a. bahan pengisi Diluent:
Bahan ini dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Zat-zat yang digunakan seperti: saccharum lactis, amilum, kalsium fosfat, kalsium karbonat.
b. bahan pengikat Binder:
Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak pecah dan dapat merekat. Zat-zat yang digunakan seperti: mucilago gummi arabici 10 – 20, mucilago amili 10,
larutan gelatin 10 – 20, larutan metilselulosa 5. c.
bahan penghancur Disintegrator: Bahan ini dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut. Zat-zat yang
digunakan seperti: amilum kering, gelatin, agar-agar, natrium alginat. d.
bahan pelicin Lubricant: Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan matrys. Zat-zat
yang digunakan seperti: talkum, magnesium stearat, asam stearat. Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan bahan tambahan, kecuali
bahan pelicin dibuat menjadi granul butiran kasar, karena serbuk yang halus tidak dapat mengisi cetakan dengan baik. Bentuk granul dapat mengisi cetakan
secara tetap dan dapat menghindari terjadinya retak capping pada tablet Anief, 1987.
Tablet harus mempunyai bentuk dan ukuran yang sesuai dan bebas dari kerusakan. Pengujian-pengujian yang dilakukan untuk menentukan kualitas tablet
meliputi keseragaman sediaan, kekerasan, kerenyahan, waktu hancur, penetapan kadar zat berkhasiat dan disolusi Ditjen POM, 1995.
2.2.2. Persyaratan Tablet
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V 2014, tablet harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. keseragaman sediaan:
Tablet harus memenuhi uji keseragaman sediaan untuk menjamin keseragaman sediaan tiap tablet yang dibuat. Tablet yang bobotnya seragam diharapkan
memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga mempunyai efek terapi yang sama.
b. kekerasan:
Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan pada saat pengepakan dan pengangkutan. Uji ini dilakukan
dengan menggunakan alat yang disebut Hardness Tester. Pengujian dilakukan dengan meletakkan tablet diantara alat penekan punch dan dijepit dengan
memutar sekrup pengatur sampai tanda lampu menyala, lalu ditekan tombol sehingga tablet pecah. Tekanan ditunjukkan pada skala yang tertera. Umumnya
kekuatan tablet berkisar 4 – 8 kg. c.
kerenyahan: Uji ini dilakukan untuk mengetahui kerenyahan tablet. Tablet yang rapuh akan
mengurangi kandungan zat berkhasiatnya sehingga mempengaruhi efek terapi. Kerenyahan ditandai dengan massa partikel yang berjatuhan dari tablet. Uji ini
dilakukan menggunakan alat yang disebut Roche Fribilator yang terdiri dari sebuah tabung yang berputar ke arah radial disambungkan sebuah bilah
lengkung. Tablet dimasukkan ke dalam wadah tersebut, saat wadah berputar
tablet akan bergulir jatuh sampai pada putaran berikutnya dipegang kembali oleh bilah. Pemutaran dilakukan 100 kali dengan persyaratan tablet tidak boleh
kehilangan berat lebih dari 0,8. d.
waktu hancur: Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian batas waktu hancur yang
tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet dirancang untuk pelepasan obat terkendali dan diperlambat. Uji waktu
hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Interval waktu hancur yaitu 5 – 30 menit. Sediaan dinyatakan hancur sempurna
bila tidak ada sisa sediaan yang tidak larut tertinggal pada kasa. e.
penetapan kadar zat berkhasiat: Penetapan kadar ini dilakukan untuk mengetahui apakah tablet memenuhi
persyaratan kadar sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi persyaratan, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang
baik dan tidak layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai tertera pada monografi antara lain di
Farmakope Indonesia. f.
disolusi: Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam
larutan suatu medium. Uji disolusi digunakan untuk mengetahui persyaratan disolusi yang tertera dalam monografi pada sediaan tablet, kecuali pada etiket
dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan uji disolusi. Uji ini juga bertujuan untuk mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dan
memberi efek terapi di dalam tubuh. Pengujian dilakukan untuk menjamin keseragaman satu batch, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi
yang diinginkan, dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru. Obat yang telah memenuhi persyaratan keseragaman sediaan, kekerasan,
kerenyahan, waktu hancur dan penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus
dilakukan pada setiap produksi tablet Ditjen POM, 1995.
2.3. Batuk
Batuk merupakan mekanisme protektif normal untuk membersihkan cabang trakeobronkial dari sekret dan zat-zat asing. Dengan kata lain, batuk merupakan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit atau gangguan pada saluran pernafasan. Batuk dapat disebabkan oleh rangsangan tertentu, radang, atau
gangguan pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh lendir Sartono, 1993. Menurut Munaf 1994, batuk terjadi secara reflektoris karena rangsangan
pada reseptor batuk yang dialirkan melalui serabut aferen serabut sensorik ke pusat batuk dan kemudian diteruskan ke serabut eferen serabut motorik. Batuk
terdapat baik pada orang sakit maupun orang sehat dan sering merupakan gejala berbagai keadaan patologis yang ringan sampai berat. Batuk dikelompokkan ke
dalam dua jenis, yaitu: a.
batuk produktif atau batuk yang bermanfaat, yaitu batuk yang menghasilkan pengeluaran sekretdahak.
b. batuk tidak produktif atau batuk kering dan disebut juga batuk tidak
bermanfaat karena batuk tidak menghasilkan apa-apa. Obat batuk merupakan salah satu cara penanganan batuk disamping cara
lainnya seperti mengkonsumsi banyak cairan. Namun, obat batuk hanya berfungsi meredakan gejala penyakit saja Widodo, 2004. Menurut Anief 2007, obat yang
digunakan untuk mengobati batuk dibagi dalam dua golongan besar, yaitu: a.
ekspektoransia, yaitu mempertinggi sekresi dari saluran pernafasan dan atau mencairkan dahaklendir sehingga mudah dikeluarkan.
b. antitusif, yaitu zat-zat ini menghentikan rangsangan batuk.
2.4. Uraian Umum Gliseril Guaiakolat
Gliseril guaiakolat memiliki nama kimia guaifenesin dengan rumus molekul C
10
H
14
O
4
dan memiliki berat molekul 198,22. Gliseril guaiakolat berbentuk serbuk hablur berwarna putih sampai agak kelabu, berbau khas lemah, dan
rasanya pahit. Gliseril guaiakolat larut dalam air, etanol, kloroform, dan propilen glikol namun agak sukar larut dalam gliserin. Syarat kadar gliseril guaiakolat
yaitu mengandung C
10
H
14
O
4
, tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih dari 110,0 dari jumlah yang tertera pada etiket Ditjen POM, 1995.
Tablet gliseril atau disebut juga guaifenesin adalah derivat guaiakol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis sediaan batuk Tjay,
2007. Obat batuk ini digunakan untuk batuk berlendir berdahak sehingga mudah dikeluarkan Widodo, 2004.
Dosis gliseril guaiakolat adalah 1 – 2 tablet tiga kali sehari untuk dewasa, dan ½ - 1 tablet tiga kali sehari untuk anak-anak. Gliseril guaiakolat memiliki efek
samping berupa iritasi lambung mual, muntah yang dapat dikurangi dengan mengkonsumsi segelas air. Serbuk Guaifenesin cenderung menggumpal pada saat
penyimpanan, maka harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Gliseril guaiakolat bekerja dengan merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang
kemudian meningkatkan aktivitas kelenjar-sekresi dari saluran lambung-usus. Akibatnya, memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada di saluran napas
Tjay, 2007.
2.5. Disolusi
Disolusi didefenisikan sebagai proses melarutnya suatu zat padat dalam zat cair tertentu. Kecepatan disolusi obat merupakan tahap sebelum obat berada
dalam darah. Dalam saluran pencernaan, zat berkhasiat dari sediaan padat akan terlarut sehingga dapat melewati membran saluran cerna. Obat yang larut baik
dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara pasif Syukri, 2002.
2.5.1. Alat Uji Disolusi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V 2014, terdapat dua tipe alat uji disolusi yaitu:
a. alat 1 Tipe Keranjang
Alat terdiri dari wadah tertutup dari kaca, suatu batang logam yang digerakkan oleh mesin dan wadah disolusi keranjang. Wadah disolusi berbentuk silinder
dengan dasar setengah bola, tinggi 160 – 175 mm, diameter 98 – 106 mm dan