Aditya Bekerja Sebagai Pengemis Dikarenakan Ajakan Dan Paksaan Sang Ibu.

113

4.4.4. Aditya Bekerja Sebagai Pengemis Dikarenakan Ajakan Dan Paksaan Sang Ibu.

Yesi berusia 38 tahun bekerja sebagai tukang becak, dan isteriya Dewi berusia 32 tahun bekerja sebagai tukang cuci harian. Kedua pasangan ini mempunyai dua orang anak, dimana anak pertama seorang anak laki-laki yang bernama Aditya berusia 9 tahun dan duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar, dan anak kedua dari pasangan Yesi dan Dewi ini adalah seorang anak perempuan yang bernama Santika berusia 7 tahun baru saja duduk di bangku sekolah dasar. Dewi menikah dengan suaminya Yesi adalah pada usia 16 tahun, pasangan ini bisa dikatakan adalah pasangan yang menikah muda. Gambar 8 : Rumah Yang Di Tempati Keluarga Yesi. Universitas Sumatera Utara 114 Pada tahun 2000 Yesi dan Dewi menikah, dan memutuskan untuk tinggal di Sei Kera Hillir 1. Dengan menyewa rumah seharga Rp 400.000bulan. Setiap tahun harga sewa rumah yang mereka tempati selalu bertambah dan semakin mahal. Padahal rumah yang mereka tempati tersebut hanya rumah kecil yang masih berdindingkan papan. Karena tidak mempunyai pilihan untuk menyewa rumah lain. Maka Yesi dan Dewi memilih dan mempertahankan rumah yang sedang mereka tempati saat ini. Karena rumah yang sekarang mereka tempati sudah menjadi kenangan bagi keluargnya dan membuat mereka sulit untuk pindah dari rumah tersebut. Sebelum Dewi menikah dengan sumainya, Yesi sudah bekerja sebagai tukang becak dan Dewi bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah makan yang ada di kota Medan ini. Perkenalan Dewi dan Yesi di mulai ketika Yesi sering mampir dan membeli makanan di rumah makan tempat Dewi bekerja. Setelah sekian lama saling mengenal munculah niat Yesi untuk meminang dan menikahi Dewi. Tanpa menolak Dewi dengan senang hati menerima Yesi sebagai suaminya. Setelah mereka menikah Yesi tetap menjadi seorang tukang becak, sedangkan Dewi tidak bekerja sama sekali. Penghasilan yang didapatkan oleh Yesi dari menarik becaknya sangat cukup untuk membiayai segala kebutuhan yang mereka perlukan. Karena mereka belum dikarunia seorang anak sehingga tidak terlalu banyak biaya hidup yang mereka butuhkan. Kedua pasangan ini hidup secara sederhana dan setiap hari mereka hidup dari penghasilan yang didapatkan dari hasil manarik becak oleh Yesi. Sebelum menikah dengan Dewi, Yesi sudah mempunyai sebuah becak miliknya sendiri yang ia dapatkan sewaktu masih lajang, bacak tersebut merupakan becak yang di beli oleh Yesi dengan usaha dan uang miliknya sendiri. Dengan becak tersebut Yesi dapat mencari nafkah untuk menghidupi isterinya, meskipun penghasilan yang didapatkan Yesi terkadang tidak terlalu banyak, terkadang ia hanya mendapatkan uang dalam sehari hanya sebesar Rp.100.000-, dan Universitas Sumatera Utara 115 terkadang jika pelanggannya sepi ia hanya membawa pulang uang sebanyak Rp.50.000. Dewi tidak pernah merasa kekurangan sedikit pun, ia selalu menghargai berapa banyak nafkah yang diberikan oleh suaminya kepadanya. Dewi selalu mempergunakan uang yang diberikan oleh suaminya dengan sebaik-baiknya. Pada tahun 2009 Dewi dan Yesi dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Aditya. Setelah mempunyai seorang anak perekonomian keluarga Dewi semakin memburuk. Dimana harga sembako semakin hari semakin mahal dan meningkat. Pada tahun 2007 Dewi juga melahirkan anak kedua mereka yaitu Santika, dan semakin bertambah kebutuhan-kebutuhan untuk anak mereka. Penghasilan Yesi pun semakin hari semakin menurun, pelanggan becaknya tidak sebanyak dulu lagi, terkadang dalam sehari Yesi hanya mendapatkan dua orang pelanggan saja. Untuk mengatasi hal ini Dewi akhirnya memutuskan untuk mencari pekerjaan sampingan agar ia dapat membantu suaminya dalam menangani permasalah ekonomi yang sedang mereka hadapi. Dewi berhasil mendapatkan pekerjaan sampingan yaitu menjadi seorang tukang cuci harian, dengan penghasilan dalam sekali mencuci sebesar Rp.20.000 dengan penghasilan sedikit itu sudah lebih dari cukup untuk Dewi. Tidak hanya sampai itu saja kesulitan yang dialami oleh kedua orang tua ini, hal ini terbukti ketika anak pertama Yesi dan Dewi mulai memasuki dunia pendidikan. Dimana bertambahnya kebutuhan yang harus dipenuhui oleh kedua orang tua ini, perlengkapan sekolah yang harus mereka sediakan untuk anaknya. Dewi dan Yesi benar-benar harus membanting tulang untuk tetap dapat menyekolahkan anak-anak mereka. Karena bagi Yesi dan Dewi pendidikan itu sangat penting untuk anak-anak mereka. Dewi selalu berharap bahwa kedua anaknya harus tetap bersekolah dan melanjutan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Dewi sangat dasar bahwa dirinya tidak memiliki pendidikan yang tinggi dulunya ia hanya seorang tamatan Universitas Sumatera Utara 116 sekolah menengah pertama, membuatnya kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan berpenghasilan yang lebih tinggi. Begitu juga suaminya hanya dapat bekerja sebagai tukang becak karena minimnya pendidikan yang dimiliki oleh suaminya. Dewi tetap mencoba untuk tetap dapat menyekolahkan anak-anaknya, ia harus pandai mengelolah uang yang diberikan suaminya. Hal ini membuat Dewi memiliki banyak utang kepada tetangganya. Setiap belanja di kedai Dewi selalu berhutang dan membayar dengan mencicil, untung saja pemilik kedai di dekat rumah Dewi berbaik hati kepadanya karena telah mengizinkannya untuk berhutang. Pemilik kedai sangat mengerti dengan keadaan yang di alami oleh keluarga Dewi sehingga tetap memberikan barang dagangannya kepada Dewi. Dengan catatan Dewi harus jujur dan mau mencicil utang-utangnya kepada pemilik kedai tersebut. Setiap suami Dewi pulang bekerja dari menarik becak selalu memberikan uang sebesar Rp. 50.000 kepadanya dan setiap malam Dewi selalu membayar utang-utangnya setengah dari uang pemberian dari suaminya, dan setengah lagi Dewi tabung untuk keperluan anak-anaknya juga untuk membayar sewa rumah yang mereka tempati, setiap hari Dewi harus menabung sebagian dari penghasilan suaminya. Sebenarnya uang yang diberikan oleh suami Dewi sangatlah tidak cukup untuk biaya sehari-hari mereka. Namun karena tidak ingin terjadi pertengkaran dalam rumah tangganya Dewi selalu memilih untuk diam, dan mencari jalan keluar yang terbaik untuk menyelesaikan masalah perekonomian keluarganya. Dewi selalu bersyukur bahwa suaminya menafkahi dia dan anak- anaknya secara halal. Menurut Dewi, tidak perlu banyak uang yang diberikan oleh suaminya kepadanya, daripada banyak uang yang diberikan tetapi hasil dari mencuri atau merampok, Dewi selalu bersyukur bahwa suaminya tidak melakukan hal-hal yang licik untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Berlalunya waktu, anak-anak Yesi dan Dewi semakin tumbuh, anak Universitas Sumatera Utara 117 kedua mereka yaitu Santika mulai memasuki dunia pendidikan di sekolah dasar, hal ini membuat biaya yang dibutuhkan semakin hari semakin bertambah, karena sekarang Dewi harus membiayai pendidikan untuk dua orang anaknya. Hal ini membuat Dewi benar-benar merasa tidak sanggup lagi dan tidak tau harus berbuat apa, jika anaknya berhenti sekolah menjadi apa kelak anaknya. Dewi sangat mengharapkan yang terbaik untuk pendidikan anak-anaknya. Dewi pernah mencoba mencari pekerjaan yang lain tetapi tetap saja dia tidak mendapatkannya, karena Dewi berpendidikan rendah, dia juga pernah ingin mencoba membuka usaha untuk menjual makanan ringan tetapi itu juga sangat memerlukan dan membutuhkan modal yang lumanyan tinggi. Tentu saja kalau menyangkut permasalahan modal Dewi tidak akan mampu, sebab dirinya dan keluarganya sangat kekurangan dalam masalah keuangan. Dewi benar-benar merasa putus asa dan tidak tau harus berbuat apa lagi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dewi mendapat ide untuk mengemis saja, tetapi suaminya tidak akan mengizinkannya. Dewi berpikir lagi bahwa jika dia yang harus mengemis pasti orang- orang tidak akan iba melihatnya karena badan Dewi bisa dikatakan gemuk dan sehat, orang- orang akan menilai dirinya malas dan tidak mau untuk bekerja. Pada akhirnya Dewi berpikir untuk mengajak anak-anaknya mengemis, karena jika anak-anak, orang-orang akan merasa iba dan mau memberikan belas kasihan kepada anak-anaknya. Ketika Dewi mengajak anak-anaknya, Aditya dan Santika menolak karena sebagai anak- anak yang mereka pikirkan hanya untuk bermain-main. Jika mereka harus mengemis maka waktu mereka untuk bermain-main akan tiada lagi. Lalu Dewi mengatakan kesulitan yang dialaminya, jika meraka tidak mau membantu ibunya. Maka mereka anak terancam tidak dapat bersekolah lagi, mendengar hal itu kedua anaknya sangat takut jika tidak bersekolah lagi. Kemudian mereka menyetujui permintaan ibunya. Ketika pertama kali turun kejalan Dewi dan Universitas Sumatera Utara 118 anak-anaknya memakai pakaian yang kumuh dan koyak-koyak, untuk Aditya memakai pakaian muslim dan lobe yang sudah tidak layak lagi digunakan. Santika juga memakai pakaian muslim dan jilbab dan Dewi juga memakai pakai yang koyak-koyak. Mereka turun kejalan masih tetap tanpa sepengatuhan suaminya, mereka bertiga telah berkompromi agar tidak memberitahu dan ketahuan oleh Yesi. Beberapa bulan mereka sudah mulai bekerja sebagai pengemis, tetapi penghasilan yang mereka dapatkan tidak terlalu banyak karena Dewi ikut serta bersama kedua anak-anaknya meminta-minta belas kasihan dari orang lain. Kemudian Dewi berpikir kenapa orang-orang tidak begitu banyak memberikan belas kasihan kepada mereka. Karena Dewi ikut juga meminta-minta. Menurutnya, orang-orang beranggapan bahwa dia malas bekerja, karena dia memiliki tubuh yang terlihat sehat dan mampu bekerja tanpa harus menjadi pengemis. Suatu hari, lalu muncul dalam benak Dewi untuk tidak ikut serta pengemis dan meminta- minta bersama anaknya. Hal ini terbukti bahwa penghasilan yang didapatkan Santika dan Aditya semakin hari semakin meningkat saja. Karena tidak ingin ketahuan oleh suaminya, Dewi dan kedua anak-anaknya mengemis jauh dari lokasi tempat tinggal mereka, tempat mereka meminta- minta hanya berada disekitaran jalan Dr.Mansyur dan Jalan Jamin Ginting-Padang bulan. Setiap mereka pergi mengemis Dewi menunggu anak-anaknya di suatu tempat, dan setiap dua jam sekali kedua anaknya harus kembali ketempat Dewi menunggu mereka. Setelah itu mereka akan pindah tempat lain untuk mengemis dan minta-minta. Aditya dan Santika, pernah merasa jenuh, capek, dan juga bosan bekerja sebagai pengemis yang meminta-minta belas kasihan dari orang lain, dan hal ini mereka katakan kepada ibunya, mereka berdua ingin berhenti menjadi peminta-minta. Dewi merasa itu wajar saja Universitas Sumatera Utara 119 dirasakan anak-anaknya karena sebagai seorang anak memang seharusnya tidak pantas untuk bekerja. Tetapi Dewi terus membujuk anak-anaknya agar tetap mau menjadi pengemis. Beberapa bulan kemudian mereka tidak pergi lagi mengemis, karena kedua anaknya tidak mau lagi bekerja. Membuat keuangan Dewi semakin menipis, uang yang mereka dapatkan dari hasil mengemis yang di simpan oleh Dewi sudah semakin habis, dan hal ini membuat Dewi semakin merasa kesulitan dalam menghadapi perekonomian keluarganya seperti yang dulu. Dewi kembali membujuk anak-anaknya untuk kembali bekerja sebagai pengemis. Mereka tetap tidak ingin kembali bekerja karena merasa sangat lelah. Kemudian Dewi mendapatkan solusinya, karena alasan anak-anaknya yang mengatakan bahwa mereka merasa lelah bekerja sebagai pengemis, maka Dewi membuat rencana waktu yang mereka gunakan untuk bekerja tidak setiap hari tetapi dua hari atau tiga hari dalam seminggu. Dengan rencana seperti itu Dewi merasa anak-anaknya tidak akan merasa lelah karena tidak setiap hari mereka turun ke jalan. Dengan bujukan dan rayuan Dewi , Aditya dan Santika mulai luluh dengan permintaan ibunya. Mereka kembali mengemis ketempat yang sebelumya. Sesuai dengan janji Dewi mereka mengemis sekali dalam dua hari atau lebih, jika uang yang mereka dapatkan pada saat mengemis itu sudah habis maka mereka akan kembali mengemis dan seperti itulah yang mereka lakukan sampai pada saat ini. Penilaian Aditya terhadap bekerja di jalanan adalah sebuah pekerjaan yang tidak layak dan tidak pantas dilakukan oleh anak seusianya. Berada di jalanan sebagai seorang pengemis adalah pekerjaan yang paling memalukan baginya. Mereka harus menahan rasa malu ketika bekerja sebagai pengemis dari satu tempat ke tempat lainnya. Mereka berdua hampir tidak pernah mendapatkan bahaya atau ancaman ketika berada di jalanan. Karena Dewi ibunya, selalu bersama dan mengawasi mereka ketika bekerja sebagai pengemis atau peminta-peminta. Aditya Universitas Sumatera Utara 120 dan Santika juga merasa bahwa tidak seharusnya mereka yang harus bekerja untuk mendapatkan uang. Mereka tidak sepenuhnya mengerti, kenapa ibunya mengajak dan menyuruh mereka untuk bekerja sebagai seorang pengemis. Sangat sering Dewi mengajak mereka berdua untuk bekerja sebagai seorang pengemis. Berawal dari sebuah ide dari Dewi untuk mendapatkan uang yang mereka butuhkan untuk biaya hidup mereka. Aditya dan Santikan harus turut serta dalam membantu ibunya untuk mendapatkan uang. Kesulitan yang di alami kedua orangtuanya yang membawa mereka untuk bekerja di jalanan. Masih jelas dalam ingatan Aditya, ketika pertama pada kali ia dan adiknya harus bekerja sebagai seorang pengemis. Pada saat itu masalah keuangan kedua orangtuanya selalu mengalami kesulitan, dan hal itu semkain bertambah parah ketika Aditya mulai memasuki dunia pendidikan. Pendapatan ayahnya hanya cukup untuk biaya makan mereka dalam sehari- hari, sehingga Dewi memutuskan untuk mencari pekerjaan sebagai seorang tukang cuci. Setelah menjadi seorang tukang cuci pun tetap saja keluarga ini masih mengalami permasalahan dalam bidang ekonomi mereka. Karena tidak mempunyai pilihan yang lain, Dewi mengajak ia dan adiknya Santika untuk bekerja sebagai pengemis. Hal ini sebenarnya adalah sebuah pilihan berat bagi kakak beradik ini, mereka harus bekerja setiap pulang dari sekolah dan mengorbankan waktunya untuk tidak bermain-main bersama teman sebaya mereka. Bekerja sebagai pengemis juga mereka lakukan tanpa sepengetahuan ayah mereka. Tentu saja hal ini menjadi sebuah tanda tanya besar untuk Aditya dan Santika. Dewi selalu mengatakan bahwa jika ketahuan oleh ayah mereka akan, maka mereka akan mendapatkan hukuman yang berat. Jika mereka tidak bekerja sebagai pengemis mereka juga akan merasakan hidup serba kekuranga dan kelaparan. Universitas Sumatera Utara 121 Mendengar hal tesebut, membuat Aditya dan Santika dengan terpaksa harus menerima segala keinginan dan perintah dari ibunya. Sebagai seorang anak mereka tidak dapat untuk menolak permintaan ibunya. Dengan berat hati mereka harus tetap bekerja sebagai seorang pengemis atau peminta-minta belas kasihan kepada orang lain. Tidak mudah bagi kakak beradik ini untuk menjalani kehidupan sebagai seorang pengemis. Sudah hampir dua tahun mereka bekerja di jalanan menjadi seorang pengemis tanpa sepengetahuan ayahnya dan juga orang- orang terdekat mereka. Aditya dan Santika juga harus menutupi sebuah kebohongan besar kepada semua orang tentang pekerjaan yang mereka lakukan. Sebisa mungkin mereka harus menutupi kepada orang-orang terdekat mereka agar tidak mengetahui apa yang mereka lakukan setiap harinya. Sudah hampir dua tahun Aditya dan Santika berada di jalanan bekerja sebagai pengemis. Mereka sudah melihat keanekaragaman bentuk dari para pengemis, mulai dari anak-anak sampai pada orang tua pun melakukan pekerjaan yang meminta-minta kepada orang lain. Untuk pengemis yang sudah tua, biasanya akan pengemis di suatu tempat hanya dengan duduk saja dan meletakan mangkok kecil dan meminta sedekah kepada siapapun lewat menghampirnya. Untuk pengemis yang masih muda, mereka yang akan menghampi orang-orang dan meminta belas kasihan kepada siapapun. Ada juga beberapa pengemis yang memanfaatkan kekurangan mereka untuk memint-minta, misalkan orang yang buta dan pincang mereka akan lebih banyak mendapatkan belas kasihan dari orang lain. Aditya dan Santika juga selalu memperhatikan setiap pengemis, mereka selalu menggunakan pakaian yang compang-camping dan yang sudah tidak layak untuk digunakan. Tidak pernah terjadi pertengkaran pada setiap pengemis, mereka selalu bekerja tanpa harus menganggu satu sama lain. Karena pekerjaan ini tergantung bagaimana rasa iba seseorang Universitas Sumatera Utara 122 terhadap mereka. Semakin memprihatinkan keadaan dan kondisi mereka, maka akan semakin banyak yang merasa iba kepada mereka. Hal ini akan semakin membuat penghasilan yang mereka dapatkan pun semakin tinggi. Maka tidak jarang ditemui beberapa pengemis yang berpenampilan layaknya seorang gelandangan yang tidak memiliki siapapun dan apapun di kehidupannya. Penampilan para pengemis akan selalu mempengaruhi pendapatan yang mereka dapatkanya. Karena itu para pengemis selalu berlomba-lomba membuat penampilan mereka menjadi seorang yang pantas untuk dikasihani. Ketika berada di jalanan untuk mengemis Aditya juga harus rela kehilangan waktu untuk bermain-main bersama temannya dilingkungan tempat tinggal mereka. Setiap pulang sekolah ibunya akan menjemput ia dan adiknya dan setelah itu mereka pulang kerumah untuk menganti pakaiannya. Dari rumah mereka memakai pakaian yang biasa-biasa saja, ibunya Dewi sudah membawa pakaian yang akan mereka gunakan untuk mengemis. Biasanya Aditya dan Santika harus memakai baju yang tidak layak lagi untuk digunakan, dengan memakai pakaian yang kumuh dan goyak-goyak ibunya berharap ia dan adiknya akan mendapatkan uang dari orang lain. Karena dengan penampilan mereka, setiap hati manusia akan merasa iba kepada mereka dan akan memberikan mereka uang sebagai tanda kasihan terhadap dirinya dan juga adiknya Santika. Untuk makan siang, ibunya tidak pernah memberikan mereka makan setiap pulang dari sekolah. Aditya dan Santika harus mengemis terlebih dahulu, dan setelah mendapatkan beberapa uang barulah ibunya membeli sebungkus nasi untuk makan siang mereka bertiga. Dengan begitu ia dan adiknya akan diberikan makan oleh ibunya. Setiap hari seperti itulah yang harus Aditya dan Santika rasakan. Aditya merasa sangat berat menjalani hidup sebagai pengemis. Meskipun ia sangat sering meminta kepada ibunya untuk tidak bekerja sebagai pemgemis lagi. Namun semua itu hanyalah sia-sia bagi Aditya. Ibunya seakan terus memaksa ia dan adiknya untuk Universitas Sumatera Utara 123 menjadi pengemis. Bahkan jika Aditya dan Santika melawan untuk tidak mengemis Dewi selalu mengatakan kepada mereka berdua, bahwa mereka tidak akan pernah mendapatkan makanan dan juga tidak akan dapat melanjutkan pendidikan atau akan berhenti dari sekolah. Dengan perkataan Dewi yang seperti itu, seolah ia mengancam kedua anak-anak untuk tetap menjadi seorang pengemis. Setiap anak pasti akan sangat tidak ingin berhenti bersekolah, dengan ancaman seperti itu akan membuat Aditya dan Santika akan tetap mengemis. Dengan terpaksa kedua kakak beradik ini harus tetap mengikuti perkataan dan permintaan dari ibunya. Jika Aditya mengeluh karena meresa lelah kepada Dewi, biasanya ia akan terus memberikan pengertian kepada anak-anaknya mengenai permasalahan ekonomi yang sedang mereka alami. Karena tidak ingin membuat anak-anaknya merasa lelah ketika pergi mengemis, Dewi bersama kedua anak-anaknya tidak akan pergi mengemis setiap hari, karena jika mereka harus mengemis setiap hari akan membuat Aditya dan Santika merasa lelah dan jika itu terjadi kedua anak- anaknya akan sulit diajak untuk mengemis. Aditya dan Santika memang tidak setiap hari berada di jalanan untuk mengemis. Biasanya mereka mengemis setiap sekali dalam dua hari atau lebih. Karena mereka juga sangat takut jika harus ketahuan oleh ayahnya, karena selama ini mereka tidak pernah memberitahukan kepada ayahnya terhadap pekerjaan yang sedang mereka lakukan beberapa tahun belakangan ini. Agar mereka tidak merasa lelah ketika harus bekerja di jalanan, karena mereka hanyalah seorang anak-anak yang memiliki rasa lelah dan rasa bosan . Dewi sangat pandai mengatur waktu anak- anaknya untuk bekerja sebagai seorang pengemis. Tidak hanya itu saja Dewi dan kedua anak- anaknya begitu pandai menyembunyikan rahasia mereka kepada Yesi. Hal ini Dewi lakukan semata agar dapat bertahan hidup, karena jika harus mengharapakan penghasilan dari suaminya akan sangat kurang dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ia dan kedua anak-anaknya. Universitas Sumatera Utara 124 Aditya pernah mencoba untuk memberitahukan kepada ayahnya terhadap pekerjaan yang hampir setiap hari mereka lakukan. Tetapi itu hanya sia-sia saja ibunya selalu berusaha untuk merasuki pikiran kedua anak-anaknya untuk tidak memberitahukan kepada suaminya atau ayah dari kedua anak-anaknya. Karena merasa takut kepada ibunya Aditya tidak pernah berani untuk mengatakan kepada ayahnya, dan juga itu akan mengakibatkan kedua orang tuanya terlibat pertengkaran. Untuk menghindari hal tersebut Aditya harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk memberitahukan kepada ayahnya. Saat ini yang harus ia lakukan adalah terus bekerja sebagai pengemis dan menuruti segala permintaan dari ibunya. Santika dan kakaknya selalu berpencar untuk meminta-minta belas kasihan dari orang lain, jika meraka bersama pendapatkan mereka akan sedikit. Karena hal ini ibunya Dewi selalu menyuruh mereka mengemis secara terpencar tetapi masih dalam lokasi yang sama. Setelah dua jam mereka akan berkumpul kembali bersama ibunya di tempat yang sudah mereka janjikan. Dewi akan meminta langsung uang dari mereka untuk di simpan, dengan alasan agar uang yang mereka dapatkan tidak di rampas oleh orang lain. Mengingat bahwa Santika dan Aditya masih anak-anak, Dewi sangat mengkhawatirkan jika uang yang dihasilkan oleh anak-anaknya di rampas oleh orang lain. Tentu Santika dan Aditya juga tidak menginginkan hal itu terjadi, mereka sudah dengan lelah mengumpulakan uang yang mereka dapatkan dari hasil mengemis. Maka mereka akan segera memberikan uang dari hasil mengemis tersebut kepada ibunya. Kedua kakak beradik ini sama sekali tidak pernah menikmati uang yang mereka hasilkan dari lelahnya mengemis. Santika sebagai seorang anak perempuan terkadang ingin memiliki mainanan, seperti boneka dan lainya. Tetapi ibunya Dewi tidak pernah membelikan kepadanya. Karena dengan alasan suaminya atau ayah dari anak-anaknya akan curiga kepada mereka jika Santika memiliki mainan baru. Karena selama ini Yesi suaminya hanya memberikan uang secara Universitas Sumatera Utara 125 pas-pasan kepadanya. Dewi selalu menyuruh Santika untuk meminta mainan baru kepada ayahnya. Ayahnya selalu berusaha untuk memberikan kepada Santika. Penghasilan dari lelahnya ketika mengemis pun tidak pernah dirasakan oleh Santika, permintaan kecilnya juga tidak pernah diberikan oleh ibunya. Untuk uang jajan sekolah saja, Santika dan Aditya tidak pernah mendapatkan uang yang lebih. Mereka berdua merasa bahwa ibunya selalu memanfaatkan tenaga mereka hanya untuk mendapatkan uang. Aditya dan Santika merasa bahwa tidak seharusnya mereka yang harus bekerja, karena mereka adalah seorang anak yang seharusnya menghabiskan waktu hanya berada di rumah dan juga di sekolah untuk bermain-main bersama teman sebaya mereka. Namun pada kenyataanya, yang mereka lakukan adalah bekerja sebagai pengemis. Semua itu mereka lakukan hanya untuk dapat bertahan hidup karena kondisi perekonomian keluarganya yang jauh dari kata cukup. Karena hal itu Aditya dan Santika harus melibatkan diri untuk membantu orang tuanya dalam menghadapi kesulitan dan permasalahan ekonomi yang sedang mereka hadapi. Sebagai seorang anak yang masih mempunyai banyak kebutuhan, membuat mereka berdua harus bekerja sama agar mereka dapat memenuhui kebutuhan yang harus mereka penuhi walupun dengan cara menjadi seorang pengemis yang meminta-minta belas kasih dari orang lain yang merasa iba kepada mereka berdua. Karena kondisi keluarganya , Aditya dan Santika harus rela kehilangan masa-masa bermain mereka demi untuk bekerja sebagai seorang pengemis. Terpaksa mereka lakukan karena pekerjaan ayahnya sebagai tukang becak yang penghasilan yang sangat rendah dan begitu juga ibunya yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Santika dan Aditya tidak pernah merasa akan adanya bahaya atau ancaman yang mereka dapatkan. Karena mereka selalu dalam pengawasan ibunya, Dewi juga sangat mengkhawatirkan Universitas Sumatera Utara 126 keselamatan oleh kedua anak-anaknya ketika harus berada di jalanan untuk mengemis. Karena di jalanan anak-anak akan rentan menjadi korban kekerasan oleh orang lain. Dewi pasti sangat tidak menginginkan itu terjadi kepada kedua anak-anaknya, maka dari itu ia harus melindungi kedua anak-anaknya yang sudah rela menjadi seorang pengemis karena ketidakberdayaannya dalam memenuhui segala kebutuhan yang diperlukan oleh kedua anaknya tersebut. Karena itu ia dan aank-anaknya harus memilih pekerjaan sebagai pengemis yang meminta-minta belas kasihan dari orang lain yang merasa iba kepada anak-anaknya. Sebagai seorang ibu, Dewi juga tidak ingin anak-anaknya merasa terpaksa atau di paksa oleh dirinya untuk menjadi seorang pengemis. Tetapi Dewi tidak memiliki pilihan lain selain menjadi seorang pengemis, kehidupan yang mereka alami membuat mereka harus turun ke jalan semata untuk mencari uang yang akan mereka pergunakan untuk dapat bertahan hidup dan memenuhui segala kebutuhan yang harus mereka penuhi. Pekerjaan Dewi sebagai seorang tukang cuci harian yang tidak menentu dan terkadang ia tidak mendapat pelanggan sama sekali. Membuatnya tidak dapat menghasilan uang di tambah lagi dengan kondisi pekerjaan suaminya yang hanya sebagai seorang tukang becak yang berpenghasilan rendah. Mereka juga harus membiayai dan menghidupi kedua anak mereka yang pada saat ini sudah memasuki dunia pendidikan. Tentu hal itu akan membuat Dewi dan suami merasa tidak sanggup untuk membiayai kedua anaknya. Suami Dewi hanya dapat memberikan nafkah seadanya kepada keluarganya. Hanya pekerjaan sebagai tukang becak yang dapat diandalkan oleh Yesi, meskipun ia tidak pernah mencoba untuk mencari pekerjaan lain. Karena pekerjaan sebagai tukang becak sudah lama dilakoni oleh ayah dari Aditya dan Santika ini. Sehingga membuatnya tidak dapat terlepas dari pekerjaan sebagai tukang becak, meskipun penghasilan yang ia terima setiap hari sama Universitas Sumatera Utara 127 sekali tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan isteri dan anak-anaknya. Dewi tidak pernah memaksa suaminya untuk memberikan uang yang lebih kepadanya. Ia selalu menerima berapa pun penghasilan yang didapatkan oleh ayah dari kedua anak-anaknya tersebut. Dewi hanya memikirkan bagaimana cara agar ia dapat bertahan dan menyekolahkan kedua anak-anknya dengan kondisi keuangan keluarganya yang begitu rendah. Berbagai cara telah Dewi lakukan untuk dapat membantu suaminya menghadapi permasalahan ekonomi keluarganya. Dewi pun berusaha untuk mencari pekerjaan yaitu sebagai tukang cuci harian, meskipun begitu tetap saja Dewi masih mengalami kesulitan karena penghasilan yang ia dapatkan tidak terlalu tinggi. Pelanggan yang ia dapatkan pun tidak terlalu banyak hanya sesekali Dewi mendapat panggilan mencuci. Meskipun ia telah berusaha untuk membantu suaminya, tetap saja ia tidak menghasilkan apupun. Dewi harus memikirkan agar tetap dapat mempergunakan uang yang diberikan suaminya untuk biaya sehari-hari yang mereka butuhkan. Berbagai cara telah berusaha Dewi lakukan untuk membantu suaminya, tetapi tetap saja ibu dari kedua anak-anak ini tidak mendapatkan hasil apapun. Hingga pada akhirnya Dewi memutuskan untuk bekerja sama dengan anak-anaknya untuk menjadi seorang pengemis tanpa sepetahuan suaminya. Pekerjaan ini semata Dewi lakukan untuk kedua anak-anaknya, karena hanya dengan pekerjaan ini yang dapat membantu perekonomian keluarganya. Ia harus mengorbankan waktu yang dimiliki oleh anak-anaknya untuk bekerja di jalanan sebagai seorang pengemis. Karena tidak mempunyai pilihan ia harus pergi bersama kedua anak-anaknya untuk mengemis di jalanan. Dewi juga sangat dasar tidak seharusnya ia mengorbankan waktu dari kedua anak- anaknya dan juga mengajak anak-anaknya untuk mengemis. Tidak sepantasnya seorang anak- Universitas Sumatera Utara 128 anak seusia Aditya dan Santika harus bekerja di jalanan menjadi seorang pengemis. Mereka berdua masih mempunyai orang tua yang dapat mencari dan bahkan bekerja lebih keras lagi. Tetapi karena kondisi keadaan keluarganya membuat Dewi harus memilih memperkerjakan anak-anaknya sebagai pengemis. Dewi memiliki alasan tersendiri untuk mengajak kedua anak- anaknya mengemis, hal ini tidak terlepas dari masalah-masalah keuangan dan rendahnya perekonomian yang mereka miliki serta ketidakmampuan Dewi menemukan pekerjaan lain. Kedua anak-anaknya selalu mengeluh dan merasa lelah setiap pulang dari mengemis, tetapi Dewi selalu memberikan pengertian agar anak-anaknya tetap bersedia untuk bekerja sebagai pengemis. Dewi juga sering mendengar keluh kesah kedua anak-anaknnya yang merasa bosan dan malu ketika harus meminta-minta belas kasihan dari orang lain. Semua itu seakan tidak Dewi hiraukan, karena jika anak-anaknya tidak bersedia untuk mengemis mereka akan terancam tidak dapat bertahan hidup. Dewi sama sekali tidak memiliki tujuan untuk mengeksploitasi kedua anak-anaknya dan memakasa untuk mengemis. Dewi memilih mengajak kedua anak-anaknya menjadi seorang pengemis, karena pekerjaan ini begitu mudah bagi siapapun yang ingin ingin mendapatkan uang guna untuk melanjutkan dan bertahan hidup. Meskipun pekerjaan mengemis menurut pandangan orang lain adalah pekerjaan yang hina, tetapi Dewi tetap memilih pekerjaan ini. Dewi merasa bahwa bukan hanya dirinya saja yang melakukan pekerjaan sebagai pengemis tetapi kebanyakan masyarakat di Indonesia memilih menjadi seorang pengemis jika tidak mampu untuk mencari pekerjaan yang lain. Penghasilan yang didapatkan dari mengemis cukup tinggi, maka tidak jarang jika beberapa individu rela melakukan pekerjaan seperti ini. Mulai dari orang tua dan anak-anak banyak terlihat bekerja menjadi seorang pengemis. Universitas Sumatera Utara 129 Dewi melihat tingginya peluang untuk bekerja sebagai pengemis dan memilih untuk melakukanya bersama dengan kedua anak-anaknya. Ia sudah mencoba mencari pekerjaan yang lain tetapi ia tak kunjung mendapatkanya. Perempuan seperti Dewi hanya berpendidikan rendah dan akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan lain, seseorang yang memiliki pendidikan tinggi sekalipun masih banyak yang tidak memiliki pekerjaan. Dewi selalu mencari solusi untuk menanggulagi permasalahan ekonomi keluarganya dan sudah berbagai cara ia lakukan tetapi tetap saja ia tak mendapatkan hasil apapun. Sehingga pekerjaan sebagai pengemis yang menjadi satu-satunya pekerjaan yang harus dilakukan oleh Dewi dan kedua anak-anaknya. Kedua anaknya bekerja sebagai pengemis adalah untuk mereka sendiri. Dewi tidak pernah menyalahgunakan uang yang dihasilkan oleh anak-anaknya tersebut. Dia selalu mempergunakan uang tersebut untuk keperluan anak-anaknya, tidak pernah Dewi mengunakan uang yang dihasilkan oleh kedua anak-anak itu untuk hidup berfoya-foya. Meskipun tidak terlalu banyak jumlah uang yang mereka dapatkan, Dewi selalu berusaha untuk menabung dan menyimpan sedikit uang dari hasil jerih payah kedua anak-anaknya . Kelak akan ia gunakan untuk biaya pendidikan untuk kedua anak-anaknya. Karena semenjak mengemis, Dewi dapat menyisihkan uang yang mereka hasilkan untuk ia simpan. Dewi juga tetap merahasiakan kepada suaminya terhadap uang yang ia tabung, karena ia tidak ingin suaminya mengetahui apa yang sedang ia kerjakan bersama anak-anaknya. Sebagai seorang ibu Dewi juga tidak terlalu mengekang kedua anak-anaknya untuk mengemis setiap hari, karena Aditya dan Santika pasti akan merasakan betapa lelahnya bekerja sebagai pengemis yang berjalan seharian menyelusuri satu tempat ke tempat lainnya. Kedua anak-anaknya pasti akan sangat membutuhkan waktu untuk beristirahatdan menghilangkan rasa lelah yang mereka rasakan. Oleh karena itu Dewi mengatur waktu dan jadwal mereka untuk Universitas Sumatera Utara 130 mengemis, dalam seminggu mereka biasanya akan mengemis sampai tiga kali dan empat kali saja. Dengan cara seperti itu Dewi berharap kedua anak-anaknya tidak merasa lelah dan jenuh ketika harus bekerja menjadi seorang pengemis. Untuk mendapakan uang yang lebih banyak Dewi juga menyuruh kedua anak-anaknya untuk berpencar ketika mereka mengemis. Gambar 9 : Dewi, Aditya, dan Santika ketika mengemis. Untuk membuat orang lain merasa iba kepada kedua anaknya, Dewi selalu menyuruh kedua anak-anaknya memakai pakaian yang tidak layak untuk digunakan. Berharap agar orang lain memberikan belas kasihan berupa uang kepada anak-anaknya. Karena pada dasarnya pengemis akan selalu membuat penampilannya seperti seorang gelandangan untuk dapat menarik simpati dari beberapa orang yang melihatnya. Terlihat sebagai seseorang yang lemah dan tak berdaya akan membuat para pengemis semakin mendapatkan uang yang lebih banyak. Dewi dan juga kedua anak-anaknya membuat penampilan mereka seperti seseorang yang patuh Universitas Sumatera Utara 131 mendapatkan belas kasihan dari orang lain. Dengan penampilan seperti itu memang sangat berpengaruh untuk Dewi dan kedua anak-anaknya. Setiap mengemis mereka mendapatkan uang yang lumayan tinggi, dengan penghasilan sekitar Rp.70.000-, dalam sehari. Bagi Dewi itu adalah jumlah yang sangat tinggi, dan sangat berguna untuk ia dan kedua anak-anaknya. Dewi selalu berusaha membuat kedua anak-anaknya agar tidak merasa kecewa terhadap kehidupan dan juga pekerjaan mereka. Sebagai seorang ibu Dewi juga selalu ingin memberikan apapun yang diinginkan oleh kedua anak-anaknya ketika berada di jalanan. Seperti memberikan makanan dan minuman yang belum pernah dinikmati oleh kedua anak-anknya. Tetapi permintaan yang berupa benda, Dewi tidak pernah memberikan kepada kedua anaknya karena itu akan membuat suaminya curiga terhadapnya. Uang yang diberikan oleh suaminya hanya cukup untuk biaya sehari-hari keluarganya. Dewi lebih menyarankan kepada anak-anaknya yang memiliki permintaan berupa benda agar meminta kepada ayah mereka saja. Dewi juga tidak pernah membuat kedua anak-anaknya memiliki uang yang lebih untuk uang jajan ke sekolah. Karena itu akan membuat kedua anak-anaknya menjadi seorang anak yang boros. Meskipun terkadang Aditya dan Santika sudah merasa begitu lelah bekerja sebagai pengemis dan meminta uang yang lebih kepada ibunya. Tetap saja Dewi tidak ingin membiarkan anak-anaknya mengunakan uang yang tidak pada tempatnya, karena mereka masih memiliki kebutuhan yang lain yang harus dipenuhi. Dewi tidak bermaksud untuk menguasai uang yang dihasilkan oleh kedua anak-anaknya hanya saja ia tidak ingin mengunakan uang tersebut dengan sia-sia. Tujuan mereka turun ke jalan hanya untuk memperbaiki keuangan keluarganya, jadi Dewi harus pandai-pandai mengunakan uang yang mereka hasilkan tersebut agar mereka tidak merasa kekurangan seperti sebelumnya. Universitas Sumatera Utara 132 Tidak terlalu tinggi penghasilan yang mereka hasilkan ketika berada di jalanan, tetapi untuk keluarga Dewi itu sudah lebih dari cukup. Karena selama ini Dewi hanya diberikan uang oleh suaminya hanya sedikit saja dan hanya cukup untuk kebutuhan mereka dalam sehari- harinya. Dewi pun tidak ingin memaksakan suaminya memberikan nafkah yang berlebih untuknya. Sebagai seorang ibu Dewi selalu berusha agar keuangan keluarganya dapat terkendali olehnya, tetapi pada kenyataannya ia kerap mengalami kesulitan. Semenjak anaknya memasuki ranah pendidikan, Dewi benar-benar tidak dapat lagi menyelamatkan keuanganya sendiri. Kedua anak-anaknya selalu merasa kekurangan, melihat hal ini Dewi pun tidak ingin terus membiarkan hal ini terjadi terhadap keluarganya. Dewi sudah berusaha untuk mencari pekerjaan lain tetapi ia tidak pernah mendapatkanya. Menjadi pengemis adalah satu-satunya peluang yang dapat dikerjakan oleh Dewi pada saat ini meskipun harus melibatkan kedua anak-anaknya. Dewi melakukan hal ini semata untuk menyelamatkan kehidupan kedua anak-anaknya agar tidak merasa kekurangan dan juga agar dapat melajutkan pendidikan bagi kedua anak-anaknya. Jika Dewi tidak memilih pekerjaan ini kehidupan keluarganya akan selalu dalam kemiskinan dan kesulitan. Hanya dengan pekerjaan ini Dewi dan anak-anaknya dapat terlepas dari kehidupan yang serba kekurangan. Saat ini Dewi dan kedua anaknya tidak pernah merasakan kekurangan lagi. Dewi sangat menyadari bahwa tidak selamanya ia dan kedua anaknya dapat bekerja sebagai pengemis. Anak-anaknya pasti tidak akan bersedia jika terus-menerus menjadi seorang pengemis. Pada saat ini saja Aditya dan Santika sudah sering mengeluh dan ingin berhenti menjadi seorang pengemis. Dewi harus benar-benar memanfaatkan waktu dan penghasilan mereka selama menjadi pengemis, dan ia tidak akan pernah mengetahui apa yang akan terjadi kepada kehidupan mereka selanjutnya. Dewi harus tetap berusaha agar pekerjaan selama menjadi Universitas Sumatera Utara 133 pengemis tidak sia-sia untuk masa yang akan datang. Jika mungkin kehidupan keluarga akan kembali seperti semula , mereka harus dapat menerimanya. Dewi sudah berusaha untuk memperbaiki kehidupan keluarganya walaupun hanya menjadi seorang pengemis bersama kedua anak-anaknya. Di sekolah, pergaulan Aditya dan Santika dengan teman-teman mereka semenjak menjadi seorang pengemis sangatlah berubah. Aditya sudah berada di kelas 4 sekolah dasar pada saat ini, ia sudah memiliki banyak teman-teman di kelasnya. Sebelumnya menjadi seorang pengemis, Aditya selalu menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya. Setiap pulang dari sekolah ia dan teman-temannya selalu bersama, biasanya mereka selalu menghabiskan waktu untuk bermain-main. Namun, setelah menjadi seorang pengemis, setiap pulang dari sekolah ibunya akan selalu menjemput dirinya dan juga adiknya untuk pergi bekerja sebagai pengemis. Mereka mengemis tanpa sepengetahuan oleh orang-orang terdekat mereka, dan untuk menghindari agar tidak ada yang mengetahui pekerjaannya. Terutama oleh teman-temannya terdekatnya maka Aditya memilih untuk menjauhi dan membatasi pertemanan mereka. Aditya merasa malu jika sampai teman-temannya mengetahui pekerjaan yang dikerjakannya. Dewi juga menyuruh kedua anak-anaknya untuk merahasiakan tentang pekerjaan yang mereka lakukan tersebut, agar apa yang mereka kerjakan tidak ketahuan oleh siapapun. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Aditya memutuskan untuk tidak terlalu dekat dengan teman-temannya lagi. Aditya sering diajak oleh teman-temanya untuk bermain-main di sekolah, tetapi Aditya selalu menolak dengan berbagai alasan. Semenjak menjadi seorang anak pengemis, membuatnya harus dapat mempertimbangkan berbagai hal terhadap ajakan dari teman-temannya. Sebenarnya Aditya sedikit merasa malu terhadap teman-temannya karena Universitas Sumatera Utara 134 pekerjaan yang ia lakukan itu. Tetapi terkadang Aditya juga masih mau untuk bergaul dengan teman-temannya untuk sesekali saja. Di sekolah, Aditya bukan murid yang cerdas dan pandai yang selalu mendapatkan pujian atau juara kelas. Aditya hampir tidak pernah mendapatkan prestasi di sekolahnya, dan bukan berarti ia juga murid yang bodoh. Ia juga tidak pernah tinggal kelas semenjak dia duduk di sekolah dasar. Untuk saat ini Aditya sudah dapat membaca dan menghitung dengan lancar. Terkadang Aditya tidak mengerjakan tugas-tugas dari sekolahnya, karena ia termasuk murid yang pemalas. Setiap mempunyai tugas, ia selalu mengerjakan dikelasnya bersama dengan teman-temanya. Sebenarnya teman-teman Aditya masih tetap ingin berteman dengannya, hanya saja ia takut bila suatu saat teman-teman mengetahui apa pekerjaan yang ia lakukan. Waktu yang ia miliki pun untuk sekadar berkumpul dengan teman-temanya sudah tidak seperti dulu lagi, ia harus menggunakan waktunya untuk bekerja sebagai pengemis. Jika pada saat Adtya tidak pergi mengemis, ia akan mendatangi teman-temanya yang berada di sekitaran rumahnya dan mengajak mereka untuk bermain-main. Tetapi hal itu sudah sangat jarang Aditya lakukan, ia juga merasa lelah ketika bekerja di jalanan. Meskipun ia sedang tidak bekerja tetap saja ia lebih menggunakan waktunya untuk beristirahat dan bersantai-santai di rumahnya. Karena ketika tidak pergi bekerja, ia dapat merasakan nyamannya berada di rumah. Ketika bekerja Aditya harus merasakan panas terik matahari yang terasa seperti membakar kulitnya. Maka dari itu Aditya lebih memilih berada dalam rumah saja agar ia tidak merasakan seperti berada di jalanan. Setelah menjadi seorang pengemis banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupannya. Ketika hendak pergi mengamen, Aditya sering melihat teman-temanya bermain-main. Ia ingin sekali kehidupannya seperti dulu, bebas bermain-main dengan ceria bersama dengan teman- teman. Universitas Sumatera Utara 135 Pergaulan Santika di sekolah juga masih biasa-biasa saja, sebab dirinya masih berada di kelas satu. Teman yang dimilikinya hanya ada satu orang saja, itu juga karena jarak antara rumah mereka yang berdekata. Sehingga membuat mereka jadi berteman, setiap harinya mereka selalu bersama-sama saat pergi dan pulang dari sekolah. Ketika ibunya Dewi menjemputnya ke sekolah, temanya Santika masih tetap pulang bersama dengan mereka. Sebagai anak-anak Santika tetap bergaul bersama teman-temannya. Ia masih sering berkumpul bersama teman- temannya, belajar bersama, dan bahkan kekantin sekolah pun bersama-sama. Tidak ada yang berubah dengan pergaulan Santika di sekolah masih tetap sama sebelum atau sesudah ia menjadi anak jalanan. Pada saat ini Santika belum terlalu mengenal huruf sehingga membuatnya masih kesulitan untuk membaca. Untuk menghitung ia sudah mulai pandai, hal ini wajar terjadi pada Santika karena dia baru saja memasuki dunia pendidikan. Sebagai seorang abang untuk Santika, Aditya selalu berusaha untuk mengajari adiknya agar dapat mengenal huruf dan membuatnya dapat membaca. Untuk kata-kata yang mudah diucapakan, Santika sudah mulai bisa tetapi untuk kata-kata yang sulit masih sedikit terbata-bata. Santika Juga harus rela kehilangan waktunya untuk bermain-main dengan teman-temannya di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya. Ketika ia menjadi seorang pengemis, ibunya juga menyuruh Santika untuk tidak menceritakan pekerjaan yang sedang mereka lakukan. Ia selalu menuruti segala perintah dan atauran yang buat oleh ibunya. Aditya dan Santika harus tetap bekerja untuk dapat membuat keluarganya bertahan hidup dan melanjutkan kehidupan mereka. Meskipun mereka tidak dapat mengetahui sampai kapan mereka dapat bertahan bekerja sebagai seorang pengemis. Sebagai seorang anak, kakak beradik ini harus tetap mengikuti segala perintah dan aturan yang dibuat oleh ibu mereka. Jauh di dalam Universitas Sumatera Utara 136 lubuk hati Aditya sangat tidak menginginkan pekerjaan menjadi seorang pengemis ini. Namun, ia tidak dapat melakukan apapun untuk melawan kehendak dari ibunya. Aditya dan Santika harus dengan terpaksa menjalani kehidupan menjadi seorang pengemis, rasa lelah yang mereka rasakan pun harus mereka tahan dan hilangkan. Sebagai seorang ibu, Dewi juga tidak menginginkan kedua anaknya tetap menjadi seorang pengemis. Kondisi keuangan dan perekonomian keluarganya yang membuat ia dan kedua anak-anaknya tidak dapat terlepas dari pekerjaan yang sedang mereka lakoni saat ini. Dewi sangat menyadari tidak selamanya mereka dapat menjalankan pekerjaan sebagai seorang pengemis, untuk saat ini biarkan mereka tetap bekerja sebagai pengemis. Rahasia pekerjaan mereka pun tidak selamanya dapat mereka tutupi kepada Yesi sang suaminya dan juga ayah dari kedua anak-anaknya. Sebelum Yesi mengetahuinya, Dewi berharap bahwa ia dan kedua anak- anaknya sudah berhenti menjadi seorang pengemis. Meskipun mereka tidak mengetahui kapan mereka dapat berhenti.

4.4.5 Dama Bekerja Sebagai Pemulunng “Karena Ajakan Dari Orang Tua”