Interpretasi Data Keterbatasan Penelitian KESIMPULAN

26 berupa laporan, buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan internet yang berkaitan langsung dan dianggap relevan dengan rumusan masalah yang diteliti

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data adalah merupakan suatu tahap proses pengolahan data yang dimulai dari tahap mengedit data sesuai denga pokok permasalahan yang diteliti kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan apa yang terjadi di lapangan. Menganalisis data menunjuk pada kegiatan mengorganisasikan data ke dalam susunan-susunan tertentu dalam rangka penginterpretasian data Faisal 2007 :34. Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari adanya setiap informasi baik pengamatan, wawancara ataupun catatan lapangan lainnya yang kemudian ditelaah dan dipelajari. Maka pada tahap selanjutnya adalah penyusunan data dalam satuan-satuan yang kemudian dikategorikan. Kategori tersebut berkaitan antara satu sama lainnya dan diinterpretasikan secara kualitatif.

3.6 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Terutama dalam melakukan wawancara mendalam terhadap informan. Hal ini karena keterbatasan pengalaman dan keterbatasan waktu yang dimiliki informan dalam proses wawancara dikarenakan kesibukan informan sehari-hari. Terlepas dari permasalahan teknis penulisan dan penelitian , peneliti menyadari keterbatasan mengenai metode menyebabkan lambatnya proses penelitian dilakukan, dan masih ada keterbatasan bahan pendukung penelitian seperti kurang terbukanya narasumber dalam memberikan informasi mengenai masalah yang diteliti. Walupun demikian peneliti berusaha melakukan penelitian semaksimal mungkin agar data bersifat valid dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan maksimal. Universitas Sumatera Utara 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan Pada Zaman dahulu kota Medan di kenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 40.000 Ha. Dahulu orang menamkan Tanah Deli mulai dari sungai ular Deli Serdang sampai ke sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada saat itu wilayah tidak mencakup di antara kedua sungai tersebut. Kampung Medan Putri di bangun pada tahun 1590 oleh Guru Patimpus, yang merupakan cucu Singa Maraja yang memerintah Negeri Berkerah di daratan tinggi Karo termasuk dalam wilayah Raja Urung asal Karo di Deli. Pada awal pekembangannya kota Medan Merupakan sebuah kampung kecil yang bernama Medan Putri. Perkembangan Kampung Medan Putri tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak diantara pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Ijo sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian kampung Medan Putri yang merupakan cikal bakal kota Medan, cepat berkembang dan menjadi pelabuhan transit yang sangat penting. Perkembangan kota Medan selanjutnya tidak terlepas dari keberadaan Kesultanan Deli yang diproklamirkan oleh Tuanku Panglima Perungit, yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibu kotanya di Labuhan, kira-kira 20 meter dari kota Medan. Universitas Sumatera Utara 28 berdasarkan isi Politiek Contrac antara Kesultanan Deli dengan pemerintah Hindai Belanda pada tahun 1907, daerah kekuasaan Kesultanan Deli meliputi : 1. Wilayah Deli Asli, yaitu wilayah yang sama dari sekitar kiri dan kanan Sungai Deli, yang didalamnya terdapat bangsa Melayu, termasuk kampung Medan Putri. 2. Wilayah-wilayah Urung yaitu wilayah Hamparan perak, Sunggal, Kampung Baru, Patumbak, yang didiami suku Melayu Hilir dan suku Karo. Pesatnya perkembangan Kampung Medan Putri, tidak terlepas dari perkebunan Tembakau yang sangat di kenal dengan Tembakau Delinya, yang merupakan Tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan kepada Nienhuys Van Der Falk dan Eliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz Co, tanah seluas 4.000 bahu denga 1 bahu = 0,74 ha secara erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepssi, dekat Labuhan untuk dijadikan lahan perkebunan Tembakau. Maret 1864, Jannsen, P.W. Cremer dan Nienhuys mendirikan Deli Maatscapji di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, tahun 1869 di Sunggal, tahun 1875 di Sungai Beras dan Klumpang, sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan Tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang. Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung Medan Putri. Tahun 1879, ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan. Pada tanggal 1 Maret 1887, ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, istana Kesultanan Deli yang semula berada di kampung Bahari Labuhan juga dipindahkan dengan selesainya pembangunan Istana Maimun pada tanggal 18 Mei 1891, yang Universitas Sumatera Utara 29 menjadikan Ibukota Deli resmi pindah ke Medan. Dengan Demikian perkembangan kota Medan menjadi pusat perdagangan juga telah mendorong menjadi pusat pemerintahan. Dibukanya perkebunan Tembakau ternyata mempekerjakan orang-orang Cina dari Swatow Tiongkok , Singapura, Malaya Tamil dari Penang dan orang-orang Pribumi yaitu Minangkabau dan Jawa. Dari kebijakan inilah yang kemudian berdampak beranekaragamannya etnis yang berdomilisi di kota Medan saat ini. Oleh karena itu, masyarakat kota Medan saat ini adalah campuran dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia seperti suku Melayu, Batak, Cina, Minang, Karo dan sebagainya. Adanya keterogenitas suku yang berdiam di kota Medan juga menimbulkan banyaknya corak budaya yang ada sehingga berdampak beragamnya nilai- nilai budaya yang di kenal.

4.1.2 Demografi Kota Medan

Berdasarkan data kependudukan tahun 2010, penduduk kota Medan pada saat ini diperkirakan telah mencapai sebanyak 12.985.075. jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, wanita sebanyak 6.506.024 jiwa, sedangkan pria 6.479.051 jiwa. Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan untuk penduduk tidak tetap di perkirakan lebih dari 500.000 jiwa yang merupakan penduduk communters. Dengan demikian kota Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga memiliki deferensiasi pasar. Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2.5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju komuter. Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-29 tahun masing-masing 41 dan 37,8 dari total penduduk. Dilihat dari struktur umur penduduk , kota Medan di huni lebih dari 1.377.751 jiwa usia produktif, 15-19 tahun. Universitas Sumatera Utara 30 Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian kota medan secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, di susul Kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang sedikit terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan Medan Timur. Mayoritas penduduk kota Medan sekarang adalah suku Jawa dan Batak, tetapi di kota ini juga banyak tinggal pula orang keturunan India dan Tionghoa. Komunitas Tionghoa di Medan cukup besar, sekitar 25 jumlah total. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah mesjid, gereja, dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah sekitaran jalan Zainun Arifin bahkan di kenal sebagai kampung Madras kampung India. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat Medan di huni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras Timur Lainnya.

4.1.3 Geografi Kota Medan

Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar 265,10 Km² atau 3,6 dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kotakabupaten lainya, kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3 ᴼ 30′- 3ᴼ 43′ Lintang Utara dan 98ᴼ 44′ Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Universitas Sumatera Utara 31 Secara administratif, wilayah kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan, dan Timur. Sepanjang wilayah Utara berbatasaan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam SDA, khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan di dukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai, dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerja sama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang pintu masuk kegiataan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri ekspor-impor. Posisi geografis kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutup pertumbuhan fisik, yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat kota Medan hari ini. 4.2 Anak Jalanan Kota Medan

4.2.1 Simpang Pos

Simpang pos merupakan pertemuan antara jalan Jamin Ginting dan jalan Nguban Surbakti jalan A. H Nasution. Kondisi Simpang Pos yang sangat padat setiap harinya memungkinkan untuk melakukan aktifitas yang dapat menghasilkan uang. Aktifitas yang berlangsung tersebut mayoritas yang melakukannya adalah anak-anak. Ada banyak aktivitas Universitas Sumatera Utara 32 yang dapat dilakukan oleh anak-anak jalanan di Simpang Pos, dari mengamen menggunakan kricikan sampai yang menggunakan gitar, menjual Aqua, dan bahkan mengemis.

4.2.2 Terminal Amplas

Terminal Amplas merupakan salah satu terminal strategis yang berada di kota Medan. Terminal Amplas berada di jalan Panglima Denai, merupakan pintu masuk dan keluar bagi kendaraan pengangkut baik yang kecil maupun yang besar baik yang datang dari Medan maupun luar Medan. Ataupun kendaraan yang akan keluar kota bahkan keluar pulau Sumatera semuanya di tampung di terminal Amplas. Alhasil, terminal Amplas penuh padat dengan manusia dan kendaraan. Tetapi keadaan yang seperti itu terkadang memberikan lapangan pekerjaan bagi orang-orang sekitar. Dari yang membuka kedai nasi, kios rokok dann makanan minuman ringan, penjual koran, TTS, calo dan lainnya. Keadaan yang seperti itu juga memberikan peluang bagi anak-anak dari menyapu angkot, pengamen, dan pengemis.

4.2.3 Universitas Sumatera Utara

Kampus Universitas Sumatera Utara USU, yang berada di jalan Dr. Mansyur yang merupakan pertemuan antara jalan Jamin Ginting dan Jalan Setia Budi. USU merupakan Universitas yang terbesar di kota Medan yang memiliki 4 pintu masuk dan 14 fakultas. Mahasiswa yang USU datang dari berbagai daerah luar ataupun dalam pulau Sumatera. Kampus ini dapat menjadi salah satu tempat yang memberikan penghasilan bagi orang-orang sekitar. Dari penjual makanan,minuman, tukang becak, dan penjual alat-alat tulis yang dibutuhkan oleh mahasiswa. Begitu juga halnya bagi anak-anak jalanan, mereka dapat bekerja sebagai pengamen, pengemis, pemulungpencari botot, dari anak-anak hingga orang dewasa. Universitas Sumatera Utara 33 4.3 Tempat Tinggal Keluarga Anak Jalanan. 4.3.1 Medan Johor Kecamatan Medan Johor adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan yang berbatasan dengan Medan Tuntungan di sebelah barat, Medan Amplas di timur, Kabupaten Deli Serdang di selatan, dan Medan Polonia di utara. Kecamatan ini merupakan daerah resapan air bagi kota Medan. Luasnya adalah 14,58 km². Tempat tinggal dua keluarga anak jalanan dalam penelitian ini bertempat tinggal di jalan Karya Jaya gang Eka Warni, kecamatan Medan Johor.

4.3.2 Medan Polonia

Kecamatan Medan Polonia adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Polonia, Medan berbatasan dengan Medan Baru, di sebelah barat, Medan Maimun di timur, Medan Johor di selatan, dan Medan Petisah di utara. Luasnya adalah 9,01 km². Dua keluarga anak jalanan dalam penelitian ini bertempat tinggal di Jalan Starban gang Bilal, kecamatan Medan Polonia.

4.3.3 Medan Perjuangan

Kecamatan Medan Perjuangan adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Perjuagan berbatasan dengan Medan Timur di sebelah barat, Medan Tembung dan Kabupaten Deli Serdang di timur , dan Medan Area dan Medan kota di selatan, dan Medan Timur dan Kabupaten Deli Serdang di Utara. Luasnya adalah 7,76 km². Satu keluarga anak jalanan dalam penelitian ini bertempat tinggal di Sei Kera Hilir I. Universitas Sumatera Utara 34 4.4 Interpretasi Data Penelitian 4.4.1. Dabo Masih Memiliki Keluarga Utuh “Bekerja Sebagai Pengamen Untuk Membantu Perekonomian Keluarga”. Sarman berusia 48 tahun dan isterinya Saima berusia 42 tahun, mempunyai 4 orang anak. Anak pertama bernama Listi perempuan, berusia 20 tahun sudah menyeselesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas. Anak kedua, bernama Dabo dan berusia 16 tahun sedang duduk di bangku sekolah menengah pertama. Anak ketiga bernama Ahmad berusia 8 tahun sedang duduk di bangku sekolah dasar. Anak yang terakhir bernama Pandu berusia 3 tahun. Pekerjaan Sarman tidak menentu, terkadang dia bekerja sebagai kuli bangunan, buruh angkat barang, jadi sopir angkot dan truk, dan kadang kala bekerja sebagai tukang becak. Sementara, Saima tidak bekerja dan hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Gambar : Rumah tempat tinggal keluarga Sarman. Universitas Sumatera Utara 35 Keluarga Sarman bertempat tinggal di Kecamatan Medan Johor. Sebelumnya keluarga Sarman tinggal di rumah kontrakan yang tidak jauh dari rumah yang mereka tempati saat ini. Tetapi setelah memiliki tiga orang anak, Sarman memutuskan untuk tinggal di rumah yang lebih besar agar anak-anaknya merasa nyaman, karena rumah yang mereka tempati sebelumnya sangat sempit dan sudah tidak layak lagi untuk ditempati. Harga sewa rumah Sarman sebelumnya Rp.300.000 ribu sebulan. Akhirnya Sarman mendirikan rumahnya sendirinya, meskipun rumah yang ia tempati saat ini tidak terlalu besar dan tidak mewah. Tetapi setidaknya bagi keluarga Sarman, mereka dapat tinggal di rumah mereka sendiri tanpa harus membayar sewa kepada orang lain. Keluarga Sarman tinggal di rumah yang mereka tempati saat ini sudah lebih dari 10 tahun. Perekonomian keluarga Sarman dan Saima bisa diketegorikan sangat rendah. Hal ini terbukti dari penghasilan yang didapatkan Sarman hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka dalam sehari saja. Uang yang Sarman dapatkan dalam sehari akan mereka gunakan untuk memenuhui kebutuhan pangan keluarganya. Sarman dan Saima dalam sehari hanya makan satu kali saja, mereka selalu mendahulukan anakanya agar tidak merasa kekurangan dan kelaparan. Sarman harus mampu untuk hidup berhemat, karena penghasilan yang didapatkanya juga harus ia sisihkan untuk membayar sewa rumah yang mereka tempati saat itu. Keluarga Sarman hidup dengan serba kekekurangan yang terpenting bagi mereka adalah dapat untuk bertahan dan melanjutkan hidup mereka meskipun dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sebagai kepala rumah tangga Sarman harus bekerja keras untuk mencukupi segala kebutuhan keluarganya dengan segala cara dan pekerjaan yang tidak menentu. Universitas Sumatera Utara 36 Setelah pernikahan Sarman dan Saima memasuki usia ke dua tahun, kedua pasangan ini dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Listi. Sarman harus benar-benar bekerja keras untuk dapat memenuhui segala kebutuhan isteri dan anaknya. Pada masa itu masalah keuangan keluarga Sarman tidak terlalu bermasalah, karena Sarman masih membiayai dua orang saja, dan saat itu pun Listi masih balita dan belum bersekolah. Hal ini membuat keluarga Sarman merasa tidak kekurangan sedikit pun, walaupun hidup dengan sederhana dan pas-pasan. Sarman tetap bekerja keras untuk dapat menghidupi dan menafkahi keluarga kecilnya, apapun pekerjaannya yang terpenting baginya dapat menghasilkan uang dengan cara yang halal untuk keluarganya. Setelah Listi berusia 4 tahun, lahirlah adik laki-lakinya yang bernama Dabo. Pada akhirnya pasangan ini dikarunia sepasang anak. Hal ini merupakan kebahagian untuk keluarga kecil Sarman. Namun demikian, hanya beberapa saat saja kebahagian yang dirasakan oleh keluarga kecil ini. Seiring dengan berlalunya waktu, membuat Sarman harus bekerja keras untuk dapat bertahan hidup dan membiayai segala kebutuhan anak-anaknya dan juga isterinya. Pada saat Listi berusia 6 tahun, kedua orang tuanya harus menyekolahkannya. Memang sudah saatnya Listi memasuki ranah pendidikan seperti teman-teman sebaya yang berada dilingkungan tempat tinggal mereka. Sarman dan Saiman pun harus dapat meyekolahkan putri pertama mereka, karena memang sudah saatnya Listi duduk di bangku sekolah dasar. Untuk dapat bersekolah Listi tentu membutuhkan seragam dan peralatan sekolah seperti tas, sepatu, dan alat-alat tulis. Sementara Sarman pada saat itu hanya bekerja sebagai buruh angkat pasar yang tidak memiliki penghasilan yang tinggi atau yang tetap. Tetapi Sarman harus tetap bekerja agar dapat menyediakan segala keperluan sekolah yang dibutuhkan oleh Listi. Universitas Sumatera Utara 37 Dengan pekerjaan sebagai buruh angkat pasar Sarman hanya berpenghasilan paling tinggi dalam sehari mencapai Rp.20.000. Dengan penghasilan yang dapat dikatakan rendah Sarman sangat mengalami kesulitan dalam menafkahi kedua anak dan isterinya. Tidak ada yang dapat Sarman lakukan ia hanya bisa terus bekerja dan berusaha. Karena kesulitan yang dialami oleh suaminya, Saima sangat ingin membantu menangani masalah finansial keluarganya. Akhinya Saima berniat mencari pekerjaan, dan kebetulan salah satu tetangga mereka menawarkan pekerjaan kepada Saima, yaitu sebagai tukang cuci. Saima tidak melihat apapun pekerjaan yang harus ia terima, yang terpenting baginya dapat membantu suaminya dalam menangani permasalahan perekonomian keluarganya. Dengan pekerjaan Saima sebagai tukang cuci ia berpenghasilan Rp.150.000bulan pada saat itu. Dalam seminggu Saima mencuci hanya tiga kali. Dengan pekerjaan ini, Saima dapat membantu suaminya dalam memenuhui segala kebutuhan keluarganya. Sementara itu Sarman tetap mencari pekerjaan lain yang lebih banyak menghasilkan uang, ia sebenarnya tidak ingin isterinya bekerja sebagai tukang cuci, apalagi anak kedua mereka masih bayi. Tetapi Sarman tidak mempunyai pekerjaan yang lain. Ia tetap memberikan izin kepada isterinya untuk bekerja. Dengan penghasilan Sarman dan Saima, mereka dapat memenuhui segala kebutuhan kedua anaknya, dan juga menyekolahkan anaknya. Sarman tetap berusaha untuk mendapatkan dan mencari pekerjaan yang lebih berpenghasilan tinggi, jika tetap mengandalkan penghasilannya hanya dapat memenuhui kebutuhan sehari-hari keluarganya saja, dan untuk biaya masa depan anak-anaknya tidak akan terjamin. Sarman dan Saima tidak memiliki tabungan sedikit pun, penghasilan mereka hanya dapat membiayai kebutuhan mereka dalam sehari-hari. Sebagai kepala rumah tangga Sarman menginginkan yang terbaik untuk kehidupan kedua Universitas Sumatera Utara 38 anaknya. Ia harus tetap bekerja dan berusaha agar mampu memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Mencari pekerjaan yang lebih baik dan berpenghasilan tinggi tentu tidak semudah yang dibayangkan oleh Sarman, dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tanpa kemampuan dan keterampilan yang khusus membuatnya kesulitan dalam mencari pekerjaan. Sarman pernah melamar pekerjaan di suatu pabrik, syarat menjadi pekerja harus memiliki ijazah sekolah menengah akhir. Sementara itu Sarman hanya tamanan sekolah dasar yang tidak memiliki ijazah. Hal ini sangat mempersulitnya dalam mencari pekerjaan. Hanya pekerjaan seperti tukang becak dan buruh bangunan yang tidak memiliki persyaratan, tetapi untuk menjadi tukang becak juga harus membutuhkan biaya yang sangat besar untuk membeli becak, sedangkan untuk buruh bangunan tidak memiliki penghasilan yang tinggi. Sarman tak kunjung mendapatkan pekerjaan, hal ini membuatnya menjadi sedikit putus asa, dan berhenti mencari pekerjaan lain. Dalam benaknya apapun pekerjaan yang sedang ia kerjakan saat ini adalah pekerjaannya yang harus ia terima berapa pun penghasilan yang didapatkanya, dan terpenting ia memiliki pekerjaan walaupun hanya sebagai buruh angkat pasar dan terkadang menjadi buruh bangunan. Daripada sama sekali ia tidak mempunyai pekerjaan, karena di luar sana masih banyak orang yang menginginkan pekerjaan, namun tidak mendapatkan. Berapa pun penghasilan yang ia terima dari pekerjaannya adalah rezeki yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, sehingga ia harus menerimanya. Pada akhirnya Sarman berhenti untuk mencari pekerjaan yang lain. Setelah beberapa bulan, Sarman mendapat tawaran dari seorang temannya untuk bekerja sebagai TKI Tenaga Kerja Indonesia yang akan dipekerjakan ke Malaysia. Dengan gaji yang Universitas Sumatera Utara 39 begitu tinggi membuat Sarman tergiur oleh ajakan temannya tersebut. Namun, jika Sarman memilih pekerjaan sebagai TKI ia harus rela berpisah dan meninggalkan isteri dan anak- anaknya, tentu saja ini merupakan pilihan yang membuat Sarman menjadi dilema. Jika ia tidak menerima pekerjaan tersebut masa depan anak-anaknya tidak akan terjamin, apalagi harus mengandalkan pekerjaannya sebagai buruh angkat pasar. Demi anak-anak dan isterinya akhirnya Sarman harus benar-benar pergi meninggalkan keluarganya. Saima hanya bisa pasrah terhadap keputusan suaminya tersebut, bagaimana pun menurutnya ini adalah hal yang paling terbaik untuk keluarganya. Pada akhirnya Sarman berangkatlah ke Malaysia, hanya satu bulan saja Sarman menghubungi isterinya. Setelah berbulan-bulan lamanya Saima tetap menunggu suaminya agar menghubungi mereka, tetapi tetap saja Saima tidak pernah mendapat kabar mengenai suaminya. Sarman bagaikan hilang di telan bumi. Saima tetap menunggu suaminya pulang kerumah mereka tetapi penantian Saima hanya berujung sia-sia, suaminya tidak pernah kembali lagi. Sedikit pun ia tidak mendapat kabar mengenai suaminya, ia tidak mengetahui apakah suami masih dalam keadaan bernyawa atau tidak. Ia hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar suaminya tetap diberikan kesehatan jika masih hidup, dan jika sudah tiada semoga suaminya mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Tuhan. Akhirnya Saima harus menghidupi kedua anak-anaknya, ia harus membanting tulang agar kedua anak-anaknya dapat bertahan hidup. Ia merasa hidupnya begitu tak adil, mengapa ia harus kehilangan suaminya, dan tanpa mengetahui bagaimana keadaan suaminya. Setiap hari Saima berharap jika suaminya akan kembali dan pulang kerumah mereka. Penantian Saima hanya sia-sia saja sudah lebih setahun lamanya Sarma tak kunjung kembali. Selama setahun Saima bekerja keras untuk memenuhui kebutuhan kedua anak-anaknya. Selain bekerja sebagai Universitas Sumatera Utara 40 tukang cuci Saima juga bekerja di sebuah kedai nasi, sebagai pencuci piring. Jika hanya mengandalkan pekerjaan sebagai tukang cuci tentu saja tidak akan cukup untuk menghidupi kedua anaknya, apalagi putri pertamanya sudah bersekolah. Setiap hari Saima harus menguras seluruh tenaganya untuk bekerja. Pertumbuhan anak-anak Saima dan Sarman terasa begitu cepat, tidak terasa bahwa anak pertama mereka kini sudah tumbuh menjadi seorang anak gadis , Listi sudah duduk di kelas 3 sekolah dasar, dan Dabo sudah berusia 5 tahun, sudah lebih dari dua tahun ayah dari anak- anaknya meninggalkan mereka. Masih jelas dalam ingatan Saima ketika suaminya pergi meninggalkannya anak bungsu mereka masih berusia 3 tahun dan sekarang sudah memasuki usia ke 5 tahun. Waktu begitu cepat berlalu, anak-anaknya selalu bertanya kemana perginya ayah mereka. Saima hanya tersenyum dan berkata kepada kedua anak-anaknya bahwa ayah mereka sedang bekerja mencari uang yang banyak untuk biaya sekolah anak-anaknya kelak. Setiap hari Saima harus bekerja di kedai nasi milik tetangganya, walaupun hanya sebagai tukang cuci piring dan membersihkan kedai tersebut ia tetap bersyukur. Pekerjaan sebagai tukang cuci tetap dikerjakan olehnya. Untuk mencuci ia selalu datang ke rumah majikannya setiap pagi sekitar pukul 07.00 wib tiga kali dalam seminggu. Sedangkan bekerja di kedai nasi tersebut Saima mulai bekerja pada pukul 09.00 wib dan pulang ke rumahnya pada pukul 17.00 wib. Setiap hari Saima membawa Dabo dan Listi ke tempat kerjanya, dan Listi setelah pulang sekolah biasanya akan datang ke tempat ibunya bekerja. Saima tetap bersyukur bahwa ia masih mempunyai pekerjaan yang dapat untuk membiayai anak-anaknya. Ia diperkerjakan oleh tetangganya, karena merasa kasihan terhadap dirinya yang harus membanting tulang seorang diri untuk menghidupi kedua anak-anaknya tanpa seorang suami. Universitas Sumatera Utara 41 Bekerja di kedai nasi adalah pekerjaan yang terbaik baginya. Karena jika ada sisa makanan dari penjualan kedai nasi tersebut, pemilik kedai selalu memberikanya sebagian kepada Saima. Dengan begitu Saima tidak perlu membeli atau memasak makanan untuk kedua anak- anaknya ketika pulang dari bekeja. Makanan yang diberikan kepada Saima dapat membantunya untuk tetap berhemat, meskipun tidak setiap hari Saima mendapatkan makanan dari kedai tesebut. Pemilik kedai nasi itu terkadang dengan sengaja memberikan sisa penjulanan yang tidak habis di jual kepada Saima. Karena merasa kasihan dan iba kepada Saima yang menghidupi kedua orang anak seorang diri. Desi pemilik kedai nasi tersebut hanya ingin membantu Saima, namun ia juga tidak dapat membantu lebih banyak lagi. Hanya dengan memberikan mereka makan saja udah sangat lebih dari cukup menurut Saima. Ketika Listi pulang dari sekolah, Desi selalu memberikan makan kepadanya begitu juga dengan Dabo tanpa pernah memotong gaji untuk Saima. Hal ini membuat Saima benar-benar bersyukur karena masih ada manusia yang peduli akan anak-anaknya. Terkadang Desi sudah menganggap Listi dan Dabo sebagai anaknya sendiri. Kadang kala Desi juga memberikan uang jajan kepada Listi dan Dabo. Sebenarnya Saima tidak ingin terus mendapatkan belas kasihan dari siapa pun, tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi untuk hal ini, sehingga ia harus menerima segala belas kasihan orang lain kepada dirinya dan kepada kedua anak-anaknya. Saima merasa bahwa hidupnya dan kedua anak-anaknya begitu malang. Ia tidak pernah mengetahui bagaimana nasib suaminya, dan terkadang ia juga tidak dapat menjelaskan kepada anak-anaknya tentang keadaan ayah mereka. Bertahun-tahun penantian Saima, namun Sarman tak kunjung kembali ke dalam kehidupan keluarganya. Saima terkadang merasa tidak sanggup untuk bertahan seorang diri dalam merawat dan menghidupi kedua anak-anaknya. Universitas Sumatera Utara 42 Setelah sekian lamanya Saima berkerja di kedai nasi milik tetangganya itu. Ia selalu membawa anak-anaknya ke kedai. Dabo hampir setiap hari bersama ibunya di kedai nasi tersebut, Dabo menghabiskan waktunya bermain-main di sana, jika ibunya sibuk bekerja, Dabo akan bermain-main di sekitaran kedai tersebut. Dabo banyak melihat hal-hal yang belum pernah ia lihat di lingkungan tempat tinggalnya. Kedai nasi tempat ibunya bekerja berada di jalan besar dekat lampu merah Simpang Pos pada saat itu. Hampir setiap hari Dabo melihat aktivitas- aktivitas manusia yang berada di jalanan. Sebagai seorang anak yang berada dalam masa pertumbuhan tentu saja Dabo akan terus mengamati kehidupan jalanan. Di jalanan banyak terlihat manusia yang bekerja mulai dari sopir truk dan angkot, pedagang asongan, penjual kerupuk, penjulan mainan, penjual koran, pengemis bahkan pengamen selalu berada di jalanan. Terkadang Dabo berpikir kenapa begitu banyak manusia yang bekerja di jalanan. Menurutnya, terlalu bahaya sekali jika harus bekerja di jalanan tersebut. Setiap lampu merah para pedagang akan berlarian ke jalan untuk menawarkan dagangannya, begitu juga dengan pengemis akan mengetuk pintu mobil yang berhenti di lampu merah dan berharap mereka akan menerima belas kasihan. Pengamen juga akan berlari ke jalanan, dan berdiri depan pintu angkutan umum, sambil menyanyikan sebuah lagu dengan gitar. Setelah selesai bernyanyi para pengamen akan diberikan imbalan berupa uang recehan. Dabo selalu bertanya mengapa begitu banyak manusia yang bekerja di jalanan, dengan pekerjaan yang bervariasi. Tetapi Dabo lebih tertarik untuk membahas pengemis dan pengamen kepada ibunya, karena ia merasa bingung dengan pekerjaan seperti itu. Sebagai pengemis hanya dengan mengetuk pintu mobil mereka akan diberikan uang, dan pekerjaan seperti itu terlalu mudah dilakukan oleh siapapun. Begitu juga dengan pengamen, hanya dengan menyanyikan sebuah lagu dengan gitar kecil akan mendapatkan uang dari sebagian penumpang angkutan Universitas Sumatera Utara 43 umun. Dabo selalu merasa heran dengan keadaan jalanan, seperti penjual mainan menurutnya mengapa harus berada dijalanan, bukan seharusnya berada di pasar. Fenomena-fenomena yang terlihat oleh kedua mata Dabo membuat selalu berpikir dan bertanya-tanya kenapa mereka lebih memilih bekerja di jalanan, yang seharusnya menurut Dabo bukan pada tempatnya. Hampir setiap hari Dabo bertanya kepada ibunya Saima, tentang kenapa banyak orang yang memilih bekerja di jalanan, Saima selalu mengatakan bahwa mereka tidak punya tempat untuk berjualan sehingga mereka harus bekerja di jalanan. Sementara untuk pengemis Saima mengatakan bahwa para pengemis itu tidak mempunyai pekerjaan lain, dan juga karena mereka malas untuk bekerja, sehingga para pengemis itu harus meminta-minta kepada orang lain. Saima selalu menjelaskan bahwa pekerjaan itu sangat tidak boleh dikerjakan. Sebagai seorang manusia seharusnya berusaha untuk bekerja bukan untuk meminta-minta. Mengamen adalah pekerjaan yang patut untuk di hargai, karena mereka melakukan suatu usaha untuk mendapatkan uang walaupun hanya dengan bernyanyi dan itu dapat menghibur siapapun. Setelah mendengar penjelasaan dari ibunya, Dabo selalu memperhatikan para pengamen dan di jalanan lebih banyak di jumpainya seorang pengamen, dengan berbagai bentuk penampilan. Ada yang seperti seorang penjahat, dengan penuh tato di tangan, rambut diwarnai, memakai anting-anting, dan bahkan ada juga yang memakai pakain yang tidak biasa, dan compang-camping. Terkadang hal ini membuat Dabo merasa takut sendiri dengan pengamen yang berpenampilan layaknya seorang pencuri. Hal ini membuat Dabo merasa sangat bingung kenapa penampilan para pengemen tersebut harus bebeda-beda. Menurutnya, apakah para pengamen itu memiliki keluarga, seperti orang tua ayah dan ibu. Karena pengamen itu juga terdiri dari anak-anak seusianya dan juga remaja. Universitas Sumatera Utara 44 Dabo terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah orang tua dari dari para pengamen itu masih ada atau sudah tiada. Lalu ia bertanya kepada ibunya dan mendapat jawaban. Bahwa tidak semua orang tua dari pengemen itu masih ada, sebagaian mungkin masih memiliki keluarga atau orang tua, dan sebagian lagi bisa jadi sudah tidak memiliki keluarga, sehingga untuk bertahan hidup para pengamen harus bekerja untuk membiayai dirinya sendiri. Untuk pengamen yang masih memiliki keluarga bekerja di jalanan karena ingin membantu perekonomian keluarganya. Setiap pengamen pasti memiliki suatu alasan kenapa ia harus bekerja sebagai pengamen. Dabo akhirnya mengerti mengapa banyak para anak-anak bahkan remaja sekalipun bekerja sebagai pengamen. Dabo pernah bertanya kepada Saima kenapa ia harus bekerja sebagai tukang cuci dan juga bekerja di kedai nasi. Saima lalu menjawab untuk dapat bertahan hidup seseorang harus berusaha untuk mendapatkan uang guna untuk melanjutkan kehidupan. Untuk dapat bertahan hidup seseorang haruslah bekerja dan mendapatkan imbalan berupa uang yang akan digunakan untuk membeli segala kebutuhan yang diperlukan oleh setiap manusia. Sebagai orang tua, haruslah memenuhuhi segala hak dan kewajiban untuk anak-anaknya. Jika seorang anak sudah memamasuki dunia pendidikan, maka orang tua haruslah menfasilitasi anak-anaknya. Perlengkapan dan peralatan sekolah untuk anak haruslah disediakan oleh orang dan itu semua tidak didapatkan secara gratis. Para orang tua harus mendapatkan dengan cara membeli dan itu akan membutuhkan uang. Begitu juga untuk mendapatkan tempat berlindung, orang tua juga harus membayar uang sewa. Hal ini membuat Dabo dapat memahami kenapa semua orang harus bekerja, yang ia ketahui adalah bahwa untuk bertahan hidup setiap manusia harus memiliki uang dan hanya dangan uang seseorang dapat untuk bertahan hidup. Universitas Sumatera Utara 45 Kehidupan keluarga Dabo setelah ditinggalkan oleh ayahnya sangatlah berubah. Ibunya harus bekerja setiap hari agar dapat membiayai segala keperluan dirinya dan kakaknya Listi. Apalagi Listi sudah bersekolah membuat ibunya harus lebih giat bekerja agar dapat membeli segala kebutuhan dan keperluan untuk sekolah Listi. Dabo melihat ibunya setiap hari tanpa mengenal lelah dalam melakukan segala pekerjaannya seorang diri. Hal ini membuat Dabo bertanya tentang keberadaan ayahnya, karena menurutnya, seorang ayahlah yang harus bekerja banting tulang untuk menafkahi keluarganya. Alasan ayahnya pergi hanya untuk bekerja, lalu kenapa tidak pernah kembali dan memberikan uang kepada ibunya, yang ada malah ibunya yang harus bekerja dari pagi hingga sore hari. Saima mengatakan bahwa ayah dari kedua anaknya memang pergi untuk bekerja. Namun, sesuatu telah terjadi kepada ayah mereka, tiada yang tahu bagaimana kondisi Sarman apakah masih dalam keadaan bernyawa atau sudah tiada. Karena hal ini membuat Saima harus bekerja sebelum ayah Listi dan Dabo kembali ke rumahnya. Dabo sebagai anak-anak akan sulit memahami keadaan keluarganya, yang ia ketahui ibunya bekerja semata hanya untuk membantu ayahnya dalam membiayai kebutuhan dirinya dan kakaknya. Pada suatu hari Dabo berpikir untuk membantu ibunya dalam menangani permasalahan perekonomian keluarganya, jika ibunya dapat membantu ayahnya kenapa tidak dengan dirinya, ia berpikir akan dapat membantu ibunya dalam menghasilkan uang. Dabo sudah lama mengamati kehidupan dari para pengamen, dalam sehari ia melihat banyak para pengamen mendapat uang setelah seharian berada di jalanan. Hingga muncul dalam benaknya untuk menjadi seorang pengamen. Tidak diperlukan memiliki suara yang merdu karena ia sudah sering mendengar para pengamen itu bernyanyi dan tidak semua pengamen itu memiliki suara yang merdu. Namun yang Universitas Sumatera Utara 46 terpenting mereka berusaha dan mau bekerja untuk mendapatkan uang walaupun dengan seadanya saja. Sebenarnya Dabo sudah mengetahui bagaimana keadaan kehidupan jalanan tersebut, ia juga sering kali melihat pengamen yang lebih tua menyiksa pengamen yang masih anak- anaknya. Bahkan sampai mengambil dan merampas uang dari pengamen yang lemah. Jika tidak dapat melawan yang lebih kuat maka akan mendapat perlakuan kasar. Dabo juga melihat jika tidak mampu melawan pengamen yang lebih kuat, para pengamen yang lemah akan selalu pergi menghindar dan tidak melawan. Awal mula Dabo menjadi seorang pengamen ketika ia sering melihat dan memperhatikan para anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen. Di tambah lagi dengan kondisi keuangan keluarganya, dimana saat itu ibunya harus bekerja seorang diri setelah ditinggalkan oleh ayah yang sudah lama menghilang. Dabo tidak pernah mendapatkan apa yang ia dan kakaknya inginkan, karena kondisi ekonomi keluarga mereka yang sangat rendah. Karena melihat para pengemen banyak mendapatkan uang dari hasil mengamen, timbul dalam benak Dabo bekerja seperti itu, agar ia juga mendapatkan uang. Dabo juga melihat pekerjaan sebagai pengamen tidak terlalu sulit, anak-anak seusianya juga banyak bekerja sebagai pengamen. Jika Dabo harus bekerja menjadi pengamen ia tidak akan mendapatkan izin dari ibunya, karena ia sering dilarang oleh Saima agar tidak bermain di jalanan. Tetapi Dabo ingin membantu ibunya, hingga pada suatu hari Dabo tanpa sepengetahuan ibunya, ia bekerja sebagai mengamen. Ia mengamen tanpa alat bantu satu pun seperti gitar, ia hanya bernyanyi dengan mangandalkan suaranya saja. Ketika pertama ia mencoba tidak terlalu banyak uang yang ia dapatkan, hanya sekitar Rp. 5000 saat itu. Dabo tidak berani lama mengamen di jalanan. Karena ia takut jika akan Universitas Sumatera Utara 47 ketahuan oleh ibu dan kakaknya. Setiap hari Dabo merasa bosan bermain-main di kedai nasi tempat ibunya bekerja. Ia sering sendirian bermain-main disekitaran kedai nasi tersebut. Ibunya Saima terlalu sibuk bekerja didapur untuk mencuci piring, begitu juga Listi setiap pulang dari sekolah terkadang ia membantu ibunya di dapur. Sehingga membuat Dabo tidak mempunyai teman untuk bermain-main. Sudah seminggu lebih Dabo mengamen, ia ingin mengumpulkan uang untuk membeli gitar kecil, agar ia mengamen menggunakan gitar karena akan lebih banyak uang yang didapatkan. Dabo tetap berusaha menyembunyikan rahasianya sebagai pengamen kepada ibu dan kakaknya, ia merasa bahwa mereka tidak akan mengetahui karena mereka terlalu sibuk bekerja di dapur. Dabo pada saat itu hanya mengamen sekitar dua jam saja dalam sehari karena merasa takut jika ketahuan oleh ibu dan kakaknya, uang yang ia dapatkan hanya sedikit saja. Dabo tetap semangat dan berusaha untuk tetap bekerja sebagai pengamen. Panas terik yang ia rasakan tidak pernah menghalangi niatnya untuk membantu orang tuanya. Meskipun ia harus berbohong kepada ibunya untuk sementara waktu. Ia harus dapat membeli gitar dengan uangnya sendiri, jika harus meminta kepada ibunya pasti ia tidak akan mendapatakannya. Sebelum mendapatkan gitar ia tidak akan memberitahukan kepada ibunya kalau dirinya bekerja sebagai pengamen. Jika ia tidak memiliki gitar ibunya tidak akan mengizinkan ia bekerja sebagai pengamen dan ibunya tidak akan membelikan ia gitar. Suatu hari Saima merasa ada yang aneh dengan anaknya Dabo.Ia selalu berkeringat setiap pulang dari bermain-main, meskipun Saima tidak pernah mengetahui kemana anaknya itu pergi setiap harinya. Biasanya jika Dabo pulang dari tempat bermainnya ia tidak pernah berkeringat dan kelihatan begitu lelah. Dabo selalu menutupi kepada ibunya tentang keadannya, Universitas Sumatera Utara 48 dia selau mengatakan bahwa ia hanya bermain-main bersama teman-teman yang berada disekitar kedai nasi tempat Saima bekerja. Karena Dabo tidak pernah mengalami hal-hal yang buruk Saima hanya berpikir bahwa anaknya hanya bermain-main saja, mungkin karena keasyikan bermain-main bersama temannya.Tidak pernah terlintas dalam benak Saima jika anaknya bekerja sebagai pengamen. Dabo tidak selamanya dapat menutupi pekerjaannya sebagai pengamen kepada ibu dan juga kakaknya. Ia sudah berusaha untuk menenutupi apa yang dilakukanya setiap hari di jalanan. Hanya berselang beberapa minggu, pada akhirnya Dabo ketahuan oleh kakaknya ketika ia sedang mengamen di jalanan. Saat itu Dabo benar-benar harus menghadapi kenyataan bahwa rahasia yang disembunyikan kepada ibu dan kakaknya harus terbongkar.Iatidak dapat lagi menutupi kebohongannya, Listi sudah melihat langsung apa yang sedang ia kerjakan saat itu. Ketika Dabo mengamen, langsung saja Listi menyuruh adiknya untuk kembali ke kedai tempat ibu mereka bekerja. Meskipun dalam hatinya, merasa aneh terhadap apa yang dilakukannya oleh Dabo. Listi saat itu melihat adiknya sedang bernyanyi-nyanyi di depan pintu angkutan umum, dan setelah itu adiknya mendapatkan beberapa uang dari para penumpang. Seperti dugaan Dabo, Listi memang mengatakan kepada ibunya bahwa ia melihat adiknya bekerja sebagai pengamen. Mendengar hal itu Saima langsung marah besar kepada Dabo, dan bertanya kepadanya mengapa harus melakukan hal seperti itu dan kenapa harus bekerja sebagai pengamen.Dabo hanya bisa diam dan tidak berani menjawab pertanyaan ibunya yang sedang marah kepadanya. Desi pemilik kedai nasi itu mendengar Saima memarahi Dabo langsung menenangkan Saima, dan bertanya kepada Dabo kenapa ia harus bekerja sebagai pengamen. Dabo langsung menjawab ia sedang mengumpulkan uang untuk membeli gitar kecil, dan setelah mendapatkan gitar itu Dabo ingin bekerja sebagai pengamen untuk membantu Universitas Sumatera Utara 49 perekonomian ibunya dan kakaknya. Mendengar penjelasan dari Dabo, membuat Saima meneteskan air matanya. Ia sungguh tidak dapat menduga bahwa anaknya ingin membantunya dalam mencari uang. Pada akhirnya, Dabo ketahuan juga bekerja sebagai seorang pengamen oleh ibu dan kakaknya. Hal ini di luar dugaan Dabo, ia benar-benar tidak dapat melakukan apapun setelah itu. Ia memang di marahi oleh ibunya karena ia bekerja sebagai seorang pengamen. Dabo sudah berpikir bahwa ia tidak akan dapat kembali bekerja sebagai pengamen. Kemarahan ibunya membuat ia sangat ketakutan terhadap kesalahan yang ia perbuat, meskipun menurut Dabo bekerja sebagai pengamen bukan merupakan kesalahan. Ibunya merasa bahwa apa yang Dabo lakukan itu terlalu berbahaya bagi anak seusianya. Dengan ketahuannya Dabo menjadi seorang pengamen membuatnya mendapatkan kesempatan dan izin dari ibunya untuk tetap bekerja di jalanan. Karena tidak ada yang salah dengan pekerjaannya sebagai pengamen. Alasan Dabo untuk bekerja di jalanan hanya untuk membantu ibunya dalam menghadapi perekonomian keluarga. Dengan alasan tersebut, Saima harus memberikan izin kepada Dabo untuk tetap menjadi pengamen. Setiap orang tua pasti tidak akan menginginkan anaknya yang masih kecil untuk bekerja apalagi untuk membantu orang tuanya. Saima tidak dapat melarang anaknya jika ingin bekerja sebab dirinya juga tidak mampu memberikan yang lebih kepada anak-anaknya. Selama suaminya pergi meninggalkan mereka,ia terkadang tidak mampu mewujudkan segala keinginan dari anak- anaknya. Akhirnya ia mengizinkan Dabo bekerja sebagai pengamen, ia tidak perlu merasa cemas karena Dabo bisa ia awasi dari kejauhan. Uang yang dihasilkan Dabo ketika mengamen tanpa sepengetahuan ibunya ia gunakan untuk membeli gitar yang akan ia gunakan untuk mengamen. Universitas Sumatera Utara 50 Dabo pun merasa lebih semangat dan tidak perlu merasa takut kepada ibunya. Dengan izin yang diberikan oleh Saima kepada Dabo untuk bekerja sebagai pengamen, membuat Dabo merasa lebih berani untuk bekerja sebagai pengamen di jalanan. Menurut Dabo, bekerja di jalanan memang sedikit berbahaya. Menjadi seorang anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen, tentu harus memiliki keberanian ketika berada di jalanan. Kehidupan jalanan selalu memberikan dampak yang buruk bagi setiap anak. Selama menjadi anak jalanan tidak jarang Dabo mendapatkan perlakukan kasar dari sesama anak jalanan terhadapnya. Anak jalanan yang kuat dan berkuasa akan selalu menindas para anak jalanan yang lemah. Ketika pertama kali Dabo menjadi seorang pengamen, ia sering di ganggu oleh sesama anak jalanan lainnya. Bahkan ia sampai dilarang untuk mengamen oleh sesama pengamen di jalanan. Tidak hanya itu saja, penghasilan yang didapatkan dari mengamen pernah di rampas oleh pengamen yang lebih tua darinya. Sebagai anak-anak, Dabo tidak dapat melawan para anak jalanan yang lebih tua darinya. Ia hanya dapat menerima apapun perlakuan yang tidak sewajarnya ketika bekerja di jalanan. Untuk menghindari para anak jalanan yang sering menindasnya, biasanya ia akan segera lari ke tempat yang lebih ramai. Dengan begitu, Dabo dapat lepas dari para anak jalanan yang sering menganggunya tersebut. Terkadang Dabo merasa jenuh dan bosan ketika ia mendapat perlakuan kasar oleh sesama para anak jalanan yang bekerja di jalanan. Menurutnya, mengapa mereka harus saling menganggu, padahal apa yang mereka kerjakan di jalanan hanya satu tujuan yaitu untuk mendapatkan uang. Dabo tidak pernah menganggu bahkan menindas pengamen lainnya. Tetapi ia selalu mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan ketika bekerja di jalanan. Universitas Sumatera Utara 51 Karena seringnya Dabo mendapatkan perlakuan yang tidak baik mengajarkannya menjadi seorang anak yang berani dan mampu untuk melawan siapapun yang sering menganggu keamanan dan kenyamananya ketika bekerja di jalanan. Sehingga membuat Dabo tidak pernah merasa takut kepada siapapun. Tujuannya turun ke jalan hanya untuk bekerja dan mendapatkan uang. Menurut Dabo bekerja di jalanan tidak berbahaya, semua itu tergantung bagaimana setiap anak menghadapi ketika mereka bekerja di jalanan dan bagaimana pribadi diri sendiri ketika bekerja di jalanan. Dabo bekerja di jalanan semata hanya untuk membantu ibunya dalam menghadapi permasalahan keluarganya. Banyak anak-anak di jalanan menjadi tidak terkendali dan terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif. Dabo tidak ingin membuat dirinya melakukan hal- hal yang buruk ketika bekerja di jalanan, yang harus dilakukan oleh Dabo adalah bekerja dengan baik dan benar. Dabo mulai terjun ke jalan pada usia 6 tahun, setiap hari ia bekerja mulai dari pukul 12.00 wib hingga 16.00 wib, pendapatan yang ia dapatkan pada saat itu hanya sekitaran Rp.20.000 dalam sehari. Ia menghabiskan sebagian waktu untuk bekerja sebagai pengamen, uang yang ia dapatkan dari mengamen seutuhnya ia berikan kepada ibunya. Berbagai peristiwa di jalanan sudah pernah dialami oleh Dabo, mulai dari perlakuan kasar dari sesama pangamen sudah pernah ia terima, terkadang uang dari hasil ia mengamen juga di minta oleh pengamen yang lebih tua, Dabo biasaya akan langsung lari ke kedai tempat ibunya bekerja. Perlakuan yang tidak wajar oleh sesama pengamen hampir setiap hari ia terima. Namun, Dabo merasa bahwa itu tidak akan menjadi penghalang untuknya agar berhenti bekerja sebagai pengamen. Setiap anak yang bekerja di jalanan pasti akan selalu mendapatkan perlakukan kasar oleh sesama pengamen. Hal ini juga sangat dirasakan oleh Dabo, tidak jarang ia mendapatkan beberapa ancaman, tekanan fisik dan mental. Sebagai seorang anak yang masih berusia 6 tahun Universitas Sumatera Utara 52 membuat Dabo merasa ketakutan, tetapi ia harus melawan rasa takutnya untuk tetap dapat bekerja sebagai pengamen. Karena tidak tahan dengan perlakuan sesama pengamen yang selalu menganggu Dabo ketika mengamen. Ia memberitahukan kepada suami dari pemilik kedai nasi tempat ibunya bekerja, bahwa ia ia sering di ganggu oleh beberapa pengamen yang berada di jalanan tersebut. Anto suami dari Desi, langsung saja memperingati kepada pengamen yang sering menggangu Dabo ketika bekerja di jalanan. Sebagian besar pengamen itu sudah Anto kenal, karena setiap harinya para pengamen tersebut membeli makan ke kedai nasi miliknya. Setelah kejadian itu sudah tidak banyak lagi pengamen yang berani menganggu Dabo ketika mengamen di jalanan. Meskipun masih tetap ada beberapa pengamen yang masih sering menganggu Dabo. Namun, tidak sebanyak ketika ia tidak memberitahukan kepada Anto tentang pengamen yang sering mengancamnya. Berbulan-bulan lamanya Dabo sudah menjadi pengamen, suka duka ketika ia bekerja dijalanan sudah pernah ia rasakan. Dabo tumbuh menjadi anak yang lebih mandiri dan berani. Karena kerasnya hidup dijalanan membuat Dabo menjadi anak yang kuat, Dabo tidak pernah lagi merasa ketakutan kepada sesama pegamen. Terkadang ia lebih menghargai pengamen yang lebih tua darinya, karena ibunya Saima selalu mengajarkan kepadanya untuk selalu menghormati sesorang yang lebih tua darinya. Dengan bekerjanya Dabo sebagai pengamen Saima merasa bebannya untuk menghidupi kedua anak-anaknya terasa lebih ringan karena Dabo sudah membantu perekonomian keluarga mereka. Saima merasa bahwa mereka bertiga dapat bertahan hidup tanpa suaminya. Saima tidak terlalu merasa sedih lagi dengan keadaan suaminya yang sampai pada saat itu tidak ia ketahui bagaimana kondisinya, ia akhirmya merasa bahwa suaminya sudah tiada lagi. Saima merasa bahwa penantian dirinya terhadap suaminya kini telah sia-sia. Ia Universitas Sumatera Utara 53 tidak ingin kembali terpuruk dalam kesedihanya, yang harus ia pikirkan dan lakukan adalah untuk tetap bertahan hidup bersama kedua anaknya. Pada tahun 2006, kejadian yang tidak terduga datang kepada Saima dan kedua anaknya, kejadian ini benar-benar sangat tidak terduga, sekitar dua tahun Sarman pergi meninggalkan isteri dan anak-anaknya tanpa pernah memberikan kabar sedikit pun kepada keluarganya. Sarman pada akhirnya kembali kerumahnya, hal ini seperti mimpi bagi Saima, ia sangat tidak percaya keajaiban benar-benar terjadi kepada dirinya. Bertahun-tahun Saima menanti suaminya kembali, hampir setiap saat Saima selalu berdoa kepada Yang Maha Kuasa. Kini suaminya Sarman telah kembali bersama dengan keluarganya. Hal yang tidak terduga terjadi kepada Sarman dan membuatnya tidak dapat kembali kerumahnya. Menjadi TKI merupakan hal yang paling buruk dan pahit di kehidupannya, ketika berangkat untuk bekerja, Sarman menaruh harapan agar kehidupan keluarganya akan semakin membaik tetapi pada kenyataannya yang terjadi hanya sebaliknya. Selama menjadi TKI, Sarman mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya oleh majikannya.Ia kerap kali tidak mendapat izin untuk pergi kemana pun, yang ia kerjakan hanya bekerja di rumah majikannya. Untuk menghubungi keluarganya saja ia tidak mendapatkan kesempatan dari majikannya. Sarman sering ingin lari dari rumah majikan, tetapi ia selalu diancam oleh majikan, dan tidak pernah bisa lari dari sana karena Sarman tidak pernah mendapatkan gaji. Ia bekerja sebagai TKI selalu diperlakukan sebagai budak yang harus tunduk dan bekerja keras tanpa mendapatkan imbalan yang seharusnya. Pengalaman pahit yang Sarman lalui merupakan pelajaran yang berharga dalam hidupnya. Ia tidak ingin lagi menginggalkan keluarganya cukup untuk sekali saja ia melakukan hal itu, nasib Sarman menjadi TKI begitu malang, tidak sama dengan nasib temannya yang dipekerjakan oleh majikannya dengan Universitas Sumatera Utara 54 manusiawi. Dari kejadian ini Sarman menyadari bahwa setiap manusia mempunyai jalan hidup dan takdirnya masing-masing semua sudah diatur oleh Sang Pencipta. Ketika pertama kali Sarman menjadi TKI, ia selalu berharap akan mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini. Begitu besar harapanya untuk dapat memperbaiki masalah perekonomian keluarganya. Tetapi setelah menjalani hidup di negeri seberang, hidupnya menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Kenyataan pahit pun harus Sarman terima, bekerja sebagai TKI tidak seindah yang ia bayangkan. Nasibnya jauh sangat berbeda dengan temannya yang memiliki pekerjaan yang sama sepertinya. Sebulan lamanya Sarman bekerja dia masih mendapatkan perlakuan yang baik dari majikannya. Sebagai pembantu rumah tangga Sarman sudah melakukan tugasnya dengan baik, tetapi majikannya merasa apa yang ia kerjakan malah sebaliknya. Sarman sering dimarahi oleh majikan karena apa yang ia kerjakan tidak sesuai dengan keinginana majikanya, ia sudah berusaha melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Tetap saja menurut majikannya selalu salah dan tidak sesuai. Setelah lebih dari tiga bulan Sarman pun sering mendapatkan perlakuan kasar oleh majikan, ia sering mendapatkan ancaman dan kekerasan fisik. Sarman benar-benar tidak dapat melawan majikannya, yang ia lakukan tetap bekerja dengan baik meskipun dengan terpaksa dan tertekan. Sarman tidak pernah mendapatkan gaji, ia bekerja bagaikan budak yang harus mengikuti segala perintah dan aturan dari majikannya. Ia selalu berusaha untuk melarikan diri dari tempat ia bekerja, tetapi semua yang ia lakukan hanya sia-sia dan tidak pernah mendapatkan hasil apapun. Sarman selalu mencoba untuk menghubungi isterinya, tetapi telepon genggam miliknya pun di sita oleh majikannya, dan juga ia kehilangan semua nomor telepon yang dapat ia hubungi. Universitas Sumatera Utara 55 Sarman selalu berpikir keras untuk dapat keluar dari rumah majikannya, hingga pada suatu saat Sarman mencoba untuk melarikan diri dari rumah tempat ia bekerja. Tanpa uang sepersen pun ia meninggalkan rumah majikannya, Sarman terus berlari sejauh mungkin. Ia terus mencari alamat tempat temannya bekerja, dan akhirnya Sarman menemukan tempat temannya bekerja dan menceritakan semua yang terjadi padanya. Temannya Samsul tidak percaya terhadap apa yang Sarman alami. Ia merasa sangat bersalah kepada Sarman, sebab dirinya yang menawarkan pekerjaan ini untuk Sarman. Sudah lama Samsul bekerja sebagai TKI, tetapi ia tidak pernah mendapatkan perlakukan buruk seperti yang di alami oleh Sarman. Mereka berdua ingin sekali melaporkan kepada panitia TKI yang berada di Malaysia.Karena tidak mempunyai bukti yang kuat dan juga uang, mereka harus mengubur jauh-jauh niat mereka tesebut. Sarman pun tidak ingin lagi berhubungan dengan majikannya tersebut, dapat lari dari rumah tempat ia bekerja sudah lebih dari cukup baginya. Terpenting ia dapat kembali ke Indonesia dan berkumpul bersama isteri dan anak-anaknya. Sudah lebih dari dua tahun ia merindukan keluarganya. Samsul merasa sangat bersalah kepada Sarman, ia harus bertanggung jawab penuh atas apa yang terjadi kepada temannya. Tetapi Sarman merasa bahwa ini bukan salah Samsul. Ini sudah menjadi takdir bagi Sarman, tiada yang tahu bagaimana nasib seseorang. Karena tetap merasa bersalah, Samsul memberikan beberapa uang untuk biaya perjalanan pulang Sarman ke Indonesia. Walaupun uang yang diberikan oleh temannya itu tidak terlalu tinggi nilainya, Sarman sudah merasa itu sudah lebih dari cukup untuknya. Ia merasa bersyukur bahwa masih ada yang peduli terhadap dirinya. Di Malaysia, Sarman tidak mengenal siapapun, selain Samsul dan dengan begitu Sarman dapat kembali ke Indonesia. Universitas Sumatera Utara 56 Setelah kembali bersama dengan keluarganya, ia melihat begitu banyak perubahan yang terjadi terhadap kehidupan keluargnya. Anak kedunya kini telah bekerja sebagai pengamen. Hal ini membuat Sarman merasa bersalah dan menyuruh Dabo agar berhenti menjadi seorang pengamen, karena menurutnya itu merupakan hal yang berbahaya bagi anaknya. Namun tidak mudah bagi Dabo untuk meninggalkan kehidupan jalanan, sudah banyak kisah yang dilalui Dabo selama berada dijalanan, tidak hanya untuk membantu ibunya saja. Sudah banyak peristiwa- peristiwa yang dilalaui olehnya sehingga ia sulit untuk keluar dari jalanan. Tidak selamanya jalanan memberikan dampak yang buruk bagi setiap anak, Seperti halnya jalanan memberikan ia kesempatan untuk membantu ibunya ketika ayahnya tidak pernah kembali kerumahnya. Sarman tidak mampu melarang putranya untuk berhenti menjadi pengamen, karena ia juga sadar bahwa dirinya belum mendapatakan pekerjaan. Sarman sadar bahwa tidak mudah bagi seseorang untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Sarman merasa bahwa dirinya belum tentu akan mampu menafkahi keluarganya karena ia masih mencari-cari pekerjaan untuk dirinya sendiri. Akhirnya Dabo kembali lagi bekerja sebagai pengamen, begitu juga Saima ia tetap bekerja di kedai nasi tersebut walupun suaminya sudah kembali kepadanya. Tahun 2007, akhrirnya Dabo memasuki dunia pendidikan, ia duduk di bangku sekolah dasar. Hal ini sangat menyenangkan bagi Dabo sudah lama ia menantikan untuk memakai serangam sekolah. Uang dari hasil mengamen ia gunakan untuk membeli seragam sekolah dan juga peralatan sekolah yang ia butuhkan. Ia selalu bersama-sama dengan kakaknya berangkat ke sekolah kebetulan mereka satu sekolah saat itu. Meskipun Dabo sudah bersekolah ia tetap bekerja sebagai pengamen. Setiap pulang dari sekolah ia dan kakaknya akan datang ke tempat ibunya bekerja, dan seperti biasanya ia akan mengamen ke tempat biasa ia mengamen. Dabo tidak pernah merasa bosan dengan bekerja sebagai pengamen menurutnya menjadi pengamen Universitas Sumatera Utara 57 merupakan hal yang begitu menyenangkan. Hampir sebagian waktu yang Dabo gunakan hanya untuk mengamen. Tidak ada waktu yang ia gunakan untuk bermain-main. Pada hari minggu kedai nasi tempat ibunya bekerja tidak buka, sehingga Saima mendapat waktu untuk berlibur. Begitu juga dengan Dabo akan berlibur dari pekerjaan sebagai pengamen, waktu libur selalu ia gunakan untuk beristirahat di rumah. Di sekolah, Dabo merupakan murid yang biasa-biasa saja ia tidak pernah mendapatkan rangking dikelasnya, walaupun begitu Dabo bukan murid yang bodoh hanya saja ia adalah murid yang biasa-biasa saja, ia selalu mengerjakan pekerjaan rumah PR yang diberikan oleh guru- gurunya. Ia selalu belajar bersama dengan kakaknya Listi. Walupun seperti itu Dabo pun tidak pernah membuat onar atau masalah di sekolahnya, ia selalu belajar dengan baik. Saima selalu mengajarkan kepada anak-anaknya agar belajar dengan giat dan sungguh-sungguh. Hal itu selalu Dabo ingat dan laksanakan. Walaupun Dabo bukan anak yang selalu mendapat juara kelas, ia selalu naik kelas sama seperti dengan teman-teman sekelasnya. Pergaulan Dabo di sekolah dengan teman-teman sekelasnya biasa-biasa saja. Ia tidak memiliki teman yang begitu akrab dan dekat dengannya. Karena setiap pulang dari sekolah, Dabo harus ke tempat ibunya bekerja, dan ia juga akan mulai turun ke jalanan untuk mengamen. Di sekolah Dabo merupakan anak yang pendiam dan tidak banyak bicara kepada sesama temannya. Terkadang Dabo merasa malu kepada teman-temannya jika ia bekerja sebagai pengamen. Agar teman-temanya tidak mengetahui pekerjaannya, ia lebih memilih untuk tidak memiliki teman dekat. Dabo selalu berusaha untuk menutupi pekerjaan yang ia lakukan, jika teman-teman sekelasnya mengetahuinya, ia pasti akan mendapat ejekan dari semua teman- temannya. Universitas Sumatera Utara 58 Meskipun pada akhirnya, teman-teman sekelas Dabo mengetahui pekerjaannya sebagai seorang pengamen. Setiap hari Dabo selalu mendengar ejekan dan makian dari temanya, tetapi ia selalu berusaha untuk tidak menghiraukan perkataan teman-temananya. Dabo selalu mengadu kepada ibunya Saima, tentang apa yang sudah terjadi pada dirinya di sekolah. Saima selalu menyuruh Dabo untuk tidak mendengarkan semua perkataan teman-temannya itu. Perlu Dabo lakukan adalah belajar dengan baik dan benar. Hal itu membuat Dabo tidak ingin berteman baik dengan siapapun di sekolahnya, ia selalu bersifat individualis karena kondisi dan pekerjaanya sebagai seorang pengamen. Teman-teman di sekolahnya pun selalu menghidari dan tidak mau berteman dengan Dabo. Pada tahun 2008, Dabo sudah naik ke kelas dua, dan kakaknya Listi sudah duduk di bangku kelas 5 SD. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, Saat itu pada tahun 2008 Listi dan Dabo mendapatkan seorang adik laki-laki yang bernama Ahmad. Begitu lengkap sudah kebahagian keluarga Sarman dan Saima. Anggota keluarga mereka sudah bertambah lagi dan ini merupakan suatu kebahagian bagi keluarga kecil Sarman. Karena baru melahirkan Saima memilih untuk tidak bekerja lagi sebagai tukang cuci dan di kedai nasi tersebut, karena Sarman menyuruh isterinya berada di rumah saja untuk merawat dan membesarkan anak-anak mereka. Akhirnya Sarman mendapatkan pekerjaan sebagai tukang becak bermotor, ia dapat menyewa becak dari salah satu temannya. Walaupun Saima tidak bekerja lagi di kedai nasi tersebut, Dabo tetap mengamen di tempat baisanya. Ia sudah tidak perlu takut lagi karena sudah terbiasa dengan kehidupan jalanan. Sarman dan Saima pun tidak terlalu cemas terhadap Dabo, karena selama ini Dabo selalu kembali kerumahnya dalam keadaan baik-baik saja. Kedua orang tuanya percaya bahwa Dabo dapat menjaga dan melindungi dirinya dari segala bahaya dan ancaman yang akan datang kepada Universitas Sumatera Utara 59 dirinya. Dabo tetap menjadi seorang pengamen karena ia sadar bagaimana kondisi perekonomian keluarganya. Tidak ada seorang pun yang menyuruh Dado untuk menjadi seorang pengamen. Itu merupakan pilihan yang harus dijalani oleh Dabo. Menjadi seorang pengemen adalah keinginan dirinya karena pada saat itu ia ingin membantu ibunya, ketika ayahnya pergi menghilang. Meskipun kini ayahnya sudah kembali, Dabo tetap menjalani pekerjaannya sebagai pengamen, karena uang yang dia dapatkan cukup banyak. Di jalanan pun Dabo banyak mendapatkan pengalaman manis dan pahit. Ketika mengamen ia sering mendapatkan tekanan dan ancaman dari sesama pengemen. Terkadang Dabo juga mendapatkan pelajaran yang berharga dari jalanan, yang membuat ia harus bekerja lebih giat lagi. Waktu terus berjalan, kini anggota keluarga Sarman sudah bertambah lagi, tahun 2011 lahir kembali anak laki-laki dari pasangan Sarman dan Saima yang bernama Dede. Kini anggota keluarga Sarman bertambah lagi, jumlah anak-anak mereka sudah empat orang, yang terdiri dari satu anak perempuan dan tiga anak laki-laki. Bertambahnya anggota keluarga, membuat Sarman harus lebih bekerja keras untuk dapat menghidupi keempat anaknya dan juga isterinya. Tidak ada yang berubah dengan kehidupan keluarga Sarman, perekonomian keluarga tetap seperti biasanya, Dabo tetap bekerja menjadi pengamen untuk membantu ayahnya dalam menangani permasalahan finansial keluarga mereka. Jika alasan Dabo menjadi seorang pengamen pada saat itu karena ingin membantu ibunya, kini sudah berubah untuk membantu ayahnya. Dabo dan ayahnya merupakan tulang punggung untuk keluarga mereka, Saima sudah tidak diizinkan oleh Sarman untuk bekerja lagi. Sarman sangat menyesali ketika ia pergi meninggalkan keluarganya, Saima harus membanting tulang untuk menghidupi kedua anak- anaknya pada saat itu. Saima pun tidak mempunyai pilihan untuk mencari pekerjaan lagi, sekarang ia harus mengurus dan merawat kedua anak-anaknya yang masih bayi dan balita Universitas Sumatera Utara 60 tersebut. Sarman juga menyarankan kepada Saima agar lebih fokus menjaga dan merawat anak- anak mereka dengan baik, karena iatidak ingin kedua anaknya itu merasakan hilangnya kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Kehidupan keluarga Sarman begitu sederhana, yang terpenting bagi Sarman dan Saima keluarganya mereka tetap bersatu dan tidak akan terpisahkan kembali. Karena yang terpenting adalah hidup secara bersama-sama dengan anggota keluarganya. Gambar : Dabo hendak bekerja sebagai pengamen. Saat ini Dabo sudah duduk di bangku kelas dua sekolah menengah pertama. Pergaulannya di sekolahnya saat ini sama saja seperti pergaulannya di bangku sekolah dasar. Dabo tidak ingin mempunyai teman di sekolah ataupun di kelas, karena kesibukannya sebagai seorang pengamen yang setiap pulang dari sekolah ia harus segera menuju jalanan. Dabo tidak terlalu perduli dengan teman-temannya di kelas, yang harus dia lakukan adalah belajar dengan benar agar ia dapat menyelesaikan pendidikannya. Setelah memasuki sekolah menengah Universitas Sumatera Utara 61 pertama, sebagian besar teman sekelasnya mengetahui pekerjaan Dabo, tetapi mereka biasa-biasa saja, tidak pernah mencela atau mecaci maki Dabo di sekolah. Teman-teman sekelas Dabo terlihat dapat menerima keadaan dan pekerjaannya sebagai pengamen. Tetapi Dabo tidak ingin bergaul dengan teman-temannya tersebut karena Dabo merasa terasingkan sendiri karena keadaannya sebagai anak jalanan yang bekerja di jalanan. Berbeda dengan teman-temanya yang sebagian besar berasal dari keluarga yang memiliki perekonomian tinggi. Tidak seperti dirinya yang harus bekerja untuk dirinya dan juga untuk keluarganya. Perbedaan status sosial antara teman sekelas Dabo sangat berbeda dan membuatnya harus menjaga jarak dengan teman-temannya tersebut. Meskipun sebenarnya teman-teman sekelasnya tidak pernah memandang status dan pekerjaan yang di kerjakan oleh Dabo. Salah satu temannya, mengangap Dabo adalah seorang anak yang baik. Ia bekerja dengan mandiri dan tidak meminta uang kepada uang orang tua, tetapi malah Dabo yang memberikan dan menghasilkan uang. Banyak pendangan positif yang Dabo dapatkan dari teman-temannya saat ini, tetapi tetap saja Dabo akan tetap menjaga jarak dengan mereka dan memilih bergaul dengan teman- temannya yang berada di jalanan. Dabo semakin tumbuh menjadi anak laki-laki yang sudah remaja. Ia semakin giat menjadi seorang pengamen. Sudah lama Dabo bekerja di jalanan sebagai pengamen, ia tidak pernah mengeluh kepada orang tuanya, walaupun sebenarnya Dabo sedikit merasa lelah dengan pekerjaannya, tetapi ia berusaha agar semangat dalam bekerja. Terkadang timbul dalam benak Dabo menjadi seorang anak yang normal tanpa harus bekerja di jalanan, tetapi ia sadar bahwa ini merupakan pilihan yang harus ia terima. Keadaan keluarganya tidak memungkin dia untuk berhenti menjadi anak jalanan, ia harus mengubur jauh-jauh keinginanya itu. Dabo juga merasa kasihan terhadap orang tua yang semakin hari semakin menua. Hanya ia yang dapat membantu Universitas Sumatera Utara 62 kedua orang tuanya dalam menghadapi permasalahan ekonomi keluarganya. Dabo dan ayahnya harus bekerja keras untuk dapat memenuhui segala kebutuhan keluarganya. Dabo akan tetap berusaha agar keluarganya dapat bertahan hidup. Dijalanan Dabo banyak melihat bahwa para anak jalanan tidak memiliki keluarga lagi, sehingga membuatnya harus lebih menghargai keluarganya yang masih utuh, ia masih mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Di luar sana banyak anak-anaknya yang ingin mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya namun mereka tidak memiliki siapapun. Pelajaran yang berharga banyak didapatkan Dabo semenjak berada di jalanan. Kehidupan jalanan tidak selamanya berdampak negatif kepada seorang anak, tergantung bagaimana seseorang memaknainya. Saat ini Dabo sudah duduk bangku sekolah menengah pertama, dan dia akan tetap melanjukan pendidikan sampai pada tingkat sekolah menengah akhir. Setelah lulus Dabo ingin mencari pekerjaan yang lebih baik lagi dan meninggalkan kehidupan jalanan sebagai seorang pengamen. Karena Dabo juga menginginkan kehidupan yang lebih baik baginya. Dabo sangat menyadari bahwa tidak selamanya menjadi seorang pengamen dapat memperbaiki kehidupannya.Sebagai seorang anak laki-laki, Dabo sangat menginginkan pekerjaan yang lebih baik untuknya. 4.4.2. Friska Maish Memiliki Keluarga Utuh “ Bekerja Sebagai Pemulung Karena Mengikuti Pekerjaan Kedua Orang Tuanya. Herman berusia 33 tahun tinggal bersama isterinya yang bernama Sulastri berusia 29 tahun dan kelima anaknya. Anak yang pertama bernama Friska berusia 10 tahun duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar , dan anak kedua bernama Cindy Usia 7 tahun duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar. Anak yang ketiga bernama Tiven usia 5 tahun belum bersekolah, dan anak Universitas Sumatera Utara 63 keempat bernama Osea berusia 3 tahun, anak terakhir atau anak kelima dari pasangan Herman dan Sulastri ini adalah Dede ini masih berusia sekitar 10 bulan. Herman bekerja sebagai pencari barang bekas yang kemudian ia jual kepada agen. Sedangkan Sulastri bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas. Pekerjaan ini sudah mereka lakoni selama tujuh tahun belakangan ini, dan dengan itulah Herman dan Sulatri menghidupi ke lima anak-anak mereka. Gambar 5: Pemandangan depan rumah keluarga Herman. Keluarga Herman tinggal di Kecamatan Medan Polonia, dengan menyewa rumah kecil dengan harga Rp.350.000bulan. Rumah yang Herman sewa bagaikan gubuk kecil dan sudah tidak layak untuk di tempati, tetapi keluarga Herman tidak dapat pindah dari rumah yang sedang mereka tempati saat ini. Keadaan keuangan keluarga Herman membuat mereka harus bertahan dan tinggal di dalam rumah tersebut. Bagi Herman dan Sulastri rumah mereka hanya untuk tempat tidur saja, karena setiap hari mereka harus bekerja di jalanan demi untuk memberikan Universitas Sumatera Utara 64 makan untuk kelima anak-anaknya. Meskipun Sulasti masih mempunyai anak yang masih balita ia tetap pergi bekerja mencari botol-botol bekas. Anak-anaknya selalu ia titipkan kepada tetangga mereka yang berada disebelah rumah mereka. Hal ini mereka lakukan semata untuk dapat bertahan hidup. Pernikahan Herman dan Sulastri berlangsung pada tahun 2005. Pada saat itu Herman sudah bekerja sebagai pencari barang bekas, karena tidak memiliki pendidikan yang tinggi Herman hanya dapat bekerja sebagai pencari barang bekas saja. Sebelumnya Herman bekerja sebagai buruh bangunan, tetapi karena pekerjaannya terlalu berat dan tidak seimbang dengan pendapatan yang di terima, maka ia memutuskan berhenti menjadi buruh bangunan. Berbulan- bulan lamanya Herman tidak bekerja , sementara ia harus menafkahi isteri yang pada saat itu sedang mengandung anak pertama mereka. Herman pun sudah mencoba mencari pekerjaan yang lain tetapi ia tak kunjung mendapatkannya. Tidak ada yang dapat dikerjakan Herman pada saat itu ia terus mencoba mencari apapun pekerjaan yang menghasilkan uang untuk isterinya. Salah satu teman Herman, mangajak dirinya untuk bekerja sebagai pencari atau pengumpul barang bekas dengan menggunkan becak kecil yang tidak memiliki gerobak. Mereka berdua harus menyelusuri setiap jalanan dan mencari seseorang yang akan menjualkan barang bekas kepada mereka yang kemudian mereka jual kepada agen-agen yang menerima barang bekas tersebut. Dengan pekerjaan tersebut Herman merasa penghasilan yang ia terima cukup untuk biaya kebutuhan isterinya sehari-hari. Karena belum mempunyai seorang anak membuat penghasilan yang ia terima sudah cukup untuk mereka berdua. Meskipun penghasilan yang ia dapatkan sebenarnya tidak terlalu tinggi. Universitas Sumatera Utara 65 Pada tahun 2006, Sulastri melahirnya anak pertama mereka yaitu Friska. Setelah setahun lebih pernikahan mereka berlangsung akhirnya kedua pasangan ini dikarunia anak perempuan. Tentu saja kehadiran anak pertama mereka membuat Herman harus bekerja lebih giat karena ia akan menghidupi isterinya dan putri kecilnya. Setelah mempunyai anak, Herman merasa bahwa penghasilan yang ia terima dari mencari barang bekas tersebut tidaklah cukup. Karena ia hanya bekerja untuk membantu temannya dalam mencari barang bekas dan penghasilan yang ia dapatkan tidak terlalu tinggi. Dalam sehari Herman hanya diberikan uang sebesar Rp.20.000 pada saat itu. Tentu saja penghasilan yang sedikit itu akan sangat kurang bagi Herman. Anak pertamanya yang baru lahir akan membutuhkan susu dan lainya. Herman sebagai kepala rumah tangga harus mencari uang untuk membeli kebutuhan untuk isteri dan anak pertamanya. Herman terus mencoba mencari pekerjaan yang lain yang berpenghasilan lebih tinggi, tetap saja tidak mudah baginya untuk mendapatkannya. Sementara anaknya memiliki kebutuhan yang banyak. Karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan yang lain, Herman mendapatkan ide untuk mencari dan mengumpulkan barang bekas dengan sendirian. Dengan begitu penghasilan yang ia dapatkan akan jauh lebih banyak karena ia tidak perlu bekerja dengan temannya yang selama ini yang telah memberikan ia uang. Akan tetapi, jika Herman harus bekerja dengan sendirian, ia pasti memerlukan becak seperti yang mereka gunakan bersama temannya ketika sedang bekerja. Pada akhirnya Herman meminta bantuan kepada temanya dan mengatakan bahwa ia ingin bekerja dengan sendirian, karena uang yang ia dapatkan tidak cukup. Parman temanya dalam mencari barang bekas tersebut mengerti tentang keadaan yang dirasakan oleh Herman. Parman juga berniat untuk membantu temannya tersebut, karena yang menjadi permasalahan bagi Herman adalah ia tidak memiliki becak untuk mencari barang-barang bekas. Pada akhirnya Parman memberikan becak kepada Herman dengan menyewa perhari Universitas Sumatera Utara 66 kepadanya. Dengan seperti itu Herman dapat bekerja dengan sendirian dan dapat menikmati penghasilan yang ia dapatkan dengan sendirinya. Untuk sewa becak tidak terlau dipatokkan, berapa pun yang dapat diberikan oleh Herman tidak menjadi permasalahan bagi Parman. Karena becak tersebut memang tidak ada yang menggunakan dan akan lebih baik jika becak tersebut disewakan kepada Herman. Gambar 5 : Becak Yang Herman Gunakan Untuk Bekerja. Setiap harinya Herman dengan penuh semangat bekerja menyelusuri kota Medan ini dengan becak yang ia sewa. Herman harus mendapatkan pelanggan yang banyak, yang akan menjualkan barang-barang bekas kepadanya. Ia tidak meneriman barang bekas saja, tetapi juga buku-buku bekas dan juga koran bekas. Jika ada yang menjual kepadanya ia hanya menghargai Universitas Sumatera Utara 67 dengan Rp.1000kg. Jika di jual kepada agen yang sudah menjadi langgananya, harga menjadi dua kali lipat dan ini menjadi sebuah keuntungan untuknya. Herman harus mendapatkan barang- barang bekas dengan sebanyak-banyaknya agar ia mendapatkan uang yang lebih banyak untuk anak dan isterinya di rumahnya. Herman juga harus mengumpulkan uang untuk membayar uang sewa rumah yang sedang keluarganya tempati. Pekerjaan mencari barang-barang bekas tidak selamanya mendapatkan uang yang banyak. Herman dalam sehari pernah tidak mendapatkan barang-barang bekas untuk dijual kepada agennya. Sekitar lebih dari delapan jam Herman menyelesuri sudut-sudut kota Medan ini, terkadang ia mendapatkan lebih banyak barang-barang bekas, dan terkadang juga ia sama sekali tidak mendapatkan sedikit pun barang –barang bekas yang ia cari. Hal ini membuatnya mengalami kesulitan untuk membiayai anak dan isterinya. Dimana putri pertamanya semakin tumbuh dan berkembang, kebutuhan yang ia diperlukan oleh anaknya pun akan semakin banyak dan meningkat. Herman benar-benar merasa sangat terpuruk dan kekurangan dalam permasalahan ekonomi keluarganya. Herman harus mampu keluar dari keterpurukannya, ia harus tetap mencari cara agar tidak mengalami penurunan terhadap pendapatannya. Ketika Herman sedang menjual barang-barang bekas kepada agennya, ia melihat lebih banyak orang yang menjual botol-botol bekas disana. Akhirnya Herman berniat mencari barang-barang bekas dan juga botol-botol bekas tersebut. Dengan cara tersebut Herman dapat menangani permasalah perekonomian keluargnya. Jika Herman tidak mendapatkan pelanggan untuk menjual barang-barang bekas kepadanya, ia masih mempunyai botol-botol bekas yang akan di jual kepada agenya dan akan menghasilkan uang walaupun tidak terlalu tinggi jumlahnya. Tetapi sangat berguna untuknya dan juga untuk isterinya dan anaknya yang memiliki kebutuhan lebih. Universitas Sumatera Utara 68 Pada tahun 2009, kembali pasangan Herman dan Sulastri dikarunia anak kedua yaitu seorang anak perempuan bernama Cindy, Friska telah memiliki seorang adik perempuan. Kelahiran anak kedua Herman membuatnya harus benar-benar bekerja keras, karena sekarang ia harus menghidupi dan menafkahi dua orang anak dan isterinya. Herman harus bekerja lebih giat untuk mendapatkan uang yang lebih banyak. Tetapi dengan seiring perkembangnya zaman, kebutuhan untuk keluarganya Herman pun semakin meningkat. Harga-harga sembako yang dibutuhkan oleh keluarga Herman pun semakin hari semakin bertambah dan mahal. Sementara pendapatan Herman semakin hari semakin menipis, keadaan ekonomi keluargnya, semakin terpuruk. Keluarganya harus hidup secara kekurangan karena kondisi ekonomi yang semakin tidak menentu. Karena kesulitan yang dialami oleh suaminya, Sulastri berniat untuk membantu suami dalam mencari uang dengan bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas yang sama seperti pekerjaan sambilan Herman. Karena masih mempunyai seorang anak yang masih kecil, Herman tidak memberikan izin kepada isterinya untuk membantunya bekerja. Jika Sulastri ikut serta bekerja maka tidak akan ada yang menjaga kedua anak-anaknya, apalagi kedua anak-anaknya masih sangat membutuhkan kehadiran dan dekapan seorang ibu. Sulastri harus mengubur niatnya untuk membantu suaminya dalam bekerja dan mendapatkan uang. Sebenarnya Herman sangat membutuhkan bantuan isterinya, tetapi ia tidak mungkin harus mengorbankan kedua anak- anaknya. Semakin hari kondisi perekonomian keluarga Herman benar-benar semakin sulit. Pada tahun 2011, Sulastri kembali melahirkan anak ketiga mereka yaitu anak laki-laki yang bernama Tiven. Herman merasa sangat gembira karena mereka telah dikaruniai seorang anak laki-laki, dimana setiap suku batak selalu menginginkan kehadiran seorang anak laki-laki. Akan tetapi, ini Universitas Sumatera Utara 69 menjadi permasalah juga bagi Herman karena beban yang harus ia tanggung juga akan semakin bertambah. Sementara perekonomian keluarganya dalam beberapa tahun ini selalu mengalami kesulitan dan penurunan. Keluarga Herman pun hidup dengan serba kekurangan, di tambah dengan kehadiran anak ketiga yang mempunyai kebutuhan yang lebih. Hal ini membuat Herman memilki utang yang lebih banyak kepada temannya Parman. Pada tahun 2012, anak pertama Herman dan Sulastri mulai memasuki dunia pendidikan. Hal ini benar-benar menjadi puncak permasalahan bagi Herman, dan tidak mungkin Friska tidak mereka sekolahkan. Pada akhirnya Sulastri harus benar-benar membantu Herman dalam bekerja. Dengan berat hati Herman harus mengizinkan niat baik isterinya untuk membantunya. Pekerjaan yang di pilih Sulastri adalah menjadi seorang pemulung yang pencari botol-botol bekas minuman, yang pada saat itu banyak ibu-ibu yang berada dilingkungan tempat tinggalnya bekerja seperti seperti itu, dan dapat menghasilkan uang yang cukup bagi siapapun. Dengan bekerjanya Sulastri dapat membantu suaminya. Meskipun Sulastri masih memiliki anak-anak yang masih kecil tetapi ia tidak perlu merasa cemas terhadap anak-anaknya. Karena dia mempunyai seorang tetangga yang memiliki hubungan persaudaraan dengannya yang bersedia menjaga anak-anaknya jika ia pergi bekerja. Herman dan isterinya selalu berpencar ketika bekerja di jalanan, Herman sendiri pergi mencari barang bekas dengan mengendarai becak yang digunakan untuk mengangkut barang- barang bekas yang didapatkanya. Sementara Sulastri isterinya hanya mencari botol-botol bekas dengan berjalan kaki dan membawa beberapa karung dan plastik besar , yang digunakankan untuk tempat botol-botol bekas yang didapatkannya, dan biasanya Herman akan menjemput isterinya pada sore hari di tempat yang sudah mereka tentukan, Sulastri mencari botol-botol bekas dari jalan jalan Jamin Ginting Padang Bulan, Pajak Sore, dan Sampai ke Pringan, mereka Universitas Sumatera Utara 70 bekerja hampir setiap hari tanpa mengenal lelah. Herman dan Sulastri berangkat bekerja pada pukul 10.00 wib, karena Sulastri harus mengurus anak-anaknya terlebih dahulu dan memasak untuk makan anak-anaknya jika ia harus pergi bekerja. Gambar 6 : Sulastri Ketika Mencari Botol Bekas Minuman. Herman dan Sulastri bekerja hampir setiap hari, jika mereka merasa lelah pada hari minggu, mereka akan beristirahat dan libur untuk bekerja. Hampir tidak pernah mereka melihat perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka. Setiap hari mereka harus bekerja untuk menghidupi anak-anaknya, meskipun mereka harus mengorbankan waktu untuk berkumpul bersama-sama anak-anaknya. Mereka sebagai orang tua harus bekerja keras untuk dapat bertahan dan melanjutkan hidup serta untuk menyekolahakn anak-anaknya. Pada saat itu Friska sudah memasuki dunia pendidikan dan duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar. Demi untuk anak- anaknya, Herman dan Sulastri harus benar-benar bekerja di jalanan tanpa mengenal lelah. Universitas Sumatera Utara 71 Setelah beberapa tahun Sulastri bekerja di jalanan, dan pada tahun 2013, kemudian ia melahirkan anak keempatnya, yaitu anak laki-laki yang bernama Osean. Kembali pasangan Herman dan Sulastri dikarunia seorang anak. Hal ini membuat Sulastri harus berhenti bekerja sebagai pemulung atau pencari botol-botol bekas, karena ia baru saja melahirkan anak keempatnya. Tetapi seletah enam bulan umur Osean, Sulastri kembali bekerja dalam membantu suaminya karena saat itu dengan bertambahnya jumlah anggota keluarganya membuat mereka harus lebih giat dalam bekerja. Karena akan semakin banyak kebutuhan-kebutuhan yang harus mereka penuhi untuk anak-anaknya. Karena bekerjanya Herman dan Sulastri membuat para anak-anaknya kehilangan waktu untuk berkumpul bersama orang tuanya. Hal ini membuat anak-anaknya, tidak selalu dalam pengasuhan kedua orang tuanya. Herman dan Sulastri hanya mempunyai waktu ketika malam hari untuk berkumpul bersama dengan anak-anak mereka. Rasa lelah dan letih hampir setiap hari mereka rasakan, karena hal itu membuat kedua orang tua ini tidak mempunyai waktu untuk sekedar berkumpul dan bermain-main bersama anak-anaknya. Mereka berdua lebih memilih untuk segera tidur, karena dengan cara seperti itu dapat menghilangkan rasa lelah mereka. Meskipun kedua orang tua ini sudah bekerja menghabiskan waktu yang panjang, tetap saja masalah finansial keluarganya masih jauh dari kata cukup. Pada tahun 2014 anak pertama pasangan Herman dan Sulastri memutuskan untuk membantu kedua orang tuanya dan bekerja sebagai pemulung yang mencari botol-botol bekas yang sama dengan pekerjaan ibunya Sulastri. Ikut sertanya Sulastri dalam bekerja tentu tidak sepenuhnya merubah perekonomian keluarganya, tetap saja keluarga ini masih merasakan kekurangan dalam masalah perekonomian. Hanya saja dengan ikut sertanya Sulastri dapat Universitas Sumatera Utara 72 mengurangi beban suaminya, karena pada masa itu keluarganya mengalami masa krisis. Herman mempunyai utang yang cukup banyak dan mereka harus membayarnya dengan cara mencicil. Friska pada saat itu masih berusia delapaan tahun dan masih duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar. Karena ia sering ditinggalkan oleh ibu dan ayahnya untuk pergi bekerja di jalanan, membuatnya ingin bekerja juga seperti orangtuanya. Sebab selama ini keluarganya sangat merasakan kekurangan. Friksa sebagai seorang anak juga sangat merasakan kondisi perekonomian keluarganya yang selalu penuh dengan kekurangan. Kehidupannya dengan kehidupan teman-temannya yang berada di lingkungan tempat tinggalnya jauh sangat berbeda dengan dirinya. Ia dan saudaranya kerap merasa kekurangan dalam bidang materi yang diberikan oleh ibu dan ayahnya. Sering ia mendapatakan rasa iba oleh beberapa masyarakat yang berada di lingkungan tempat tinggalnya. Friska dan adik-adiknya sering mendapatkan pakian bekas dari sesama teman-temanya. Karena orangtuanya jarang memberikan pakaian baru kepada mereka. Friska sangat menyadari bagaimana kondisi dan keadaan kedua orang tua. Ayah dan ibunya selalu bekerja keras setiap hari dan membuat ia dan adik-adiknya jarang sekali mendapatkan kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Friska dan adik-adiknya lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain-main di lingkungan tempat tinggal mereka , anak-anak Herman bagaikan anak yang terlantar yang tidak pernah di jaga atau di asuh oleh kedua orang tuanya. Namun Friska memahami kenapa kedua orang tuanya harus bekerja seharian penuh di jalanan. Semata agar kedua orang tuanya dapat menghidupi ia dan adik-adiknya , karena sebagai manusia akan memerlukan makan, minum, dan bahkan tempat tinggal untuk berlindung. Jika kedua orang tuanya tidak bekerja maka ia dan adik-adiknya tidak akan pernah mendapatkan itu semua. Meskipun ibunya ikut serta dalam bekerja juga tidak sepenuhnya dapat merubah keadaan ekonomi keluarganya tetap saja ia dan adiknya masih jauh dari kata cukup. Universitas Sumatera Utara 73 Oleh karena keadaan kedua orang tuanya, akhirnya Friska memutuskan untuk membantu kedua orang tuanya untuk bekerja mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas sebanyak- banyaknya dan semampunya. Friska bekerja mencari botol-botol bekas tersebut sehabis pulang dari sekolahnya dan kembali kerumahnya untuk menganti pakiannya. Sekalian untuk menyantap makan siang yang sudah disiapkan oleh ibunya, sebelum Sulastri berangkat bekerja. Friska bekerja mencari botol-botol bekas untuk pertama kalinya ia sendirian. Di lingkungan tempat tinggal Friska banyak keluarga yang bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas, para anak- anak juga akan ikut serta dalam bekerja seperti orang tuanya. Tidak hanya Friska yang memilih pekerjaan seperti ini, teman-teman sebaya juga sebagian bekerja seperti dirinya. Hal ini membuat Friska menjadi mempunyai teman untuk memulung atau mencari botol- bototl bekas. sehingga membuat Friska dan beberapa temannya selalu memulung bersama-sama. Friska tidak perlu merasa takut jika harus bekerja di jalanan, ia akan selalu memiliki teman. Meskipun tidak setiap harinya Friska harus bersama teman-temannya ketika memulung. Terkadang Friska juga harus pergi bekerja sebagai pemulung di jalanan seorang diri, tetapi ia bersama teman-temannya selalu bertemu di jalanan. Maka tidak jarang Friska dan teman- temannaya selalu pulang bersama ke rumah mereka masing-masing. Friska dan teman-teman terkadang sudah membuat perjanjian agar pulang dan pergi dari memulung selalu bersama-sama. Meskipun begitu tidak setiap hari mereka harus memulung bersama-sama. Teman-teman sebayanya yang menjadi pemulung, sering juga pergi bekerja bersama dengan orang tua mereka masing-masing. Tidak seperti dirinya, ia tidak pernah bersama ibu untuk pergi memulung. Menurut Friska, bekerja sebagai pemulung atau pencari botol-botol bekas di jalanan adalah hal yang meyenangkan. Daripada ia tidak bekerja sama sekali, Friska sering merasa bosan ditinggalkan oleh kedua orang tuanya ketika mereka pergi bekerja. Hampir seharian kedua orang Universitas Sumatera Utara 74 tuanya bekerja di jalanan, membuat waktu yang ia miliki untuk berkumpul bersama orang tua hanya sedikit saja. Dengan bekerjanya Friska ia tidak merasa kesepian lagi , dan dengan begitu Friska pun dapat untuk membantu kedua orang tua untuk mendapatkan uang. Ia juga sangat menyadari kenapa kedua orang tuanya harus bekerja keras setiap harinya. Karena ia dan saudaranya memiliki sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh kedua orang tua mereka. Bekerja sebagai pemulung tidak terlalu berbahaya bagi Friska, karena ia hanya mengambil dan memungut sampah dari orang lain. Pekerjaan yang Friska lakukan pun tidak berada di jalanan besar seperti seorang pengamen. Ia hanya berada di tengah-tengah keramaian untuk memungut sampah yang berbentuk botol-botol bekas. Selama setahun belakangan ini, Friska pun jarang mendapatkan bahaya atau ancaman ketika ia pergi bekerja. Ia selalu dalam keadaan baik-baik saja ketika kembali pulang ke rumahnya. Niat Friska hanya untuk bekerja dan mencari sampai sebanyak- banyaknya botol bekas minuman tersebut. Dirinya pun tidak pernah menganggu orang lain yang memiliki pekerjaan yang sama seperti dirinya. Banyak anak-anaknya yang terlihat di jalanan bekerja juga seperti dirinya. Mulai dari anak-anak sampai orang tua pun banyak Friska temui di jalanan bekerja seperti dirinya, dan membuat Friska tidak menjadi merasa terasingkan ketika bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas. Namun, bukan berarti Friska tidak pernah mendapatkan gangungan ketika bekerja sebagai pemulung. Ia juga sering dilarang oleh sesama pemulung yang lebih tua darinya untuk tidak memulung di suatu tempat. Pemulung yang sering menganggu Friska selalu pemulung anak laki-laki yang lebih tua dari Friska pun tidak pernah tinggal diam jika ia mendapatkan larangan seperti itu, ia biasanya akan mencoba melawan dan mengatakan bahwa siapapun berhak untuk bekerja di jalanan apalagi untuk mencari botol-botol bekas. Karena kedua orangtuanya selalu Universitas Sumatera Utara 75 mengatakan siapapun yang ingin bekerja di jalanan adalah hak dari diri masing-masing, jalanan adalah ruang publik yang siapa saja pun mempunyai hak untuk melakukan apapun. Jika tidak merugikan bagi orang lain, seseorang dapat dengan bebas untuk berada di jalanan meskipun bekerja sebagai pemulung. Friska pun tidak merasa merugikan siapapun ketika ia bekerja sebagai pemulung, maka dari itu dia selalu berani untuk melawan siapa pun orang-orang yang menurutnya tidak pantas untuk melarang ia memunguti sampah yang berupa botol-botol bekas . Meskipun begitu, Friska juga terkadang tidak ingin melawan seseorang yang lebih tua darinya, dan biasanya ia juga akan memilih untuk diam dan pergi dari tempat orang lain melarangnya. Friska akan mencari tempat lain untuk memulung. Menurut Friska bekerja sebagai pemulung bukanlah hal yang perlu ditakutkan, karena siapapun dapat melakukan hal tersebut. Ia bekerja hampir pada tempat yang penuh keramaian dan itu membuatnya menjadi lebih berani. Selama ia tidak pernah menggangu orang lain, Friska pun percaya bahwa ia juga tidak akan pernah di ganggu oleh orang lain juga. Friska menjadi seorang pemulung berawal dari ketika dia mulai bosan dengan keadaannya, setiap hari kedua orang tuanya pun pergi bekerja di jalanan. Setiap pulang dari sekolah Friska hanya bermain-main bersama adik-adiknya hingga pada saat orang tuanya pulang bekerja. Hampir seperti itu keseharian Friska, ia hanya berada di rumahnya seharian untuk pergi bermain dengan teman sebayanya juga tidak ia temukan karena sebagian besar teman-temannya bekerja sebagai pemulung. Karena kejenuhan yang dirasakan oleh Friska, akhirnya ia juga berniat menjadi seorang pemulung yang bekerja seperti orang tuanya. Perekonomian keluarganya masih jauh dari kata cukup. Meskipun kedua orang tua sudah bekerja hampir seharian belum seutuhnya dapat memenuhui kebutuhan ia dan adik-adiknya. Menurutnya dengan Universitas Sumatera Utara 76 ikut sertanya ia bekerja dapat membantu kedua orang tua, yang sama seperti para teman- temannya yang juga membantu kedua orang tua mereka dalam bekerja. Dengan bekerja Friska di jalanan membuat tidak merasa bosan di rumah, dan ia juga ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi keluarganya. Tidak paksaan atau ajakan dari kedua orang tua Friska, mereka juga tidak pernah berpikir mengajak para anak-anaknya untuk bekerja sebagai pemulung seperti kebanyakan para orang tua yang melibatkan para anak- anaknya untuk bekerja di jalanan. Semua yang Friska lakukan adalah murni dari keinginan dan inisiatif dari dirinya sendiri. Untuk mengisi waktu luangnya, Friska memutuskan bekerja sebagai seorang pemulung yang mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas yang akan ia berikan kepada ibunya. Kemudian di jual dan dapat menghasilkan uang untuk keluarganya. Daripada waktu yang ia gunakan hanya untuk bermain-main dan itu tidak mendapatkan hasil apapun. Antusias Friska pun semakin meningkat menjadi seorang pemulung, karena di jalanan pun ia sudah mengetahui bagaimana keadaan dan kondisi dari beberapa pumulung. Friska melihat beberapa pemulung yang terdiri dari anak-anak seusianya, remaja perempuan dan laki- laki, bahkan sampai pada orang tua sekali pun dapat bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas. Beberapa pumulung, mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas bekas dengan cara berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain dengan membawa goni yang berukuran besar dan kecil. Ada juga yang menggunakan plastik besar, para pemulung selalu terlihat mengkais beberapa tempat sampah dan berharap mereka mendapatkan apa yang mereka cari. Untuk pemulung orang tua, ada juga beberapa yang menggunakan becak bermotor dan becak terbuka untuk membawa botol-botol bekas. Pemulung seperti itu biasanya akan mendapatkan lebih banyak dan sampai lima karung besar yang berisikan botol-botol bekas. Sebagian pumulung Universitas Sumatera Utara 77 yang sudah tua juga akan berjalan kaki menyelusuri beberapa tempat untuk mendapatkan yang mereka cari. Friska juga tidak pernah melihat sesama pemulung yang selalu bertengkar dan memperebutkan botol-botol bekas. Mereka tidak pernah saling menganggu, masing-masing dari para pemulung selalu bekerja dengat tenang dalam mencari dan mengkais tempat-tempat sampah yang mereka harapkan akan mendapatkan apa yang mereka cari. Para pemulung tidak mengenal lelah berjalan dari satu tempat ke tempat lain untuk menemukan botol-botol bekas. Pekerjaan sebagai pemulung adalah pekerjaan yang banyak dilakukan oleh siapapun yang tidak memiliki dan mempunyai pilihan untuk mendapatkan pekerjaan yang lain. Hal ini sama seperti keadaan kedua orang tuanya yang tidak memiliki pilihan untuk mendapatkan pekerjaan yang lain. Sehingga membuat kedua orang tuanya harus memilih pekerjaan seperti ini. Kedua orang tuanya tidak melarang Friska untuk bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas tersebut. Karena selama ini kedua orangtunya tidak terlalu mengetahui apa saja yang dilakukan oleh anak-anaknya. Begitu juga mengenai kondisi perekonomian keluarga yang sangat jauh dari kata cukup, membuat kedua orangtuanya tidak perlu melarang Friska untuk bekerja. Terpenting bagi kedua orang tua Friska hanya keselamatan putri kecilnya ketika bekerja di jalanan, dan selama ia bekerja dengan baik kedua orang tuanya tidak perlu merasa cemas akan keselamatan Friska. Kedua orang tuanya juga sudah lama bekerja di jalanan, jika Friska ingin mengikuti pekerjaan kedua orang tua adalah hal yang sangat wajar. Sudah hampir lebih dari dua tahun Friska bekerja di jalanan. Setiap hari ia harus mendapatkan botol-botol bekas sebanyak satu sampai dua karung. Ia selalu membawa karung yang berukuran sedang untuk tempat botol-botol bekas yang akan ia kumpulakan dan membawa Universitas Sumatera Utara 78 pulang kerumahnya. Selalu ia berikan kepada ibunya, untuk dijual kepada agen yang sudah menjadi langganan keluarganya. Friska tidak pernah mengetahui berapa uang yang ia dapatkan dari pekerjaannya, karena orangtuanya menjual botol-botol bekas tersebut dalam sekali seminggu. Friska juga tidak mengetahui kemana ibu dan ayahnya menjual botol-botol bekas tersebut. Ia hanya mengetahui bahwa dalam seminggu kedua oran tuanya dapat menghasilnya uang sebesar Rp.200.000. dan itu sudah termasuk pendapatkan ayahnya juga. Gambar 7 : Friska Ketika Bekerja Sebagai Pemulung. Friska bekerja di jalan hanya sekitar empat jam dalam sehari, dia mencari botol-botol bekas sehabis pulang dari sekolah, walaupun pekerjaan Friska dan ibunya sama. Mereka tidak pernah bersama-sama dalam mencari botol-botol bekas dan selalu berpencar, karena jika mereka bersama yang mereka dapatkan akan sedikit. Akan lebih baik jika mereka mencari ke tempat Universitas Sumatera Utara 79 yang berbeda-beda. Friska juga tidak pernah di jemput oleh ayahnya seperti ibunya, karena Friska selalu bersama-sama dengan teman-temannya pulang dan pergi dari mencari botol-botol bekas. Tempat Friska bekerja hanya di sekitar Padang Bulan dan di kawasan Universitas Sumatera Utara saja, jika botol-botol bekas yang ia dapatkan sudah banyak maka akan kembali pulang ke rumahnya. Friska selalu lebih dulu sampai kerumahnya sebelum kedua orangtuanya kembali. Friska berharap ikut sertanya dia dalam membantu kedua orang tuanya dapat meringankan beban kedua orangnya walaupun tidak seberapa yang dapat diberikan dan yang dilakukannya . Kedua orang tuanya merasa sangat beruntung mempunyai anak seperti Friska, karena ia sudah berpikir untuk membantu kesulitan yang di alami oleh orangtuanya. Karena selama ini keluarganya selalu mengalami kesulitan dalam masalah keuangan, ketika Friska memasuki dunia pendidikan pun membuat orang tuanya semakin merasa kesulitan untuk membiayai pendididikannya. Belum lagi untuk membiayai adik-adik yang masih kecil, kedua orang tuanya juga harus membiayai adik-adiknya. Orang tuanya harus bekerja untuk dapat menghidupi keluarganya. Bukan hanya kebutuhan pangan yang harus orangtuanya berikan tetapi juga biaya masa depan ia dan adik- adiknya, dan juga biaya sewa rumah yang sedang mereka tempati saat ini. Mengetahui kondisi kedua orang tuanya membuat Friska lebih bersemangat untuk bekerja mencari botol-botol bekas tersebut. Meskipun seharusnya Friska tidak pantas untuk bekerja. Anak-anak seusianya seharusnya berada di rumah bermain-main bersama teman-temannya. Sebaliknya, Friska hanya berada di jalanan demi mengumpulkan botol-botol bekas yang akan dijual oleh kedua orangtuanya dan pekerjaannya dapat menghasilkan uang yang berguna untuk keluargnya. Meskipun sebenarnya kedua orang tuanya merasa bersalah kepada Friska karena ia harus bekerja Universitas Sumatera Utara 80 di jalanan. Kondisi kedua orangtuanya yang mengantarkan Friska kepada pekerjaan yang sekarang sedang ia lakukan saat ini. Sebenarnya Herman dan Sulastri tidak menginginkan anak mereka bekerja di jalanan. Mereka tidak pernah menyuruh atau memaksa Friska untuk bekerja sebagai pencari botol-botol bekas. Kedua orangtuanya lebih menginginkan Friska fokus bersekolah saja tanpa harus bekerja di jalanan. Karena Friska di sekolah selalu menjadi juara kelas, saat ini Friska duduk di bangku kelas lima sekolah dasar dan ia mendapatkan rangking pertama atau juara satu dikelasnya. Kedua orang tuanya hanya ingin Friska terus mendapatkan pendidikan yang lebih baik, karena ia merupakan anak yang pandai dan pintar. Orang uanya harus memberikan peluang kepada Friska, karena anak mereka sanggup untuk menerima pendidikan yang lebih tinggi. Menurut Friska, aktivitas yang ia lakukuan di jalanan sama sekali tidak menganggu dan tidak berhubungan dengan pendidikan atau sekolahnya. Karena ia pergi mencari botol-botol bekas tersebut sehabis pulang dari sekolah. Kembali ke rumah sekitar pukul 17.00 wib. Meskipun merasa lelah setelah pulang dari mencari botol-botol bekas tersebut, setiap malam Friska tidak lupa untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya. Sulastri pun sebagai ibunya selalu menyempatkan waktu untuk menemani Friska belajar, tidak lupa ia selalu menyuruh anaknya untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Terkadang Friska merasa lelah dan bosan untuk belajar. Tetapi Herman dan Sulastri harus tetap memberikan semangat kepada Friska agar tetap giat dalam belajar. Friska yang memilih pekerjaan sebagai pemulung botol-botol bekas. Terkadang ia juga merasakan lelahnya sehabis pulang dari jalanan. Ia hampir setiap hari berjalan jauh dari rumahnya untuk mencari dan mendapatkan botol-botol bekas yang sedang ia cari. Panas terik Universitas Sumatera Utara 81 dan hujan tidak menjadi penghalang baginya, ia tetap bekerja semampunya. Tujuanya Friska hanya untuk membantu kedua orang tua, jika merasa lelah ia hanya dapat menahanya karena pekerjaan ini adalah sebuah pilihan baginya apapun resikonya ia harus tetap menerimanya. Friska tidak dapat membiarkan kedua orang tuanya bekerja dengan sendirian, mereka harus tetap bekerja sama agar dapat untuk bertahan hidup. Hanya ini satu-satunya pekerjaaan yang dimiliki oleh keluarganya, dengan pekerjaan inilah keluarganya dapat bertahan dan melanjutkan hidupnya. Penghasilan yang didapatkan oleh Herman, Sulastri, dan Friska sebenarnya sangat cukup untuk memenuhui kebutuhan pangan mereka. Akan tetapi, kedua pasangan ini tidak mempunyai uang lebih untuk mereka tabung untuk biaya masa depan anak-anaknya kelak. Penghasilanya mereka hanya cukup seadanya. Pada tahun 2015 Sulastri kembali melahirkan anak kelima mereka seorang anak laki-laki yang bernama Dede. Tentu saja merupakan kebahagian bagi keluarga Herman karena anggota keluarganya pun bertambah. Meskipun sebenarnya akan membuat Herman merasa bertambahnya kembali kebutuhan yang harus ia penuhui untuk anak- anaknya. Ini membuat Herman harus benar-benar bekerja dengan segala tenaganya. Meskipun Herman pernah mencoba mencari pekerjaan yang lebih layak, tetapi ia tak kunjung mendapatkanya. Hanya pekerjaan yang sekarang yang dapat ia kerjakan untuk dapat menafkahi isterinya beserta kelima anak-anaknya. Rendahnya pendididkan yang dimilikinya membuat Herman tidak dapat mendapatkan atau mencari pekerjaan lain. Herman menyadari bahwa pakerjaannya sebagai pencari barang bekas sangat tidak banyak penghasilan yang ia dapatkan untuk keluarganya. Herman yang berasal dari kalangan keluarga ekonomi kelas bawah hanya dapat bekerja sebagai pencari barang bekas. Herman juga harus melibatkan isteri dan anak Universitas Sumatera Utara 82 pertamanya untuk bekerja dalam mencari uang. Jika Herman sendirian yang bekerja keluarganya tidak akan dapat untuk bertahan hidup. Gadis belia seperti Friska harus menanggung keadaan kedua orang tuanya. Ia harus melibatkan dirinya untuk membantu kedua orang tua dalam mencari uang yang akan mereka gunakan untuk dapat bertahan hidup. Jauh di dalam lubuk hati Friska ia merasa bahwa ia tidak nyaman ketika berada dan bekerja di jalanan. Tetapi karena keadaan kedua orangtuanya, membuatnya harus membuang semua perasaan yang tidak menyenakan ketika berada di jalanan. Friska juga tidak dapat membiarkan kedua orangtuanya terus bekerja tanpa mengenal lelah, dan alasan yang membuat Friska ikut serta dalam bekerja adalah karena kedua orangtuanya sudah bekerja keras tetapi tetap saja keluarganya masih merasa kekurangan. Usaha yang telah dilakukan kedua orangtuanya masih tetap tidak mencukupi kebutuhan ia dan adik-adiknya. Friska dengan penuh semangat ingin sekali memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya, maka ia memilih untuk ikut serta bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas. Dengan bekerjanya Friska tentu tidak sepenuhnya dapat mengurangi beban kedua orangtuanya, tetapi ia tetap berusaha untuk bekerja dan mencari sebanyak-banyaknya botol-botol bekas yang harus ia dapatakan. Selama menjadi pemulung Friska sering juga mendapatkan ancaman dan bahaya namun ia tetap berusaha menghadapi apapun yang ia dapatkan di jalanan. Sebagai seorang anak- anak yang mencari botol-botol bekas di jalanan, ia sering mendapatkan ancaman dari sesama pemulung. Friska sering mendapat ancaman berupa larangan untuk tidak memulung di suatu tempat yang sudah menjadi area khusus beberapa pemulung. Jika Friska menemukan orang- orang seperti itu, ia hanya akan pergi dan tidak akan kembali ketempat yang membuatnya terancam. Universitas Sumatera Utara 83 Demi keselamatan Friska di jalanan, kedua orangtuanya selalu menyuruh ia memulung botol-botol bekas di tempat yang ramai. Jika Friska mendapatkan ancaman dan bahaya ia dapat meminta tolong kepada orang lain, dan jika ia memulung di tempat yang ramai biasanya Friska tidak akan mendapatkan ancaman atau bahaya. Friska yang memutuskan untuk bekerja di jalanan, maka ia harus dengan sebaik-baiknya menjaga dirinya ketika berada di jalanan. Ketika berada di jalanan yang terpenting bagi Friska adalah bagaimana cara untuk membawa pulang botol-botol bekas sebanyak-banyaknya untuk dijual oleh kedua orangtuanya. Dengan begitu mereka akan mendapatkan uang. Karena pekerjaan dirinya dan kedua orangtuanya, membuat pergaulan Friska di sekolah menjadi terbatas. Friska hanya bergaul dengan temanya yang berasal dari lingkungan tempat tinggalnya saja. Ia selalu dijuluki sebagai anak pemulung oleh teman-teman sekelas di sekolahnya. Sebagai anak-anak mereka sering menjadikan suatu pekerjaan orang tua sebagai bahan ejekan. Namun Friska tidak pernah merasa malu terhadap pekerjaannya dan juga pekerjaan orang tuanya. Hal ini membuat Friska tidak terlalu suka bergaul di sekolah ia lebih sering menyendiri disekolahnya. Hampir semua teman sekelasnya menghina Friska, tetapi itu tidak menjadi permasalahan baginya. Ia tetap rajin belajar dan ia selalu menjadi rangking kelas. Friska membuktikan kepada teman-temanya jika pun dia adalah seorang anak pemulung bukan berarti ia tidak bisa menjadi sang pemenang dikelasnya. Meskipun kedua orangtuanya selalu menjadi bahan hinaan oleh teman-temannya ia tetap bangga kepada orang tuanya karena mereka bekerja keras untuk bertahan hidup dan membiayai ia dan adik-adiknya. Ketika Friska dihina oleh teman-temannya di sekolah, ia sering mengadu dan menangis kepada ibu dan ayahnya. Sulastri selalu menenangkan hati Friska, dan selalu berkata kepada Friska bahwa teman-temannya itu masih anak-anak. Mereka adalah anak-anak Universitas Sumatera Utara 84 yang gagal di didik oleh kedua orang tuanya. Sulastri juga selalu mengatakan kepada Friska menghina akan membuat seseorang menjadi penuh dosa. Karena sesama manusia tidak diajarkan untuk saling merendahkan. Friska selalu mendapatkan semangat dan nasehat-nasehat yang baik dari ibuya. Ibunya selalu menyuruhnya untuk tetap giat belajar agar ia dapat mencapai dan meraih cita-citanya. Menjadi seorang memulung yang mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas, sebenarnya membuat Friska sangat lelah. Ia harus berjalan kaki setiap hari selama empat sampai lima jam. Terkadang ia berpikir untuk berhenti dari pekerjaannya, tetapi ia tidak tega jika harus membiarkan kedua orangtuanya tetap bekerja keras. Walaupun sebenarnya kedua orang tuanya tidak pernah memakasnya untuk bekerja, jika ia harus berhenti tidak akan menjadi permasalahan bagi kedua orang tuanya. Tetapi Friska merasa jika ia berhenti membantu ibu dan ayahnya dalam mencari botol-botol bekas akan sangat berpengaruh kepada pendapatan orangtuanya . Semenjak Friska ikut serta membantu kedua orangtuanya dapat menambah beberapa penghasilan yang mereka dapatkan walupun jumlah yang ia dapatkan tidak terlalu banyak. Meskipun ia ikut serta dalam membantu kedua orang tua, perekonomian keluarganya tetap masih rendah. Apabila ia berhenti bekerja akan semakin rendah pula pendapatan kedua orang tua. Mengingat tujuan Friska ikut serta dalam bekerja hanya untuk membantu kedua orang tuanya. Ia selalu memikirkan keempat adik-adiknya jika ia berhenti bekerja akan berimbas kepada adik-adiknya, mereka bisa saja kekurangan uang dan tidak dapat membeli makanan untuk mereka. Ibunya harus membeli beras dan lauk untuk makanan mereka, dan itu akan membutuhkan uang yang banyak. Universitas Sumatera Utara 85 Jika ia tetap akan berhenti bekerja, ia akan mengorbankan kehidupan adik-adiknya. Sebagai seorang kakak bagi adik-adiknya, Friska tidak menginginkan hal itu terjadi kepada keluarganya. Ia harus tetap bekerja semampu dan sebisanya. Kedua orang tuanya juga merasakan bahwa Friska merasakan kelelahan ketika bekerja. Herman dan Sulastri selalu menyuruh Friska untuk berhenti, tetap saja ia tak mau dan tetap pergi bekerja. Orang tua Friska menyuruh ia untuk tidak bekerja setiap hari, karena Friska juga membutuhkan waktu untuk istirahat dan bermain- main bersama adik-adiknya di rumah mereka. Terkadang adik-adiknya juga ingin berkumpul bersama kakaknya. Saat ini Friska tidak lagi setiap hari menghabiskan waktu bekerja di jalanan. Hari sabtu dan minggu ia gunakan untuk beristirahat dan berkumpul bersama adik-adiknya. Sementara itu, kedua orangtuanya hampir setiap hari menghabiskan waktu untuk bekerja mencari uang untuk anak-anaknya. Jarang sekali Herman dan Sulastri libur dalam bekerja. Mereka terus berusaha mencari uang sebanyak-banyak karena mereka menyadari bahwa kebutuhan keluarganya dan anak-ananya pun semakin meningkat setiap harinya. Kini Herman dan Sulastri harus menyekolahakan kedua anak-anak mereka yaitu Friska dan Cindy. Keperluan untuk sekolah anak-anaknya pun akan semakin banyak. Sebagai orang tua Herman dan Sulstri tidak ingin melalaikan tanggung jawab mereka untuk memberikan pendidikan kepada anak- anaknya. Bagimanapun kondisi perekonomian keluargnya, kedua orang tua ini akan berusaha memberikan dan memenuhui hak-hak untuk anaknya terutama hak untuk menerima pendidikan dari orang tua. Friska pun tetap akan melakukan pekerjaannya dengan semaksismal mungkin, ia sadar dirinya masih membutuhkan pendidikan yang lebih tinggi. Sekarang ia sudah duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar, dan sebentar lagi ia juga akan duduk di bangku sekolah menegah pertama. Tentu saja itu sangat memerlukan uang dan biaya yang tinggi dan orang tuanya harus sudah Universitas Sumatera Utara 86 mempersiapkan bekal untuk masa depannya. Friska tidak akan membiarkan orang tuanya sendirian dalam mencari uang untuk pendidikanya beserta keempat adik-adiknya. Friska selalu mengharapkan adik-adiknya tidak merasakan atau ikut serta dalam bekerja mencari botol-botol bekas sepertinya. Adik-adiknya tidak perlu merasa lelahnya berada di jalanan dan berjalan dari satu tempat ke tempat lain dan mengkais tempat-tempat sampah hanya untuk mencari botol-botol bekas. Kini yang dapat Friska lakukan adalah tetap bekerja sebagai pemulung bolot-botol bekas, ia tidak mengetahui kapan ia akan berhenti dari pekerjaan yang sedang dikerjakan saat ini. Selama ia masih tetap dapat berjalan, Friska akan tetap berusaha dan membantu kedua orangtuanya untuk dapat menghidupi keempat adik-adiknya dan juga dirinya. Sebisa mungkin Friska akan berusaha dan tidak akan membiarkan keluarganya merasa kekurangan sedikit pun. Keluarganya harus tetap dapat bertahan hidup dan melanjutkan kehidupan mereka. Friska harus tetap bekerja dan belajar dengan baik di sekolahnya. Keadaan keluarganya saat ini adalah karena kedua orang tuanya tidak memiliki pendidikan yang tinggi sehingga membuat keduanya tidak mampu mencari dan mendapatkan pekerjaan yang layak dan berpenghasilan tinggi. Untuk itu Friska dan keempat saudaranya tidak ingin memiliki pendidikan yang rendah seperti kedua orangtuanya. Dengan kecerdasan yang dimiliki oleh Friska ia akan mengajari adik- adik belajar dengan baik, dan ia juga berharap dapat melanjutkan pendidikannya sampai pada perguruan tinggi. Dengan pendidikan yang tinggi Friska berharap dapat meraih cita-citanya,dan setelah ia menyelesaikan pendidikannya ia akan mencari pekerjaan yang layak dan berpenghasilan tinggi. Ia berharap setelah ia bekerja nanti kedua orang tuanya tidak lagi menjadi seorang pencari barang bekas dan seorang pemulung yang mencari botol-botol bekas di jalanan. Universitas Sumatera Utara 87 Begitu juga dengan adik-adiknya, Friska berharap adik-adiknya mendapatkan masa depan yang baik dan cerah. Friska harus tetap berusaha dan mencoba meraih cita-citanya dan juga tujuannya. Ia tidak pernah berhenti untuk belajar, karena hanya dengan belajar ia mempunyai akses untuk menuju masa depan yang lebih baik. Friska tidak menginginkan kehidupan pahit yang ia alami saat ini terulang kembali pada kehidupanya di masa mendatang. Ia juga ingin membebaskan kedua orang tuanya dari pekerjaan yang selama ini sangat menguras tenaga. Orangtuanya selalu bekerja hampir setiap hari tidak perduli panas terik matahari bahkan pada saat musim hujan pun orangtuanya tetap akan pergi bekerja. Orang tuanya harus bekerja keras demi untuk menghidupi ia dan adik-adiknya tanpa pernah mengenal lelah dan mengeluh. . Kedua orang tuanya merasa sangat beruntung mempunyai anak seperti Friska yang sudah berpikir untuk membantu kesulitan yang di alami oleh orang tuanya. Kedua orang tuanya akan selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk masa depan anak-anaknya, semoga hanya Friska saja yang ikut bekerja di jalanan dan hal ini tidak akan terjadi kepada adik-adiknya, betapa tidak wajarnya anak seusianya harus menanggung beban hidup dari kedua orang tuanya. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh Herman Sulastri mereka harus membawa anaknya kedalam kehidupan yang terpuruk ini. Mereka hanya dapat terus bekerja keras tanpa mengenal batas untuk tetap dapat bertahan hidup bersama anak-anaknya. Paling penting bagi Herman dan Sulastri anak-anaknya dapat terus bersekolah, karena Herman tidak memiliki pendidikan yang tinggi, ia hanya seorang ayah yang berpendidikan rendah begitu juga dengan Sulastri yang juga seorang ibu yang berpendidikan rendah. Mereka harus tetap mempertahankan agar anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang tinggi. Hanya dengan begitu anak-anaknya akan mendapatakan masa depan yang lebih baik dari kehidupan mereka sebelumnya. Universitas Sumatera Utara 88

4.4.3 Irfan Tidak Memiliki Keluarga Utuh “ Bekerja Sebagai Pengamen Karena Ajakan Dari Teman”.

Udin yang berusia 34 tahun dan berprofesi sebagai buruh bangunan, tinggal bersama ketiga anaknya. Dimana anak pertamanya bernama Michael berusia 15 tahun duduk di bangku kelas 3 sekolah menengah pertama, dan anak kedua bernama Irfan berusia 10 tahun duduk di kelas 5 sekolah dasar, dan anak terakhirnya bernama Yosep berusia 6 tahun duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar. Keluarga Udin tinggal di Jalan. Starban gang Bilal Medan Polonia. Dengan rumah milik sendiri yang merupakan warisan dari orang tua Udin. Isterinya bernama Evi usia 31 tahun, sudah bercerai dengannya sejak tahun 2012 silam. Evi meninggakkan Udin bersama ketiga anak-anaknya. Sehingga Udin yang harus merawat dan membesarkan anak- anaknya dengan bantuan oleh ibunya yang bernama Farida. Gambar : Pemandangan halaman rumah Keluarga Udin. Universitas Sumatera Utara 89 Sudah lebih dari 16 tahun Udin tinggal dirumahnya bersama dengan keluarganya, dan belakangan ini juga bersama ibunya. Udin mengajak ibunya tinggal bersama dengannya, ketika ayah Udin atau suami Farida telah meninggal dunia. Ibunya tinggal dirumahnya sekalian untuk merawat anak-anaknya yang telah ditinggalkan oleh Evi. Rumah yang di tempati Udin menjadi saksi bagaimana kisah dan perjalanan hidup dalam rumah tangganya. Terlihat dari depan rumahnya yang sudah tempati selama 16 tahun ini masih berdindingkan papan dan berlantai semen. Rumahnya terlihat sudah saatnya untuk renovasi dan diperbaiki. Tetapi Udin belum mampu untuk memperbaiki rumahnya sendiri. Di depan rumah terlihat beberapa batu bata, yang di bawa Udin dari tempat kerjanya. Karena merupakan sisa-sisa sebuah bangunan yang dikerjakan oleh Udin. Pernikahanya dengan Evi hanya berlangsung harmonis selama 11 tahun saja, dia tidak mengetahui kenapa isterinya meninggalkan dirinya dan juga anak-anaknya. Selama ini, Evi tidak pernah bekerja, Udin tidak pernah menyuruh isterinya untuk bekerja, tugas Evi hanya merawat anak-anak mereka dan membersihkan rumahnya mereka saja. Selama ini kehidupan dan keadaan ekonomi keluarga Udin hanya sebatas adanya saja. Udin mengira bahwa isterinya sangat tidak puas dengan materi yang diberikan oleh Udin. Secara finansial Udin memang jauh dari kata cukup terkadang sangat kurang dan hanya cukup untuk biaya makan mereka sehari-hari. Pekerjaan Udin pun hanya sebagai buruh bangunan yang masih berpenghasilan rendah. Pada tahun 2011, Evi lari dari rumah Udin dan meninggalkan dirinya juga beserta anak- anaknya, saat itu anak bungsu dari pasangan Evi dan Udin masih berusia 2 tahun, Evi dengan tidak memiliki perasaan berani dan tega meninggalkan anaknya yang masih membutuhkan kasih sayang dan belaian dari seorang ibu. Tidak hanya Yosep yang kehilangan sosok ibu Michael dan Irfan juga mengalami nasib yang sama, ketika saudara itu harus kehilangan dan ditinggalkan oleh Universitas Sumatera Utara 90 ibu mereka. Karena kasihan melihat para anak-anaknya, Udin kembali membujuk Evi untuk kembali kepadanya dan mengasuh anak-anaknya. Udin sudah mencari-cari kemana Evi pergi dan akhirnya Udin menemukan Evi di rumah mertuanya. Dengan bujukannya, akhirnya Evi mau kembali kepada suamiya. Evi kembali lagi kerumahnya melanjutkan tugasnya sebagai seorang ibu rumah tangga yang merawat dan membesarkan ketiga anak-anaknya. Kembalinya Evi kerumahnya tidak bertahan begitu lama, pada tahun 2013 Evi kembali meninggalkan keluarganya dan anak-anaknya. Karena merasa lelah dengan sikap Evi yang masih melakukan kesalahan yang sama. Udin membiarkan Evi meninggalkan anak-anaknya, jika rumah tangga yang sudah ia bangun selama ini akan berakhir dengan perceraian ia hanya bisa pasrah. Udin juga sudah sangat tidak mampu untuk memperbaiki rumah tangganya, Perceraian memang sangat dilarang dalam setiap agama, jika isterinya tetap berniat meninggalkan dirinya dan anak- anaknya ia hanya bisa merelakannya. Udin sudah berusaha untuk menjaga dan memperbaiki rumah tangganya tetapi pada kenyatannya, isterinya Evi tetap bertindak bodoh dan meninggalkan keluarganya. Akhirnya Udin memutuskan untuk berpisah dan bercerai dengan isterinya. Ia tidak mengharapkan Evi kembali ke kehidupan ia dan anak-anaknya. Kesabaran Udin sebagai kepala rumah tangga sudah sampai pada puncaknya. Evi sama sekali tidak perduli dengan keadaan anak-anak mereka. Udin akan merawat dan membesarkan anak-anaknya sekuat dan semampunya. Tentu saja tidak mudah bagi Udin untuk mengasuh dan merawat ketiga anak- anaknya, ia juga harus bekerja untuk membiayai ketiga anaknya. Apalagi kedua anaknya sudah bersekolah, Udin harus memberikan pendidikan dengan cara menyekolahkan anak-anaknya. Untuk itu, Udin bekerja sebagai buruh bangunan yang membuatnya bekerja tidak dalam kota Medan saja, terkadang pekerjaannya harus berada di luar kota Medan. Karena hal ini Udin Universitas Sumatera Utara 91 mengajak ibunya tinggal bersamanya. Semenjak Evi meninggalkan dirinya tidak ada lagi yang merawat anak-anaknya ketika ia pergi bekerja. Jika Farida tinggal bersamanya dapat membantunya dalam menjaga dan merawat anak-anaknya. Farida juga sangat kasihan jika ketiga cucunya tidak ada yang mengasuh dan menjaga jika Udin pergi bekerja ke luar kota. Setelah berpisah dengan Evi, Udin lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Ia menjadi jarang kembali dan pulang kerumahnya untuk berkumpul bersama anak-anaknya. Terkadang Udin hanya kembali kerumahnya sekali dalam sebulan. Hal ini membuat anak- anaknya tidak hanya kehilangan kasih sayang dari sosok ibu saja tetapi juga dari sosok seorang ayah. Udin hanya menjalankan tugas sebagai kepala rumah tangga dan ayah dari ketiga anak- anaknya, ia harus bekerja keras untuk dapat membiayai anak-anaknya dan menyekolahkan anak- anaknya setinggi mungkin. Sebagai buruh bangunan yang tidak berpenghasilan tinggi, jika tidak bekerja lebih giat penghasilan yang ia dapatkan pun akan semakin rendah. Udin harus mengorbankan waktunya untuk bekerja daripada harus berkumpul dengan ketiga anak-anaknya. Pengasuhan anak-anak Udin seutuhnya diberikanya kepada ibunya Farida. Setiap hari Farida harus merawat dan menjaga ketiga cucunya. Tidak hanya itu saja, Farida juga bagaikan seorang ibu bagi ketika cucu-cucunya. Ia setiap hari harus memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah yang biasanya dilakukan oleh Evi. Farida dan cucunya selalu bekerja sama dalam mengurus rumah mereka, seperti mencuci piring dan pakaian, Bahkan sampai dengan membersihkan rumah yang mereka tempati, Michael dan Irfan selalu ikut serta membantu nenek mereka. Farida sebagai seorang nenek bagaikan sebagai ibu dan ayah bagi ketiga cucu-cucunya, yang terkadang merasa kesepian setelah berpisah dengan ibu mereka, di tambah lagi ayah mereka juga harus bekerja dan jarang sekali kembali dan pulang kerumah mereka. Michael, Irfan, dan Yosep bagaikan tidak mempunyai sepasang orang tua. Universitas Sumatera Utara 92 Penghasilan yang didapatkan oleh Udin tidaklah terlalu tinggi, setiap pulang kerumahnya Udin hanya memberikan beberapa uang kepada ibunya untuk biaya makan dan biaya sekolah untuk anak-anaknya. Terkadang uang yang diberikan udin kepada ibunya sangatlah tidak cukup, Farida harus benar-benar dapat membagi uang hasil dari keringat Udin. Sebagai seorang nenek, Farida juga menginginkan yang terbaik untuk cucunya. Agar uang yang diberikan Udin dapat memenuhui kebutuhan sehari-hari ketika cucunya. Farida hanya memberikan uang jajan secukupnya kepada ketiga cucunya, hanya cukup untuk ongkos pulang dan pergi ke sekolah saja, dan biasanya Farida membekali ketiga cucunya agar di sekolah mereka tidak perlu menghabiskan uang di kantin sekolah, dengan begitu mereka dapat untuk berhemat. Walaupun terkadang ketiga cucunya itu selalu meminta uang jajan lebih, yang akan mereka gunakan untuk membeli jajanan di sekolah. Anak-anak pasti selalu ingin menghabiskan uangnya dengan membeli makanan sepuas hati mereka. Farida selalu memberikan pemahaman kepada ketiga cucunya, agar mereka mengerti terhadap keadaan yang mereka alami. Apalagi nenek dari ketiga cucu ini tidak mempunyai pekerjaan yang menghasilkan uang. Terkadang Farida juga memberikan uang jajan lebih kepada ketiga cucunya tersebut, karena dia merasa kasihan. Hanya sekali dalam seminggu dia memberikan uang jajan lebih, dan berharap ketiga cucunya merasa tidak kekurangan sama sekali. Pada kenyatannya, ketiga anak Udin kerap merasa kekurangan dalam bidang materi yang diberikan oleh ayahnya. Tidak sepenuhnya kebutuhan para anak-anaknya dapat dipenuhi oleh Udin. Penghasilan yang didapatkan oleh Udin hanya cukup untuk kebutuhan pangan bagi ketiga anak-anakya. Setiap anak pasti membutuhkan kebutuhan lainnya tetapi yang mampu Udin berikan hanya sekedar itu saja. Paling Penting bagi Udin adalah ketiga anak-anaknya dapat bertahan hidup dan melanjutkan pendidikan sampai kepada jenjang yang lebih tinggi. Udin Universitas Sumatera Utara 93 berharap ketiga anak-anaknya menjadi seseorang yang berpendidikan tidak seperti dirinya yang memiliki pendidikan yang rendah. Karena hal pendidikan Udin tidak dapat mencari pekerjaan yang lebih layak dan berpenghasilan tinggi. Udin sangat mengharapkan kehidupan anak-anaknya jauh lebih baik daripada dirinya. Setiap anak pasti akan memiliki kebutuhan dan keinginan yang mereka harapakan dari orang tuanya. Udin tidak dapat mewujudkan segala keinginan dari anak-anaknya meskipun itu merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Udin. Dikarenakan kondisi keuangan Udin yang tidak menentu dan terkadang tidak mencukupi. Seorang anak akan jarang sekali mengerti dan memahami bagaimana kondisi keuangan para orang tuanya. Begitu juga dengan ketiga anak- anak Udin yang sama sekali tidak mengerti dengan kondisi dirinya. Sudah sering Udin mengabaikan segala permintaan dari ketiga anak-anaknya tersebut. karena pada dasarnya ia memang tidak sanggup untuk mewujudkannya. Hal ini akan membuat para anak-anak berusaha untuk mewujudkan segala keinginan mereka dengan caranya tersendiri. Begitu juga dengan Irfan anak kedua Udin, yang merasa bosan dengan keadaan yang dialaminya. Kerap kali ia merasa kekurangan dan tidak puas dengan materi yang diberikan oleh ayahnya. Bukan hanya Irfan yang merasa seperti itu tetapi kedua saudaranya juga merasakan hal yang sama dengannya. Irfan ingin sekali terlepas dari keadaan yang selalu serba kekurangan, ia juga terkadang ingin merasakan kehidupan yang serba berkecukupan seperti anak-anak lainnya. Tetapi keadaan orang tuanya yang tidak dapat memberikan sesuatu yang lebih kepadanya dan kedua saudaranya. Keadaan ini membuat ketiga anak Udin harus dapat menerima segala keadaan yang mereka alami. Paling panting bagi Udin, ia masih tetap bekerja dan berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Universitas Sumatera Utara 94 Semenjak perceraian kedua orang tuanya, membuat Irfan bebas bergaul dengan siapapun. Udin juga tidak dapat mengontrol pergaulan dari ketiga anak-anaknya karena ia sering berkerja di luar kota Medan. Hal ini membuat ia sepenuhnya tidak mengetahui dengan siapa saja anak- anaknya berteman dan bergaul. Perceraian oleh kedua orangtuanya, membuat Irfan sangat terpukul dan depresi. Sebenarnya Irfan belum dapat menerima perceraian kedua orangtuanya. Hal ini membuatnya menjadi anak yang sering mencari kesenangan bersama dengan teman- temannya. Jika berada rumahnya, ia selalu teringat akan ibunya, dan hal ini sering membuat Irfan menjadi sedih dan mengingat kenangannya bersama Evi. Sehingga membuat Irfan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain-main di luar rumahnya. Irfan mempunyai seorang teman bernama Rendi lebih tua darinya dan bekerja sebagai pengamen. Ia sering diajak oleh Rendi untuk menjadi seorang pengamen, karena Rendi selalu mengatakan bekerja sebagai pengamen dapat menghasilkan uang yang lumayan banyak. Dengan mengingat kondisi perekonomian keluarganya yang selalu serba kekurangan, membuat Irfan merasa sedikit tergiur dengan ajakan Rendi. Tetapi Irfan selalu menolak ajakan dari temanya tersebut, karena ia merasa bahwa itu adalah pekerjaan yang berbahaya dan juga melelahkan. Rendi selalu berusaha untuk tetap membuat Irfan menyetujui untuk menjadi seorang pengamen. Mengingat kondisi dari keuangan ayahnya, menjadi alasan bagi Irfan untuk mencoba menjadi seorang pengamen. Karena selama ini kehidupannya selalu penuh dengan kekurangan. Awal mula Irfan menjadi seorang pengamen merupakan ajakan dari salah satu temanya yang berulang kali mengajak dan membujuknya untuk bekerja sebagai seorang pengamen. Dengan mengatakan, bahwa jika bekerja menjadi seorang pengamen akan dapat menghasilkan uang yang banyak. Irfan sebagai seorang anak yang selalu merasa kekurangan dalam hal materi yang diberikan oleh ayahnya, tanpa berpikir panjang akan menyetujuinya. Bukan hanya karena Universitas Sumatera Utara 95 kondisi keuangan keluargnya saja tetapi perceraian kedua orang tua merupakan faktor yang mendorong Irfan tergiur untuk bekerja di jalanan. Rasa sepi semenjak ditinggalkan oleh ibunya membuat Irfan harus mencari kesibukan yang lain agar ia tidak teringat akan pahitnya kehilangan sosok seorang ibu. Irfan benar-benar sudah matang terhadap keputusannya untuk menjadi seorang pengamen. Namun ia harus tetap meminta izin kepada neneknya untuk pergi bekerja, tidak mungkin bagi Irfan pergi tanpa sepengatahuan nenek yang telah merawat ia dan kedua saudarnya itu. Sebagai seorang nenek, Farida tentu tidak akan mengizinkan Irfan bekerja sebagai seorang pengamen, karena itu adalah pekerjaan yang paling berbahaya terhadap anak-anak seusia Irfan. Farida sangat melarang keras cucunya untuk bekerja sebagai seorang pengamen. Niat Irfan untuk bekerja sebagai seorang pengamen harus ia kubur dalam-dalam karena nenek yang sudah merawatnya selama ini tidak memberikan izin kepadanya. Tetapi jauh di dalam lubuk hati Irfan tetap menginginkan pekerjaan sebagai pengamen. Irfan harus benar-benar mencari cara agar ia mendapatkan izin dari neneknya untuk bekerja sebagai seorang pengamen. Karena dengan menjadi pengamen ia pasti mempunyai uang yang banyak untuk membeli keperluan yang ia butuhkan. Seperti halnya teman Rendi selalu mendapatkan uang dengan jumlah yang lumayan tinggi dan dapat membeli apapun yang ia inginkan. Irfan berharap jika bekerja, ia dapat membeli apapun yang ia butuhkan karena selama ini ia tidak pernah mendapatkan apapun yang ia inginkan karena kondisi perekonomian ayahnya yang tidak mampu untuk memenuhui segala keperluan dan kebutuhannya. Jika ingin terlepas dari kondisi seperti ini Irfan harus bekerja menjadi seorang pangamen agar dapat merubah kehidupannya. Universitas Sumatera Utara 96 Karena tidak mendapatkan izin dari neneknya, Irfan bersama dengan temannya pergi mengamen tanpa sepengetahuan neneknya. Tetapi tetap saja Farida mengetahui bahwa Irfan menjadi seorang pengamen. Ketika pertama kali Irfan terjun ke jalanan ia mendapatkan uang sebesar Rp.15.000 yang merupakan hasil dari mengamen bersama temannya yang mereka bagi dua. Ketika ia pulang kerumahnya sekitar pukul 18.00 wib, neneknya sangat marah besar kepada Irfan karena tidak biasanya ia pulang kerumah selama itu. Irfan mengatakan yang sebenarnya bahwa ia baru saja pulang dari jalanan mencari uang dengan menjadi seorang pengamen. Farida hanya terdiam dan meneteskan air matanya, ia merasa sangat terpukul jika cucunya harus bekerja sebagai pengamen. Namun ia tidak dapat berbuat apa-apa untuk itu, karena Farida tidak mempunyai pekerjaan yang menghasilkan uang. Alasan Irfan turun ke jalan karena ia merasa tidak cukup terhadap kebutuhan yang diberikan oleh ayahnya. Farida tidak dapat melarang lagi Irfan untuk mengamen, jika cucunya memilih pekerjaan yang seperti itu ia hanya bisa pasrah dan berdoa kepada Tuhan agar cucunya selalu di lindungi dan mendapatkan keselamatan ketika bekerja di jalanan. Permasalahan bagi Farida bukanlah pekerjaan cucunya tetapi yang paling ia cemaskan adalah keselamatan dan keamanan Irfan ketika berada di jalanan. Irfan mengatakan kepada neneknya bahwa tidak perlu mencemaskan dirinya, sebisa mungkin Irfan akan tetap menjaga dirinya dari bahaya yang akan mengancam jiwa dan keselamatannya. Karena ia selalu besama temannya Rendi yang jauh lebih tua darinya yang dapat melindunginya. Irfan menikmati pekerjaanya menjadi seorang pengamen, tidak ada masalah bagi Irfan jika ia harus melakukan pekerjaannya. Jika itu dapat merubah keadaan ekonomi keluarganya akan tetap ia lakukan. Karena selama ini Irfan sudah mengalami pahitnya hidup yang serba kekurangan, ia juga tak ingin merasakan itu selamanya. Dengan bekerja ia sebagai pengamen Universitas Sumatera Utara 97 tentu saja tidak dapat merubah keadaan ekonomi keluarganya. Tetapi dengan bekerja Irfan setidaknya dapat meringkan sedikit beban ayahnya. Penghasilan yang didapatkan Irfan pun tidak terlalu tinggi, hanya saja uang yang ia hasilkan dapat menambah uang jajan yang ia perlukan untuk kebutuhan sekolahnya. Karena selama ini Irfan pun tidak pernah mendapatkan apanya yang ia butuhkan mengenai perlengkapan sekolahnya. Irfan dan kedua saudaranya, ketika pergi ke sekolah hanya diberikan uang jajan yang hanya cukup untuk membayar ongkos pulang pergi dari rumah kesekolahnya. Ketiga saudara ini bersekolah di daerah Padang Bulan, Jl. Jamin Ginting- Kota Medan. Sehingga membuat jarak antara rumah mereka dengan sekolah sangat jauh. Setiap hari mereka harus menaiki kendaraan umum. Neneknya hanya memberikan uang yang cukup untuk membayar tarif ongkos yang harus meraka bayar. Hal ini membuat Irfan harus menahan seleranya untuk membeli makanan yang ada di kantin sekolahnya. Neneknya setiap hari sudah menyiapkan bekal yang akan mereka bawa sekolah, sehingga tidak perlu lagi Irfan membeli makananya yang ada di sekolahnya. Terkadang Irfan tidak dapat menahan seleranya untuk tidak membeli makanan atau jajanan yang banyak tersedia di sekolahnya, jika ia menghabiskan uang yang diberikan oleh neneknya yang hanya cukup untuk membayar ongkos kendaraan. Maka Irfan tidak akan pulang dari sekolah dengan kendaraan umum, ia harus berjalan kaki dari sekolah ke rumahnya. Terkadang Irfan dan bersama teman-temannya pulang dengan berenang dari sungai yang berada tepat di belakang sekolahnya. Sungai yang merupakan aliran darisungai Babura, sungai ini akan membawa Irfan dan teman-temannya pulang kerumahnya masing-masing. Hanya dengan cara itu Irfan dapat kembali kerumahnya jika uang yang diberikan oleh neneknya ia habiskan untuk membeli jajanan di sekolahnya. Universitas Sumatera Utara 98 Keadaan ini selalu Irfan rasakan setelah ia duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar, terkadang ia lebih memilih pulang dengan berenang atau berjalan kaki bersama teman-temannya daripada harus menaiki kendaraan umum yang kadang sangat penuh penumpangnya. Sebagai anak sekolahan yang memberikan ongkos lebih murah. Irfan terkadang tidak mendapatkan tempat duduk ia hanya duduk di tengah-tengah tempat duduk penumpang lainnya. Hal ini membuat Irfan lebih memilih untuk berenang atau berjalan kaki ketika pulang dari sekolah. Dengan begitu ia juga dapat menggunakan uang ongkosnya untuk membeli keperluan lainnya yang ia butuhkan. Rendahnya penghasilan Udin sebagai ayahnya sangat berimbas kepada anak- anaknya. Irfan lebih menyukai ketika berada di jalanan, sempat ia merasa bosan untuk bersekolah dan berniat untuk tidak melanjutkan pendidikannya. Tetapi ia sangat menyadari pendidikan sangat penting baginya, ayah dan neneknya tidak akan membiarkan ia untuk berhenti bersekolah. Karena selama ini alasan Udin bekerja adalah untuk membiayai kebutuhan sekolah untuk anak- anaknya. Irfan harus memilih apakah tetap bersekolah dan diberikan izin untuk bekerja di jalanan, atau jika Irfan berhenti sekolah ia juga harus berhenti bekerja sebagai pengamen. Hal ini membuat Irfan menjadi bimbang dan tidak dapat memilih keduanya. Ia sadar bahwa pendidikan memang sangat penting baginya, dan bekerja di jalanan juga sangat membantunya dalam menghadapi permasalahan ekonomi keluarganya. Bekerja sebagai pangamen sambil bersekolah sangat melelahkan bagi Irfan. Ia tidak bisa lepas dari keduanya, pendidikan sangat penting dan menjadi pengamen juga sangat membantunya. Akhirnya Irfan tetap melanjutkan pendidikanya sambil bekerja sebagai pengamen seperti biasanya. Setelah beberapa lamanya Irfan bekerja di jalanan. Ia merasa bahwa berada di jalanan tidak seburuk yang ia bayangkan, selain mendapatkan uang ia juga dapat menghabiskan sebagian Universitas Sumatera Utara 99 waktunya di jalanan. Dengan bekerjanya Irfan sebagai seorang pengamen dapat menghilangkan kejenuhannya terhadap hidupnya setelah perceraian kedua orang tuanya. Ia dapat melupakan segala permasalahan yang berasal dari keluarganya. Pada awalnya Irfan merasa bahwa kehidupan jalanan itu sangat berbahaya bagi anak seusianya. Setelah menjalani pekerjaan sebagai pengamen di jalanan ternyata tidak seburuk yang dibayangkan oleh Irfan. Kenyataannya ia merasa bahwa jalanan juga memberikan ia ruang untuk bebas melakukan hal yang ia mau. Kerinduannya terhadap sosok seorang ibu tidak lagi menjadi permasalahan baginya, kesibukannya di jalanan membuatnya dapat melupakan tentang ibunya. Bekerja di jalanan sebagai pengamen juga sangat menyenangkan bagi Irfan. Selain menghasilkan uang ia juga mendapatkan teman yang baru dari sesama pengamen. Keadaan para mengamen yang berada di jalanan sangat berbeda-beda bentuknya. Terdiri dari anak-anak seusianya dan bahkan sampai pada seorang anak yang sudah remaja dan juga dewasa. Irfan sebenarnya tidak memahami bagaimana keadaan para pengamen di jalanan, yang terlihat olehnya adalah penampilan yang berbeda pada setiap pengamen. Di jalanan, Irfan sudah banyak melihat para pengamen yang memiliki penampilan yang mencolok, biasanya pengamen yang sudah remaja dan tidak memiliki keluarga akan berpenampilan aneh. Seperti model rambut yang tidak sewajarnya dan beraneka warna, memakai anting-anting di teliga, hidung dan juga mulut. Pengamen model seperti ini selalu menggunakan gitar besar. Ada juga beberapa pengamen yang berpenampilan layak seorang penyanyi memakai pakaian yang rapi dan juga mengenakan sepatu, pengamen model seperti ini biasanya masih memiliki kerabat atau keluarga. Pengamen anak-anak seusia dengannya juga memiliki beberapa perbedaan. Beberapa anak-anak yang bekerja sebagai pengamen menggunakan gitar kecil dan krincingan untuk mengamen, dan juga anak-anak yang bekeja di jalanan masih mengenakan Universitas Sumatera Utara 100 seragam sekolah. Banyak perbedaan yang Irfan di lihat ketika berada di jalanan dan membuatnya harus memahami setiap karakter setiap anak jalanan yang bekerja sebagai seorang pengamen. Irfan juga melihat diantara semua pengamen itu bekerja secara berdampingan, tidak ada yang saling menganggu semua sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Waktu yang Irfan gunakan untuk mengamen hanya sekitar enam sampai tujuh jam dalam sehari, ia mengamen dari hari senin sampai dengan hari sabtu saja. Untuk hari minggu biasanya ia gunakan untuk berlibur dan beristirahat. Karena Irfan juga merasa lelah ketika bekerja di jalanan. Penghasilan yang ia dapatkan dalam sehari dapat mencapai Rp.100.000. Jika ia mengamen bersama dengan temannya, biasanya penghasilan yang mereka dapatkan akan dibagi rata. Irfan lebih sering mengamen sendirian, karena menurutnya akan lebih banyak penghasilan yang akan ia dapatkan. Namun, ia juga harus tetap bersama temannya Rendi karena akan dapat menolong dirinya jika ada yang menganggu atau mengancam keselamatannya di jalanan. Irfan tidak bisa lepas dari temanya, di jalanan ia juga membutuhkan perlindungan dari orang yang lebih tua darinya. Rendi adalah satu-satunya orang yang akan menjaga dan melindugi dirinya dari ancaman dan bahaya yang akan ia dapatkan di jalanan. Tetapi Rendi tidak setiap hari dapat menemani Irfan untuk pergi mengamen, ada saatnya Irfan harus pergi mengamen sendirian, dan hal ini Irfan manfaatkan untuk dirinya ketika ia mengamen sendirian, penghasilan yang ia dapatkan pun hanya untuk dirinya seutuhnya. Namun, ketika Irfan seorang diri pergi mengamen ia hanya berani mengamen di lampu merah Simpang Pos dan sampai pada lampu merah Simpang Rumah Sakit Siti Hajar. Pendapatan yang ia dapatkan jika mengamen di tempat itu hanya sekitar Rp.30.000 dalam sehari, berbeda jika Irfan dan Rendi mengamen di Terminal Amplas pendapatan mereka dapat mencapai Rp.100.000, tetapi uang yang mereka dapatkan akan di bagi dua. Pendapatan jika mengamen di Amplas Universitas Sumatera Utara 101 memang akan lebih banyak tetapi bahaya dan ancaman yang mereka dapatkan pun semakin meningkat. Karena itu Irfan tidak berani jika harus sendirian mengamen di lampu merah Amplas. Sudah lebih dari dua tahun Irfan berada di jalanan, banyak tantangan dan rintangan yang sudah ia lalui. Berada di jalanan sebenarnya sangatlah berbahaya bagi anak-anak seusia Irfan. Tetapi karena dengan bekerjanya ia sebagai pengamen dapat merubah kehidupan keluarganya walau hanya dalam bidang ekonomi saja. Ia tidak pernah lagi mengharapkan uang dari ayahnya untuk biaya pribadinya. Irfan dapat membeli segala keperluannya dari uang yang ia hasilkan dari mengamen. Terkadang ia juga memberikan hasil jerih payahnya untuk neneknya sebagai tambahan untuk membeli kebutuhan yang diperlukan kedua saudaranya. Walaupun tidak seberapa yang Irfan hasilkan namun setidaknya dapat merubah kehidupan keluarganya yang sekarang menjadi lebih baik dari yang dulu, Irfan dan kedua saudaranya tidak merasa kekurangan lagi. Ketika Irfan bersama Rendi pergi mengamen ia terkadang merasa aman, karena Rendi sudah lebih lama berada di jalanan daripada dirinya. Namun, tidak berarti selama mereka mengamen bersama terlepas dari ancaman dan bahaya. Tetap saja akan mereka temui selama berada di jalanan. Dengan bersamanya Irfan dengan Rendi mereka dapat saling melindungi dan menolong satu sama lain. Ketika Irfan mengamen sendirian ia sering sekali di gangu oleh pengamen yang lebih tua darinya, uang yang ia hasilkan dari mengamen pernah diambil oleh preman-preman yang berada di tempat ia mengamen. Meskipun Irfan mengalami peristiwa seperti itu, tetap saja tidak akan membuat dirinya menyerah dan berhenti begitu saja dari pekerjaan sebagai orang pengamen. Segala tantangan atau rintangan yang ia dapatkan harus berani ia hadapi demi untuk mendapatkan uang. Universitas Sumatera Utara 102 Gambar 4: Irfan dan Rendi hendak pergi mengamen. Tidak hanya itu saja Irfan juga pernah di usir oleh sesama pengamen yang lebih berkuasa di tempat ia sedang mengamen, Irfan tidak berani melawan pengamen yang lebih kuat darinya, ia selalu pergi dan tidak akan kembali ketempat yang sama. Irfan juga pernah terjaring razia oleh Satpol PP, karena mereka dianggap merusak pemandangan kota dan para anak jalanan dilarang mengamen di sekitar lampu merah. Jika Irfan di tangkap ia hanya diberikan arahan agar tidak menjadi mengamen lagi. Apabila ia tertangkap kembali maka ia akan mendapatkan hukuman. Hal itu membuat Irfan ketika berada di jalanan harus benar-benar waspada terhadap razia anak jalanan, ia selalu menghindari dan melindugi dirinya agar tidak tertangkap. Tetapi itu semua tidak menurunkan semangat Irfan untuk tetap bekerja sebagai pengamen. Menjadi anak jalanan tidak semudah yang dibayangkan oleh orang lain. Banyak rintangan dan tantangan yang harus ia terima. Kebanyakan Masyarakat luas mengangap bahwa anak jalanan itu adalah anak-anak yang ingin mendapatkan kebebasan dalam hidupnya, dan juga Universitas Sumatera Utara 103 anak-anak yang sangat jauh dari etika dan norma. Irfan semenjak berada di jalanan mengalami banyak perubahan pada dirinya. Ia dulu anakn yang baik dan sopan. Tetapi setelah ia terjun ke jalan semua itu pun berubah, Irfan seakan-akan tidak memiliki aturan dalam ucapannya sebagai anak-anak. Semua itu memanglah pengaruh ketika berada di jalanan, karena jika berada di jalanan seseorang harus menjadi seorang anak yang kuat dan harus berani. Jika seorang anak jalanan lemah maka ia akan menjadi korban ancaman dari para anak-anak jalanan yang lebih kuat. Irfan harus benar-benar dapat melindungi dirinya dari ancaman atau bahaya ketika sedang berada di jalanan. Selama menjadi anak jalanan, Irfan banyak mendapatkan teman-teman sesama para anak jalanan. Banyak anak-anak di paksa oleh orang tua atau orang sekitar mereka untuk bekerja di jalanan. Penghasilan yang Irfan dapatkan hanya untuk dirinya sendiri, berbeda dengan pengamen lainnya yang memberikan uang dari hasil jerih payahnya hanya untuk orang-orang yang menyuruh mereka bekerja. Tidak hanya itu saja Irfan juga bertemu dengan anak jalanan yang bekerja di jalanan hanya untuk memenuhui kebutuhannya sendiri, seperti untuk membeli obat- obat terlarang. Ada juga anak jalanan yang bekerja untuk membantu orang tuanya dalam menangani permasalahan perekonomian keluarga. Ini sama halnya dengan Irfan berawal dari ajakan seorang temanya untuk bekerja menjadi mengamen sehingga ia dapat membantu ayahnya dalam menangani permasalahan ekonomi keluarganya. Selama menjadi anak jalanan Irfan banyak terjerumus kedalam hal yang negatif. Terkadang ia dan Rendi sering meminum minuman keras bahkan sampai ngelem. Pada mulanya Irfan tidak ingin melakukan hal-hal seburuk itu, yang ada dalam benaknya adalah untuk bekerja mencari uang sebanyak-banyaknya. Tetapi semakin lama berada di jalanan dan memiliki teman- teman yang baru, membuat Irfan harus mengikuti aturan dan gaya hidup para anak jalanan. Irfan Universitas Sumatera Utara 104 hanya mencoba untuk melakukan hal seperti ngelem dan meminum alkohol dan menjadi ketagihan dan melakukan kembali. Mengingat permasalahan kedua orangtuanya juga membuat Irfan menjadi kecanduan untuk melakukan hal tersebut agar ia dapat melupakan hal yang menimpa kehidupan keluarganya. Kehidupan jalanan seolah-olah menjadi tempat untuk mencari uang bagi seorang anak- anak. Irfan merasa bahwa ketika ia dan semua anak jalanan berada di jalanan adalah dengan niat dan tujuan yang baik. Setiap anak mempunyai alasan yang berbeda-beda kenapa harus terjun langsung ke jalanan. Irfan sangat menyadari bahwa kondisi ekonomi para orang tua atau keluargalah yang menjadi faktor utama yang menyeret anak-anak bekerja di jalanan. Keluarga Irfan yang hidup secara sederhana dan bahkan dapat dikatakan serba kekurangan sangat berdampak padanya. Orang tua yang seharusnya bertanggung jawab atas kehidupan seorang anak, orang tua sebagai pemenuh kebutuhan anak, dan ketika orang tua tidak mampu untuk memenuhui segala kebutuhan para anak-anaknya. Maka para anak akan berusaha mencari dengan cara tersendiri untuk memenuhui segala kebutuhan yang diperlukan. Perubahan yang ia rasakan setelah menjadi anak jalanan sungguh sangat besar. Ia yang biasanya tidak mempunyai uang dan sekarang ia memiliki uang yang lebih. Sekarang Irfan dapat membeli dan mewujudkan segala keinginannya untuk membeli mainan atau hal yang ia perlukan. Ia tak perlu meminta atau menyusahkan lagi ayahnya. Tidak hanya Irfan yang merasakan perubahan ekonomi mereka, kedua saudaranya dan juga neneknya sangat merasakan dampak setelah Irfan bekerja sebagai pengamen. Irfan kerap kali membagi uang yang ia dapatkan kepada Yosep dan Michael. Sebagai seorang abang bagi Yosep, Irfan selalu memberikan apa yang menjadi keinginan dari adik satu-satunya itu, Yosep sebagai anak-anak masih sering meminta mainan baru kepada abangnya. Irfan selalu berusaha untuk Universitas Sumatera Utara 105 mendapatkannya karena ia tidak ingin adiknya merasakan tidak memiliki mainan seperti dirinya dulu. Michael juga sering meminta uang kepada adiknya Irfan untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya. Dengan senang hati Irfan selalu memberikan jika ia memiliki uang yang lebih. Begitu juga neneknya, Irfan tidak pernah melupakan untuk menyisihkan uang untuk neneknya yang selama ini telah merawat dan menjaga mereka setelah perceraian kedua orangtuanya. Meskipun tidak terlalu tinggi jumlah yang Irfan berikan kepada saudaranya dan juga neneknya, kini keluarganya tidak pernah merasa kekurangan lagi seperti dahulu. Karena keadaan ini Irfan menjadi tergantung untuk menjadi seorang pengamen, sepertinya ia tidak dapat terlepas dari pekerjaannya karena semua keluarganya sangat membutuhkan dan mengandalkan dirinya. Meskipun keluarganya tidak pernah mengatakan hal itu kepadanya. Irfan merasa bahwa ia sangat dibutuhkan untuk memenuhui segala kebutuhan ia dan kedua saudaranya. Sehingga ia dapat merasakan bahwa sekarang telah menjadi tulang punggung untuk kedua saudaranya. Irfan menjadi dilema dengan keadaannya setelah menjadi pengeman, meskipun uang yang ia hasilkan lumanyan tinggi tetapi ia tidak dapat selamanya menjadi anak jalanan. Setiap anak jalanan pasti mempunyai cita-cita dan keinginan untuk tidak bekerja kembali di jalanan. Begitu juga dengan Irfan ia juga masih mempunyai cita-cita. Jika harus mengandalkan pekerjaan jalanan untuk beberapa tahun ke depan ia tidak akan mempunyai masa depan yang cerah untuk dirinya sendiri. Irfan juga merasa ia tidak akan dapat selamanya berada di jalanan, ia sangat menginginkan kehidupan yang lebih baik tanpa menjadi seorang pengamen. Irfan harus tetap melanjutkan pendidikannya, meskipun ia sempat ingin meninggalkan dunia pendidikannya. Universitas Sumatera Utara 106 Irfan sadar hanya dengan pendidikan ia akan mampu mewujudkan impian dan cita- citanya. Saat ini yang dapat Irfan lakukan hanyalah tetap harus mengamen dan melanjutkan pendidikannya. Walaupun sebenarnya Irfan dapat berhenti menjadi anak jalanan kapan pun ia mau. Karena ayahnya masih mampu untuk membiayai pendidikannya. Namun, Irfan masih mempunyai kebutuhan yang harus ia penuhui, jika harus mengharapakan penghasilan dari ayahnya tentu saja ia tidak akan mendapatakanya. Belum lagi dengan kebutuhan kedua saudaranya, tentu ayahnya akan semakin kesulitan untuk mewujudkanya. Irfan hanya berharap suatu saat nanti ia dapat berhenti menjadi seorang anak jalanan, dan memiliki kehidupan layaknya anak-anak seusianya. Udin tidak pernah mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi kepada anak-anaknya, karena ia hanya sekali dalam sebulan kembali kerumahnya. Ketika Irfan menjadi seorang pengamen, ia tidak pernah mengetahuinya. Udin sebenarnya juga sangat terpukul terhadap perceraian dengan isterinya, ia sudah berusaha untuk tetap mempertahan keutuhan rumah tangganya. Kenyataannya, Udin dan anak-anaknya harus kehilangan Evi. Tidak mudah baginya untuk melupakan perempuan yang selama ini telah hidup bersamanya, ia juga membutuhkan sedikit waktu untuk dapat melupakan kenangan bersama mantan isterinya. Karena hal ini membuat Udin menjadi jarang sekali kembali ke rumahnya. Jika ia harus berada di rumahnya, Udin selalu mengingat setiap kenangan ketika ia masih bersama dengan isterinya. Tidak ingin terpuruk dengan keadaan seperti ini, maka dari itu Udin memustuskan bekerja di luar kota. Udin tidak bermaksud meninggalkan ketiga anak-anaknya, tetapi ia juga harus bekerja untuk menghidupi dan membiayai segala kebutuhan untuk anak-anaknya. Meskipun ia harus mengabaikan waktu untuk berkumpul dengan anak-anaknya. Jauh dari ketiga anak-anaknya membuat Udin tidak selamanya mengetahui hal-hal yang terjadi kepada mereka. Sama halnya Universitas Sumatera Utara 107 dengan Irfan, Udin pun tidak mengetahui mengapa anak keduanya tersebut memilih pekerjaan sebagai seorang pengamen. Ketika Udin kembali kerumahnya seperti biasanya, ibunya Farida menceritakan tentang pekerjaan yang Irfan lakukan. Udin merasa sedikit terkejut terhadap pilihan Irfan yang bekerja sebagai pengamen. Jauh di lubuk hatinya merasa bahwa ia sangat menyesali pilihan anak tersebut, ia juga menyadari bahwa selama ini tidak pernah memberikan kemewahan kepada anak-anaknya. Ketiga anak-anaknya selalu hidup secara sederhana dan terkadang merasa kekurangan. Setiap orang tua pasti tidak ingin membuat anaknya bekerja sebagai seorang pengamen. Apalagi Irfan masih seorang anak-anak yang seharusnya belum waktunya untuk bekerja. Udin merasa gagal menjadi seorang kepala rumah tangga, pernikahannya tidak dapat ia pertahankan, dan kini anaknya harus bekerja sebagai seorang pengamen dengan alasan kurangnya penghasilan yang didapatkannya untuk membiayai kebutuhan untuk ketiga anak-anaknya. Udin pun tidak dapat melarang kehendak dari Irfan, jika anaknya tersebut harus bekerja untuk mendapatkan uang, ia hanya dapat memberikan izin kepada Irfan. Udin juga tidak menginginkan hal buruk terjadi kepada Irfan, dengan begitu ia memberikan persyaratan kepada anaknya agar dapat menjaga diri dan tidak terjerumus kedalam hal yang buruk dan negatif. Udin juga mengatakan kapada Irfan untuk tetap fokus dan belajar dengan baik di sekolah. Sebenarnya Udin merasa sangat berat melepaskan anaknya bekerja di jalanan. Namun, ia tidak dapat melakukan apapun untuk menghentikan Irfan menjadi seorang pengamen. Udin sangat menyadari bahwa pekerjaannya tidak dapat menghasilkan uang yang banyak. Ia juga sangat mengetahui bahwa anak-anaknya kerap merasa kekurangan dalam bidang materi yang ia berikan. Seperti halnya, isterinya juga meninggalkan dirinya karena merasa tidak puas terhadap nafkah yang ia berikan. Udin benar-benar tidak mempunyai pilihan lain selain memberikan izin Universitas Sumatera Utara 108 kepada Irfan untuk bekerja. Seandainya Udin memiliki pekerjaan yang lain dan berpenghasilan tinggi, anaknya tidak akan terjun ke jalan untuk bekerja. Ia sudah berusaha untuk mencari pekerjaan lain tetapi tetap saja tidak mendapatkan apapun, hanya pekerjaan sebagai buruh bagunan yang dapat dikerjakannya. Karena keadaan Udin sebagai seorang ayah yang tidak mampu untuk memberikan apa yang anak-anaknya inginkan membuat Irfan harus mencari sendiri apa yang ia inginkan dengan cara menjadi seorang pengamen yang bekerja di jalanan. Ia tidak dapat melarang Irfan untuk tidak bekerja sebagai pengamen, karena dengan bekerja sebagai pengamen dapat menghasilkan uang yang lumayan banyak bagi seorang anak-anak seusia Irfan. Semenjak berada di jalanan juga membuat Irfan menjadi kembali ceria. Karena setelah perceraian Udin dan Evi membuat para anak-anaknya menjadi murung dan tidak bersemangat terutama Irfan. Menjadi seorang pengamen membuat anaknya Irfan dapat melupakan permasalahan yang dialami keluarganya. Melihat hal ini, membuat Udin tidak dapat melunturkan semangat Irfan untuk tetap bekerja di jalanan. Di sekolah Irfan merupakan murid yang berprestasi, dari kelas 1 sampai pada kelas 3 sekolah dasar. Ia selalu mendapatkan rangking di kelas. Irfan merupakan anak yang pintar di kelasnya. Dari kelas 1 sekolah dasar Irfan selalu mendapat rangking tiga besar dikelasnya. Irfan memang anak yang pandai dan selalu giat untuk belajar di rumah maupun di sekolahnya. Ia tidak pernah lupa untuk belajar dan mengerjakan pekerjaan rumahn PR yang diberikan oleh gurunya. Irfan tidak pernah meminta untuk diajari ketika sedang belajar, ia selalu berusaha memahami pelajaran dengan sendiri. Sebelum ayah dan ibunya bercerai, Evi selalu meluangkan waktu untuk sekedar menemani Irfan belajar meskipun Evi tidak dapat membantu Irfan dalam belajar. Hanya Universitas Sumatera Utara 109 dengan menemani irfan ketika belajar sudah lebih dari cukup untuknya. Evi tidak dapat memahami pelajaran anak-anaknya karena ia memiliki pendidikan yang rendah. Setelah ibunya bercerai dengan ayahnya, tidak ada satu orang pun yang menemani Irfan untuk belajar. Hal ini terkadang membuat dirinya menjadi malas untuk belajar, tetapi Irfan juga tidak ingin jika ia tidak menjadi juara kelas lagi. Meskipun tanpa ibunya Irfan tetap semangat dalam belajar dan meraih cita-citanya. Perceraian orang tua Irfan membuat prestasinya di sekolah menjadi menurun, wajar bagi seorang anak mengalami penurunan prestasi di sekolah, Irfan mungkin tidak mendapatkan kasih sayang dari ibunya, ketika Evi menginggalkan dirinya. Irfan menjadi agak pemurung dan pemalas dikarenakan kondisi keluarganya. Dampak perceraian akan membuat para anak-anak menjadi sangat terpukul, dan ini akan berakibat pada perubahan sikap dan sifat seorang anak yang merasa tidak adanya lagi kehangatan dalam keluarganya serta hilangnya kasih sayang dari orang tua terhadap anaknya. Tidak hanya peceraian orang tuanya yang membuat menurunnya prestasi Irfan di sekolah. Setelah ia menjadi anak jalanan yang bekerja sebagai mengamen, Irfan benar-benar tidak mendapat juara kelas lagi. Kesibukannya di jalanan sangat berimbas kepada prestasinya di sekolah, Irfan lebih banyak menghabiskan waktu berada di jalanan, sekitar enam jam waktu yang ia gunakan untuk mengamen. Setiap malam Irfan tidak pernah lagi belajar atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru-gurunya, ia selalu merasa lelah ketika pulang dari pengamen dan langsung terlelap di atas tempat tidurnya. Tiada waktu Irfan untuk belajar di rumahnya, Evi tidak pernah kembali untuk menemani Irfan belajar, dan membuatnya menjadi pemalas dan tidak bersemangat. Hal ini sangat berdampak pada prestasi Irfan di sekolahnya. Universitas Sumatera Utara 110 Pergaulan Irfan di sekolah dengan teman-teman begitu baik dan akrab. Karena Irfan merupakan murid yang pintar dan cerdas sehingga membuatnya memiliki banyak teman. Namun, setelah menjadi anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen membuat pergaulannya di sekolah menjadi berubah. Sebelum terjun ke jalanan, Irfan di sekolah memiliki banyak teman di kelasnya hampir semua teman sekelasnya begitu dekat dengannya. Irfan bersama teman-temannya selalu belajar bersama-sama, jika salah satu teman sekelasnya mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran yang diberikan oleh guru-gurunya. Irfan selalu mencoba untuk menjelaskan dan mengulangi pelajaran tersebut kepada teman-teman yang tidak mengerti. Karena hal itu, membuat Irfan selalu mempunyai banyak teman-teman di sekolah, dan mereka semua sangat menyukai kecerdasaan yang dimiliki oleh Irfan. Teman yang paling dekat dengannya di sekolah adalah Putra, mereka sudah berteman mulai dari kecil, dan kebetulan mereka bertempat tinggal di dalam satu lingkungan yang sama. Sejak duduk di bangku sekolah dasar dan sampai saat ini mereka selalu berada di dalam kelas yang sama. Setiap pulang dan pergi ke sekolah, Irfan dan Putra selalu bersama-sama. Menurut Putra, Irfan anak seorang anak yang baik dan pintar, mereka selalu belajar bersama-sama. Terkadang Irfan banyak membantu Putra dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah mereka. Tetapi semenjak Irfan bekerja di jalanan, pertemanan mereka menjadi sedikit renggang. Irfan terlalu sibuk bekerja di jalanan, sehingga membuatnya menjadi anak yang pemalas dan tidak sepintar dulu. Untuk berangkat pulang dan pergi ke sekolah saja mereka sudah jarang bersama, Irfan selalu terburu-buru untuk kembali dari sekolah agar ia dapat pergi mengamen. Semenjak Irfan menjadi seorang pengamen, ia tidak lagi menjadi kebanggan teman- temannya. Setelah bekerja di jalanan banyak perubahan yang terjadi pada dirinya. Irfan terkadang menjadi sedikit pemalas ketika belajar di sekolah, ia selalu ingin jam pelajaran di Universitas Sumatera Utara 111 sekolahnya cepat selesai. Irfan tidak mendapatkan peringkat tiga besar di kelasnya lagi, prestasinya di kelas menjadi menurun. Pada awalnya, Putra mengira perubahan sikap yang terjadi terhadap temannya Irfan dikarenakan perceraian kedua orang tuanya. Meskipun itu menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perubahan pada diri Irfan. Tetapi semenjak menjadi seorang pengamen perubahan sikap Irfan benar-benar sudah berubah sepenuhnya. Putra pun tidak izinkan oleh orangtuanya untuk berteman dengan Irfan, karena takut jika Putra akan terjerumus kedalam hal-hal buruk seperti dirinya. Pergaulannya dengan Rendi, benar-benar membuat Irfan mengalami perubahan yang lebih buruk. Meskipun sebenarnya Rendi tidak pernah untuk menghasut Irfan sama sekali. Ia hanya kasihan melihat Irfan yang selalu merasa kekurangan sepertinya, niat Rendi hanya untuk membantu Irfan untuk keluar dari permasalahn ekonomi keluarganya. Tetapi interaksi Irfan ketika berada di jalanan sangat mempengaruhi sikapnya di sekolah dan kepada teman-temannya. Menurutnya teman-teman sekolahnya, Irfan kini sudah berubah menjadi seorang anak yang nakal dan tidak punya aturan. Ia sering melontarkan kata-kata kasar kepada sesama temannya, meskipun kata kasar itu tidak seharusnya Irfan lontarkan. Efek dan pengaruh ketika Irfan berada di jalanan terbawa hingga ke sekolah. Karena tidak senang dengan kata-kata atau ucapan dari Irfan, membuat satu per satu temannya mulai menjauhi dirinya. Mereka tidak dapat menerima perubahan sikap Irfan, yang dulunya dialah adalah seorang anak yang penuh kesopanan dan kepintaran. Semua teman-teman bahkan guru-guru di sekolahnya sangat menyukai Irfan. Tetapi kini semua telah berubah, Irfan pun tidak merasa keberatan jika ia harus dijauhi oleh teman-teman tersebut yang penting baginya adalah dapat menghabiskan waktu untuk bekerja di jalanan dan menghasilkan uang yang banyak. karena yang ia butuhkan adalah teman seperti Rendi yang mengajarkan dan mengajak dirinya Universitas Sumatera Utara 112 untuk bekerja sebagai pengamen dan pekerjaan itu yang bermanfaat baginya karena dapat menghasilakan uang. Dengan begitu, irfan dapat terlepas dari rasa kekurangan yang selalu ia rasakan. Menjadi seorang pengamen adalah pilihan yang tepat bagi Irfan, dengan pekerjaan itu ia dapat menghasilkan uang yang lebih. Seumur hidupnya, setelah menjadi seorang pengamen ia merasa bahwa kehidupannya menjadi lebih baik dari yang dulu. Irfan tidak terpuruk lagi dalam kesedihanya setelah ditinggalkan oleh ibunya, hari demi hari Irfan sudah dapat melupakan perceraian kedua orang tuanya. Dengan menghabiskan waktu di jalanan bekerja sebagai seorang pengamen membuat Irfan tidak memiliki waktu untuk memikirkan permasalahan yang sedang ia alami dalam keluarganya. Menurut Irfan, jika ia berubah menjadi seorang anak yang nakal, itu semua adalah karena kondisi kedua orangtuanya. Semenjak perceraian ibu dan ayahnya membuat Irfan kehilangan kasih sayang dan di tambah lagi ketika ayahnya harus pergi bekerja ke luar kota. Membuat ia juga harus kehilangan kasih sayang dari ayahnya. Irfan hanya mencari kesenangan untuk dirinya sendiri, karena ia tidak ingin terus menjadi terpukul dan terpuruk oleh keadaan keluarganya. Selain itu Udin juga tidak mampu untuk memberikan yang terbaik dan yang lebih dalam bidang materi untuk ketiga anak-anaknya. Keadaan ini sebenarnya yang menjadi permasalahan utama bagi Irfan dan membuat harus turun langsung ke jalan untuk mendapatkan materi yang tidak pernah diberikan oleh ayahnya. Tanpa sedikit paksaan yang membuat Irfan menjadi seorang anak jalanan. Semua itu merupakan keinginan dari dirinya sendiri, ketika ia di ajak oleh salah satu temannya untuk melakukan pekerjaan sebagai anak jalanan yang bekerja sebagai seorang pengamen. Universitas Sumatera Utara 113

4.4.4. Aditya Bekerja Sebagai Pengemis Dikarenakan Ajakan Dan Paksaan Sang Ibu.

Yesi berusia 38 tahun bekerja sebagai tukang becak, dan isteriya Dewi berusia 32 tahun bekerja sebagai tukang cuci harian. Kedua pasangan ini mempunyai dua orang anak, dimana anak pertama seorang anak laki-laki yang bernama Aditya berusia 9 tahun dan duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar, dan anak kedua dari pasangan Yesi dan Dewi ini adalah seorang anak perempuan yang bernama Santika berusia 7 tahun baru saja duduk di bangku sekolah dasar. Dewi menikah dengan suaminya Yesi adalah pada usia 16 tahun, pasangan ini bisa dikatakan adalah pasangan yang menikah muda. Gambar 8 : Rumah Yang Di Tempati Keluarga Yesi. Universitas Sumatera Utara 114 Pada tahun 2000 Yesi dan Dewi menikah, dan memutuskan untuk tinggal di Sei Kera Hillir 1. Dengan menyewa rumah seharga Rp 400.000bulan. Setiap tahun harga sewa rumah yang mereka tempati selalu bertambah dan semakin mahal. Padahal rumah yang mereka tempati tersebut hanya rumah kecil yang masih berdindingkan papan. Karena tidak mempunyai pilihan untuk menyewa rumah lain. Maka Yesi dan Dewi memilih dan mempertahankan rumah yang sedang mereka tempati saat ini. Karena rumah yang sekarang mereka tempati sudah menjadi kenangan bagi keluargnya dan membuat mereka sulit untuk pindah dari rumah tersebut. Sebelum Dewi menikah dengan sumainya, Yesi sudah bekerja sebagai tukang becak dan Dewi bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah makan yang ada di kota Medan ini. Perkenalan Dewi dan Yesi di mulai ketika Yesi sering mampir dan membeli makanan di rumah makan tempat Dewi bekerja. Setelah sekian lama saling mengenal munculah niat Yesi untuk meminang dan menikahi Dewi. Tanpa menolak Dewi dengan senang hati menerima Yesi sebagai suaminya. Setelah mereka menikah Yesi tetap menjadi seorang tukang becak, sedangkan Dewi tidak bekerja sama sekali. Penghasilan yang didapatkan oleh Yesi dari menarik becaknya sangat cukup untuk membiayai segala kebutuhan yang mereka perlukan. Karena mereka belum dikarunia seorang anak sehingga tidak terlalu banyak biaya hidup yang mereka butuhkan. Kedua pasangan ini hidup secara sederhana dan setiap hari mereka hidup dari penghasilan yang didapatkan dari hasil manarik becak oleh Yesi. Sebelum menikah dengan Dewi, Yesi sudah mempunyai sebuah becak miliknya sendiri yang ia dapatkan sewaktu masih lajang, bacak tersebut merupakan becak yang di beli oleh Yesi dengan usaha dan uang miliknya sendiri. Dengan becak tersebut Yesi dapat mencari nafkah untuk menghidupi isterinya, meskipun penghasilan yang didapatkan Yesi terkadang tidak terlalu banyak, terkadang ia hanya mendapatkan uang dalam sehari hanya sebesar Rp.100.000-, dan Universitas Sumatera Utara 115 terkadang jika pelanggannya sepi ia hanya membawa pulang uang sebanyak Rp.50.000. Dewi tidak pernah merasa kekurangan sedikit pun, ia selalu menghargai berapa banyak nafkah yang diberikan oleh suaminya kepadanya. Dewi selalu mempergunakan uang yang diberikan oleh suaminya dengan sebaik-baiknya. Pada tahun 2009 Dewi dan Yesi dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Aditya. Setelah mempunyai seorang anak perekonomian keluarga Dewi semakin memburuk. Dimana harga sembako semakin hari semakin mahal dan meningkat. Pada tahun 2007 Dewi juga melahirkan anak kedua mereka yaitu Santika, dan semakin bertambah kebutuhan-kebutuhan untuk anak mereka. Penghasilan Yesi pun semakin hari semakin menurun, pelanggan becaknya tidak sebanyak dulu lagi, terkadang dalam sehari Yesi hanya mendapatkan dua orang pelanggan saja. Untuk mengatasi hal ini Dewi akhirnya memutuskan untuk mencari pekerjaan sampingan agar ia dapat membantu suaminya dalam menangani permasalah ekonomi yang sedang mereka hadapi. Dewi berhasil mendapatkan pekerjaan sampingan yaitu menjadi seorang tukang cuci harian, dengan penghasilan dalam sekali mencuci sebesar Rp.20.000 dengan penghasilan sedikit itu sudah lebih dari cukup untuk Dewi. Tidak hanya sampai itu saja kesulitan yang dialami oleh kedua orang tua ini, hal ini terbukti ketika anak pertama Yesi dan Dewi mulai memasuki dunia pendidikan. Dimana bertambahnya kebutuhan yang harus dipenuhui oleh kedua orang tua ini, perlengkapan sekolah yang harus mereka sediakan untuk anaknya. Dewi dan Yesi benar-benar harus membanting tulang untuk tetap dapat menyekolahkan anak-anak mereka. Karena bagi Yesi dan Dewi pendidikan itu sangat penting untuk anak-anak mereka. Dewi selalu berharap bahwa kedua anaknya harus tetap bersekolah dan melanjutan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Dewi sangat dasar bahwa dirinya tidak memiliki pendidikan yang tinggi dulunya ia hanya seorang tamatan Universitas Sumatera Utara 116 sekolah menengah pertama, membuatnya kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan berpenghasilan yang lebih tinggi. Begitu juga suaminya hanya dapat bekerja sebagai tukang becak karena minimnya pendidikan yang dimiliki oleh suaminya. Dewi tetap mencoba untuk tetap dapat menyekolahkan anak-anaknya, ia harus pandai mengelolah uang yang diberikan suaminya. Hal ini membuat Dewi memiliki banyak utang kepada tetangganya. Setiap belanja di kedai Dewi selalu berhutang dan membayar dengan mencicil, untung saja pemilik kedai di dekat rumah Dewi berbaik hati kepadanya karena telah mengizinkannya untuk berhutang. Pemilik kedai sangat mengerti dengan keadaan yang di alami oleh keluarga Dewi sehingga tetap memberikan barang dagangannya kepada Dewi. Dengan catatan Dewi harus jujur dan mau mencicil utang-utangnya kepada pemilik kedai tersebut. Setiap suami Dewi pulang bekerja dari menarik becak selalu memberikan uang sebesar Rp. 50.000 kepadanya dan setiap malam Dewi selalu membayar utang-utangnya setengah dari uang pemberian dari suaminya, dan setengah lagi Dewi tabung untuk keperluan anak-anaknya juga untuk membayar sewa rumah yang mereka tempati, setiap hari Dewi harus menabung sebagian dari penghasilan suaminya. Sebenarnya uang yang diberikan oleh suami Dewi sangatlah tidak cukup untuk biaya sehari-hari mereka. Namun karena tidak ingin terjadi pertengkaran dalam rumah tangganya Dewi selalu memilih untuk diam, dan mencari jalan keluar yang terbaik untuk menyelesaikan masalah perekonomian keluarganya. Dewi selalu bersyukur bahwa suaminya menafkahi dia dan anak- anaknya secara halal. Menurut Dewi, tidak perlu banyak uang yang diberikan oleh suaminya kepadanya, daripada banyak uang yang diberikan tetapi hasil dari mencuri atau merampok, Dewi selalu bersyukur bahwa suaminya tidak melakukan hal-hal yang licik untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Berlalunya waktu, anak-anak Yesi dan Dewi semakin tumbuh, anak Universitas Sumatera Utara 117 kedua mereka yaitu Santika mulai memasuki dunia pendidikan di sekolah dasar, hal ini membuat biaya yang dibutuhkan semakin hari semakin bertambah, karena sekarang Dewi harus membiayai pendidikan untuk dua orang anaknya. Hal ini membuat Dewi benar-benar merasa tidak sanggup lagi dan tidak tau harus berbuat apa, jika anaknya berhenti sekolah menjadi apa kelak anaknya. Dewi sangat mengharapkan yang terbaik untuk pendidikan anak-anaknya. Dewi pernah mencoba mencari pekerjaan yang lain tetapi tetap saja dia tidak mendapatkannya, karena Dewi berpendidikan rendah, dia juga pernah ingin mencoba membuka usaha untuk menjual makanan ringan tetapi itu juga sangat memerlukan dan membutuhkan modal yang lumanyan tinggi. Tentu saja kalau menyangkut permasalahan modal Dewi tidak akan mampu, sebab dirinya dan keluarganya sangat kekurangan dalam masalah keuangan. Dewi benar-benar merasa putus asa dan tidak tau harus berbuat apa lagi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dewi mendapat ide untuk mengemis saja, tetapi suaminya tidak akan mengizinkannya. Dewi berpikir lagi bahwa jika dia yang harus mengemis pasti orang- orang tidak akan iba melihatnya karena badan Dewi bisa dikatakan gemuk dan sehat, orang- orang akan menilai dirinya malas dan tidak mau untuk bekerja. Pada akhirnya Dewi berpikir untuk mengajak anak-anaknya mengemis, karena jika anak-anak, orang-orang akan merasa iba dan mau memberikan belas kasihan kepada anak-anaknya. Ketika Dewi mengajak anak-anaknya, Aditya dan Santika menolak karena sebagai anak- anak yang mereka pikirkan hanya untuk bermain-main. Jika mereka harus mengemis maka waktu mereka untuk bermain-main akan tiada lagi. Lalu Dewi mengatakan kesulitan yang dialaminya, jika meraka tidak mau membantu ibunya. Maka mereka anak terancam tidak dapat bersekolah lagi, mendengar hal itu kedua anaknya sangat takut jika tidak bersekolah lagi. Kemudian mereka menyetujui permintaan ibunya. Ketika pertama kali turun kejalan Dewi dan Universitas Sumatera Utara 118 anak-anaknya memakai pakaian yang kumuh dan koyak-koyak, untuk Aditya memakai pakaian muslim dan lobe yang sudah tidak layak lagi digunakan. Santika juga memakai pakaian muslim dan jilbab dan Dewi juga memakai pakai yang koyak-koyak. Mereka turun kejalan masih tetap tanpa sepengatuhan suaminya, mereka bertiga telah berkompromi agar tidak memberitahu dan ketahuan oleh Yesi. Beberapa bulan mereka sudah mulai bekerja sebagai pengemis, tetapi penghasilan yang mereka dapatkan tidak terlalu banyak karena Dewi ikut serta bersama kedua anak-anaknya meminta-minta belas kasihan dari orang lain. Kemudian Dewi berpikir kenapa orang-orang tidak begitu banyak memberikan belas kasihan kepada mereka. Karena Dewi ikut juga meminta-minta. Menurutnya, orang-orang beranggapan bahwa dia malas bekerja, karena dia memiliki tubuh yang terlihat sehat dan mampu bekerja tanpa harus menjadi pengemis. Suatu hari, lalu muncul dalam benak Dewi untuk tidak ikut serta pengemis dan meminta- minta bersama anaknya. Hal ini terbukti bahwa penghasilan yang didapatkan Santika dan Aditya semakin hari semakin meningkat saja. Karena tidak ingin ketahuan oleh suaminya, Dewi dan kedua anak-anaknya mengemis jauh dari lokasi tempat tinggal mereka, tempat mereka meminta- minta hanya berada disekitaran jalan Dr.Mansyur dan Jalan Jamin Ginting-Padang bulan. Setiap mereka pergi mengemis Dewi menunggu anak-anaknya di suatu tempat, dan setiap dua jam sekali kedua anaknya harus kembali ketempat Dewi menunggu mereka. Setelah itu mereka akan pindah tempat lain untuk mengemis dan minta-minta. Aditya dan Santika, pernah merasa jenuh, capek, dan juga bosan bekerja sebagai pengemis yang meminta-minta belas kasihan dari orang lain, dan hal ini mereka katakan kepada ibunya, mereka berdua ingin berhenti menjadi peminta-minta. Dewi merasa itu wajar saja Universitas Sumatera Utara 119 dirasakan anak-anaknya karena sebagai seorang anak memang seharusnya tidak pantas untuk bekerja. Tetapi Dewi terus membujuk anak-anaknya agar tetap mau menjadi pengemis. Beberapa bulan kemudian mereka tidak pergi lagi mengemis, karena kedua anaknya tidak mau lagi bekerja. Membuat keuangan Dewi semakin menipis, uang yang mereka dapatkan dari hasil mengemis yang di simpan oleh Dewi sudah semakin habis, dan hal ini membuat Dewi semakin merasa kesulitan dalam menghadapi perekonomian keluarganya seperti yang dulu. Dewi kembali membujuk anak-anaknya untuk kembali bekerja sebagai pengemis. Mereka tetap tidak ingin kembali bekerja karena merasa sangat lelah. Kemudian Dewi mendapatkan solusinya, karena alasan anak-anaknya yang mengatakan bahwa mereka merasa lelah bekerja sebagai pengemis, maka Dewi membuat rencana waktu yang mereka gunakan untuk bekerja tidak setiap hari tetapi dua hari atau tiga hari dalam seminggu. Dengan rencana seperti itu Dewi merasa anak-anaknya tidak akan merasa lelah karena tidak setiap hari mereka turun ke jalan. Dengan bujukan dan rayuan Dewi , Aditya dan Santika mulai luluh dengan permintaan ibunya. Mereka kembali mengemis ketempat yang sebelumya. Sesuai dengan janji Dewi mereka mengemis sekali dalam dua hari atau lebih, jika uang yang mereka dapatkan pada saat mengemis itu sudah habis maka mereka akan kembali mengemis dan seperti itulah yang mereka lakukan sampai pada saat ini. Penilaian Aditya terhadap bekerja di jalanan adalah sebuah pekerjaan yang tidak layak dan tidak pantas dilakukan oleh anak seusianya. Berada di jalanan sebagai seorang pengemis adalah pekerjaan yang paling memalukan baginya. Mereka harus menahan rasa malu ketika bekerja sebagai pengemis dari satu tempat ke tempat lainnya. Mereka berdua hampir tidak pernah mendapatkan bahaya atau ancaman ketika berada di jalanan. Karena Dewi ibunya, selalu bersama dan mengawasi mereka ketika bekerja sebagai pengemis atau peminta-peminta. Aditya Universitas Sumatera Utara 120 dan Santika juga merasa bahwa tidak seharusnya mereka yang harus bekerja untuk mendapatkan uang. Mereka tidak sepenuhnya mengerti, kenapa ibunya mengajak dan menyuruh mereka untuk bekerja sebagai seorang pengemis. Sangat sering Dewi mengajak mereka berdua untuk bekerja sebagai seorang pengemis. Berawal dari sebuah ide dari Dewi untuk mendapatkan uang yang mereka butuhkan untuk biaya hidup mereka. Aditya dan Santikan harus turut serta dalam membantu ibunya untuk mendapatkan uang. Kesulitan yang di alami kedua orangtuanya yang membawa mereka untuk bekerja di jalanan. Masih jelas dalam ingatan Aditya, ketika pertama pada kali ia dan adiknya harus bekerja sebagai seorang pengemis. Pada saat itu masalah keuangan kedua orangtuanya selalu mengalami kesulitan, dan hal itu semkain bertambah parah ketika Aditya mulai memasuki dunia pendidikan. Pendapatan ayahnya hanya cukup untuk biaya makan mereka dalam sehari- hari, sehingga Dewi memutuskan untuk mencari pekerjaan sebagai seorang tukang cuci. Setelah menjadi seorang tukang cuci pun tetap saja keluarga ini masih mengalami permasalahan dalam bidang ekonomi mereka. Karena tidak mempunyai pilihan yang lain, Dewi mengajak ia dan adiknya Santika untuk bekerja sebagai pengemis. Hal ini sebenarnya adalah sebuah pilihan berat bagi kakak beradik ini, mereka harus bekerja setiap pulang dari sekolah dan mengorbankan waktunya untuk tidak bermain-main bersama teman sebaya mereka. Bekerja sebagai pengemis juga mereka lakukan tanpa sepengetahuan ayah mereka. Tentu saja hal ini menjadi sebuah tanda tanya besar untuk Aditya dan Santika. Dewi selalu mengatakan bahwa jika ketahuan oleh ayah mereka akan, maka mereka akan mendapatkan hukuman yang berat. Jika mereka tidak bekerja sebagai pengemis mereka juga akan merasakan hidup serba kekuranga dan kelaparan. Universitas Sumatera Utara 121 Mendengar hal tesebut, membuat Aditya dan Santika dengan terpaksa harus menerima segala keinginan dan perintah dari ibunya. Sebagai seorang anak mereka tidak dapat untuk menolak permintaan ibunya. Dengan berat hati mereka harus tetap bekerja sebagai seorang pengemis atau peminta-minta belas kasihan kepada orang lain. Tidak mudah bagi kakak beradik ini untuk menjalani kehidupan sebagai seorang pengemis. Sudah hampir dua tahun mereka bekerja di jalanan menjadi seorang pengemis tanpa sepengetahuan ayahnya dan juga orang- orang terdekat mereka. Aditya dan Santika juga harus menutupi sebuah kebohongan besar kepada semua orang tentang pekerjaan yang mereka lakukan. Sebisa mungkin mereka harus menutupi kepada orang-orang terdekat mereka agar tidak mengetahui apa yang mereka lakukan setiap harinya. Sudah hampir dua tahun Aditya dan Santika berada di jalanan bekerja sebagai pengemis. Mereka sudah melihat keanekaragaman bentuk dari para pengemis, mulai dari anak-anak sampai pada orang tua pun melakukan pekerjaan yang meminta-minta kepada orang lain. Untuk pengemis yang sudah tua, biasanya akan pengemis di suatu tempat hanya dengan duduk saja dan meletakan mangkok kecil dan meminta sedekah kepada siapapun lewat menghampirnya. Untuk pengemis yang masih muda, mereka yang akan menghampi orang-orang dan meminta belas kasihan kepada siapapun. Ada juga beberapa pengemis yang memanfaatkan kekurangan mereka untuk memint-minta, misalkan orang yang buta dan pincang mereka akan lebih banyak mendapatkan belas kasihan dari orang lain. Aditya dan Santika juga selalu memperhatikan setiap pengemis, mereka selalu menggunakan pakaian yang compang-camping dan yang sudah tidak layak untuk digunakan. Tidak pernah terjadi pertengkaran pada setiap pengemis, mereka selalu bekerja tanpa harus menganggu satu sama lain. Karena pekerjaan ini tergantung bagaimana rasa iba seseorang Universitas Sumatera Utara 122 terhadap mereka. Semakin memprihatinkan keadaan dan kondisi mereka, maka akan semakin banyak yang merasa iba kepada mereka. Hal ini akan semakin membuat penghasilan yang mereka dapatkan pun semakin tinggi. Maka tidak jarang ditemui beberapa pengemis yang berpenampilan layaknya seorang gelandangan yang tidak memiliki siapapun dan apapun di kehidupannya. Penampilan para pengemis akan selalu mempengaruhi pendapatan yang mereka dapatkanya. Karena itu para pengemis selalu berlomba-lomba membuat penampilan mereka menjadi seorang yang pantas untuk dikasihani. Ketika berada di jalanan untuk mengemis Aditya juga harus rela kehilangan waktu untuk bermain-main bersama temannya dilingkungan tempat tinggal mereka. Setiap pulang sekolah ibunya akan menjemput ia dan adiknya dan setelah itu mereka pulang kerumah untuk menganti pakaiannya. Dari rumah mereka memakai pakaian yang biasa-biasa saja, ibunya Dewi sudah membawa pakaian yang akan mereka gunakan untuk mengemis. Biasanya Aditya dan Santika harus memakai baju yang tidak layak lagi untuk digunakan, dengan memakai pakaian yang kumuh dan goyak-goyak ibunya berharap ia dan adiknya akan mendapatkan uang dari orang lain. Karena dengan penampilan mereka, setiap hati manusia akan merasa iba kepada mereka dan akan memberikan mereka uang sebagai tanda kasihan terhadap dirinya dan juga adiknya Santika. Untuk makan siang, ibunya tidak pernah memberikan mereka makan setiap pulang dari sekolah. Aditya dan Santika harus mengemis terlebih dahulu, dan setelah mendapatkan beberapa uang barulah ibunya membeli sebungkus nasi untuk makan siang mereka bertiga. Dengan begitu ia dan adiknya akan diberikan makan oleh ibunya. Setiap hari seperti itulah yang harus Aditya dan Santika rasakan. Aditya merasa sangat berat menjalani hidup sebagai pengemis. Meskipun ia sangat sering meminta kepada ibunya untuk tidak bekerja sebagai pemgemis lagi. Namun semua itu hanyalah sia-sia bagi Aditya. Ibunya seakan terus memaksa ia dan adiknya untuk Universitas Sumatera Utara 123 menjadi pengemis. Bahkan jika Aditya dan Santika melawan untuk tidak mengemis Dewi selalu mengatakan kepada mereka berdua, bahwa mereka tidak akan pernah mendapatkan makanan dan juga tidak akan dapat melanjutkan pendidikan atau akan berhenti dari sekolah. Dengan perkataan Dewi yang seperti itu, seolah ia mengancam kedua anak-anak untuk tetap menjadi seorang pengemis. Setiap anak pasti akan sangat tidak ingin berhenti bersekolah, dengan ancaman seperti itu akan membuat Aditya dan Santika akan tetap mengemis. Dengan terpaksa kedua kakak beradik ini harus tetap mengikuti perkataan dan permintaan dari ibunya. Jika Aditya mengeluh karena meresa lelah kepada Dewi, biasanya ia akan terus memberikan pengertian kepada anak-anaknya mengenai permasalahan ekonomi yang sedang mereka alami. Karena tidak ingin membuat anak-anaknya merasa lelah ketika pergi mengemis, Dewi bersama kedua anak-anaknya tidak akan pergi mengemis setiap hari, karena jika mereka harus mengemis setiap hari akan membuat Aditya dan Santika merasa lelah dan jika itu terjadi kedua anak- anaknya akan sulit diajak untuk mengemis. Aditya dan Santika memang tidak setiap hari berada di jalanan untuk mengemis. Biasanya mereka mengemis setiap sekali dalam dua hari atau lebih. Karena mereka juga sangat takut jika harus ketahuan oleh ayahnya, karena selama ini mereka tidak pernah memberitahukan kepada ayahnya terhadap pekerjaan yang sedang mereka lakukan beberapa tahun belakangan ini. Agar mereka tidak merasa lelah ketika harus bekerja di jalanan, karena mereka hanyalah seorang anak-anak yang memiliki rasa lelah dan rasa bosan . Dewi sangat pandai mengatur waktu anak- anaknya untuk bekerja sebagai seorang pengemis. Tidak hanya itu saja Dewi dan kedua anak- anaknya begitu pandai menyembunyikan rahasia mereka kepada Yesi. Hal ini Dewi lakukan semata agar dapat bertahan hidup, karena jika harus mengharapakan penghasilan dari suaminya akan sangat kurang dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ia dan kedua anak-anaknya. Universitas Sumatera Utara 124 Aditya pernah mencoba untuk memberitahukan kepada ayahnya terhadap pekerjaan yang hampir setiap hari mereka lakukan. Tetapi itu hanya sia-sia saja ibunya selalu berusaha untuk merasuki pikiran kedua anak-anaknya untuk tidak memberitahukan kepada suaminya atau ayah dari kedua anak-anaknya. Karena merasa takut kepada ibunya Aditya tidak pernah berani untuk mengatakan kepada ayahnya, dan juga itu akan mengakibatkan kedua orang tuanya terlibat pertengkaran. Untuk menghindari hal tersebut Aditya harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk memberitahukan kepada ayahnya. Saat ini yang harus ia lakukan adalah terus bekerja sebagai pengemis dan menuruti segala permintaan dari ibunya. Santika dan kakaknya selalu berpencar untuk meminta-minta belas kasihan dari orang lain, jika meraka bersama pendapatkan mereka akan sedikit. Karena hal ini ibunya Dewi selalu menyuruh mereka mengemis secara terpencar tetapi masih dalam lokasi yang sama. Setelah dua jam mereka akan berkumpul kembali bersama ibunya di tempat yang sudah mereka janjikan. Dewi akan meminta langsung uang dari mereka untuk di simpan, dengan alasan agar uang yang mereka dapatkan tidak di rampas oleh orang lain. Mengingat bahwa Santika dan Aditya masih anak-anak, Dewi sangat mengkhawatirkan jika uang yang dihasilkan oleh anak-anaknya di rampas oleh orang lain. Tentu Santika dan Aditya juga tidak menginginkan hal itu terjadi, mereka sudah dengan lelah mengumpulakan uang yang mereka dapatkan dari hasil mengemis. Maka mereka akan segera memberikan uang dari hasil mengemis tersebut kepada ibunya. Kedua kakak beradik ini sama sekali tidak pernah menikmati uang yang mereka hasilkan dari lelahnya mengemis. Santika sebagai seorang anak perempuan terkadang ingin memiliki mainanan, seperti boneka dan lainya. Tetapi ibunya Dewi tidak pernah membelikan kepadanya. Karena dengan alasan suaminya atau ayah dari anak-anaknya akan curiga kepada mereka jika Santika memiliki mainan baru. Karena selama ini Yesi suaminya hanya memberikan uang secara Universitas Sumatera Utara 125 pas-pasan kepadanya. Dewi selalu menyuruh Santika untuk meminta mainan baru kepada ayahnya. Ayahnya selalu berusaha untuk memberikan kepada Santika. Penghasilan dari lelahnya ketika mengemis pun tidak pernah dirasakan oleh Santika, permintaan kecilnya juga tidak pernah diberikan oleh ibunya. Untuk uang jajan sekolah saja, Santika dan Aditya tidak pernah mendapatkan uang yang lebih. Mereka berdua merasa bahwa ibunya selalu memanfaatkan tenaga mereka hanya untuk mendapatkan uang. Aditya dan Santika merasa bahwa tidak seharusnya mereka yang harus bekerja, karena mereka adalah seorang anak yang seharusnya menghabiskan waktu hanya berada di rumah dan juga di sekolah untuk bermain-main bersama teman sebaya mereka. Namun pada kenyataanya, yang mereka lakukan adalah bekerja sebagai pengemis. Semua itu mereka lakukan hanya untuk dapat bertahan hidup karena kondisi perekonomian keluarganya yang jauh dari kata cukup. Karena hal itu Aditya dan Santika harus melibatkan diri untuk membantu orang tuanya dalam menghadapi kesulitan dan permasalahan ekonomi yang sedang mereka hadapi. Sebagai seorang anak yang masih mempunyai banyak kebutuhan, membuat mereka berdua harus bekerja sama agar mereka dapat memenuhui kebutuhan yang harus mereka penuhi walupun dengan cara menjadi seorang pengemis yang meminta-minta belas kasih dari orang lain yang merasa iba kepada mereka berdua. Karena kondisi keluarganya , Aditya dan Santika harus rela kehilangan masa-masa bermain mereka demi untuk bekerja sebagai seorang pengemis. Terpaksa mereka lakukan karena pekerjaan ayahnya sebagai tukang becak yang penghasilan yang sangat rendah dan begitu juga ibunya yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Santika dan Aditya tidak pernah merasa akan adanya bahaya atau ancaman yang mereka dapatkan. Karena mereka selalu dalam pengawasan ibunya, Dewi juga sangat mengkhawatirkan Universitas Sumatera Utara 126 keselamatan oleh kedua anak-anaknya ketika harus berada di jalanan untuk mengemis. Karena di jalanan anak-anak akan rentan menjadi korban kekerasan oleh orang lain. Dewi pasti sangat tidak menginginkan itu terjadi kepada kedua anak-anaknya, maka dari itu ia harus melindungi kedua anak-anaknya yang sudah rela menjadi seorang pengemis karena ketidakberdayaannya dalam memenuhui segala kebutuhan yang diperlukan oleh kedua anaknya tersebut. Karena itu ia dan aank-anaknya harus memilih pekerjaan sebagai pengemis yang meminta-minta belas kasihan dari orang lain yang merasa iba kepada anak-anaknya. Sebagai seorang ibu, Dewi juga tidak ingin anak-anaknya merasa terpaksa atau di paksa oleh dirinya untuk menjadi seorang pengemis. Tetapi Dewi tidak memiliki pilihan lain selain menjadi seorang pengemis, kehidupan yang mereka alami membuat mereka harus turun ke jalan semata untuk mencari uang yang akan mereka pergunakan untuk dapat bertahan hidup dan memenuhui segala kebutuhan yang harus mereka penuhi. Pekerjaan Dewi sebagai seorang tukang cuci harian yang tidak menentu dan terkadang ia tidak mendapat pelanggan sama sekali. Membuatnya tidak dapat menghasilan uang di tambah lagi dengan kondisi pekerjaan suaminya yang hanya sebagai seorang tukang becak yang berpenghasilan rendah. Mereka juga harus membiayai dan menghidupi kedua anak mereka yang pada saat ini sudah memasuki dunia pendidikan. Tentu hal itu akan membuat Dewi dan suami merasa tidak sanggup untuk membiayai kedua anaknya. Suami Dewi hanya dapat memberikan nafkah seadanya kepada keluarganya. Hanya pekerjaan sebagai tukang becak yang dapat diandalkan oleh Yesi, meskipun ia tidak pernah mencoba untuk mencari pekerjaan lain. Karena pekerjaan sebagai tukang becak sudah lama dilakoni oleh ayah dari Aditya dan Santika ini. Sehingga membuatnya tidak dapat terlepas dari pekerjaan sebagai tukang becak, meskipun penghasilan yang ia terima setiap hari sama Universitas Sumatera Utara 127 sekali tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan isteri dan anak-anaknya. Dewi tidak pernah memaksa suaminya untuk memberikan uang yang lebih kepadanya. Ia selalu menerima berapa pun penghasilan yang didapatkan oleh ayah dari kedua anak-anaknya tersebut. Dewi hanya memikirkan bagaimana cara agar ia dapat bertahan dan menyekolahkan kedua anak-anknya dengan kondisi keuangan keluarganya yang begitu rendah. Berbagai cara telah Dewi lakukan untuk dapat membantu suaminya menghadapi permasalahan ekonomi keluarganya. Dewi pun berusaha untuk mencari pekerjaan yaitu sebagai tukang cuci harian, meskipun begitu tetap saja Dewi masih mengalami kesulitan karena penghasilan yang ia dapatkan tidak terlalu tinggi. Pelanggan yang ia dapatkan pun tidak terlalu banyak hanya sesekali Dewi mendapat panggilan mencuci. Meskipun ia telah berusaha untuk membantu suaminya, tetap saja ia tidak menghasilkan apupun. Dewi harus memikirkan agar tetap dapat mempergunakan uang yang diberikan suaminya untuk biaya sehari-hari yang mereka butuhkan. Berbagai cara telah berusaha Dewi lakukan untuk membantu suaminya, tetapi tetap saja ibu dari kedua anak-anak ini tidak mendapatkan hasil apapun. Hingga pada akhirnya Dewi memutuskan untuk bekerja sama dengan anak-anaknya untuk menjadi seorang pengemis tanpa sepetahuan suaminya. Pekerjaan ini semata Dewi lakukan untuk kedua anak-anaknya, karena hanya dengan pekerjaan ini yang dapat membantu perekonomian keluarganya. Ia harus mengorbankan waktu yang dimiliki oleh anak-anaknya untuk bekerja di jalanan sebagai seorang pengemis. Karena tidak mempunyai pilihan ia harus pergi bersama kedua anak-anaknya untuk mengemis di jalanan. Dewi juga sangat dasar tidak seharusnya ia mengorbankan waktu dari kedua anak- anaknya dan juga mengajak anak-anaknya untuk mengemis. Tidak sepantasnya seorang anak- Universitas Sumatera Utara 128 anak seusia Aditya dan Santika harus bekerja di jalanan menjadi seorang pengemis. Mereka berdua masih mempunyai orang tua yang dapat mencari dan bahkan bekerja lebih keras lagi. Tetapi karena kondisi keadaan keluarganya membuat Dewi harus memilih memperkerjakan anak-anaknya sebagai pengemis. Dewi memiliki alasan tersendiri untuk mengajak kedua anak- anaknya mengemis, hal ini tidak terlepas dari masalah-masalah keuangan dan rendahnya perekonomian yang mereka miliki serta ketidakmampuan Dewi menemukan pekerjaan lain. Kedua anak-anaknya selalu mengeluh dan merasa lelah setiap pulang dari mengemis, tetapi Dewi selalu memberikan pengertian agar anak-anaknya tetap bersedia untuk bekerja sebagai pengemis. Dewi juga sering mendengar keluh kesah kedua anak-anaknnya yang merasa bosan dan malu ketika harus meminta-minta belas kasihan dari orang lain. Semua itu seakan tidak Dewi hiraukan, karena jika anak-anaknya tidak bersedia untuk mengemis mereka akan terancam tidak dapat bertahan hidup. Dewi sama sekali tidak memiliki tujuan untuk mengeksploitasi kedua anak-anaknya dan memakasa untuk mengemis. Dewi memilih mengajak kedua anak-anaknya menjadi seorang pengemis, karena pekerjaan ini begitu mudah bagi siapapun yang ingin ingin mendapatkan uang guna untuk melanjutkan dan bertahan hidup. Meskipun pekerjaan mengemis menurut pandangan orang lain adalah pekerjaan yang hina, tetapi Dewi tetap memilih pekerjaan ini. Dewi merasa bahwa bukan hanya dirinya saja yang melakukan pekerjaan sebagai pengemis tetapi kebanyakan masyarakat di Indonesia memilih menjadi seorang pengemis jika tidak mampu untuk mencari pekerjaan yang lain. Penghasilan yang didapatkan dari mengemis cukup tinggi, maka tidak jarang jika beberapa individu rela melakukan pekerjaan seperti ini. Mulai dari orang tua dan anak-anak banyak terlihat bekerja menjadi seorang pengemis. Universitas Sumatera Utara 129 Dewi melihat tingginya peluang untuk bekerja sebagai pengemis dan memilih untuk melakukanya bersama dengan kedua anak-anaknya. Ia sudah mencoba mencari pekerjaan yang lain tetapi ia tak kunjung mendapatkanya. Perempuan seperti Dewi hanya berpendidikan rendah dan akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan lain, seseorang yang memiliki pendidikan tinggi sekalipun masih banyak yang tidak memiliki pekerjaan. Dewi selalu mencari solusi untuk menanggulagi permasalahan ekonomi keluarganya dan sudah berbagai cara ia lakukan tetapi tetap saja ia tak mendapatkan hasil apapun. Sehingga pekerjaan sebagai pengemis yang menjadi satu-satunya pekerjaan yang harus dilakukan oleh Dewi dan kedua anak-anaknya. Kedua anaknya bekerja sebagai pengemis adalah untuk mereka sendiri. Dewi tidak pernah menyalahgunakan uang yang dihasilkan oleh anak-anaknya tersebut. Dia selalu mempergunakan uang tersebut untuk keperluan anak-anaknya, tidak pernah Dewi mengunakan uang yang dihasilkan oleh kedua anak-anak itu untuk hidup berfoya-foya. Meskipun tidak terlalu banyak jumlah uang yang mereka dapatkan, Dewi selalu berusaha untuk menabung dan menyimpan sedikit uang dari hasil jerih payah kedua anak-anaknya . Kelak akan ia gunakan untuk biaya pendidikan untuk kedua anak-anaknya. Karena semenjak mengemis, Dewi dapat menyisihkan uang yang mereka hasilkan untuk ia simpan. Dewi juga tetap merahasiakan kepada suaminya terhadap uang yang ia tabung, karena ia tidak ingin suaminya mengetahui apa yang sedang ia kerjakan bersama anak-anaknya. Sebagai seorang ibu Dewi juga tidak terlalu mengekang kedua anak-anaknya untuk mengemis setiap hari, karena Aditya dan Santika pasti akan merasakan betapa lelahnya bekerja sebagai pengemis yang berjalan seharian menyelusuri satu tempat ke tempat lainnya. Kedua anak-anaknya pasti akan sangat membutuhkan waktu untuk beristirahatdan menghilangkan rasa lelah yang mereka rasakan. Oleh karena itu Dewi mengatur waktu dan jadwal mereka untuk Universitas Sumatera Utara 130 mengemis, dalam seminggu mereka biasanya akan mengemis sampai tiga kali dan empat kali saja. Dengan cara seperti itu Dewi berharap kedua anak-anaknya tidak merasa lelah dan jenuh ketika harus bekerja menjadi seorang pengemis. Untuk mendapakan uang yang lebih banyak Dewi juga menyuruh kedua anak-anaknya untuk berpencar ketika mereka mengemis. Gambar 9 : Dewi, Aditya, dan Santika ketika mengemis. Untuk membuat orang lain merasa iba kepada kedua anaknya, Dewi selalu menyuruh kedua anak-anaknya memakai pakaian yang tidak layak untuk digunakan. Berharap agar orang lain memberikan belas kasihan berupa uang kepada anak-anaknya. Karena pada dasarnya pengemis akan selalu membuat penampilannya seperti seorang gelandangan untuk dapat menarik simpati dari beberapa orang yang melihatnya. Terlihat sebagai seseorang yang lemah dan tak berdaya akan membuat para pengemis semakin mendapatkan uang yang lebih banyak. Dewi dan juga kedua anak-anaknya membuat penampilan mereka seperti seseorang yang patuh Universitas Sumatera Utara 131 mendapatkan belas kasihan dari orang lain. Dengan penampilan seperti itu memang sangat berpengaruh untuk Dewi dan kedua anak-anaknya. Setiap mengemis mereka mendapatkan uang yang lumayan tinggi, dengan penghasilan sekitar Rp.70.000-, dalam sehari. Bagi Dewi itu adalah jumlah yang sangat tinggi, dan sangat berguna untuk ia dan kedua anak-anaknya. Dewi selalu berusaha membuat kedua anak-anaknya agar tidak merasa kecewa terhadap kehidupan dan juga pekerjaan mereka. Sebagai seorang ibu Dewi juga selalu ingin memberikan apapun yang diinginkan oleh kedua anak-anaknya ketika berada di jalanan. Seperti memberikan makanan dan minuman yang belum pernah dinikmati oleh kedua anak-anknya. Tetapi permintaan yang berupa benda, Dewi tidak pernah memberikan kepada kedua anaknya karena itu akan membuat suaminya curiga terhadapnya. Uang yang diberikan oleh suaminya hanya cukup untuk biaya sehari-hari keluarganya. Dewi lebih menyarankan kepada anak-anaknya yang memiliki permintaan berupa benda agar meminta kepada ayah mereka saja. Dewi juga tidak pernah membuat kedua anak-anaknya memiliki uang yang lebih untuk uang jajan ke sekolah. Karena itu akan membuat kedua anak-anaknya menjadi seorang anak yang boros. Meskipun terkadang Aditya dan Santika sudah merasa begitu lelah bekerja sebagai pengemis dan meminta uang yang lebih kepada ibunya. Tetap saja Dewi tidak ingin membiarkan anak-anaknya mengunakan uang yang tidak pada tempatnya, karena mereka masih memiliki kebutuhan yang lain yang harus dipenuhi. Dewi tidak bermaksud untuk menguasai uang yang dihasilkan oleh kedua anak-anaknya hanya saja ia tidak ingin mengunakan uang tersebut dengan sia-sia. Tujuan mereka turun ke jalan hanya untuk memperbaiki keuangan keluarganya, jadi Dewi harus pandai-pandai mengunakan uang yang mereka hasilkan tersebut agar mereka tidak merasa kekurangan seperti sebelumnya. Universitas Sumatera Utara 132 Tidak terlalu tinggi penghasilan yang mereka hasilkan ketika berada di jalanan, tetapi untuk keluarga Dewi itu sudah lebih dari cukup. Karena selama ini Dewi hanya diberikan uang oleh suaminya hanya sedikit saja dan hanya cukup untuk kebutuhan mereka dalam sehari- harinya. Dewi pun tidak ingin memaksakan suaminya memberikan nafkah yang berlebih untuknya. Sebagai seorang ibu Dewi selalu berusha agar keuangan keluarganya dapat terkendali olehnya, tetapi pada kenyataannya ia kerap mengalami kesulitan. Semenjak anaknya memasuki ranah pendidikan, Dewi benar-benar tidak dapat lagi menyelamatkan keuanganya sendiri. Kedua anak-anaknya selalu merasa kekurangan, melihat hal ini Dewi pun tidak ingin terus membiarkan hal ini terjadi terhadap keluarganya. Dewi sudah berusaha untuk mencari pekerjaan lain tetapi ia tidak pernah mendapatkanya. Menjadi pengemis adalah satu-satunya peluang yang dapat dikerjakan oleh Dewi pada saat ini meskipun harus melibatkan kedua anak-anaknya. Dewi melakukan hal ini semata untuk menyelamatkan kehidupan kedua anak-anaknya agar tidak merasa kekurangan dan juga agar dapat melajutkan pendidikan bagi kedua anak-anaknya. Jika Dewi tidak memilih pekerjaan ini kehidupan keluarganya akan selalu dalam kemiskinan dan kesulitan. Hanya dengan pekerjaan ini Dewi dan anak-anaknya dapat terlepas dari kehidupan yang serba kekurangan. Saat ini Dewi dan kedua anaknya tidak pernah merasakan kekurangan lagi. Dewi sangat menyadari bahwa tidak selamanya ia dan kedua anaknya dapat bekerja sebagai pengemis. Anak-anaknya pasti tidak akan bersedia jika terus-menerus menjadi seorang pengemis. Pada saat ini saja Aditya dan Santika sudah sering mengeluh dan ingin berhenti menjadi seorang pengemis. Dewi harus benar-benar memanfaatkan waktu dan penghasilan mereka selama menjadi pengemis, dan ia tidak akan pernah mengetahui apa yang akan terjadi kepada kehidupan mereka selanjutnya. Dewi harus tetap berusaha agar pekerjaan selama menjadi Universitas Sumatera Utara 133 pengemis tidak sia-sia untuk masa yang akan datang. Jika mungkin kehidupan keluarga akan kembali seperti semula , mereka harus dapat menerimanya. Dewi sudah berusaha untuk memperbaiki kehidupan keluarganya walaupun hanya menjadi seorang pengemis bersama kedua anak-anaknya. Di sekolah, pergaulan Aditya dan Santika dengan teman-teman mereka semenjak menjadi seorang pengemis sangatlah berubah. Aditya sudah berada di kelas 4 sekolah dasar pada saat ini, ia sudah memiliki banyak teman-teman di kelasnya. Sebelumnya menjadi seorang pengemis, Aditya selalu menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya. Setiap pulang dari sekolah ia dan teman-temannya selalu bersama, biasanya mereka selalu menghabiskan waktu untuk bermain-main. Namun, setelah menjadi seorang pengemis, setiap pulang dari sekolah ibunya akan selalu menjemput dirinya dan juga adiknya untuk pergi bekerja sebagai pengemis. Mereka mengemis tanpa sepengetahuan oleh orang-orang terdekat mereka, dan untuk menghindari agar tidak ada yang mengetahui pekerjaannya. Terutama oleh teman-temannya terdekatnya maka Aditya memilih untuk menjauhi dan membatasi pertemanan mereka. Aditya merasa malu jika sampai teman-temannya mengetahui pekerjaan yang dikerjakannya. Dewi juga menyuruh kedua anak-anaknya untuk merahasiakan tentang pekerjaan yang mereka lakukan tersebut, agar apa yang mereka kerjakan tidak ketahuan oleh siapapun. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Aditya memutuskan untuk tidak terlalu dekat dengan teman-temannya lagi. Aditya sering diajak oleh teman-temanya untuk bermain-main di sekolah, tetapi Aditya selalu menolak dengan berbagai alasan. Semenjak menjadi seorang anak pengemis, membuatnya harus dapat mempertimbangkan berbagai hal terhadap ajakan dari teman-temannya. Sebenarnya Aditya sedikit merasa malu terhadap teman-temannya karena Universitas Sumatera Utara 134 pekerjaan yang ia lakukan itu. Tetapi terkadang Aditya juga masih mau untuk bergaul dengan teman-temannya untuk sesekali saja. Di sekolah, Aditya bukan murid yang cerdas dan pandai yang selalu mendapatkan pujian atau juara kelas. Aditya hampir tidak pernah mendapatkan prestasi di sekolahnya, dan bukan berarti ia juga murid yang bodoh. Ia juga tidak pernah tinggal kelas semenjak dia duduk di sekolah dasar. Untuk saat ini Aditya sudah dapat membaca dan menghitung dengan lancar. Terkadang Aditya tidak mengerjakan tugas-tugas dari sekolahnya, karena ia termasuk murid yang pemalas. Setiap mempunyai tugas, ia selalu mengerjakan dikelasnya bersama dengan teman-temanya. Sebenarnya teman-teman Aditya masih tetap ingin berteman dengannya, hanya saja ia takut bila suatu saat teman-teman mengetahui apa pekerjaan yang ia lakukan. Waktu yang ia miliki pun untuk sekadar berkumpul dengan teman-temanya sudah tidak seperti dulu lagi, ia harus menggunakan waktunya untuk bekerja sebagai pengemis. Jika pada saat Adtya tidak pergi mengemis, ia akan mendatangi teman-temanya yang berada di sekitaran rumahnya dan mengajak mereka untuk bermain-main. Tetapi hal itu sudah sangat jarang Aditya lakukan, ia juga merasa lelah ketika bekerja di jalanan. Meskipun ia sedang tidak bekerja tetap saja ia lebih menggunakan waktunya untuk beristirahat dan bersantai-santai di rumahnya. Karena ketika tidak pergi bekerja, ia dapat merasakan nyamannya berada di rumah. Ketika bekerja Aditya harus merasakan panas terik matahari yang terasa seperti membakar kulitnya. Maka dari itu Aditya lebih memilih berada dalam rumah saja agar ia tidak merasakan seperti berada di jalanan. Setelah menjadi seorang pengemis banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupannya. Ketika hendak pergi mengamen, Aditya sering melihat teman-temanya bermain-main. Ia ingin sekali kehidupannya seperti dulu, bebas bermain-main dengan ceria bersama dengan teman- teman. Universitas Sumatera Utara 135 Pergaulan Santika di sekolah juga masih biasa-biasa saja, sebab dirinya masih berada di kelas satu. Teman yang dimilikinya hanya ada satu orang saja, itu juga karena jarak antara rumah mereka yang berdekata. Sehingga membuat mereka jadi berteman, setiap harinya mereka selalu bersama-sama saat pergi dan pulang dari sekolah. Ketika ibunya Dewi menjemputnya ke sekolah, temanya Santika masih tetap pulang bersama dengan mereka. Sebagai anak-anak Santika tetap bergaul bersama teman-temannya. Ia masih sering berkumpul bersama teman- temannya, belajar bersama, dan bahkan kekantin sekolah pun bersama-sama. Tidak ada yang berubah dengan pergaulan Santika di sekolah masih tetap sama sebelum atau sesudah ia menjadi anak jalanan. Pada saat ini Santika belum terlalu mengenal huruf sehingga membuatnya masih kesulitan untuk membaca. Untuk menghitung ia sudah mulai pandai, hal ini wajar terjadi pada Santika karena dia baru saja memasuki dunia pendidikan. Sebagai seorang abang untuk Santika, Aditya selalu berusaha untuk mengajari adiknya agar dapat mengenal huruf dan membuatnya dapat membaca. Untuk kata-kata yang mudah diucapakan, Santika sudah mulai bisa tetapi untuk kata-kata yang sulit masih sedikit terbata-bata. Santika Juga harus rela kehilangan waktunya untuk bermain-main dengan teman-temannya di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya. Ketika ia menjadi seorang pengemis, ibunya juga menyuruh Santika untuk tidak menceritakan pekerjaan yang sedang mereka lakukan. Ia selalu menuruti segala perintah dan atauran yang buat oleh ibunya. Aditya dan Santika harus tetap bekerja untuk dapat membuat keluarganya bertahan hidup dan melanjutkan kehidupan mereka. Meskipun mereka tidak dapat mengetahui sampai kapan mereka dapat bertahan bekerja sebagai seorang pengemis. Sebagai seorang anak, kakak beradik ini harus tetap mengikuti segala perintah dan aturan yang dibuat oleh ibu mereka. Jauh di dalam Universitas Sumatera Utara 136 lubuk hati Aditya sangat tidak menginginkan pekerjaan menjadi seorang pengemis ini. Namun, ia tidak dapat melakukan apapun untuk melawan kehendak dari ibunya. Aditya dan Santika harus dengan terpaksa menjalani kehidupan menjadi seorang pengemis, rasa lelah yang mereka rasakan pun harus mereka tahan dan hilangkan. Sebagai seorang ibu, Dewi juga tidak menginginkan kedua anaknya tetap menjadi seorang pengemis. Kondisi keuangan dan perekonomian keluarganya yang membuat ia dan kedua anak-anaknya tidak dapat terlepas dari pekerjaan yang sedang mereka lakoni saat ini. Dewi sangat menyadari tidak selamanya mereka dapat menjalankan pekerjaan sebagai seorang pengemis, untuk saat ini biarkan mereka tetap bekerja sebagai pengemis. Rahasia pekerjaan mereka pun tidak selamanya dapat mereka tutupi kepada Yesi sang suaminya dan juga ayah dari kedua anak-anaknya. Sebelum Yesi mengetahuinya, Dewi berharap bahwa ia dan kedua anak- anaknya sudah berhenti menjadi seorang pengemis. Meskipun mereka tidak mengetahui kapan mereka dapat berhenti.

4.4.5 Dama Bekerja Sebagai Pemulunng “Karena Ajakan Dari Orang Tua”

Tahenesi berusia 49 tahun dan berprofesi sebagai tukang becak sudah lebih dari 20 tahun ini tinggal bersama isterinya bernama Lusi berusia 40 tahun bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan keenam anakanya. Dimana anaknya terdiri dari empat anak laki-laki dan dua anak perempuan. Anak yang pertama laki-laki bernama Fa’anoseki berusia 20 tahun yang sedang mengecam pendidikan di suatu perguruan tinggi Swasta di Universitas Nomensen jurusan Teknik Sipil, anak kedua perempuan bernama Deminan berusia 18 tahun sudah menyesaikan pendidikan sampai pada tingkat sekolah menengah akhir. Anak ketiga juga perempuan bernama Maidaleha berusia 17 tahun yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, anak Universitas Sumatera Utara 137 keempat bernama Budirman berusia 15 tahun telah menyesesaikan pendidikan sampai pada tingkat sekolah menengah pertama saja dan berprofesi sebagai tukang becak. Anak kelima bernama Aporinus berusia 13 tahun yang sedang duduk di bangku sekolah menengah pertama dan berprofesi sebagai pengamen. Anak Terakhir dari pasangan Tahenesi dan Lusi adalah Dama berusia 12 tahun duduk di bangku sekolah dasar yang berprofesi sebagai pemulung yang mencari botol-botol bekas air mineral. Keluarga Tahehesi tinggal di jalan Karya Jaya gang Eka Warni , kecamatan Medan Johor. Dengan menyewa rumah seharga Rp. 5.500.000.-tahun. Rumah keluarga Tahenesi bersama isterinya beserta anak-anaknya adalah rumah yang begitu sederhana,. Pemandangan di halaman rumahnya terlihat bahwa rumah ini masih dikatakan rumah papan yang berlantaikan semen. Sudah lebih dari 20 tahun keluarga ini tinggal di rumah ini. Rumah yang memiliki dua kamar, ruang tengah atau ruang tamu, dapur, dan sebuah kamar mandi kecil. Rumah dengan dua kamar tidur tentu saja tidak cukup untuk keenam anaknya. Tahenesi bersama isterinya tidur dalam satu kamar, dan untuk anak perempuan juga memiliki kamar tidur, sementara untuk anak laki-laki tidur di ruangan tengah rumah mereka, peraturan ini sudah lama Tehenesi tetapkan untuk anak-anaknya. Universitas Sumatera Utara 138 Gambar 10: Pemandangan di halaman rumah keluarga Tahenesi. Pemandangan di halaman rumah keluarga Tahenesi terlihat beberapa botol-botol bekas minuman yang mereka cari setiap harinya berserakan begitu saja. Karung-karung bekas yang berada di halaman rumah mereka juga berisikan botol-botol bekas tersebut. Keluarga Tahenesi bertempat tinggal di sebuah lingkungan yang dapat dikatakan sedikit kumuh. Dengan rumah satu dinding dengan rumah yang ada di sebelah kiri dan kanannya. Sudah lebih dari dua tahun keluarga Tahenesi bertempat tinggal di rumah yang sedang mereka tempati saat ini. Rumah ini sudah menjadi kenangan bagi keluarga Tahenesi semenjak menikah dengan isterinya sampai pada mereka mempunyai enam orange anak. Pekerjaan Tehenesi pada saat ini adalah sebagai tukang becak, dimana becak yang dia gunakan dalam mencari sesuap nasi adalah becak miliknya sendiri. Sebelum menjadi tukang becak, Tehenesi bekerja sebagai buruh bangunan, dengan pekerjaan yang tidak menentu dan Universitas Sumatera Utara 139 penghasilan yang rendah membuat dirinya merasa tidak mampu untuk mengcukupi dan membiayai kebutuhan keluarganya. Sebelum mampu membeli becak miliknya sendiri, Tahenesi menyewa becak kepada salah satu temannya, setiap hari pendapatan yang didapatkan oleh dirinya harus di bagi dua dengan pemilik becak tersebut. Setelah sekian lamanya menjadi tukang becak yang menyewa becak Tahenesi merasa dirugikan. Sehingga muncul dalam pikirannya untuk membeli becak agar pendapatannya tidak di bagi-bagi dengan yang lain. Tentu saja sangat sulit bagi Tehenesi untuk membeli sebuah becak, dengan kondisi perekonomian keluarganya membuat dirinya tidak mempunyai banyak uang untuk membelinya. Untuk biaya makan saja yang terpenuhi sudah sangat bahagia bagi keluarganya. Tehenesi tidak menyerah pada saat itu, dia terus berusaha dan bekerja untuk dapat membeli becak yang dinginkan oleh dirinya. Hingga pada suatu hari, Tehenesi berhasil mengumpulakan uang untuk dapat membeli becak dengan cara mengkredit atau mencicil becak itu kepada seorang rekanya. Hanya butuh sekitar enam tahun untuk mencicil becak tersebut. Hingga pada saat ini becak yang digunakan Tehenesi untuk mencari nafkah bagi keluarganya adalah becak miliknya sendiri, ia tidak perlu lagi membagi hasil pendapatannya kepada orang lain, kini ia bebas untuk mempergunakan hasil jerih payahnya untuk keluarganya sendiri. Tahenesi mempunyai isteri yang bernama Lusi, dimana isterinya bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga, yang tidak jauh dari rumah tepat mereka tinggal, Lusi bekerja sebagai pembantu sudah lebih dari lima belas tahun. Setelah beberapa tahun menikah dengan Tehenesi, keluarga ini memiliki masalah perekonomian, dimana Lusi sebagai ibu rumah tangga harus ikut serta bekerja untuk membantu suaminya dalam memenuhui kebutuhan-kebutuhan untuk anak- anaknya. Jika harus mengandalkan pendapatan hasil menarik becak tentu saja tidak cukup untuk memenuhui kebutuhan keluarganya. Pada akhirnya Lusi memutuskan untuk mencari pekerjaan, Universitas Sumatera Utara 140 untuk mencari pekerjaan tentu saja tidak mudah bagi Lusi, sebagai seorang ibu Lusi harus tetap menjaga dan merawat anak-anaknya yang pada saat itu masih tiga orang, Tahenesi sangat tidak menginginkan isterinya bekerja, tetapi keadaan keluarganya yang membuat ia tidak dapat menghalangi niat baik isterinya untuk mencari pekerjaan. Sebelum menjadi pembantu rumah tangga, Lusi ditawarkan oleh tetangganya untuk menjadi buruh cuci harian. Dimana jika ada panggilan mencuci, Lusi akan di panggil untuk mencuci di rumah seseorang yang ingin mencucikan pakaiannya kepada Lusi. Tetapi pekerjaan seperti ini jarang sekali ada, terkadang Lusi hanya di panggil mencuci hanya satu kali dalam seminggu bahkan dalam seminggu pun Lusi tidak mendapat pelanggan. Penghasilan yang didapatkan biasanya sekitar Rp 15.000 untuk sekali mencuci. Tentu saja dengan penghasilan seperti itu membuat Lusi tidak dapat membantu suaminya. Tetapi Lusi tetap berusaha untuk mendapatkan panggilan untuk mencuci. Katika Lusi mendapat panggilan mencuci, sang pelanggan bertanya kepadanya, apakah dia mempunyai seorang kerabat yang dapat bekerja sebagai pembantu di rumahnya. Hingga muncul dalam benak Lusi bagaimana jika dirinya saja yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Lusi tetap harus berdiskusi dengan suaminya Tehenesi mengenai pekerjaan yang ingin di lakoni olehnya. Karena masih mempunyai seorang bayi Tehenesi mencemaskan anak-anaknya, jika isterinya bekerja sebagai pembantu rumah tangga siapa yang menjaga anak-anaknya. Menjadi suatu pertimbangan bagi Lusi untuk memilih anatara anak dan pekerjaan. Lusi terus berpikir bagaimana caranya agar dia tetap dapat menjaga anak-anaknya ketika harus bekerja. Akhirnya Lusi bertanya kepada Anni apakah sudah menemukan seorang pembantu rumah tangga yang akan bekerja di rumahnya. Sangat sulit mencari seorang pembantu rumah tangga yang jujur dan terpecaya. Karena hal ini , membuat Anni sangat kesulitan menemukan seorang pembantu Universitas Sumatera Utara 141 yang cocok dengan pilihanya. Anni juga menginginkan orang yang bekerja di rumahnya adalah orang yang ia kenal tetapi ia belum juga mendapatkannya. Dengan berani Lusi mempromosikan dirinya untuk dapat bekerja di rumah Anni, tanpa berpikir panjang akhirnya Anni mengizinkan Lusi untuk bekerja di rumahnya. Tetapi dengan persyaratan yang diberikan oleh Lusi, dia mengatakan bahwa jika dia bekerja di rumah Anni maka dia harus kembali kerumahnya dengan begitu Lusi tidak perlu tinggal rumah majikannya. Dengan persayaratan yang diberikan oleh Lusi akhirnya majikannya dengan senang hati menyetujuinya. Pada akhirnya Lusi mulai bekerja dari Pukul 08.00 wib – pukul 17.00 wib, jika pekerjaannya dapat diselesai dengan cepat maka Lusi dapat pulang kerumahnya lebih awal. Dengan bekerjanya Lusi menjadi seorang pembantu rumah tangga membuat dirinya tidak perlu merasa cemas kepada anak-anaknya, Lusi dapat membawa anak-anaknya kerumah majikannya. Terkadang anak-anaknya juga ia tinggalkan di rumahnya karena jarak rumahnya dari rumah majikanya tidak terlalu jauh sehingga Lusi dapat terus mengawasi dan menjaga anak-anaknya. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan pokok keluarga Tehenesi semakin meningkat, dan harga sembako semakin hari semakin mahal. Fenomena ini membuat Tehenesi dan Lusi mengalami kesulitan untuk memenuhui kebutuhan primer dan skunder untuk anak- anaknya. Bertambah juga biaya pendidikan untuk anak-anak mereka sudah mulai memasuki dunia pendidikan. Dimana akan membutuhkan banyak uang untuk membeli peralatan sekolah yang berupa sepatu, tas, seragam, alat tulis, dan serta uang jajan setiap harinya untuk anak- anaknya. Tentu saja hal ini membuat Tehenesi dan Lusi mengalami kesulitan dengan perekonoman keluarganya. Hal ini akan membuat Tahenesi dan Lusi harus benar-benar bekerja keras untuk mendapatkan uang yang lebih banyak untuk anak-anaknya. Penghasilan sebagai tukang becak hanyak cukup untuk biaya makan isteri dan anak-anaknya untuk sehari-hari, dan Universitas Sumatera Utara 142 untuk gaji Lusi yang menjadi pembantu rumah tangga hanya mereka gunakan untuk membayar sewa rumah yang sedang mereka tempati saat ini. Tehenesi sudah mencoba mencari pekerjaan yang lain dan lebih banyak menghasilkan uang , namun dikarenakan Tahenesi adalah seorang tamatan sekolah dasar yang tidak mempunyai keterampilan dan keahlian dalam bidang apapun. Hal ini akan membuatnya kesulitan dalam mencari pekerjaan lain. Hingga pada suatu hari Tahensi dan Lusi berpikir untuk mencari pekerjaan tambahan sebagai pemulung yang mencari botol-botol bekas air mineral, dimana pada saat itu banyak rekan-rekanya bekerja seperti itu. Sehingga membuat kedua orang tua ini mencoba pekerjaan yang begitu mudah di lakukan oleh siapa saja tanpa harus memiliki keterampilan dan keahlian yang khusus. Pada akhrinya Tahenesi bekerja sebagai pemulung yang mencari botol-botol bekas air mineral dan tanpa meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang becak. Bekerja sebagai tukang becak hanya dikerjakan oleh Tehenesi pada pagi hari sampai siang hari , dan waktu selebihnya digunakan olehnya untuk mengumpulkan botol-botol bekas tersebut. Lusi juga diajak oleh suaminya untuk bekerja sebagai pemulung, dimana setiap hari Lusi ketika selesai mengerjakan pekerjaan di rumah majikannya, akan menyusul suaminya di tempat yang sudah mereka tentukan. Dengan pendapatan yang mereka dapatkan dapat memenuhui kebutuhan keluarga kembali. Penghasilan yang didapatkan dalam sebulan dapat mencapai Rp. 500.000, Tahenesi biasanya menggumpulkan hasil memulungnya dalam seminggu atau sebulan baru ia menjualnya kepada agen-agen yang menerima botol-botol bekas tersebut dengan harga jualnya Rp.1000kg. Dengan harga jual yang rendah membuat Tahenesi dan Lusi harus dapat mencari botol-botol bekas yang lebih banyak setiap harinya. Universitas Sumatera Utara 143 Gambar 11 : Becak Milik Tehenesi. Pada suatu hari, Tehenesi berpikir untuk mengajak anak-anaknya mencari botol-botol bekas, walaupun bersama isterinya sudah dapat memenuhui kebutuhan keluarganya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, dimana anak-anaknya mulai tumbuh dan mulai memasuki pendidikan ke jenjang yang selanjutnya, biaya yang dibutuhkan pun akan semakin bertambah dan semakin tinggi. Meskipun awalnya Lusi menolak, jika anak-anaknya ikut serta dalam mencari botol-botol bekas. Tehenesi memberikan beberapa pandangan kepada isterinya, karena Lusi hanya mempunyai waktu sedikit untuk mencari botol-botol bekas tersebut, sementara jika anaknya ikut serta mencari maka waktu yang dimiliki akan lebih lama dan hasil botol-botol bekas tersebut pun akan banyak mereka dapatkan, karena anak-anak hanya akan mencari botol- botol bekas ketika pulang dari sekolah. Akhirnya Lusi juga menyetujui permintaan suaminya, tetapi dengan alasan anak perempuan tidak perlu ikut serta, karena anak perempuan akan rentan berada di jalan, apalagi tidak ada pengawasan dari kedua orang tua. Universitas Sumatera Utara 144 Pada akhirnya hanya anak laki-laki saja yang ikut turun ke jalan, Fa’anoseki sangat tidak menginginkan pekerjaan yang dilakoninya karena merasa lelah berjalan sekitar lima jam sehari untuk mencari botol-botol bekas, tetapi dengan bujukan dari kedua orang tua dia menjadi sedikit semangat dalam manjalani pekerjaannya.Fa’anoseki sangat mengingankan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sampai pada perguruan tinggi. Kedua orangtuanya berjanji bahwa akan melanjutkan pendidikan bagi dirinya asalkan dia giat dalam mencari botol- botol bekas, karena uang yang dia dapatkan akan di tabung untuk biaya pendidikannya kelak. Setelah sekian lama dan pada akhirnya Fa’anoseki menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas, dan sesuai dengan janji kedua orangtuanya kini dia sudah duduk di bangku kuliah jurusan Teknik Sipil di Universitas Nomensen. Karena ingin fokus dalam kuliahnya dia tidak lagi ikut serta mencari botol-botol bekas. Anak kempat dari pasangan Tehenesi dan Lusi, yaitu Budirman ketika diajak ikut serta dalam mencari botol-botol bekas dia sangat keras menolak, karena dia merasa akan lelah ketika berjalan dan memunguti botol-botol bekas di jalanan. Budirman termasuk anak yang pemalas dan tidak suka membantu kedua orang tuanya. Dari kelima saudaranya Budirman anak yang paling malas berangkat ke sekolah, dan sering membuat onar dan bolos selolah, anak ini tipe anak yang tidak suka dengan dunia pendidikan, yang dia inginkan hanya bermain-main di luar setiap hari tapi ketika diajak orangtuanya ke jalan menjadi seorang pemulung dia selalu menolak. Setelah dia tamat dari sekolah menengah pertama, dia tidak ingin melanjutkan pendidikannya lagi. Ketika dia memberitahukan kepada orang tuanya, Thahenesi dan Lusi sangat marah besar kepadanya. Karena setiap orang tua pasti menginginkan anaknya mendapat pendidikan yang lebih tinggi. Walaupun begitu Budirman tetap pada pendiriannya dan tidak mau melanjutkan pendidikannya. Orangtuanya pun tidak dapat melarang keinginan dari anak keempat mereka Universitas Sumatera Utara 145 tersebut. Pada akhirnya Budirman memilih menjadi seorang tukang becak, dimana becak yang dipakainya ia sewa dari tetangganya. Penghasilan yang didapatkan setiap harinya sekitar Rp.80.000.-harinya. Terkadang Budirman memberikan penghasilan yang didapatkanya kepada ibunya. Aporinus ketika diajak oleh kedua orangtuanya mencari botol-botol bekas, dia dengan senang hati mengikuti kemauan dari orang tuanya, setiap pulang sekolah Aporinus selalu di jemput oleh ayahnya dengan becak milik mereka, setelah selesai makan siang Aporinus langsung turun ke jalan untuk mencari botol-botol bekas yang akan mereka jual nantinya. Setiap hari Aporinus mendapatkan sekitar 3 – 4 karung botol-bolot bekas tersebut. Pada suatu hari Aporinus merasa lelah dalam mencari botol-botol bekas, dan hal ini disampaikannya pada kedua orangtuanya. Kemudian orangtuannya memberikan beberapa nasehat dan bujukan-bujukan agar dia tetap mau melakukan pekerjaan yang sedang mereka lakoni itu. Bujukan kedua orang tuanya berhasil membuat Aporinus tetap memulung. Ketika dia sedang mencari botot-botot bekas seperti biasanya dia melihat beberapa pengamen yang bekerja, dan akhirnya timbul dalam benaknya untuk berahli profesi dari pencari botol-botol bekas atau pemulung menjadi seorang pengamen. Dia menceritakan kepada kedua orang tuanya terhadap apa yang ia lihat dan juga dia mengatakan bahwa dia ingin berhenti jadi pemulung dan dia ingin menjadi pengamen saja. Kemudian ayahnya membelikan Gitar untuk Aporinus, yang digunakan untuk alat mengamen. Sampai saat ini Aporinus masih tetap menjalani Profesinya sebagai pengamen. Dimana dia mengamen dari lampu merah Simpang Rumah Sakit Siti Hajar, di jalan Dr.Masyur, dan juga sekitaran Universitas Sumatera Utara USU. Penghasilan yang didapatkankannya sekitar Rp. 80.000’-hari. Universitas Sumatera Utara 146 Aporinus sudah memasuki dunia remaja, memiliki kehidupan yang unik dan khas, dimana pola pengasuhan antara kedua orang tuanya yang mengajarkan kepadanya dan kepada lima saudaranya untuk dapat hidup secara mandiri dan dapat bekerja membantu perekonomian keluarganya, meski ada perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Anak perempuan biasanya selalu berada di rumah untuk membersikan dan menjaga rumah, memasak dan juga mencuci pakaian kotor, mereka sudah diajarkan untuk saling bekerja sama dan saling membantu satu sama lain. Anak laki-laki dari pasanagan Tahenesi dan Lusi selalu diajak untuk turun langsung ke jalan, berbeda dengan anak perempuan mereka selalu di rumah, dengan alasan bahwa anak perempuan sangat rentan berada di jalan, kerap kali anak perempuan menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual, untuk menghindari hal tersebut kedua orang tua Aporinus hanya mengizinkan anak-anak laki-laki saja yang bekerja di jalan. Ketika memasuki usia 7 tahun, dimana pada saat itu Aporinus baru saja duduk di bangku sekolah dasar, dirinya sudah mulai turun ke jalan bersama ayahnya untuk mencari botol-botol bekas, Aporinus harus merelakan masa bermainnya di sekolah ataupun di lingkungan tempat tinggalnya. Hampir setiap hari Aporinus bersama ayah dan ibunya menghabiskan waktu di jalanan untuk mencari botol-botol bekas, sepulang dari sekolah ayahnya sudah menjemput dirinya dan setelah selesai makan siang ia harus bergegas ke tempat pencarian botol-botol bekas tersebut. Sekitar lima jama dalam sehari Aporinus harus menghabiskan waktu hanya untuk mencari dan menggumpulkan botol-botol bekas. Aporinus kurang dalam berinteraksi di lingkungan sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya. ia bekerja mulai dari hari senin sampai hari jumat, sementara untuk hari sabtu mereka gunakan untuk membersikan botol-botol bekas yang mereka dapatkan sebelum di jualkan kepada agen-agen atau yang biasa di sebut toke. Sementara untuk hari minggu mereka gunakan untuk Universitas Sumatera Utara 147 waktu beribadah di gereja dan sesekali keluarga ini pergi untuk berlibur, seperti jalan-jalan ke kebun binatang, dan berenang. Hampir setiap hari rutinitas ini dilalui oleh Aporinus dan keluarganya. Tidak ada waktu untuk pergi bermain atau sekedar berkumpul dengan teman-teman sebayanya. Aporinus di sekolah tidak memiliki prestasi yang dapat membanggakan kedua orang tuanya, dia tidak pernah mendapat rangking di kelas, ia terkadang sering tidak mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolahnya,karena Aporinus tidak mempunyai waktu untuk mengerjakannya, ia sering di hukum oleh gurunya di sekolah. Aporinus termasuk anak yang jarang mendapatkan kasih sayang oleh kedua orang tuanya, semenjak dia kecil hanya di rawat dan di asuh oleh saudara perempuannya, karena pekerjaan ibunya sebagai pembantu rumah tangga dan juga sebagai pemulung membuatnya harus kehilangan sosok seorang ibu, karena ibunya terlalu sibuk bekerja dari pagi hingga malam. Ketika ibunya kembali ke rumah Aporinus sudah terlelap dalam tidurnya, hal ini terus berlanjut hingga pada saat Aporinus harus ikut serta dalam bekerja di jalanan. Sosok seorang ayah juga sangat tidak pernah dirasakan oleh Aporinus, keluarganya seolah-olah hanya menghabiskan waktu di jalan demi mendapatkan uang untuk memenuhui kebutuhan – kebutuhan yang mereka butuhkan setiap harinya, demi untuk bertahan hidup keluarga ini harus bekerja keras, walaupun sudah menjadi hak dan kewajiban oleh kedua orang tua untuk memberikan segala kebutuhan anak-ankanya. Sepertinya hal ini tidak berarti bagi keluarganya, tidak perduli berada usia tetap saja seorang anak harus juga ikut membantu perekonomian keluarga. Setiap hari Aporinus harus mendapatkan sekitar 3 – 4 karung botol-bolot bekas tersebut, tentu saja untuk mendapatkan sebanyak itu tidak mudah bagi seorang anak seperti Aporinus yang berusia sekitar 7 tahun pada saat itu, dia merasa sangat lelah berjalan dari satu tempat ke tempat lain, hal ini membuatnya ingin berhenti dari pekerjaan seperti itu, tetapi dia hanya seorang anak Universitas Sumatera Utara 148 kecil yang taat kepada kedua orangtuanya. Meskipun ia sering mengeluh dan mengatakan kepada orangtuanya bahwa dia tidak ingin lagi bekerja seorang pemulung. Sering sekali Aporinus menyampaikan keluh kesahnya kepada orangtuanya, namun yang terjadi orang tuanya selalu membujuk dirinya untuk tetap bekerja sebagai sebagai pemulung botol-botol bekas. Sekitar tiga tahun Aporinus mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas di jalanan, sudah banyak rintangan dan hambatan yang di lalui dan dihadapinya setiap hari. Setiap berada di jalanan Aporinus kelap kali mendapat bahaya dan ancaman dari orang yang sesama pencari botol-botol bekas yang mengancam dirinya agar tidak mencari botol-botol bekas di lokasi yang sama, walaupun hanya sebatas ancaman tetapi bagi seorang anak itu akan menjadi hal yang paling menakutkan dan bisa saja akan menganggu jiwa dan mental seorang anak, ketika Aporinus mengadu kepada orang tuanya. Aporinus bukanya mendapat belas kasihan tetapi orangtuanya selalu menyuruh agar dirinya tidak melawan dan pergi saja dari hadapan orang yang mengancam dirinya. Hal ini membuat Aporinus harus menuruti perkataan oleh kedua orangtuanya. Kedua orangtuanya kerap tidak memperhatikan keselamatan bagi anak-anaknya, menurut orangtuanya anak merupakan aset yang paling berharga atau “mesin uang”. Memperkerjakan Aporinus di jalan tujuannya adalah untuk mendapatkan uang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan juga untuk tetap dapat untuk bertahan hidup. Alasan orang tua Aporinus selalu karena merasa tidak berdaya untuk dapat memenuhui segala kebutuhan untuk anak- anaknya. Karena keterbatasan orangtuanya, seorang anak harus dapat membantu dengan suka rela. Aporinus tidak pernah menerima uang yang didapatkannya dari mencari botol-botol bekas tersebut, hanya ayah dan ibunya yang tau dimana tempat penjualan yang sudah menjadi Universitas Sumatera Utara 149 langganan keluarganya. Aporinus juga tidak pernah mengetahui berapa uang yang ia hasilakannya dari mencari botol-botol bekas tersebut. Selama tiga tahun Aporinus sudah menghabiskan waktu di jalanan, dia sudah dapat menyesuaikan dirinya bahkan melindungi dirinya agar tetap dapat bertahan di jalanan, sehingga membuatnya tidak perlu merasa takut akan bahaya dan ancaman yang akan di terimanya. Aporinus merasa bahwa dirinya sendiri yang mampu untuk menyematkannya dari segala ancama dan bahaya. Selama beberapa tahun ini Aporinus sudah mendapatkan temannya di jalanan, dimana temannya adalah bernama Wawan yang bekerja sebagai seorang pengamen. Mereka sering bertemu pada saat Aporinus mencari botol-botol bekas. Wawan sering bertanya kepada Aporinus kenapa tidak menjadi seorang pengamen saja, hanya dengan bernyanyi dengan gitar kecil saja dapat menghasikan uang yang lebih banyak. Daripada harus mencari dan mengkais tempat sampah untuk mendapakan botol-botol bekas. Aporinus terus memikirkan ajakan dari temannya itu, tetapi ia takut jika kedua orang tuanya tidak memberikan izin kepadanya untuk menjadi pengamen, karena selama ini ornag tua tidak pernah mendengarkan perkataan ataupun mengabulkan permintaannya. Aporinus harus tetap memikirkan bagaimana cara mengatakan kepada uang tuanya , dan juga harus mencari alasan yang tepat untuk menjadi seorang pengamen. Waktu terus berjalan dan pada akhirnya Aporinus memberanikan diri untuk mengatakan kepada orang tuanya, bahwa dirinya sudah merasa lelah untuk bekerja menjadi seorang pemulung yang mencari botol-botol bekas tersebut, dia juga mengatakan tidak akan mau lagi bekerja seperti itu. Orangtuanya terus membujuknya untuk tetap bekerja sebagai pencari botol-botol bekas. Aporinus tidak ingin kembali bekerja seperti itu, dan langsung mengatakan kepada orang tua bahwa dia ingin menjadi seorang pengamen. Aporinus mengatakan bahwa dia bertemu dengan seorang temannya yang bernama Universitas Sumatera Utara 150 Wawan yang bekerja sebagai pengamen dan lebih banyak mendapatkan uang dari hasil mengamennya. Ibu dan ayah Aporinus merasa cemas jika anak keempat mereka ini berhenti mencari botol-botol bekas penghasilan yang mereka dapatkan otomatis akan berkurang drastis. Karena Aporinus dalam sehari sering membawa pulang sekitar tiga karung besar botol-botol bekas. Tetapi kali ini Aporinus benar-benar tidak mau lagi bekerja sebagai pemulung, dan akhirnya kedua orangtuanya mengizinkannya untuk menjadi pengamen walaupun sebenarnya berat rasa orang tua memberikan izin kepada Aporinus. Tetapi karena tidak mempunyai pilihan lain akhirnya mereka memberikan izin. Kemudian ayahnya membelikan Gitar untuk Aporinus, alat yang digunakan untuk mengamen. Sampai saat ini Aporinus masih tetap menjalani Profesinya sebagai pengamen. Dimana dia mengamen dari lampu merah Simpang Rumah Sakit Siti Hajar, dijalan Dr.Masyur, dan juga sekitan Universitas Sumatera Utara USU. Penghasilan yang didapatkankannya sekitar Rp. 80.000’-hari. Bukan hanya Aporinus yang bekerja di jalan, adiknya bungsunya yang bernama Dama juga bekerja di jalanan. Dama pada saat ini berusia 12 tahun duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar, sama seperti halnya dengan abangnya Dama juga mulai turun ke jalan pada usia 7 tahun, dengan pekerjaan yang berbeda-beda. Ketika pertama kali Dama turun ke jalan bekerja sebagai penyemir sepatu, Dama mendapatkan ide-ide untuk menyemir sepatu dari teman sekelasnya yang bernama Yogi. Dimana Yogi adalah teman sebangkunya mulai sejak pertama kali memasuki sekolah dasar, dan jarak antara rumah Dama dan Yogi tidak terlalu berjauh sehingga mereka selalu bersama ke sekolah dan juga bersama-sama bermain, mereka sudah dapat dikatakan sebagai seorang sahabat baik dan dekat. Universitas Sumatera Utara 151 Ketika Dama dilahirkan oleh Lusi, pada saat itu ibunya sudah bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sehingga membuat Lusi hanya sekitar satu bulan untuk meminta cuti melahirkan kepada majikannya, setalah itu Lusi menyuruh kedua anak perempuanya untuk mengurus Dama. Karena rumah majikan dengan rumah mereka berdekatan. Sewaktu Dama bayi, Lusi sering membawa Dama ke rumah majikannya, dan setelah Dama sudah berumur satu tahun,Dama sering di tinggalkan di rumahnya dan di rawat oleh kedua saudara perempuannya. Ketika anak- anak perempuannya pergi ke sekolah Dama bersama Lusi, dan jika kedua kakak perempuan Dama sudah pulang dari sekolah maka akan di jemput oleh kakaknya untuk di bawa kerumah mereka, dan terkadang Lusi dapat pulang kerumahnya untuk sesaat saja melihat Dama. Seperti saudaranya Aporinus, Dama juga sering tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang sewajarnya dari orangtuanya, tumbuh kembang Dama tidak dalam asuhan ibunya Lusi. Pekerjaan double kedua orang tuanya membuatnya harus rela kehilangan dekapan seorang ibu. Namun itu semua tidak menghambat perkembangan Dama, semakin hari usia Dama pun bertambah, setelah Dama dapat berjalan dan berbicara, Lusi sering membawa Dama ke rumah majikannya, disana Dama juga dapat bermain-main. Tetapi hal itu membuat Dama merasa bosan kadang dia hanya tinggal di rumahnya sendirian sebelum kakaknya pulang dari sekolah, dan terkadang Dama datang sendirian ke tempat ibunya bekerja. Dama sudah dapat pergi sendiri kerumah majikan ibunya. Jika Dama bosan di rumah majikan ibunya dia biasnya pulang sendiri dan bermain dengan anak-anak seusianya yang berada di lingkungan tempat tinggalnya, Dama dan Yogi sudah lama berteman. Mereka kadang sering bermain bersama, hingga mereka memasuki masa sekolah, mereka selalu bersma pergi dan pulang ke sekolah Di sekolah Dama merupakan siswa yang pandai dan cerdas, hal terbukti dari dari kelas 1 sampai saat ini Dama selalu mendapat rangking di sekolahnya. Setiap kembali ke rumah dari Universitas Sumatera Utara 152 jalanan Dama tidak pernah lupa untuk belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah PR yang diberikan oleh gurunya. Rasa lelahnya setelah selesai bekerja di jalanan tidak menghalanginya untuk tetap belajar. Kedua orang tuanya tidak pernah mempunyai waktu untuk belajar bersama Dama, di tambah lagi dengan keadaan orang tua yang hanya tamatan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, sehingga membuat orangtuanya tidak mengerti apa yang harus diajarkan kepada Dama. Hal ini membuat Dama harus belajar sendirian, ketika Dama tidak mengerti dengan pelajarannya terkadang dia bertanya dan meminta untuk diajarkan oleh kedua kakak perempuannya. Pertama kali Dama bekerja di jalanan, adalah menjadi seorang penyemir sepatu, dimana ia mendapat ajakan dari temannya yang bernama Yogi, hanya dengan bermodalkan sikat semir, dan cream untuk menyemir mereka mampu mendapatkan uang sebesar Rp.20.000harinya. Dama nyermir sepatu tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya, agar ia tidak tersesat ketika pulang kerumahnya. Kedua orangtuanya mengetahui dan memberikan izin kepada Dama, uang yang di hasilkan Dama dari menyemir sepatu selalu ia berikan kepada ibunya. Dama bekerja sebagai penyemir sepatu tidak menentu, terkadang tiga atau empat kali dalam seminggu. Dia pergi menyemir sesuka hatinya saja. Pekerjaannya sebagai penyemir sepatu tidak bertahan lama, karena menurut Dama jarang ada orang yang ingin menyemirkan sepatu kepadanya,dalam sehari terkadang Dama tidak mendapatkan pelanggan dan keadaan ini membuatnya menjadi malas untuk bekerja sebagai peyemir sepatu. Semenjak Dama berhenti bekerja sebagai penyemir sepatu, orangtuanya menyuruhnya untuk ikut serta dengan abangnya dalam mencari botol-botol bekas. Ia kerap kali menolak permintaan orangtuanya tersebut, karena abangnya Aporinus selalu mengatakan kepadanya bahwa mencari botol-botol bekas itu sangat melelahkan, dan juga sering mendapatkan ancaman Universitas Sumatera Utara 153 ketika berada di jalan. Hal ini membuat Dama sangat ketakutan untuk turun ke jalan. Setelah beberapa tahun kemudian, setelah abangnya Aporinus bekerja sebagai pengemen, dan mendapatkan uang dari hasil mengemaen mencapai Rp.50.000 hari. Dama sangat tertarik dan ingin ikut serta dengan abangnya untuk bekerja sebagai pengamen. Hal ini langsung ia katakan kepada kedua orangtuanya, dan langsung memenuhui permintaan Dama untuk menjadi seorang pengamen. Esok harinya, ayahnya Tahenesi memberikan gitar kecil yang akan digunakan alat untuk mengamen yang sama seperti gitar milik Aporinus. Pada akhirnya Dama menjadi seorang pengamen, ia dan bersama abangnya Aporinus selalu bersama-sama untuk mengamen, dalam sehari masing-masing dari mereka dapat menghasilkan uang sebesar Rp. 50.000. Uang yang didapatkan Dama selalu ia berikan kepada ibunya, dan terkadang Dama mengunakan uang yang ia hasilkan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya sendiri. Walaupun Dama bekerja sebagai pengamen tetapi tidak merubah dirinya menjadi seorang anak yang pemalas untuk pergi ke sekolah, ia tetap mendapat rangking di sekolah dan selalu belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah PR setiap pulang dari pengemen. Hanya sekitar dua tahunan Dama melakoni pekerjaan sebagai pengemen. Selama menjadi pengamen Dama sering mendapatkan kekerasan atau ancaman dari sesama anak jalanan yang juga berprofesi sebagai pengamen. Hal ini membuat Dama merasa tidak nyaman dan aman ketika menjadi seorang pengemen dan akhirnya ia memutuskan untuk berhenti menjadi pengamen. Dama merupakan anak mudah merasa bosan dengan pekerjaannya. Ketika ia memberitahukan kepada orangtuanya ia tidak ingin lagi menjadi seorang pengamen karena ia sering mendapat perlakuan yang tidak baik ketika sedang mengamen, dan terkadang juga ia dipalak oleh orang yang lebih tua darinya. Universitas Sumatera Utara 154 Orangtuanya tidak dapat memaksakan kehendak mereka terhadap Dama, karena alasan Dama untuk berhenti karena ia merasa takut kepada orang-orang yang sering mengancam jiwa dan keselamatannya. Orang tua pasti tidak menginginkan hal-hal buruk menimpa anak-anaknya. Dama masih butuh proses untuk dapat menghilangkan pikiran buruknya terhadap jalanan, karena tidak selamanya berada jalanan itu dapat membahayakan, jalanan juga terkadang banyak memberikan keuntungan bagi siapa pun yang ingin bekerja. Sudah beberapa bulan Dama meninggalakan kehidupan jalanan, ia hanya banyak menghabiskan waktu di rumahnya dan di sekolah. Keadaan ekonomi keluarganya pada saat itu pun semakin sulit, dikarenakan Aporinus sudah tidak ikut serta lagi dalam mencari botol-botol bekas, sehingga berdampak terhadap penghasilan orangtuanya. Karena semakin sedikit botol-botol bekas yang mereka dapatkan maka akan sedikit pula penghasilan yang akan mereka dapatkan. Hal ini sangat dikhawatirkan oleh kedua orang tua Dama, keadaan seperti ini akan membuat orangtuanya menjadi sulit untuk memenuhi segala kebutuhan – kebutuhan yang diperlukan oleh anak-anak mereka. Meskipun penghasilan yang didapatkan Aporinus selalu diberikan kepada ibunya, pendapatan dari menarik becak juga tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Gaji dari pekerjaan Lusi sebagai pembantu rumah tangga juga tidak pernah mereka gunakan untuk membiayai kebutuhan- kebutuhan keluarganya. Dari awal Lusi dan Tahenesi sudah bersepakat untuk menabung gaji Lusi yang digunakan untuk biaya kontrak rumah yang sedang mereka tempati saat ini. Untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi keluarganya Tahenesi mengusulkan agar Dama ikut serta dalam mencari botol-botol bekas, karena penghasilan yang mereka dapatkan dari memulung botol-botol bekas tersebut cukup tinggi. Universitas Sumatera Utara 155 Dengan bujukan dan rayuan kedua orangtuanya akhirnya Dama menyetujui permintaan oleh kedua orangtuanya untuk bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas. Dama bekerja dari hari Senin hingga hari Jumat, mereka tidak memulung di hari Sabtu, dikarenakan anak-anak dari Tahenesi harus membersikan botol-botol bekas tersebut sebelum di jual kepada toke yang sudah menjadi langgan keluarga Tehenesi. Sementara untuk hari Minggu keluarga Tehenesi beribadah di gereja mereka. Setiap pulang dari sekolah Dama selalu di jemput oleh ayahnya di sekolah agar mereka sama-sama menuju tempat pencarian botol-botol bekas tersebut. Sebelum terjun ke jalanan Dama biasanya makan siang terlebih dahulu, dan setelah selesai ia pun bergegas mencari botol-botol bekas tersebut. Biasanya Dama memakai celana sekolah dan membawa baju ganti, Dama tidak sempat pulang kerumahnya untuk mengganti pakainnya karena akan memakan waktu yang lama untuk sampai pada lokasi pencarian botol-botol bekas tersebut. Gambar 12 : Dama yang merupakan pemulung botol-botol minuman bekas. Universitas Sumatera Utara 156 Dari pukul 13.30 sampai pukul 17.00 waktu yang Dama gunakan untuk mencari botol- botol bekas tersebut, lebih dari lima jam waktu Dama berada di jalanan, dan setiap hari Dama harus mendapatkan tiga sampai empat karung botol-botol bekas tersebut. Lokasi tempat Dama memulung berada di Universitas Sumatera Utara. Dama dalam sehari harus mejelajah Fakultas- fakultas yang ada di USU, alasan Dama memilih lokasi ini dikarenakan karena akan banyak botol-botol bekas yang berada disana, banyaknya mahasiswa yang ada di USU membuat akan banyak botol-botol bekas minuman yang dibuang. Dama harus mengkais tempat – tempat sampah dan mengambil botol-botol bekas yang ada di hadapannya. Setiap berada di jalan Dama selalu merasa keselamatannya terancam, dimana banyak teguran dari sesama pemulung yang melarang dirinya agar tidak memulung di tempat yang biasa ia datangi. Setiap kejadian yang dialami oleh Dama selalu ia ceritakan kepada orangtuanya, Dama selalu di suruh oleh orangtuanya agar sama sekali tidak melawan, jika ada yang menganggu keselamatanya di jalan Dama selalu pergi tanpa melawan. Dama juga tidak akan kembali lagi ketempat yang sama. Setelah berbulan-bulan Dama menjalani hidup sebagai pemulung, ia terkadang merasa lelah jika harus berjalan sambil memunguti botol-botol bekas tersebut. kedua orangtuanya selalu memberikan dukungan dan semangat untuk Dama agar tetap bertahan dalam melakukan pekerjaannya. Kedua orangtuanya, mengatakan kepada Dama tentang kondisi perekonomian keluarganya, jika Dama tidak ikut serta dalam mencari botol-botol bekas, maka keluarganya tidak akan dapat makan dan minun, untuk menyekolahkan dirinya pun orang tua tidak akan mampu. Jika Dama berhenti menjadi pemulung akan membuat kedua orang tuanya tidak mampu membiayai sewa rumah yang sedang mereka tempati saat ini, jika orangtuanya tidak dapat membayar sewa rumah yang mereka tempati saat ini dan bisa saja keluarganya akan tinggal di Universitas Sumatera Utara 157 kolong jembatan. Tentu saja sebagai seorang anak Dama benar-benar takut jika ia tidak dapat bersekolah lagi, dan tidak mempunyai rumah untuk tepat tinggal keluarganya. Hal ini membuat Dama menjadi semakin semangat untuk bekerja menjadi pemulung botol-botol bekas tesebut, karena ia tidak ingin berhenti sekolah, dan juga ingin membantu kedua orang tua agar tetap dapat bertahan hidup. Penghasilan dari botol-botol bekas ini lumayan tinggi sehingga membuat perekonomian keluarga Tahenesi semakin membaik. Setiap hari Dama harus mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas lebih banyak lagi agar pendapatan yang ia hasilanya semakin tinggi dan dapat untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dama tampak semangat dalam dalam mencari dan mengumpulakan botol-botol bekas yang biasa ia cari, belakangan ini Dama hanya menghabiskan waktu di jalanan hampir setengah waktu yang di milikinya hanya berada di jalanan. Tidak ada lagi masa-masa bermain yang dimiliki oleh Dama yang ia punya hanya waktu untuk bekerja, ia harus tetap berjuang dengan seluruh tenaganya untuk mendapatkan botol-botol bekas. Di dalam pikiran Dama apapun yang terjadi ia harus tetap berusaha agar keluarganya tidak merasa kekurangan sedikit pun, dan agar saudara-saudaranya dapat melanjutkan pendidikan. Tidak perduli panas terik matahari, dan hujan yang membasahi bumi, ia akan tetap bekerja mencari botol-botol bekas sebanyak-banyaknya agar mendapatkan uang yang lebih banyak yang digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan untuk keluarganya. Dama tidak pernah menikmati hasil dari jerih payahnya dalam mencari botol-botol bekas tersebut. Ia hanya ditugaskan oleh orangtuanya untuk mencari dan mengumpulkan. Sampai saat ini Dama juga tidak mengatahui dimana kedua orang tuanya menjual botol-botol bekas yang ia dapatkan itu. Bukan hanya Dama yang mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas tersebut tetapi juga kedua orangtuanya, Dama yang lebih banyak menghabiskan waktu mencari dan Universitas Sumatera Utara 158 mengumpulkan daripada kedua orangtuanya. Ayahnya hanya mengantarkan Dama di lokasi tempat ia memulung setelah itu ayahnya pergi untuk mencari sewa dengan becak milik Tahenesi, dan setelah sekitar dua jam kemudian ayahnya kembali ketempat Dama memulung. Tidak setiap hari ayahnya mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas tersebut, terkadang ayahnya hanya menjaga botol-botol bekas yang sudah didapatkan Damat karena merasa takut jika ada orang lain yang mencurinya. Begitu juga dengan Lusi, ia hanya datang ketika pekerjaannya di rumah majikan sudah selesai, biasanya Lusi datang pada pukul 16.00 Wib. Terkadang Lusi juga mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas tersebut dalam dua jam saja, Lusi mengunakan waktu yang ia miliki dengan sebaik-baiknya. Walaupun hanya dua jam saja, Lusi terkadang dapat menghasilkan dua karung besar botol-botol bekas tersebut. Dalam sehari mereka dapat membawa sekitar lima sampai tujuh kalung besar. Penjualan botol-botol bekas tersebut hanya dalam sebulan sekali dan penghasilan yang keluarga Tahenesi dapatkan mencapai Rp.600.000 – Rp.800.000bulan. Penghasilan dari penjualan botol-botol bekas ini tergantung berapa banyak yang dapat mereka dapatkan dan kumpulkan. Seperti itu kegiatan yang dilakukan oleh keluarga Tahenesi setiap harinya. Mereka tidak pernah mengenal lelah untuk tetap bekerja. Apupun rintang dan hambatan yang dialami oleh Dama ia hanya akan tetap bekerja semampunya. Semakin hari Dama merasa bahwa pekerjaannya sangat menyenangkan, dia lebih banyak mengenal dan belajar bagaimana kehidupan jalanan yang sebenarnya. Ia pun tidak pernah merasa takut lagi jika harus bekerja di jalanan. Sudah hampir lima tahun Dama berada di jalanan, mulai dari menjadi penyemir sepatu, pengamen, dan sekarang menjadi seorang pemulung botol-botol bekas . Ia tetap merasa bangga Universitas Sumatera Utara 159 kepada orangtuanya walaupun hanya memiliki pekerjaan sebagai tukang becak dan pembantu rumah tangga, dan juga sebagai pemulung seperti dirinya. Kini alasan utama Dama bekerja sebagai pemulung semata-mata hanya untuk membantu perekonomian keluarga. Dama juga ingin tetap melanjutkan pendidikannya, karena ia mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang TNI. Ia harus dapat mencapai cita-cita walaupun harus bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas. Dengan bekerja sebagai seorang pemulung yang dapat menghantar Dama untuk dapat meraih cita-citanya. Kedua orangtuanya sudah memberikan janji kepadanya untuk berusaha agar dapat mewujudkan cita-cita. Namun, untuk keluarga Tahenesi harus saling membantu dan bekerja sama dalam bekerja agar dapat menghasilkan uang yang cukup untuk biaya hidup dan biaya pendidikan untuk anak-anaknya. Keluarga Tahenesi hanya mampu bekerja di jalanan, mereka tidak mempunyai pekerjaan lain yang harus mereka kerjakan. Meskipun pekerjaan keluarganya hanya sebagai pemulung, mereka tetap dapat untuk bertahan hidup sampai saat ini. Oleh karena itu, Tahenesi mengharapkan keluarganya tetap mencintai apapun pekerjaan yang mereka lakoni. Universitas Sumatera Utara 160 BAB V PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Dalam penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian Lima Anak Jalanan Penopang Kehidupan Keluarga: Bekerja Sebagai Pengamen, Pengemis, dan Pemulung Di Kota Medan. Dengan jumlah informan sebanyak 4 orang ibu dari anak jalanan, 4 orang ayah dari anak jalanan, dan 5 orang anak jalanan yang berada di kota Medan. Adapun beberapa kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut: Pertama: Dabo merupakan anak jalanan yang bekerja sebagai seorang pengamen untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Saat ini ia sudah dan berusia 16 tahun dan duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dabo masih mempunyai orang tua, dimana ayahnya bernama Sarman bekerja sebagai tukang becak dan ibunya bernama Saima. Dabo memiliki tiga orang saudara, kakak perempuannya bernama Listi, dan kedua adik laki-lakinya bernama Ahmad dan Pandu. Dabo terjun ke jalan menjadi seorang pengamen dari usia 6 tahun hingga pada saat ini. Menjadi seorang anak jalanan adalah keinginan dari Dabo sendiri, karena ia pada waktu itu ingin membantu pekenomian keluarganya. Kedua orang tua Dabo memiliki pendidikan yang rendah, sehingga mereka tidak mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan berpenghasilan tinggi. Karena kondisi tersebutlah yang membuat dan mengantarkan Dabo harus memilih pekerjaan sebagai seorang pengamen. Meskipun Kedua orangtunya tidak pernah menyuruh Dabo untuk bekerja sebagai seorang pengemis. Sarman sang ayah pernah mengadu nasib ke negeri seberang dengan menjadi seorang Universitas Sumatera Utara 161 Tenaga Kerja Indonesia TKI. Tetapi nasib buruk telah menimpah sang ayah, bertahun-tahun lamanya ayahnya tidak pernah kembali ke rumahnya. Semenjak kejadian itu Dabo berniat membantu sang ibu untuk mendapatkan uang yang akan mereka gunakan dalam membiayai kebutuhan sehari-hari. Meskipun saat ini sang ayah sudah kembali, Dabo tetap memilih bekerja sebagai seorang pengamen. Dabo menghabiskan waktu sekitar enam jam berada di jalanan untuk mengamen, dalam sehari ia mendapatkan penghasilan sekitar RP. 80.000 dan selalu memberikan sebagian penghasilan yang ia dapatkan kepada ibunya Saima. Kemudian uang tersebut Saima gunakan untuk membeli kebutuhan pangan untuk keluarganya, seperti beras, sayur-suyuran, dan segala sesuatu yang mereka butuhkan. Tidak itu saja, uang tersebut juga digunakan untuk membiayai pendidikan untuk Dabo dan adiknya seperti membeli perlengkapan dan peralatan sekolah yang berupa buku, tas, sepertu, dan seragam sekolah. Meskipun menjadi seorang anak jalanan, Dabo tetap bersekolah dengan baik, karena tuntunkan dari kedua orangtuanya yang mengharuskan Dabo untuk tetap memiliki pendidikan yang tinggi. Dabo tidak pernah mendapatkan rangking atau juara di kelasnya, bagi kedua orangtunya yang terpenting ia masih tatap bersedia untuk bersekolah. Agar memiliki pendidikan yang tinggi tidak seperti kedua orangtuanya yang memiliki pendidikan yang rendah. Selama menjadi anak jalanan sudah banyak pengalaman yang Dabo lalui ketika berada di jalanan. Sering ia mendapatkan ancaman dan kekerasan yang berupa tekanan fisik dan mental dari sesama pengamen. Hal itu tidak menjadi penghalang bagi Dabo untuk berhenti menjadi seorang pengamen, kehidupan jalanan juga banyak mengajarkan kepadanya untuk tetap bertahan dan melawan siapapun yang dapat menganggu keselamatanya di jalanan. Dabo tidak pernah Universitas Sumatera Utara 162 menganggu atau bahkan mengacam sesama pengamen yang ia jumpai di jalanan. Dabo berharap jika mereka sesama pengamen yang saling menghargai, karena semua tujuan dari sesama pengamen adalah sama-sama untuk mendapatkan uang yang akan mereka gunakan untuk dapat melanjutkan kehidupan mereka selanjutnya. Kedua: Friska merupakan anak jalanan yang bekerja sebagai seorang pemulung botol- botol bekas untuk membantu perekonomian kedua orangtuanya. Friska saat inu sudah berusia 10 tahun dan duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar. Kedua orangtuanya masih utuh, ayahnya bernama Herman bekerja sebagai pencari barang bekas dan ibunya bernama Sulastri bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas minuman. Friska memiliki empat orang adik, sebagai seorang kakak Friska memutuskan ikut serta bekerja sebagai seorang pemulung untuk membantu kedua orang tuanya. Friska mengikuti pekerjaan dari sang ibu karena keinginan dari dirinya sendiri. Sudah lebih dari tiga tahun Friska terjun ke jalan untuk memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya hingga saat ini. Friska menghabiskan waktu di jalanan sekitar lima jam dalam sehari untuk memulung botol-botol bekas. Setiap hari Friska membawa pulang satu sampai dua karung botol-botol bekas tersebut, dan dalam seminggu kedua orangtuanya akan menjual kepada toke yang sudah menjadi langganan mereka. Friska tidak pernah mengetahui kemana kedua orangtuanya menjualnya, yang perlukan ia lakukan adalah terus mencari dan mengumpulkan lebih banyak botol-botol bekas setiap harinya. Dalam seminggu, orangtunya dapat menghasilkan uang dari penjualan botol- botol bekas tersebut sebesar Rp.250.000. Bekerja sebagai seorang pemulung adalah keinginan dari Friska sendiri, ia hanya ingin membantu kedua orangtuanya untuk memenuhi kebutuhan Universitas Sumatera Utara 163 keluarganya. Kedua orangtuanya selalu memaksa dan menyuruh agar Friska agar berhenti bekerja sebagai pemulung, tetapi tetap saja ia tidak menghiraukan perkataan orangtuanya. Meskipun bekerja sebagai seorang pemulung, Friska tetap melanjutkan pendidikannya. Ia bekerja sebagai pemulung sehabis pulang dari sekolah. Friska merupakan anak yang pintar dan pandai di kelasnya. Sejak duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar hingga saat ini ia selalu mendapat rangking pertama di kelas. Meskipun Friska selalu mendapatkan hinaan dan ejekan dari sesama temanya karena pekerjaan orangtuanya sebagai pemulung dan di tambah lagi ia juga bekerja sebagai pemulung. Tetapi hal ini tidak menjadi permasalah bagi Friska, ia selalu dapat menerima bagaimana pun kondisi kedua orangtuanya. Karena pekerjaan kedua orangtuanya, membuat Friska tidak memiliki teman yang banyak, ia hanya bergaul dengan sesama teman dari lingkungan tempat tinggalnya saja. Selama menjadi seorang pemulung yang bekerja di jalanan, Frsika sudah banyak mengalami beberapa kejadian. Namun, itu semua tidak menjadi penghalang baginya untuk tetap bekerja sebagai pemulung. Meskipun ia terkadang mendapat ancaman ketika sedang memulung, sebisa mungkin Friska selalu berusaha untuk menghindari. Setiap memulung Friska selalu memilih tempat yang ramai, karena jika dirinya dalam bahaya dia dapat meminta tolong kepada orang lain. Friska sangat tidak menyukai jika ada seseorang yang melarangnya untuk tidak memulung di suatu tempat. Karena menurutnya, jalanan adalah tempat umum, sehingga siapa saja bebas melakukan apapun untuk mendapatkan uang. Jika tidak merugikan sesama manusia, maka siapapun bebas untuk bekerja di jalanan. Friska selalu berani untuk melawan siapapun yang melarang dirinya untuk memulung. Universitas Sumatera Utara 164 Friska sering merasa lelah setiap pulang dari mengamen, tetapi hal itu tidak melunturkan niat untuk bekerja sebagai pemulung. Ia sangat mengerti dengan kondisi perekonomian dan keuangan dari kedua orangtuanya. Sehingga menurutya, ia berhak untuk membantu kedua orangtuanya di tambah lagi Friska adalah anak paling tua, ia juga harus memikirkan nasib keempat adik-adik. Kehidupan mereka yang penuh dengan kekurangan membuatnya harus dapat merubahnya agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Friska menyadari dengan ikut sertanya dia dalam bekerja tidak sepenuhnya memperbaiki kondisi keuangan kedua orangtuanya, tetapi setidaknya ia melakukan usaha untuk dapat membantu kedua orang tua. Daripada ia hanya berdiam diri tanpa melakukan hal apapun. Friska tidak ingin mengalami kehidupan yang pahit dan kelam, ia harus tetap ikut serta membantu kedua orangtunya untuk memperbaiki keuangan keluarga mereka. Ikut sertanya Friska dalam bekerja dapat menambah penghasilan kedua orangtunya. Dengan penghasilan yang mereka dapatkan, seutuhnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi keluarga Friska seperti membeli beras dan sayur-sayuran. Begitu juga kebutuhan dan perlengkapan sekolah yang Friska dan adik-adiknya perlukan, hanya mereka peroleh dari hasil menjual botol-botol bekas. Ketiga: Irfan adalah seorang anak jalanan yang bekerja sebagai seorang pengamen karena ajakan dari seorang temanya. Saat ini Irfan duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar dan berusia 10 tahun. Irfan masih memiliki kedua orangtua, tetapi mereka sudah lama bercerai. Saat ini Irfan tinggal bersama ayahnya Udin yang berprofesi sebagai buruh bangunan, dan kedua saudaranya yang bernama Michael dan Yosep. Setelah perceraian kedua orangtuanya, Udin sering bekerja di luar kota sehingga mereka harus di asuh oleh nenek mereka yang bernama Farida. Penghasilan Udin sangat tidak mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan anak-anaknya. Karena hal ini, Universitas Sumatera Utara 165 Irfan tergiur dengan ajakan dari teman untuk bekerja sebagai seorang pengamen. dengan pekerjaan seperti itu Irfan dapat menghasilkan uang. Perceraian kedua orangtuanya dan juga penghasilan dari sang ayahlah yang membuat Irfan terjun ke jalanan dan bekerja sebagai seorang pengamen. Rasa kecewa Irfan terhadap perceraian kedua orang tua selalu membuat dirinya terpukul, untuk dapat menghilangkan kesedihan yang ia rasakan Irfan lebih memilih menghabiskan waktu di jalanan. Hampir setengah dari waktu yang Irfan miliki berada di jalanan, ia lebih memilih menghabiskan waktu di jalanan. Karena jika berada di jalanan membuat dirinya dapat melupakan sejenak masalah yang sedang dialami keluargnya. Setelah perceraian kedua orangtuanya Irfan mencoba untuk mencari kesibukan lain sebagai seorang pengamen, dengan begitu Irfan juga dapat menghasilkan uang untuk dirinya karena selama ini ia dan kedua saudaranya kerap merasa kekurangan dalam bidang materi yang diberikan oleh sang ayah. Setelah menjadi seorang anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen, Irfan dapat menghasilkan uang sebesar Rp.100.000 dalam sehari sehingga Irfan dapat memenuhi segala kebutuhannya. Irfan tidak lagi memberatkan beban ayahnya untuk memenuhi kebutuhan ia dan kedua saudaranya. Irfan selalu memberikan sebagian uang kepada neneknya untuk membeli beras dan lauk untuk makan sehari-hari ia dan kedua saudaranya. Begitu juga untuk keperluan dan perlengkapan sekolah seperti buku, tas, sepatu, seragam sekolah dan alat-alat tulis untuk mereka, Irfan selalu berusaha untuk memberikan kepada kedua saudaranya. Irfan tidak perduli terhadap resiko yang didapatkanya ketika berada di jalanan, apapun yang menganggu keselamatan dirinya selalu berusaha untuk ia hindari. Sekian lamanya berada di jalanan membuat Irfan menjadi anak yang lebih kasar, ia juga sering mengikuti teman-temanya untuk meminum Universitas Sumatera Utara 166 minuman keras bahkan sampai ngelem. Irfan tidak peduli terhadap apa yang ia lakukan di jalanan yang terpenting bagi dirinya, ia dapat menghilangkan kejenuhannya dan permasalahan- permasalahan yang dialami keluarganya. Irfan hanya ingin mencari kesenangan dan menghasilkan uang untuk dirinya sendiri. Keempat: Aditya merupakan anak jalanan yang bekerja sebagai seorang pengemis karena ajakan dari sang ibu. Saat ini Aditya berusia 9 tahun dan duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar. Tinggal bersama kedua orangtuanya, ayahnya bernama Yesi bekerja sebagai tuakng becak dan ibunya bernama Dewi bekerja sebagai tukang cuci. Aditya juga memiliki seorang adik yang bernama Santika berusia 7 tahun dan bekerja juga sebagai seorang pengemis. Aditya bersama adiknya bekerja sebagai seorang pengemis karena ajakan dari sang ibunya. Rendahnya penghasilan yang didapatkan oleh Yesi, membuat Dewi memilih bekerja bersama kedua anaknya menjadi seorang pengemis dan sepengetahuan sang suami atau ayah. Pekerjaaan Yesi sebagai tukang becak sangat tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan keluarganya. Sehingga Dewi berniat membantu suaminya dalam menghadapi permasalahan ekonomi keluarganya dengan cara bekerja sebagai tukang cuci. Pada kenyataannya, apa yang Dewi lakukan tidak mendapatkan hasil apapun tetap saja keluarga ini merasa kekurangan dalam bidang ekonomi. Tidak ingin terus merasakan kehidupan yang serba kekurangan, Dewi memutuskan untuk bekerja bersama dengan kedua anak-anaknya untuk menjadi seorang pengemis. Menurutnya, pekerjaan sebagai pengemis memiliki banyak peluang dan sangat mudah untuk mereka kerjakan. Meskipun Aditya dan adiknya sangat menolak keras ketika Dewi mengajak mereka untuk mengemis, dengan berbagai alasan dan bujukkan dari sang ibu. Pada akhirnya kedua anknya Universitas Sumatera Utara 167 menyetujui dan mengikuti perintah Dewi untuk bekerja sebagai seorang pengemis. Mereka mengemis dalam tiga atau empat hari dalam seminggu, karena Aditya dan adiknya merasa lelah jika harus pergi mengemis setiap hari. Penghasilan yang mereka dapatkan dalam sehari dapat mencapai Rp.70.000. Semua penghasilan yang Aditya dan Santika dapatkan selalu Dewi gunakan untuk membeli kebutuhan pangan mereka, seperti beras dan lauk pauk untuk keluarganya. Kebutuhan untuk pendidikan mereka juga didapatkan dari hasil pengamen, untuk dapat membeli buku, tas, sepatu, dan seragam sekolah Aditya dan adiknya haruslah bekerja sebagai pengemis. Jika harus mengandalkan penghasilan dari sang orang tua maka mereka tidak akan pernah mendapatkannya. Aditya dan Santika bekerja setiap pulang dari sekolah, waktu yang mereka gunakan untuk mengemis hanya sekitar empat jam saja. Mereka harus cepat kembali sebelum Yesi pulang terlebih dahulu ke rumah mereka. Setelah bekerja sebagai seorang pengemis, perekonomian dan keuangan Dewi semakin membaik dan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan ia dan kedua anak-anaknya. Kelima: Dama merupakan anak jalanan yang bekerja sebagai pemulung pencari botol- botol bekas air mineral. Saat ini ia sudah berusia 12 tahun dan sedang duduk di bangku kelas 6 sokolah dasar. Dama tinggal bersama kedua orangtuanya dan kelima saudaranya, ayahnya bernama Tahenesi bekerja sebagai tukang becak dan ibunya bernama Lusi bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Kedua orangtunya memiliki pekerjaan sambilan sebagai pemulung yang sama dengan pekerjaan yang di lakoni oleh Dama. Bukan hanya Dama saja yang bekerja di jalanan, kedua saudara laki-lakinya juga bekerja sebagai tukang becak dan satu orang lagi bekerja sebagai pengamen. Kedua orangtunya selalu melibatkan anak-anaknya untuk bekerja di jalanan sebagai pemulung, tetapi setelah itu mereka bebas melakukan pekerjaan apapun yang mereka sukai. Universitas Sumatera Utara 168 Dama terjun ke jalan dari usia 7 tahun dengan pekerjaan yang berbeda-beda. Ketika ia pertama kali bekerja di jalanan sebagai seorang penyemir sepatu dan setelah itu Dama berahli profesi sebagai pengamen bersama saudaranya Aporinus. Setelah sekian lama menjadi seorang pengamen Dama merasa bosan dan tidak nyaman ketika sedang mengamen di jalanan. Pada akhirnya Dama memutuskan untuk berhenti bekerja di jalanan selama beberapa bulan. Kedua orangtunya meminta Dama untuk bekerja membantu mereka untuk mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas, karena penghasilan dari itu dapat mencapai Rp.500.000 dalam sebulan. Dengan bujukan kedua orangtunya, pada akhirnya Dama menyetui permintaan ayah dan ibunya untuk bekerja sebagai pemulung, karena Dama juga merasa bosan tidak mempunyai kegitaan apapun. Keluarga Dama hidup dari penghasilan dari penjualan botol-botol bekas yang ia dapatkan setiap harinya. Untuk membeli beras, lauk, dan kebutuhan lainnya seperti membeli peralatan dan perlengkapan sekolah bagi Dama, juga harus ia dapatkan dari hasil penjualan botol-bolol bekas tersebut. Jika Dama tidak bekerja, maka apapun yang ia inginkan tidak akan pernah ia dapatkan. Setiap pulang dari sekolah, Tahenesi akan menjemput Dama dan langsung membawanya ke tempat pencarian botol-botol bekas tersebut, lokasi yang mereka tentukan adalah di Universitas Sumatera Utara. Mereka banyak mendapatkan botol-botol bekas disana, dalam sehari Dama mampu mengumpulkan dan membawa pulang empat sampai lima karung besar. Dama bekerja dari hari Senin sampai hari Jumat, dalam sehari Dama menghabiskan lima sampai 7 jam untuk mencari botol-botol bekas tersebut. Untuk hari Sabtu mereka gunakan untuk membersihkan botol-botol bekas itu sebelum di jual kepada agen yang sudah menjadi langgan keluarganya. Hari minggu mereka gunakan untuk wkatu beribadah dan waktu untuk beristirahat dan berkumpul di rumah mereka. Universitas Sumatera Utara 169

5.2 SARAN