, dan Pembantu Umum. Sedangkan unsur ketiga adalah Lembaga Pembinaan Adat dan Syarak, yang terdiri dari Ketua, Sekretaris Universitas Sumatera Utara dan Anggota Dalam perjalanannya, organisasi LKAAM ini telah memperlihatkan perannya dalam rangka meningkatkan serta melestarikan nilai-nilai kebudayaan Minangkabau melalui berbagai program pembinaan-pembinaan dan penyebaran pengetahuan adat Minangkabau, baik melalui ceramah, penataran, serta mengupayakan kerjasama dengan Kanwil Departeman Pendidikan dan Kebudayaan untuk memasukan pelajaran adat sebagai muatan lokal di sekolah-sekolah me-nengah di Sumatera Barat . Meskipun secara umum program-program yang telah dijalankan itu tidak banyak memperlihatkan hasilnya, sebagaimana yang terlihat pada realitas sosial pada dasa warsa terakhir , namun hal ini setidaknya menunjukkan keberhasilan lembaga ini dalam meyakinkan pemerintah daerah serta instansi terkait untuk memberikan perhatian terhadap aspek-aspek kultural masyarakat. Universitas Sumatera Utara BAB III POLA BUDAYA MATRILINEAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN KETERWAKILAN PEREMPUAN DI DPRD SUMATERA BARAT TAHUN 2014 III.I Mengeksplorasi Budaya Matrilineal yang Berkembang dalam Kehidupan Bermasyarakat di Provinsi Sumatera Barat Bab tiga ini memaprakan tentang data hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan kemudian dianalisis dengan menggunakan teori tentang keterwakilan politik, budaya politik, serta politik perempuan. Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam rangka menganalisis dan mengeksplorasi budaya matrilineal kedalam kehidupan politik masyarakat, maka dilakukan wawancara dengan seorang pengamat politik, seorang pengamat budaya dan semua anggota lembaga legislatif anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat yang berjenis kelamin perempuan. Lembaga legislatif penting untuk dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini karena melihat fungsi legislasinya yaitu membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama. 28 Selain itu enam anggota perempuan yang duduk di lembaga legislatif merupakan orang yang merasakan langsung kenapa tidak adanya pengaruh dari budaya matrilineal di Minangkabau pada pemilihan legislatif yang bisa dilihat dari minimnya jumlah perempuan yangmenang dan duduk di DPRD. Kemudian, pihak pengamat budaya dianggap penting untuk menjadi salah satu informan dikarenakan dibutuhkan pandangan bagaimana sebenarnya budaya Minangkabau itu sendiri memandang perempuan. Dan yang terakhir yakni pengamat politik dijadikan sebagai informan untuk melihat pandangan dan tanggapannya mengenai situasi politik di ranah Minangkabau akhir- 28 Sadu Wasisitiono dan Yonatan Wiyoso, 2009. Meningkatkan Kinerja DPRD. Bandung: Fokusmedia. Hal. 43 Universitas Sumatera Utara akhir ini. Penulis merasa dengan ketiga informan ini, maka diharapkan pertanyaan penelitian sudah dapat terjawabdengan baik. Berikut akan dijelaskan mengena data yang diperoleh di lapangan dan hasil analisis. III.1.1 Perkembangan Budaya Matrilineal dalam Masyarakat Sumatera Barat Perkembangan budaya matrilineal dalam masyarakat Sumatera Barat akan dibahas di dalam penelitian ini dengan tujuan agar mampu membantu proses analisis di dalam penelitian ini. Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah yang sangat kental dengan budaya. Hal ini ditandai dengan masih awetnya sistem matrilineal yang ada sebelum penjajahan Belanda hingga kini. Masyarakat yang tinggal di Sumatera Barat masih menggunakan bahasa Minang dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dilihat dari proses tawar menawar yang terjadi di pasar tradisional ataupun di pasar modern. Melihat kuatnya budaya yang terjadi dalam masyarakat menjadi paradoks sendiri dalam bidang politik. Matrilineal yang kita kenal menjadikan ibu sebagai garis keturunan yang diikuti oleh keturunannya nyatanya tak memiliki dampak apapun dalam politik. Bisa dikatakan begitu karena kita bercermin dari sedikitnya jumlah perempuan yang duduk di pemerintahan Provinsi Sumatera Barat. Hanya ada 6 orang yang terpilih dari 120 orang calon legislatif yang berjenis kelamin perempuan pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 silam. Sebelum Belanda masuk, minangkabau sudah ada dan begitu juga garis keturunan bersuku ke ibu. Hal itu dicatat oleh budaya asing seperti Belanda dan lainnya. Perkembangan matrilini hingga saat ini masih kental, namun terdapat perbedaan dari segi pola menetapnya saja. Sudah jarang ditemui jika seorang permpuan yang sudah menikah akan tetap menetap di rumah gadang. Universitas Sumatera Utara Hal ini karena kebanyakan keluarga Minang jika menikah akan langsung membangun rumahnya sendiri ataupun melakukan kredit KPR rumah. Dan hal ini yang meyebabkan rumah gadang yang dikhususkan untuk para wanita ini kosong atau tak berpenghuni. Adapun rumah gadang tersebut memiliki sembilan ruang, dan semuanya itu diperuntukkan untuk anak perempuan yang mereka miliki dalam sebuah keluarga. Ditinggalkannya sebuah rumah gadang dikarenakan seringnya terjadi kegaduhan yang terjadi di dalam rumah gadang tersebut, misalkan anak perempuannya sudah menikah dan tinggal di dalam rumah gadang, maka ketika ia pergi bekerja dan meninggalkan anaknya di rumah gadang tersebut sering dimarahi dan tak jarang pula kena pukul oleh tante-tantenya sendiri karena rewel. 29 Hal-hal seperti inilah yang memicu terjadinya pergaduhan. Sang ibu merasa tak terima anaknya dipukul dan lebih memilih untuk keluar dari ruamh gadang tersebut. Namun, dari sisi positifnya sang anak yang ditinggal sang ibu bekerja, tidak akan mengalami kelaparan atupun kesepian karena ada kakak atau adik dari sang ibu dapat menjaga dan merawat sang anak. Karena sistem yang seperti ini menjadikan sistem kekerabatan Minangkabau tak lagi akrab atau extendeed family namun nuclear family, dan ini pun merupakan salah satu perbedaan yang dialami oleh budaya Minangkabau saat ini. Namun ide-ide matrilineal masih dipegang kuat, wanita masih merasakan aman karena adanya harta pusako tinggi tersebut, banyak janda-janda yang tetap bisa menyekolahkan anaknya dan tak akan terjadi pelacuran karena hidup secara bersama-sama. 2929 Hasil wawancara dengan ketua jurusan sastra daerah minangkabau, Universitas Andalas, Ibu Dr. Lindawati, M.Hum, pada tanggal 27 Maret 2015, pukul 11.00 WIB, di ruangan ketua jurusan sastra daerah minangkabau Universitas Andalas. Universitas Sumatera Utara Implikasi dari rumah gadang ini cukup banyak dirasakan, tidak akan ada yang merasakan kelaparan, karena hidup secara bersama. Misal tak bisa menyekolahkan anak, maka keluarga sudah jarang dijumpai hal seperti ini. Karena banyaknya rumah gadang yang sudah ditinggalkan dan hidup secara individualis. Dan alasan mengapa minangkabau memiliki garis keturunan bersuku ke ibu bukan hanya karena ibu lah yang melahirkan sang anak, akan tetapi masyarakat minang dekat hubungannya dengan agama Islam.dalam agama Islam, lelaki diijinkan untuk menikah lebih dari sekali. Dan seumpama dalam sebuah rumah, ketika perempuan ditinggalkan oleh suami maka akan ada berapa banyak suku yang ada dalam rumah atau akan dijumpai beberapa jenis suku ataupun marga. Maka dengan pertimbangan itu anak-anak dibuat melalui garis keturunan ibu. 30 Alasan kebudayaan sebenarnya berimplikasi ke matrilokal, jika mau menikah laki-laki yang datang kerumah perempuan. Dan menetap di rumah perempuan. Dan garis keturunan menurut ibu, jika seorang perempuan ditinggalkan maka perempuan aman dan tak kebingungan akan tinggal dimana dan bisa dikatakan dari segi tempat tinggal serta ekonomi bisa mencukupi dan memadai. Pun dari segi ekonomi dalam sistem adat Minangkabau harta pusako tinggi yang berasal dari nenek dihakki oleh perempuan. Laki-laki tak memiliki hak dalam harta pusako tinggi. Kaum mamak hanya berperan untuk mengawasi dan mengolah harta pusako tinggi tersebut, tapi tidak untuk dijual. Sudah menyalahi jika mamak menjual harta pusako tinggi, karena itu bukanlah miliknya tetapi milik kaum. Bagian laki-laki dalam adat Minangkabau hanya ada pada harta pusako rendah yakni harta yang dimiliki oleh ayah dan ibunya yang 30 Hasil wawancara dengan ketua jurusan sastra daerah minangkabau, Universitas Andalas, Ibu Dr. Lindawati, M.Hum, pada tanggal 27 Maret 2015, pukul 11.00 WIB, di ruangan ketua jurusan sastra daerah minangkabau Universitas Andalas. Universitas Sumatera Utara didapat melalui kerja keras, karena harta pusako rendah nantinya akan dibagi menurut hukum Islam yaitu dengan cara faraid. III.2 Gambaran Umum Adat dan Agama di Sumatera Barat Orang-orang Minangkabau terkenal dengan keteguhan memiliki dan menjalankan adatnya, tetapi juga memiliki keteguhan memeluk dan mentaati agamanya, padahal seyogyanya antara agama dan adat saling bertentangan. Sekarang marilah ditinjau apakah sebabnya maka adat dan agama kokoh di bumi minangkabau dan tak terjadi pertentangan antara yang satu dengan yang lain, singkir menyingkirkan, musnah memusnahkan. Dan selanjutnya, apakah sebabnya agama Islam yang umurnya belum begitu lama masuk ke Sumatera Barat namun bisa lekas tumbuh di daerah Minangkabau tersebut. Adat dan agama minangkabau terkenal akan agamanya yang kuat dan adatnya yang kokoh. Ada pendapat yang mengemukakan bahwa agama Islam dan adat Minangkabau itu adalah bertentangan. Ada unsur-unsur dalam adat Minangkabau yang tidak dapat disusukkan dalam agama Islam, sebagai contoh mengenai soal pewarisan harta. Namun, melihat masih bertahannya adat Minangkabau dalam agama Islam yang ada di Sumatera Barat seakan membantah hal ini, karena agama Islam itu adalah menyempurnakan adat Minangkabau dan tidaklah bertentangan adat dan agama itu. Terlebih dahulu, kenyataan tidak menunjukkan pertentangan antara agama dan adat itu dalam masyarakat dan diri orang Minangkabau. Yang menjadi alasannya adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri bahwa adat dan agama dalam diri seseorang Minangkabau tidak bertentangan. Seseorang Minangkabau hidup aman dan sentosa dengan menunaikan agamanya sambil beradat di dalam masyarakat. Adat Universitas Sumatera Utara Minangkabau itu sudah ada lebih dulu dibandingkan dengan kedatangan agama Islam di Sumatera Barat. Di dalam kitab suci Al-Quran, terdapat ayat yang menyatakan bahwa Tuhan berfirman, bahwa banyak ayat-ayat Tuhan terdapat pada alam, yaitu bagi siapa yang pandai membacanya. Berdasarkan falsafah adat Minangkabau keadaan Minangkabau sewaktu agama Islam masuk, masyarakat-masyarakat yang beragama Hindu, Budha, serta penyembah matahari semua agama tersebut hancur berantakan karena berlawanan dengan adat Minangkabau. Berbeda dengan agama Islam, adat Minangkabau tidak hancur sebab sebagaimana telah diterangkan, adat Minangkabau itu adalah berdasarkan pada ketentuan- ketentuan yang terdapat pada alam, yang ada di dalam Al-Quran. Fakta adat agar diwaktu mati meninggalkan nama baik disempurnakan oleh agama Islam dan agama Islam mengajarkan agar selain dari meninggalkan nama baik, manusia itu dengan dan pada saat matinya hendaklah juga membawa amal saleh yang didapatnya selama hidup di dunia sebagai bekal di alam baka. Bahwa agama Islam adalah menyempurnakan adat Minangkabau haruslah dipahami. Dan perlu diketahui bahwa adat Minangkabau itu adalah suatu pandangan hidup, yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang nyata yang terdapat pada alam yang nyata pula dan yang ditangkap oleh faktor-fakto r yang nyata pula yang terdapat dalam diri manusia yaitu pikiran dan rasa. Maka untuk menyempurnakan adat itu, maka datanglah agama Islam, yang memberikan ketentuan dan isi pada keyakinan, yaitu faktor yang ketiga yang terdapat dalam diri manusia, yang hanya diisi oleh agama. Maka penyempurnaan agama Islam itu terhadap Universitas Sumatera Utara adat Minangkabau yang selama ini adalah merupakan suatu pandangan hidup mengenai pergaulan hidup dan hidup di atas dunia saja, sekarang telah diliputi oleh agama, yaitu keyakinan terhadap hidup di dunia dan akhirat. Walau agama Islam masih terbilang baru di Minangkabau, tetapi Minangkabau terkenal akan agamanya yang kuat, ketaatan orang Minangkabau melakukan agama Islam adalah nyata. Hal ini dapat dilihat di setiap pelosok mesjid, surau serta sekolah agama banyak yang berdiri. Jumlah orang minangkabau yang setiap tahun melakukan rukun Islam, yaitu naik haji setiap tahun adalah besar. Agama Islam itu bagi orang Minangkabau adalah mengisi yang baru dan penuh kepada keyakinan yang terdapat dalam dirinya yang selama ini adat tidak sanggup memberi kepuasan. Adat dan agama masing-masing sebagai kesatuan pemberi kepuasan yang lebih besar kepada masyarakat Minangkabau. Adat hanya sanggup mencapai pikiran dan rasa yang terdapat dalam diri manusia itu dan dengan adanya agama Islam maka terpuaskan pula keyakinannya. III.2.1 Falsafah Budaya Matrilineal Adat Minangkabau adalah unik dan asli di seluruh dunia. Adat Minangkabau adalah asli karena keturunannya adalah menurut keturunan ibu. Keasliannya terbukti dengan tuanya adat Minangkabau itu, sebab yang asli selalu tua dan tidak mencontoh dari luar. Dan menurut ilmu pengetahuan, sistem keturunan ibu adalah lebih tua daripada sistem menurut keturunan ayah. Dalam sistem keturunan ayah yang sekarang terdapat di Indonesia masih terdapat sisa-sisa dari sistem keturunan ibu yang terbukti diantaranya dari perkataan, seperti sabutuha Universitas Sumatera Utara di Tanah Batak, yang berarti seperut, yaitu orang yang seketurunan seperut, yaitu seibu. Selanjutnya lagi, berdasarkan kedudukan, tulang yaitu saudara laki-laki dari ibu di Mandailing pun membuktikan bahwa dahulunya sebelum sistem keturunan ayah sekarang yang berlaku di Mandailing, terdapat sistem keturunan ibu. Jadi, sistem keturunan ibulah yang lebih tua dari sistem keturunan ayah. Matriachaat dan adat Minangkabau itu tumbuh dan menjadi sempurna sendiri sebagai satu sistem keseluruhan yang bulat di tanah Minangkabau sendiri. Dari sinipun akan nyatalah keaslian dan ketuaan adat Minangkabau. Sistem keturunan ibu telah ada pada alam dan alam merupakan sumber dari falsafah adat Minangkabau. Alam itu adalah guru bagi orang Minangkabau, semisal yang mengandung anak dalam kandungannya adalah si ibu. Dan pada umumnya yang memelihara anak itu sewaktu kecil, merawatnya, mengajari berjalan, makan, berkata -kata dan sebagainya adalah si ibu. Sedangkan si ayah berada di bidang lain dalampenghidupan yakni mencari nafkah. Dan bagaimana nasib anak jika orangtuanya mengalami perceraian, jikasi anak di bawa oleh sang ayah, maka nasibnya akan buruk, sebab si anak akan berada di tangan istri baru sang ayah, wanita lain yang pasti kasih sayangnya tidak sedalam dan sebesar kasih ibu yang mengandung dan melahirkan terhadap si anak. Dan jika si anak ditinggalkan pada ibunya, apakah ada jaminan bagi si ibu untuk memelihara anaknya hingga besar. Hal ini tidak hanya terjadi bukan hanya si ayah menceraikan istrinya saja, tetapi juga kala si ayah meninggal dunia. Maka dalam menghadapi keadaan seperti ini jaminan bagi si ibu dan anaknya adalah tetap berada di dalam kaumnya dan tetap berada di bawah lindungan kaumnya. Universitas Sumatera Utara Harta kaum, harta pusaka tinggi itu amatlah penting bagi kaum ibu dan beserta anak-anaknya. Sudah sewajarnyalah harta-harta kaum itu kaum ibu yang memilikinya, tetapi sudah wajar jika yang menjaga harta kaum ini adalah pihak pria dari si ibu itu. Sesudah Islam masuk, maka terdapatlah peraturan dan jaminan terhadap si anak dari pihak ayah, yang berarti kemenakan seseorang Minangkabau itu adalah anak dari ayahnya dengan segala sanksi dan konsekuensinya. Di sinipun ternyata penyempurnaan adat itu oleh agama. Dimana dahulu seorang anak Minangkabau tak tentu nasibnya terhadap ayahnya berhubung dengan keadaan-keadaan yang menimpa si ayah, tetapi sekarang anak itu selain dia kemenakan dari mamaknya yang melindungi dia dengan melalui harta pusakanya, maka sekarang si anak di samping itu adalah anak dari ayahnya yang menurut agama yang mengatur dan menjaminkeselamatan dan penghidupan si anak. Oleh sebab adat minangkabau itu adalah falsafahnya berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam alam yang kekal itu. Oleh sebab itu, adat minangkabau akan tetp ada selama alam ini ada dan selama ada kaum ibu minangkabau, sebba kaum ibu minangkabaulah yang aan melanjutkan keturunan orang dan masyarakat minangkabau. Selanjutnya kekayaan dan keaslian bahasa minangkabaupun menunjukkan ketuaan adat minangkabau. Bahasa minangkabau adalah kaya dengan perkataan-perkataan, sebab banyak perkataan dalam bahasa minangkabau yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya ada keaslian bahasa minangkabau,yaitu berhubung ada terdapat kata-kata yang hanya dimengerti dan dipahami dalam sisitem keturunan ibu, yang hanya terdapat dalam adat minangkabau. Universitas Sumatera Utara Ditinjau dari berbagai sudut dan keadaan dalam masyarakat minangkabau ,maka nyatalah bahwa yang menjadi jiwa dari dasar falsafah adat minangkabau adalah dari,oleh dan untuk bersama. Keseimbangan terdapat antara perseorangan dengan bersama. Dan demikianpun halnya terdapat tujuan seseorang dengan bersama, dengan bermasyarakat menurut adat minangkabau. Bahwa tujuan masyarakat minangkabau, yaitu kebahagiaan seseorang dengan dan dalam bersama itu, dicapai berdasarkan bentuk dan susunan masyarakat yang berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk bersama itu juga. Itu sebabnya dasar dan sistem falsafah adat minangkabau adalah berdasarkan dari, oleh dan untuk bersama yang dijalankan dan dicapai dengan sara dari, oleh dan untuk bersama dan yang dijadikan tujuan adalah realisasi dari prinsip dari oleh dan untuk bersama. Prinsip bersama dalam falsafah adat minangkabau itu mempunyai makna dan pengertian yang dalam, yaitu meliputi leluhur, nenek moyang, masyarakat yang sekarang dan anak cucu, yaitu keturunan yang akan datang.generasi yang sekarang tidak boleh hanya mengingat dan mementingkan kepentingan sendiri saja. Menurut falsafah adat minangkabau, waktu yang lampau, waktu yang sekarang dan waktu yang akan datang itu adalah merupakan suatu keseluruhan. Hal demikian ini pun dicontoh dari alam, sebatang kayu jikalau baik dan subur tumbuhnya, itu dikarenakan yang ditinggalkan oleh induk pohon yang telah tidak ada lagi itu adalah baik. Adanya yang sekarang karena masa lalu, bahkan yang masa lampau itu turut serta menentukan nilai yang ada sekarang. Maka pohon kayu yang ada sekarang itu adalah karena yang lampau, malahan yang lampau itu akan turut serta menentukan yang sekarang. Maka pohon kayu yang sekarang itu akana membuahkan bibit pula untuk kayu yang akan datang. Universitas Sumatera Utara Ketentuan alam inipun diketahui oleh adat minangkabau dan dipakai sebagai dasar dalam falsafah adat minangkabau, diantaranya dalam memberi isi dan pengertian yang dalam kepada prinsip bersama yang mempunyai peranan penting dalam falsafah adat minangkabau dan susunan masyarakatnya. Dan berdasarkan masyarakat minangkabau yang sekarang ini telah memeluk agama Islam, bahwa agama Islam itu adalah menyempurnakan adat minangkabau itu dengan kehadirannya. Maka dengan sendirinya pulalah tujuan dari minangkabau haruslah sesuatu yang diridhoi oleh Tuhan dan oleh sebab itu maka tujuan itu hendaklah baik untuk dunia dan akhirat. Nama baik yang akan ditinggalkan itu, sebagaimana dikehendaki oleh adat minangkababu, hendaklah juga merupakan suatu amalan saleh yang akan dibawa sebagai bekal di alam baka. Dengan demikian, adat minangkabau yang disempurnakan oleh agama Islam itu bertujuan untuk kebahagiaan bagi manusia baik secara lahir dan batin, sekarang dan kelak di alam baka. Dan selanjutnya menurut keadaan dewasa ini dimana orang minangkabau telah memeluk agama Islam dan agama Islam itu adalah menerima adat minangkabau yang berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam alam itu, maka sekarang adat minangkabau itu adalah diliputi dan berjiwa Islam. Masyarakat minangkabau adalah suatu masyarakat yang berlainan dari masyarakat- masyarakat lainnya yang ada di dunia ini. Perbedaan ini merupakan perbedaan yang prinsipil. Yang membedakannya yaitu dasar dari falsafahnya. Sebagai dasar, falsafah adat minangkabau itu meliputi dan memasui seluruh masyarakat minangkabau yaitu masyarakat sebagai satu keseluruhan dan juga orang-orang sebagai perseorangan. Jika berbicara falsafah adat minangkabau maka tak ada suatu sistem yang pasti. Karena sistem adat itu yaitu adat itu Universitas Sumatera Utara sendiri. Dan inti dari adat itu sebagai suatu yang sistemik ialah seseorang dengan bersama dan bersama dengan seseorang. Sistem dalam adat adalah sulit, sebab suatu hal adalah bagian dari keseluruhan yang satu bersangkut-paut dengan yang lainnya. Sesuatunya dan semuanya saling topang menopang. Semuanya penting, biarpun mengenai hal yang paling kecil. Diketahui juga bahwa cara dan tujuan itu adalah satu. Seperti istilah sehina semalu. Sebetulnya falsafah adat minangkabau tidaklah sulit dan berbelit-belit. Tetapi adalah nyata, jujur dan langsung. Oleh karena itu, tujuan bagi manusia itu adalah mencapai kebahagiaan untuk dirinya. Oleh sebba masyarakat dan bergaul dengan orang lain adalh suatu yang mutlak bagi manusia itu sendiri, maka kebahagiaan seseorang itu tentulah kebahagiaan seorang dengan bersama, kebahagiaan seseorang dalam dan melalui masyarakat. Masyarakat minangkabau bukanlah berdasarkan individualisme dan bukanlah pula berdasarkan totaliterisme. Individualisme adalah berdasarkan individu, perseorangan dan dasar perseorangan ini dengan sendirinya berdasarkan liberialisme, kebebasan pula dari setipa orang. Maka dengan sendirinya pula dasar individualistis ini mengakibatkan perjuangan antara seseorang dengan orang lain. Dalam masyarakat yang berdasarkan individualisme ini terdapatlah apa berarti seseorang itu merupakan serigala bagi yang lain. III.2.2 Budaya Minangkabau Memandang Pemimpin Dalam organisasi kekerabatan adat Minangkabau, pada dasarnya dikenal dengan empat tingkatan yakni: 1. Serumah yang dipimpin oleh “mamak” rumah 2. Jurai yang dipimpin oleh mamak jurai Universitas Sumatera Utara 3. Paruik yang dipimpin oleh “tungganai” atau mamak kepala waris 4. Suku yang dipimpin oleh “penghulu”sendiri. Dari keempat organisasi kekerabatan di atas, pemimpinnya adalah seorang laki-laki. Melihat hal demikian sudah jelas bagi kita semua bahwa walaupun minangkabau menganut sistem matrilineal tapi bukan matriachaat. Dalam sistem matrilineal dikenal adanya sistem bukan matriachaat yakni walaupun perempuan adalah pemegang harta pusaka dan garis keturunan dalam keluarga namun dalm sistem kepemimpinan tetap dipimpin oleh seorang laki-laki contohnya mamak kepala waris adalah laki-laki tertua dalam keluarga, mamak kepala jurai adalah seorang laki-laki tertua, tungganai dalam paruik dipimpin oleh laki-laki dan seorang penghulu dalam sebuah nagari dipimpin oleh seorang laki-laki. Hal ini menyatakan bahwa peranan laki-laki sangatlah besar dalam memimpin kerapatan adat minangkabau. Dilihat dari sistem kepengurusan dalam pemerintahan adatnya dapat dibedakan dari dua keselarasan yaitu laras Bodicaniago dan laras Kotopiliang. Tata adat keselarasan bodi- caniago dihubungkan pada tokoh legendanya Datuak perpatih nan sabatang, yang menunjukkan corak kepribadian melayu yaitu pemerintahan demokrasi terbuka, dimana para penghulunya mementingkan musyawarah dan mufakat sesuai pribahasa “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Jadi kedudukan para penghulu andiko itu sejajar yang satu dengan yang lain dalam menetapkan keputusan. Sedangkan menurut tata adat keselarasan koto piliang yang dihubungkan dengan tokoh legendarisnya datuek katemanggungan yang agak dipengaruhi oleh adityawarman yang pernah menjadi mahamantri d majapahit dan penegak kerajaan pagaruyung, menunjukkan corak yang otokrasi, atau demokrasi yang terkendali. Jadi kepenghuluan di laras koto-piliang tidak dpilih seperti di laras bodi-caniago, mereka tetap sebagai penghulu yang turun temurun menurut subklennya masing-asing. Para Universitas Sumatera Utara penghulu ini tunduk pada penghulu suku, dan para penghulu suku tunduk pada penghulu pucuak pucuk nagari atau dalam pepatah minang disebut dengan “berjenjang naik bertangga turun,” sehingga di minangkabau ada empat macam nama suku induk yang disebut yakni: 1. Bodi 2. Caniago 3. Koto 4. Piliang Penghulu dalam adat minangkabau adalah pemimpin yang harus bertanggung jawab kepada masyarakat anak kemanakan yang dipimpinnya. Pada pribadi seorang penghulu melekat lima macam fungsi kepemimpinannya yaitu: 1. Sebagai anggota yang dituakan 2. Sebagai seorang bapak dalam keluarganya sendiri 3. Sebagai seorang pemimpin mamak dalamkaumnya 4. Sebagai seorang sumando di atas rumah istrinya 5. Sebagai seorang niniak mamak dalam nagarinya Kepengurusan masyarakat adat yang diperankan oleh kelompok hukum ibu seperti di minangkabau ini terdapatpula di daerah kerinci Jambi, Semendo Sumatera Selatan, dan beberapa kelompok kecil masyarakatadat di pulau timor, walaupun disana sini terdapat perbedaan dalam kewarisan dan lainnya. III.2.3 Fungsi dan Peranan Penghulu dalam Kepemimpinan di Minangkabau Jika dilihat dari artinya, kata penghulu bersala dari kata “Hulu” yang artinya pangkal. Dari penjelasan di atas sudah jelas bagi kita semua bahwa penghulu berarti kepala kaum. Semua penghulu bergelar datuk. Datuk artinya orang berilmu datu -datu yang dituakan. Kedudukan penghulu dalam nagari tidak sama atau kedudukan penghulu Universitas Sumatera Utara bertingkat-tingkat seperti di keselarasan Koto Piliang dan ada juga kedudukan penghulu yang sama seperti keselarasan bodi-caniago. Dalam pepatah adat disebutkan: “Luhak-bapanghulu” “Rantau-barajo” Hal ini berarti bahwa penguasa tertinggi pengaturan masyarakat adat di daerah luhak nan tigo, berada di tangan para penghulu. Jadi penghulu memegang peranan utama dalam kehidupan masyarakat adat. Peranan penghulu sebagai berikut: 1. Sebagai pemimpin yang diangkat bersama oleh kaumnya sesuai rumusan adat: jadi panghulu sakato kaum, jadi raja sakato alam” 2. Sebagai pelindung bagi semua kaumnya 3. Sebagai hakim yang memutuskan semua masalah dan silang sengketa dalam kaum. Karena penghulu adalah seorang pemimpin di dalam kaumnya maka sebagai seorang penghulu tersebut harus memiliki sifat-sifat penghulu. Sifat-sifat penghulu itu ada empat macam yaitu: 1. Saddiq artinya penghulu itu bersifat benar 2. Amanah artinya penghulu dipercayai lahir batin 3. Fathanah artinya penghulu itu cerdas 4. Tabliq artinya penghulu itu menyampaikan Di luhak nan tigo, penghulu itulah yang melaksanakan pemerintahan, menyelesaikan pertikaian. Penghulu dalam hal ini diibaratkan: Kayu gadang di tangah padang Tampek balindung kapanehan Tampek balindung kaujanan Ureknyo tampek baselo Universitas Sumatera Utara Batangnya tampek basando Pai tampek batanyo Pulang tampek babarito Dilihat dari pepatah di atas, dapat dijelaskan bahwa fungsi dari penghulu itu ada dua yaitu: 1. Memerintah dan membimbing anak kemenakan fungsi kepamongan 2. Menyelesaikan perselisihan dalam kaumnya fungsi hakim Tapi dalam nagari, penghulu ini dapat dikatakan sebagai dewan nagari dan dewan hakim dalam nagari. Melihat hal-hal di atas, sudah jelas bagi kita bahwa peran dan fungsi penghulu ini sangat besar sekali dalam kepemimpinan di dalam kerapatan adat minangkabau. Oleh sebab itu yang menjadi seorang penghulu tersebut adalah bukan orang sembarangan. Untuk menjadi seorang penghulu harus memenuhi beberapa syarat yakni: 1. Baliq berakal 2. Berbudi baik 3. Beragama Islam 4. Dipilih oleh ahli waris menurut tali ibu tali darah menurut adat sepakat ahli waris, nan salingkuang cupak adat, nan sapayuang sapak tagak. 5. Mewarisi gelar sako, dan mempunyai harta pusaka 6. Sanggup mengisi adat manuang limbago menurut adat nagari setempat, badiri penghulu sepakat waris, badiri adat sapakat nagari 7. Pancasilais sejati. Dan ada juga ditambah syarat-syarat ini menurut adat senagari-nagari yang dibuat dengan kata mufakat. Menurut adat nan teradatkan di nagari setempat. Universitas Sumatera Utara Matrilineal nyatanya bukan berbicara persoalan kepemimpinan, pemimpin tetap saja laki-laki. Berdasarkan perspektif minang tak berbicara pemimpin, melainkan hanya kepada garis keturunan saja. Misalnya ibu koto, maka anaknya koto. Baik matrilineal maupun matriachaat tetap saja laki-laki yang berkuasa. Dalam hal pertanggungjawaban ekonomi, baik hukum adat dan hukum islam lelaki harus tetap memberi pendapatan kepada istrinya, namun tak seluruhnya diberikan ke istri. Gaji akan dibagi tiga, yang pertama untuk istri, untuk keluarganya seperti ibu serta adiknya, dan kemudian yang ketiga untuk melaksanakan sosialisasi dalam kehidupan. Namun dalam hal pengambilan keputusan, laki-laki hanya sebagai penyampai dan pengawas, tetapi yang memutuskan hanya ada pada perempuan ataupun bundo kanduang. Kegiatan adat istiadat, perempuan menentukan dalam hal penetapan tanggal hal pernikahan, apa yang harus dibawa sampai makanan pada hari H juga perempuan yang menentukan. Namun dalam hal politik itu tak berlaku, ada empat pembagian antara lelaki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat di Minangkabau. Pembagian tersebut yakni, perempuan mendapatkan garis keturunan dan juga harta pusako tinggi, sedangkan laki-laki memiliki hak untuk hiburan dan kekuasaan. Seperti pada balai adat jika diadakan musyawarah, maka keputusan yang dibawa dari rumah ke balai adat adalah keputusan yang diambil oleh perempuan di rumah, bisa juga dikatakan bahwa adat minangkabau adalah sistem perwakilan. Laki-laki yang menyampaikan aspirasi perempuan, maka si perempuan sendiri tak harus keluar rumah untuk menyampaikan hal itu, karena perempuan minang sudah percaya kepada laki-laki seperti kepercayaan memberikan harta kaumnya untuk diurusi mamak. Matrilineal tak berkenan pada kekuasaan, hanya pada garis keturunan anak saja. Para perempuan minang merasa mereka tak harus turut ikut dalam hal politik, mereka menyerahkan segalanya kepada laki-laki. Perempuan minang lebih berpikir bagaimana Universitas Sumatera Utara menciptakan seorang anak yang hebat, sehingga nantinya anaknya lah yang akan mengangkat sang ibu melalui anak, maka ia tak sibuk dengsn yang namanya kekuasaan dan politik. Dalam hal menanamkan nilai-nilai kepada anak terutama agama, posisi perempuan sangat berperan. Karena ibu yang pertama kali berbahasa dengan anak. Karna anak merupakan cerminan dari keluarga sehingga perempuan harus memiliki pendidikan yang cukup untuk dapat mendidik anak-anaknya.ini tercermin dari bebasnya perempuan mengecap pendidikan. Maka bukanlah hal yang susah dicari dalam masyarakat minangkabau perempuan yang bersekolah, karena tak ada batasan bahwa harus laki-laki yang bersekolah sementara perempuan hanya duduk diam di rumah saja. Maka dalam hal pemilihan tak ada kaitannya jika ada calon legislatif yang berjenis kelamin perempuan maka semua masyarakat baik laki-laki ataupun perempuan akan lebih memilih perempuan sebagai calon legislatifnya. Karena budaya nyatanya tak berkaitan dengan hal itu, perempuan minang malah merasa bahwa politik itu tak penting dan sudah merasa terbiasa dipimpin oleh laki-laki. Dan selama Sumatera Barat ada, tak pernah terjadi perselisihan terkhusus dalam hal politik. Karena Islam mengukuhkan adat Minangkabau yang ada, sehingga tak ada perselisihan yang ada. III.3 Alasan Mengapa budaya Matrilineal Tidak Berpengaruh Terhadap Keterwakilan Perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Barat Keterwakilan perempuan sendiri di dalam politik merupakan salah satu cerminan dari adanya keadilan di dalam demokrasi yang sekarang berusaha diwujudkan. Selama ini, politik Universitas Sumatera Utara dan perilaku politik dipandang sebagai aktifitas maskulin yang memerlukan suatu keberanian, kemandirian, kebebasan berpendapat dan tindakan agresif. Anggapan bahwa perempuan lebih mementingkan perasaan daripada rasionalitas dalam menghadapi persoalan serta jeratan budaya patriarkhi turut mengekang perempuan untuk tidak tampil ke ranah politik. Sehingga berakibat terhadap rendahnya keterwakilan perempuan di dalam politik khususnya lembaga-lembaga politik. Walau jumlah penduduk Indonesia mayoritas adalah perempuan, namun secara politik, perempuan berada di posisi minoritas. Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat rendahnya keterwakilan perempuan diantaranya faktor domestik, pendidikan, serta ekonomi. Dengan adanya kuota 30 keterwakilan perempuan di parlemen diharapkan keterwakilan perempuan di lembaga politk seimbang dengan jumlah perempuan yang ada, sehingga kebijakan yang dihasilkan akan berpihak kepada kepentingan perempuan. Persoalan perempuan dan politik telah menjadi isu global, baik di egara maju maupun di negara berkembang khususnya Indonesia. Persoalan dimana bagi perempuan konsep demokrasi menjadi satu hal yang sangat diidam-idamkan namun sekaligus menjadi mimpi buruk. Demokrasi yang diwariskan melalui tradisi Yunani, jelas tidak mengikutkan perempuan dan budak dalam politik. Bahkan kaum liberal awal dengan mudahnya mengatakan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama tanpa mengaitkan bahwa perempuan juga berharap dapat memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Politik, terlepas dari segala kontroversi di dalamnya, adalah alat sosial yang paling memungkinkan bagi terciptanya ruang kesempatan dan wewenang, serta memungkinkan bagi terciptanya ruang kesempatan dan wewenang, serta memungkinkan rakyat mengelola dirinya sendiri melalui berbagai aksi. Universitas Sumatera Utara Persoalan ini disebabkan masyarakat telah dibentuk oleh budayanya masing-masing yang menekankan bahwa kedudukan perempuan berkisar dalam lingkungan domestik sedangkan politik merupakan sesuatu yang berkenaan dengan dunia laki-laki yang menimbulkan satu persepsi atau anggapan bahwa dunia politik tidak mungkin dan tabu untuk dimasuki oleh perempuan. Adalah suatu kenyataan bahwa demokrasi haruslah menghargai kebebasan, hak dan kewajiban warga negaranya baik dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, tanpa membedakan agama, ras, suku, dan jenis kelamin. Tetapi dalam persoalan perempuan sebagai warga negara tidaklah sebebas laki-laki dalam menentukan dan menggunakan hak dan kewajibannya dalam berpolitik. Dan jika dicermati, terkristlanya keyakinan bahwa persoalan-persoalan akan terselesaikan manakala perempuan terjun langsung ke tataran kebijakan publik dan politis sangat dipengaruhi oleh wacana pemikiran demokrasi kapitalistik yang kini mendominasi kultur masyarakat Indonesia. Hingga saat ini, belumditemukan pasti mengenai apa sebenarnya inti dari persoalan perempuan. Begitu banyak dan kompleks masalah yang dihadapi kaum perempuan. Kemiskinan, kekerasan, dan ketidakadilandiskriminasi disebut sebagai persoalan krusial yang dialami oleh perempuan dari masa ke masa. Sehingga muncul semacam prejudice di sebagian kalangan perempuan, bahwa perempuan pada zaman apapun memang tidak pernah diuntungkan. Padahal dalam tatanan kehidupan manusia yang didominasi laki-laki atas kaum perempuan sudah menjadi akar sejarah yang panjang, dalam tatanan itu perempuan ditempatkan sebagai the second human yang berada dibawah superioritas laki-laki yang membawa implikasi luas dalam kehidupan sosial masyarakat. Perempuan selalu dianggap bukan mahluk penting, melainkan sekadar pelengkap yang diciptakan dari dan untuk Universitas Sumatera Utara kepentingan laki-laki. Akibatnya perempuan hanya ditempatkan di ranah domestik saja, sedangkan laki-laki berada di ranah publik. Tetapi pada saat ini, di mana zaman telah berubah hampir semua negara maju maupun berkembang di dunia telah memberikan hak-hak politik pada Warga negara perempuannya, meskipun proses pemberian hak tersebut tidak sama realisasinya. Di Indonesia sendiri, paling tidak ada dua persoalan perempuan dalam politik, pertama masalah keterwakilan perempuan yang sangat rendah d ruang publik dan kedua, masalah belum adanya platform partai yang secara kongkrit membela kepentingan perempuan. Kalangan perempuan sendiri yakin, bahwa memberi tempat lebih banyak bagi perempuan dalam dunia politik akan membawa harapan dan perbaikan bagi perubahan politik yang arogan, dan patriarkhis. Untuk keterwakilan perempuan di minangkabau masih sama seperti di daerah lain,karena memang masih ada cara berpikir masyarakat yang berpikir bahwa wanita hanya berada di area domestik bukan di wilayah publik. Dan hal ini sangat berpengaruh kepada perilaku mereka dalam berpolitik. Walau sudah ada falsafah minangkabau bundo kanduang dan memang dalam praktik, wanita diajak berunding, namun suara mereka hanya berada pada suara belakang dalam pemutusan suatu masalah atau bisa dikatakan sekadarnya saja kehadiran perempuan disitu. Dan dengan begitu dirasa perlu adanya tindakan afirmasi terlebih dahulu, agarperempuan bisa menjadi kekuatan di publik. Kalau tak ada afirmasi tetap saja perempuan minang akan sama dengan wanita di daerah lain. Walaupun budayanya menanut matrilineal karena kelebihan perempuan minang hanya dalam konteks pewarisan pusaka, tapi bukan dalam pewarisan politik. Hanya dalam wilayah domestik saja bukan ranah publik. Seperti Universitas Sumatera Utara halnya dalam pembagaian harta dan garis keturunan. Dan antara ranah publik dan domestik merupakan dua hal yang sangat berbeda. Dengan adanya afirmasi 30 tetap saja masih kurangnya keterwakilan perempuan. Hal ini bisa dilihat bahwa perempuan d mata pemilih bukanlah sesuatu ya ng harus disambut dengan antuias, hal ini juga dikarenakan perempuan minang kebanyakan calon legislatif yang lalu belum mempersiapkan dirinya untuk itu, mereka tidak bisa menumbuhkan kualitas mereka dan berdampak pada apa yang mereka lakukan pada publik. Mereka belum memaksimalkan peran mereka pada saat ketika menjabat sebagai wakil rakyat. Peran perempuan belum maksimal walau sudah ada afirmasi, seharusnya peluang ini merupakan suatu hal yang harus disambut. Sehingga ini berdampak pada apa yang menjadi harapan publik terhadap perempuan yang duduk di DPR tidak tersampaikan dengan baik, masyarakat kecewa dan berdampak dengan tidak dipilihnya kembali wanita dalam pemilihan legislatif yang mendatang. Budaya matrilineal hanya meninggikan kepada aspek domestik yakni suku dan harta kaum, tapi alam hal politi itu tidak dirasakan. Ini dikarenakan belum etergalinya kualitas daipada perempuan dengan baik dan hal ini menjadi tantangan perempuan minnag dalam masa mendatang. Karena lagi-lagi perempuan hanya dihargai di ranah sosial budaya ketimbang di ranah politik. Namun, dirasa perlu untuk berpikir tidak menyangkut pautkan budaya dengan kontestasi politik. Karena memang bukanlah hal yang baik jika budaya mempengaruhi seseorang akhirnya memutuskan seorang calon hanya karena buaya saja. Karena Indonesia merupakan penganut sistem demokrasi liberal yang memungkinkan adanya kontestasi politik yang mengharuskan setiap orang tak terkecuali perempuan untuk meningkatkan kualitas, jika ingin bersaing. Tak ada posisi tawar yang didapatkan karena ia perempuan dan daerah tersebut menganut budaya yang matrilineal, maka masyarakat dipastikan akan memilih Universitas Sumatera Utara perempuan. Karena ketika berbicara matrilineal, di dalam sistem adat tersebut tak ada yang namanya kekuasaan,murni hanya garis keturunan saja. Dari 6 informan anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat yang saya wawancarai, 4 mengungkapkan bahwa budaya matrilineal sama sekali tak membantu mereka pada pemilihan legislatif yang lalu, sedangkan dua lagi merasakan ampak dari budaya matrilineal dalam kemenangan mereka pada pemilihan legislatif pada tahun 2014 silam. Dua orang anggota dewan yang merasakan adanya pengaruh budaya matrilineal yakni ibu Amiati dan Riva Melda. Dua orang tersbut kini duduk dalam komisi 5. Mereka merasa karena kebanyakan saudara-saudara dari pihak matrilineal mengetahui ada salah seorang dari keluarganya yang mencalonkan maka para saudara yang lainnya lebih pasti memilih saudaranya itu sendiri, sehingga tingkat ketepilihannya meningkat, karena suadra yang satu memberikan kabar kepada saudara yang satunya lagi. 31 Perempuan berjuang untuk menjadi legisatif bukanlah hal yang mudah. Dari120 orang, hanya 6 orang yang terpilih dan duduk di DPRD. Karena perempuan memiliki keterbatasan baik dari segi kemampuan finansial yang rendah, meyakinkan masyarakat perempuan untuk memilih permpuan merupakan hal yang jarang dimiliki oleh perempuan. 32 Karena masyarakat masih fanatik, masih adanya pemikiran ortodoks bahwa tak ada gunanya perempuan ikut berpolitik. Karena perempuan sudah sepantasnya berada di dapur saja. Dan moral dari masyarakat Indonesia terkhusus Sumatera Barat sudah mengenal yang namanya uang dalam pemilihan umum jadi jika seorang calon tak memberikan uang maka bisa dipastikan masyarakat tak akan memilih sang calon tersebut. Makanya diusahakan untuk ia pribadi karena tak memiliki uang ia berusaha untuk dikenal oleh masyarakat. 31 Hasil wawancara dengan ibu Armiati pada tanggal 30 Mareet 2015, pukul 13.25 siang di gedung DPRD Provinsi Sumatera Barat ruang komisi V. 32 Hasil wawancara dengan ibu Riva Melda pada tanggal 31 Maret 2015, pada pukul 10.00 pagi, di kantor DPRD Provinsi Sumatera Barat Universitas Sumatera Utara Ibu Armiati sendiri sudah menjadi kader di Partai Hati Nurani Rakyat pada tahun 2006, sejak Hanura pertama kali lahir di kota Padang. Pada tahun 2009 ia sudah mencalonkan diri sebagai legislatif namun ia tak menang, kemudian pada tahun 2014 ia pun mencoba bertarung lagi dan namanya pun keluar sebagai pemenang. Pada tahun 2010, pada saat pertama kali ia mengikuti ajang lima tahunan itu sang suami sangat mendukung dari segi finansial, namun pada tahun 2010 sang suami meninggal dunia. Karena sudah bertekad ingin menjadi wakil rakyat maka iapun tetap bertarung walaupun sang suami sudah tidak ada lagi dan akhirnya berjuang sendiri. Sempat terlintas dibenak untuk mengakhiri perjuangan ini karena dana yang tak memadai, namun pihak-pihak dari kaum matrilineal selalu memberikan dukungan hingga akhirmya menurut Ibu Armiati ia dapat menang karena bantuan dari kaum- kaum matrililineal. 33 Pihak matrilineal sangat membantu menyebarkan informasi mengenai dirinya yang mencalonkan sebagai wakil rakyat, dari rumah ke rumah, suami ke suami. Hal itulah yang sangat membantu ibu Armiati bisa memenangkan pemilihan legislatif pada tahun 2014 lalu. Sehingga karena bantuan dari pihak matrilineal yang sangat membantu mendapatkan suara akhirnya biaya kampanya yang dikelaurakan ibu Armiati tidak sampai pada angka Rp 50juta. Karena bisa dikatakan ibu Armiati menang karena dukungan matrilineal maka ia akan berusaha untuk konsentrasi pada masyarakat miskin. Namun, karena ada perubahan aturan, sehingga untuk turun ke masyarakat dirasakan susah. Dahulu ada tunjangan yang diberikan pemerintah untuk wakil rakyat jika mendatangi daerah pemilihannya, tetapi sekarang itu dihapuskan. Sehingga kemampuan para legislatif hanya pendapatangaji yang didapatkan perbulan sebagai anggota DPRD. Sedangkan masyarakat tidak mau kalau tidak ada uang, bahkan untuk memasangkan baliho saja masyarakat mengharapkan imbalan. Dan ini merupakan salah satu kelemahan dari legislatif perempuan. Karena anggota legislatif 33 Hasil wawancara dengan ibu Armiati pada tanggal 30 Maret 2015, pada pukul 13.30 siang,di gedung DPRD Provinsi Sumatera Barat ruang komisi V Universitas Sumatera Utara perempuan biasanya tidak mau ataupun tidak bisa bermain proyek di luar selain bekerja sebagai anggota DPRD karena harus mengurusi anak di rumah. Maka dengan adanya hubungan dan bantuan matrilineal lah yang sangat membantu. Para kaum mengumpulkan masanya dan ibu Armiati berbicara di depan mereka berusaha untuk meyakinkan masyarakat luas dan terkhusus kepada para perempuan, begitu juga ia bersosialisasi dengan ibu-ibu pengajian. Jadi menurut ibu Armiati bantuan dari pihak kaum matrilineal sangat membantu dan matrilineal akan sangat membantu jika perempuan mau berusaha sedikitsaja. Karena ketika berbicara politik, kita akan berhadapan dengan banyak orang dan bermacam suku, adat istiadat serta daerah. Walaupun adat minangkabau itu masih kuat tapi erlu adanya usaha lebih yang dilakukan jika perempuan mau mendapatkan posisi di DPRD. Karena masih adanya pandangan masyarakat bahwa laki-laki melindungi perempuan, dan perempuan dipandang hanya sebagai penyambung keturunan, maka dari itu perempuan yang masuk kedalam partai hanya dianggap sekadar untuk memnuhi kuota 30 agar sang partai politik dapat mengikuti pemilihan umum. Tidak ada keseriusan memberi kesempatan kepada perempuan. Ini bisa dilihat dengan tidak adanya proses kaderisasi yang pantas yang dilakukan oleh partai yang seharusnya dilakukan dan dirasakan oleh setiap kader, membuat nomor urut perempuan di bawah, sehingga partaipun benar-benar menutup kemungkinan agar perempuan bisa menang. Dan dengan hal seperti ini maka partaipun yang seyogyanya sebagai jembatan untuk menjadikan seseorang sebagai anggota dewanpun masih dirasakan setengah hati, dan itulah salah satu kekurangan yang terjadi di Indonesia dan terkhusus di padang. Maka dengan adanya kuota yang diberikan sebagaimana ditetapkan dalam UU Pemilu Pasal 65 ayat 1 menyebutkan: setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon Universitas Sumatera Utara anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD KabupatenKota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan sekurang-kurangnya 30. 34 Sudah dengan seharusnya perempuan memanfaatkan kuota yang telah ditetapkan. Berbeda dengan dua orang anggota dewan sebelumnya, ibu Zusmawati yang duduk di komisi 3 menampik bahwa budaya matrilineal ada turut campur berpartisipasi dalam pemenangannya di pemilihan umum ini. Ibu zusmawati merupakan seorang anak yang ayahnya berasal dari pasaman, namun zusmawati dari kecil hingga SMA tinggal di kota Medan. Di medan ayahnya membuat suatu rumah penampungan untuk masyarakat Pasaman yang berkunjung ke Medan. Jika orang Pasaman datang kemedan dan tidak tahu harus tinggal dimana, serta tidak memiliki tujuan maka akan tinggal di rumah penampungan tersebut. Dan karena mengingat kebakan sang ayah, dan banyak yang merasa berhutang budi maka hal inilah yang membuatnya bisa menang di pemilu 2014 kemarin. 35 Dan bukanlah karena garis keturunan ibu yang membantunya dalam pemilu, karena kembali lagi hanya dalam harta pusaka dan garis keturunan saja wanita ditinggikan, tetapi dalam politik perempuan tak memiliki posisi seperti itu. Ibu Zusmawati sendiri memandang perempuan berbeda dengan laki-laki, seperti contoh dalam hal berkampanye, laki-laki bebas pulang hingga pagi hari namun berbeda dengan permpuan. Perempuan masih ada nilai-nilai yang harus dipegang, masih ada pandangan bahwa perempuan tak baik jika pulang laurt malam. Maka dari itu, perempuan hanya bisa berkampanye lewat pengajian-pengajian dan arisan saja. Ia mengaku bahwa tak banyak hal yang dilakukannya, bisa dikatakan ia menang murni hanya karena ayahnya semata. Orang Psaman yang dulunya pernah dbantu oleh sang 34 Undang-undang politik 2003, 2003, UU no 12 Tentang Pemilu, Fokus Media, Bandung, hal 62 35 Hasil wawancara dengan ibu Zusmawati di Universitas NKBP padang, pada tanggal 1 April pada pukul 16.00 WIB Universitas Sumatera Utara ayah merasa harus memilih ibu Zusmawati yang saat itu mencalonkan dirinya sebagai legislatif dan tanda balas jasa terhadap sang ayah. Dan karenapun keluarga ibu Zusmawati adalah keluarga yang besar. Sang nenek memiliki banyak suami dan memiliki banyak anak, maka dariitu kebanyakan suara selain dari sang ayah, bantuan dari keluarga ke keluarga yang bisa dipastikan akan memilih ibu Zusmawati. Dan karena bantuan dari keluarga, sehingga ia tak banyak mengeluarkan biaya dalam pemilihannya ini. Tetapi ibu Siti Izatti Azis, Marlina Siswati, dan Endarmy berbeda dengan anggota dewan lainnya yang telah dijelaskan sebelumnnya. Merekadengan jelas tak merasakan dampak dari budaya matrilineal tersebut. Dan dengan jelas mereka mengatakan bahwa jika karena memandang buadaya matrilineal maka sudah pasti anggota dewan yang duduk sekarang adalah perempuan semua. Merupakan suatu paradoks melihat jumlah perempuan yang duduk di lembaga legisltif yang tak dapat mencapai angka 10. Karena sebenarnya kemampuan personal tiap angoota dewan yang dipertaruhkan dalam pemilihan umum. Bagaimana kita bisa mengenalkan diri kita kepada masyarakat, semisal dalam wirit yasin maka kita hadir di sana dan “menjual” diri kita. Sehingga masyarakat luas dapat mengenali kita secara pribadi bukan hanya dari baliho. Dan karena telah kenal secara langsung maka masyarakatpun merasa ringan tangan untuk memilihnya karena masyarakat merasa enggan memilih seorang calon walaupun sudah memasang baliho sebesar-besarnya. Lagi-lagi bertumpu pada bagaimana cara kita mengenalkan diri ke masyarakat. Seperti ibu Izzati Azis, yang suaminya juga anggota dewan berusaha sendiri untuk meraup suara, seperti membagikan jilbab dan pakaian seragam kepada ibu-ibu pengajian. Dimana ada acar wirit, pengajian ataupun acar-acara sosila ia berusaha untuk hadir di acara tersebut agar dikenal oleh masyarakat. Universitas Sumatera Utara Dan di situpun tak lupa juga ia memperkenalkan diri kepada khalayak umum seperti memberi kata sambutan yang diikuti dengan kampanye kecil-kecilan. Begitu juga ia kerap mendatangi petani-petani dan mendengarkan keluh kesah mereka, jika ada yang kurang maka ia akan berusaha untuk membantu kekuangan para petani tersebut, seperti membelikan bibit dan sebagainya. Untuk ibu Marlina Siswati, karena ia merasa belum dikenal oleh masyarakat maka ia fokus pada basis masanya yaitu di daerah padang panjang, sawahlunto dan tanah datar. Menghubungi orang-orang yang dikenal disitu dan meminta bantuannya. Ia cukup banyak memasang baliho di daerah tempat pemilihannya tersebut, selain itu setahun sebelum pemilihan ia juga sudah bergerak ke masyarakat berusaha agar rakyat kenal dan yakin untuk memberikan suaranya kepada ibu Marlina. Ia juga membagikan baju kaos, kalender, jam dinding serta stiker mobil. Baginya, itu merupakan barang-barang yang tak mahal tapi bermanfaat di kehidupan. Apalagi dengan stiker mobil yang ia jadikan sebagai media kampanyenya, di mobil-mobil teman serta saudara ia mintai tolong agar memasang stikernya di mobil-mobil mereka. Ia merasa ini merupakan masih dalam tahap yang wajar sebagai biaya akomodasi jika ingin menjadi wakil rakyat, karena kita meminta suaranya maka kita harus mau berusaha. Dan untuk ibu Endarmy, ia berbeda dengan anggota dewan sebelumnya dalam hal “menjual diri” kampanye. Jika ibu Zusmawati merasa bahwa perempuan berbeda dengan laki-laki karena kurang sopannya jika perempuan pulang larut malam hingga pagi hari. Namun hal itu tak berlaku kepada ibu Endarmy. Pada saat kampanye malah ia selalu bergabung dengan laki-laki dan duduk di lapau-lapau hingga larut malam hanya untuk bercerita tentang dunia politik saat ini, dengan begituia merasa bisa mengetahui apa yang dibutuhkan oleh rakyat. Universitas Sumatera Utara Ia tak masalah dengan kampanye yang hingga pulang pagi, tak masalah dengan pandangan orang-orang disekelilingnya. Ia merasa perlu mendatangi lapau-lapau seperti itu. Karena msayarakat Indonesia masih lebih banyak memiliki kehidupan yang kurang beruntung dan ia masuk dari sisi itu. Dan terbukti ia bisa menang dan dengan biaya yang minim pula. Ia sendiri merasa tak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Ia menampik bahwa politik hanya ramah kepada perempuan saja. Kembali lagi bagaimana perempuan mau maju dan membawa kepentingan perempuan d dalam legislatif. Tak ada pembatasan- pembatasan di dalam diri perempuan, karena pembatasan itu lah yang menghambat perempuan dalam berpolitik. Maka dari itu, nyatanya budaya matrilineal hanyalah budaya yang memberikan garis keturunan dari pihak ibu saja, juga dalam hal pewarisan harta kaum. Selebihnya perempuan minang masih terkekang dengan adanya pembatasan dan nilai-nila seperti yang dianut oleh budaya patriarkhis. Dan perlu diketahui bahwa memang budaya matrilineal tak ramah terhadap perempuan dalam hal politik. Hal ini bisa dilihat dari tidak pernah ada perempuan yang menjadi kepala nagari. Hal ini dimungkinkan karena kebanyakan suku di Indonesia yang garis keturunannya dari garis ayah, maka itu lebih melekat di masyarakat. Jadi ada pengaruh sedikit dari bu daya luar yang menjadikan tabu jika seorang perempuan keluar malam dan aktif di dalam bidang politik. Karena alasan budaya yang tidak memberikan nilai positif kepada perempuan jika berpolitik maka banyak perempuan merasa enggan ikut berpolitik. Takut dipandang buruk oleh masyarakat, dan kurangnya kemampuan perempuan dalam berpolitik. Masih canggung ngomong di depan umum, kurang berwawasan, kurang berani dan kurangnya finansial jika Universitas Sumatera Utara maju menjadi calon. Karena kebanyakan dari anggota dewan tersebut masih ba nyak yang mengandalkan uangnya pribadi sehingga bisa dikenal oleh masysarakat. Namun, uang tersebutpun merupakan miliki dari sang suami, jadi jika seorang istri ingin berkompetisi dengan perempuan lain walaupun ia berkemampuan tetapi tidak memiliki uang maka itu merupakan suatu hal yang mustahil untuk dicapai oleh perempuan tersebut agar dapat duduk di pemerintahan. Karena tidak mungkin jika seorang calon legislatif tak memiliki uang jika ingin menjadi seorang wakil rakyat, ini juga merupakan suatu pola pemikiran masyarakat yang salah. Tak perlu uang yang banyak jika ingin mencalonkan, kita hanya perlu mempersiapkan diri kita sendiri dengan baik, baik dari segi kemampuan pendidikan serta mental pribadi yang baik. Dengan semua itu, bisa dipastikan jika perempuan dapat lebih tinggi tingkat keterpilihannya. Perempuan harus berpikir bagaimana ia dapat berkontribusi dalam hal berpolitik, karena negara juga telah memberikan peluang kepada perempuan agar bisa duduk di lembaga legislatif. Namun bukan berarti kita bisa seenaknya tanpa membekali diri sendiri. Tetap harus memiliki kemampuan bersaing. Universitas Sumatera Utara BAB IV PENUTUP

IV.1 Kesimpulan