Medan Polonia Medan Perjuangan

33 4.3 Tempat Tinggal Keluarga Anak Jalanan. 4.3.1 Medan Johor Kecamatan Medan Johor adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan yang berbatasan dengan Medan Tuntungan di sebelah barat, Medan Amplas di timur, Kabupaten Deli Serdang di selatan, dan Medan Polonia di utara. Kecamatan ini merupakan daerah resapan air bagi kota Medan. Luasnya adalah 14,58 km². Tempat tinggal dua keluarga anak jalanan dalam penelitian ini bertempat tinggal di jalan Karya Jaya gang Eka Warni, kecamatan Medan Johor.

4.3.2 Medan Polonia

Kecamatan Medan Polonia adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Polonia, Medan berbatasan dengan Medan Baru, di sebelah barat, Medan Maimun di timur, Medan Johor di selatan, dan Medan Petisah di utara. Luasnya adalah 9,01 km². Dua keluarga anak jalanan dalam penelitian ini bertempat tinggal di Jalan Starban gang Bilal, kecamatan Medan Polonia.

4.3.3 Medan Perjuangan

Kecamatan Medan Perjuangan adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Perjuagan berbatasan dengan Medan Timur di sebelah barat, Medan Tembung dan Kabupaten Deli Serdang di timur , dan Medan Area dan Medan kota di selatan, dan Medan Timur dan Kabupaten Deli Serdang di Utara. Luasnya adalah 7,76 km². Satu keluarga anak jalanan dalam penelitian ini bertempat tinggal di Sei Kera Hilir I. Universitas Sumatera Utara 34 4.4 Interpretasi Data Penelitian 4.4.1. Dabo Masih Memiliki Keluarga Utuh “Bekerja Sebagai Pengamen Untuk Membantu Perekonomian Keluarga”. Sarman berusia 48 tahun dan isterinya Saima berusia 42 tahun, mempunyai 4 orang anak. Anak pertama bernama Listi perempuan, berusia 20 tahun sudah menyeselesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas. Anak kedua, bernama Dabo dan berusia 16 tahun sedang duduk di bangku sekolah menengah pertama. Anak ketiga bernama Ahmad berusia 8 tahun sedang duduk di bangku sekolah dasar. Anak yang terakhir bernama Pandu berusia 3 tahun. Pekerjaan Sarman tidak menentu, terkadang dia bekerja sebagai kuli bangunan, buruh angkat barang, jadi sopir angkot dan truk, dan kadang kala bekerja sebagai tukang becak. Sementara, Saima tidak bekerja dan hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Gambar : Rumah tempat tinggal keluarga Sarman. Universitas Sumatera Utara 35 Keluarga Sarman bertempat tinggal di Kecamatan Medan Johor. Sebelumnya keluarga Sarman tinggal di rumah kontrakan yang tidak jauh dari rumah yang mereka tempati saat ini. Tetapi setelah memiliki tiga orang anak, Sarman memutuskan untuk tinggal di rumah yang lebih besar agar anak-anaknya merasa nyaman, karena rumah yang mereka tempati sebelumnya sangat sempit dan sudah tidak layak lagi untuk ditempati. Harga sewa rumah Sarman sebelumnya Rp.300.000 ribu sebulan. Akhirnya Sarman mendirikan rumahnya sendirinya, meskipun rumah yang ia tempati saat ini tidak terlalu besar dan tidak mewah. Tetapi setidaknya bagi keluarga Sarman, mereka dapat tinggal di rumah mereka sendiri tanpa harus membayar sewa kepada orang lain. Keluarga Sarman tinggal di rumah yang mereka tempati saat ini sudah lebih dari 10 tahun. Perekonomian keluarga Sarman dan Saima bisa diketegorikan sangat rendah. Hal ini terbukti dari penghasilan yang didapatkan Sarman hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka dalam sehari saja. Uang yang Sarman dapatkan dalam sehari akan mereka gunakan untuk memenuhui kebutuhan pangan keluarganya. Sarman dan Saima dalam sehari hanya makan satu kali saja, mereka selalu mendahulukan anakanya agar tidak merasa kekurangan dan kelaparan. Sarman harus mampu untuk hidup berhemat, karena penghasilan yang didapatkanya juga harus ia sisihkan untuk membayar sewa rumah yang mereka tempati saat itu. Keluarga Sarman hidup dengan serba kekekurangan yang terpenting bagi mereka adalah dapat untuk bertahan dan melanjutkan hidup mereka meskipun dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sebagai kepala rumah tangga Sarman harus bekerja keras untuk mencukupi segala kebutuhan keluarganya dengan segala cara dan pekerjaan yang tidak menentu. Universitas Sumatera Utara 36 Setelah pernikahan Sarman dan Saima memasuki usia ke dua tahun, kedua pasangan ini dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Listi. Sarman harus benar-benar bekerja keras untuk dapat memenuhui segala kebutuhan isteri dan anaknya. Pada masa itu masalah keuangan keluarga Sarman tidak terlalu bermasalah, karena Sarman masih membiayai dua orang saja, dan saat itu pun Listi masih balita dan belum bersekolah. Hal ini membuat keluarga Sarman merasa tidak kekurangan sedikit pun, walaupun hidup dengan sederhana dan pas-pasan. Sarman tetap bekerja keras untuk dapat menghidupi dan menafkahi keluarga kecilnya, apapun pekerjaannya yang terpenting baginya dapat menghasilkan uang dengan cara yang halal untuk keluarganya. Setelah Listi berusia 4 tahun, lahirlah adik laki-lakinya yang bernama Dabo. Pada akhirnya pasangan ini dikarunia sepasang anak. Hal ini merupakan kebahagian untuk keluarga kecil Sarman. Namun demikian, hanya beberapa saat saja kebahagian yang dirasakan oleh keluarga kecil ini. Seiring dengan berlalunya waktu, membuat Sarman harus bekerja keras untuk dapat bertahan hidup dan membiayai segala kebutuhan anak-anaknya dan juga isterinya. Pada saat Listi berusia 6 tahun, kedua orang tuanya harus menyekolahkannya. Memang sudah saatnya Listi memasuki ranah pendidikan seperti teman-teman sebaya yang berada dilingkungan tempat tinggal mereka. Sarman dan Saiman pun harus dapat meyekolahkan putri pertama mereka, karena memang sudah saatnya Listi duduk di bangku sekolah dasar. Untuk dapat bersekolah Listi tentu membutuhkan seragam dan peralatan sekolah seperti tas, sepatu, dan alat-alat tulis. Sementara Sarman pada saat itu hanya bekerja sebagai buruh angkat pasar yang tidak memiliki penghasilan yang tinggi atau yang tetap. Tetapi Sarman harus tetap bekerja agar dapat menyediakan segala keperluan sekolah yang dibutuhkan oleh Listi. Universitas Sumatera Utara 37 Dengan pekerjaan sebagai buruh angkat pasar Sarman hanya berpenghasilan paling tinggi dalam sehari mencapai Rp.20.000. Dengan penghasilan yang dapat dikatakan rendah Sarman sangat mengalami kesulitan dalam menafkahi kedua anak dan isterinya. Tidak ada yang dapat Sarman lakukan ia hanya bisa terus bekerja dan berusaha. Karena kesulitan yang dialami oleh suaminya, Saima sangat ingin membantu menangani masalah finansial keluarganya. Akhinya Saima berniat mencari pekerjaan, dan kebetulan salah satu tetangga mereka menawarkan pekerjaan kepada Saima, yaitu sebagai tukang cuci. Saima tidak melihat apapun pekerjaan yang harus ia terima, yang terpenting baginya dapat membantu suaminya dalam menangani permasalahan perekonomian keluarganya. Dengan pekerjaan Saima sebagai tukang cuci ia berpenghasilan Rp.150.000bulan pada saat itu. Dalam seminggu Saima mencuci hanya tiga kali. Dengan pekerjaan ini, Saima dapat membantu suaminya dalam memenuhui segala kebutuhan keluarganya. Sementara itu Sarman tetap mencari pekerjaan lain yang lebih banyak menghasilkan uang, ia sebenarnya tidak ingin isterinya bekerja sebagai tukang cuci, apalagi anak kedua mereka masih bayi. Tetapi Sarman tidak mempunyai pekerjaan yang lain. Ia tetap memberikan izin kepada isterinya untuk bekerja. Dengan penghasilan Sarman dan Saima, mereka dapat memenuhui segala kebutuhan kedua anaknya, dan juga menyekolahkan anaknya. Sarman tetap berusaha untuk mendapatkan dan mencari pekerjaan yang lebih berpenghasilan tinggi, jika tetap mengandalkan penghasilannya hanya dapat memenuhui kebutuhan sehari-hari keluarganya saja, dan untuk biaya masa depan anak-anaknya tidak akan terjamin. Sarman dan Saima tidak memiliki tabungan sedikit pun, penghasilan mereka hanya dapat membiayai kebutuhan mereka dalam sehari-hari. Sebagai kepala rumah tangga Sarman menginginkan yang terbaik untuk kehidupan kedua Universitas Sumatera Utara 38 anaknya. Ia harus tetap bekerja dan berusaha agar mampu memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Mencari pekerjaan yang lebih baik dan berpenghasilan tinggi tentu tidak semudah yang dibayangkan oleh Sarman, dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tanpa kemampuan dan keterampilan yang khusus membuatnya kesulitan dalam mencari pekerjaan. Sarman pernah melamar pekerjaan di suatu pabrik, syarat menjadi pekerja harus memiliki ijazah sekolah menengah akhir. Sementara itu Sarman hanya tamanan sekolah dasar yang tidak memiliki ijazah. Hal ini sangat mempersulitnya dalam mencari pekerjaan. Hanya pekerjaan seperti tukang becak dan buruh bangunan yang tidak memiliki persyaratan, tetapi untuk menjadi tukang becak juga harus membutuhkan biaya yang sangat besar untuk membeli becak, sedangkan untuk buruh bangunan tidak memiliki penghasilan yang tinggi. Sarman tak kunjung mendapatkan pekerjaan, hal ini membuatnya menjadi sedikit putus asa, dan berhenti mencari pekerjaan lain. Dalam benaknya apapun pekerjaan yang sedang ia kerjakan saat ini adalah pekerjaannya yang harus ia terima berapa pun penghasilan yang didapatkanya, dan terpenting ia memiliki pekerjaan walaupun hanya sebagai buruh angkat pasar dan terkadang menjadi buruh bangunan. Daripada sama sekali ia tidak mempunyai pekerjaan, karena di luar sana masih banyak orang yang menginginkan pekerjaan, namun tidak mendapatkan. Berapa pun penghasilan yang ia terima dari pekerjaannya adalah rezeki yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, sehingga ia harus menerimanya. Pada akhirnya Sarman berhenti untuk mencari pekerjaan yang lain. Setelah beberapa bulan, Sarman mendapat tawaran dari seorang temannya untuk bekerja sebagai TKI Tenaga Kerja Indonesia yang akan dipekerjakan ke Malaysia. Dengan gaji yang Universitas Sumatera Utara 39 begitu tinggi membuat Sarman tergiur oleh ajakan temannya tersebut. Namun, jika Sarman memilih pekerjaan sebagai TKI ia harus rela berpisah dan meninggalkan isteri dan anak- anaknya, tentu saja ini merupakan pilihan yang membuat Sarman menjadi dilema. Jika ia tidak menerima pekerjaan tersebut masa depan anak-anaknya tidak akan terjamin, apalagi harus mengandalkan pekerjaannya sebagai buruh angkat pasar. Demi anak-anak dan isterinya akhirnya Sarman harus benar-benar pergi meninggalkan keluarganya. Saima hanya bisa pasrah terhadap keputusan suaminya tersebut, bagaimana pun menurutnya ini adalah hal yang paling terbaik untuk keluarganya. Pada akhirnya Sarman berangkatlah ke Malaysia, hanya satu bulan saja Sarman menghubungi isterinya. Setelah berbulan-bulan lamanya Saima tetap menunggu suaminya agar menghubungi mereka, tetapi tetap saja Saima tidak pernah mendapat kabar mengenai suaminya. Sarman bagaikan hilang di telan bumi. Saima tetap menunggu suaminya pulang kerumah mereka tetapi penantian Saima hanya berujung sia-sia, suaminya tidak pernah kembali lagi. Sedikit pun ia tidak mendapat kabar mengenai suaminya, ia tidak mengetahui apakah suami masih dalam keadaan bernyawa atau tidak. Ia hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar suaminya tetap diberikan kesehatan jika masih hidup, dan jika sudah tiada semoga suaminya mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Tuhan. Akhirnya Saima harus menghidupi kedua anak-anaknya, ia harus membanting tulang agar kedua anak-anaknya dapat bertahan hidup. Ia merasa hidupnya begitu tak adil, mengapa ia harus kehilangan suaminya, dan tanpa mengetahui bagaimana keadaan suaminya. Setiap hari Saima berharap jika suaminya akan kembali dan pulang kerumah mereka. Penantian Saima hanya sia-sia saja sudah lebih setahun lamanya Sarma tak kunjung kembali. Selama setahun Saima bekerja keras untuk memenuhui kebutuhan kedua anak-anaknya. Selain bekerja sebagai Universitas Sumatera Utara 40 tukang cuci Saima juga bekerja di sebuah kedai nasi, sebagai pencuci piring. Jika hanya mengandalkan pekerjaan sebagai tukang cuci tentu saja tidak akan cukup untuk menghidupi kedua anaknya, apalagi putri pertamanya sudah bersekolah. Setiap hari Saima harus menguras seluruh tenaganya untuk bekerja. Pertumbuhan anak-anak Saima dan Sarman terasa begitu cepat, tidak terasa bahwa anak pertama mereka kini sudah tumbuh menjadi seorang anak gadis , Listi sudah duduk di kelas 3 sekolah dasar, dan Dabo sudah berusia 5 tahun, sudah lebih dari dua tahun ayah dari anak- anaknya meninggalkan mereka. Masih jelas dalam ingatan Saima ketika suaminya pergi meninggalkannya anak bungsu mereka masih berusia 3 tahun dan sekarang sudah memasuki usia ke 5 tahun. Waktu begitu cepat berlalu, anak-anaknya selalu bertanya kemana perginya ayah mereka. Saima hanya tersenyum dan berkata kepada kedua anak-anaknya bahwa ayah mereka sedang bekerja mencari uang yang banyak untuk biaya sekolah anak-anaknya kelak. Setiap hari Saima harus bekerja di kedai nasi milik tetangganya, walaupun hanya sebagai tukang cuci piring dan membersihkan kedai tersebut ia tetap bersyukur. Pekerjaan sebagai tukang cuci tetap dikerjakan olehnya. Untuk mencuci ia selalu datang ke rumah majikannya setiap pagi sekitar pukul 07.00 wib tiga kali dalam seminggu. Sedangkan bekerja di kedai nasi tersebut Saima mulai bekerja pada pukul 09.00 wib dan pulang ke rumahnya pada pukul 17.00 wib. Setiap hari Saima membawa Dabo dan Listi ke tempat kerjanya, dan Listi setelah pulang sekolah biasanya akan datang ke tempat ibunya bekerja. Saima tetap bersyukur bahwa ia masih mempunyai pekerjaan yang dapat untuk membiayai anak-anaknya. Ia diperkerjakan oleh tetangganya, karena merasa kasihan terhadap dirinya yang harus membanting tulang seorang diri untuk menghidupi kedua anak-anaknya tanpa seorang suami. Universitas Sumatera Utara 41 Bekerja di kedai nasi adalah pekerjaan yang terbaik baginya. Karena jika ada sisa makanan dari penjualan kedai nasi tersebut, pemilik kedai selalu memberikanya sebagian kepada Saima. Dengan begitu Saima tidak perlu membeli atau memasak makanan untuk kedua anak- anaknya ketika pulang dari bekeja. Makanan yang diberikan kepada Saima dapat membantunya untuk tetap berhemat, meskipun tidak setiap hari Saima mendapatkan makanan dari kedai tesebut. Pemilik kedai nasi itu terkadang dengan sengaja memberikan sisa penjulanan yang tidak habis di jual kepada Saima. Karena merasa kasihan dan iba kepada Saima yang menghidupi kedua orang anak seorang diri. Desi pemilik kedai nasi tersebut hanya ingin membantu Saima, namun ia juga tidak dapat membantu lebih banyak lagi. Hanya dengan memberikan mereka makan saja udah sangat lebih dari cukup menurut Saima. Ketika Listi pulang dari sekolah, Desi selalu memberikan makan kepadanya begitu juga dengan Dabo tanpa pernah memotong gaji untuk Saima. Hal ini membuat Saima benar-benar bersyukur karena masih ada manusia yang peduli akan anak-anaknya. Terkadang Desi sudah menganggap Listi dan Dabo sebagai anaknya sendiri. Kadang kala Desi juga memberikan uang jajan kepada Listi dan Dabo. Sebenarnya Saima tidak ingin terus mendapatkan belas kasihan dari siapa pun, tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi untuk hal ini, sehingga ia harus menerima segala belas kasihan orang lain kepada dirinya dan kepada kedua anak-anaknya. Saima merasa bahwa hidupnya dan kedua anak-anaknya begitu malang. Ia tidak pernah mengetahui bagaimana nasib suaminya, dan terkadang ia juga tidak dapat menjelaskan kepada anak-anaknya tentang keadaan ayah mereka. Bertahun-tahun penantian Saima, namun Sarman tak kunjung kembali ke dalam kehidupan keluarganya. Saima terkadang merasa tidak sanggup untuk bertahan seorang diri dalam merawat dan menghidupi kedua anak-anaknya. Universitas Sumatera Utara 42 Setelah sekian lamanya Saima berkerja di kedai nasi milik tetangganya itu. Ia selalu membawa anak-anaknya ke kedai. Dabo hampir setiap hari bersama ibunya di kedai nasi tersebut, Dabo menghabiskan waktunya bermain-main di sana, jika ibunya sibuk bekerja, Dabo akan bermain-main di sekitaran kedai tersebut. Dabo banyak melihat hal-hal yang belum pernah ia lihat di lingkungan tempat tinggalnya. Kedai nasi tempat ibunya bekerja berada di jalan besar dekat lampu merah Simpang Pos pada saat itu. Hampir setiap hari Dabo melihat aktivitas- aktivitas manusia yang berada di jalanan. Sebagai seorang anak yang berada dalam masa pertumbuhan tentu saja Dabo akan terus mengamati kehidupan jalanan. Di jalanan banyak terlihat manusia yang bekerja mulai dari sopir truk dan angkot, pedagang asongan, penjual kerupuk, penjulan mainan, penjual koran, pengemis bahkan pengamen selalu berada di jalanan. Terkadang Dabo berpikir kenapa begitu banyak manusia yang bekerja di jalanan. Menurutnya, terlalu bahaya sekali jika harus bekerja di jalanan tersebut. Setiap lampu merah para pedagang akan berlarian ke jalan untuk menawarkan dagangannya, begitu juga dengan pengemis akan mengetuk pintu mobil yang berhenti di lampu merah dan berharap mereka akan menerima belas kasihan. Pengamen juga akan berlari ke jalanan, dan berdiri depan pintu angkutan umum, sambil menyanyikan sebuah lagu dengan gitar. Setelah selesai bernyanyi para pengamen akan diberikan imbalan berupa uang recehan. Dabo selalu bertanya mengapa begitu banyak manusia yang bekerja di jalanan, dengan pekerjaan yang bervariasi. Tetapi Dabo lebih tertarik untuk membahas pengemis dan pengamen kepada ibunya, karena ia merasa bingung dengan pekerjaan seperti itu. Sebagai pengemis hanya dengan mengetuk pintu mobil mereka akan diberikan uang, dan pekerjaan seperti itu terlalu mudah dilakukan oleh siapapun. Begitu juga dengan pengamen, hanya dengan menyanyikan sebuah lagu dengan gitar kecil akan mendapatkan uang dari sebagian penumpang angkutan Universitas Sumatera Utara 43 umun. Dabo selalu merasa heran dengan keadaan jalanan, seperti penjual mainan menurutnya mengapa harus berada dijalanan, bukan seharusnya berada di pasar. Fenomena-fenomena yang terlihat oleh kedua mata Dabo membuat selalu berpikir dan bertanya-tanya kenapa mereka lebih memilih bekerja di jalanan, yang seharusnya menurut Dabo bukan pada tempatnya. Hampir setiap hari Dabo bertanya kepada ibunya Saima, tentang kenapa banyak orang yang memilih bekerja di jalanan, Saima selalu mengatakan bahwa mereka tidak punya tempat untuk berjualan sehingga mereka harus bekerja di jalanan. Sementara untuk pengemis Saima mengatakan bahwa para pengemis itu tidak mempunyai pekerjaan lain, dan juga karena mereka malas untuk bekerja, sehingga para pengemis itu harus meminta-minta kepada orang lain. Saima selalu menjelaskan bahwa pekerjaan itu sangat tidak boleh dikerjakan. Sebagai seorang manusia seharusnya berusaha untuk bekerja bukan untuk meminta-minta. Mengamen adalah pekerjaan yang patut untuk di hargai, karena mereka melakukan suatu usaha untuk mendapatkan uang walaupun hanya dengan bernyanyi dan itu dapat menghibur siapapun. Setelah mendengar penjelasaan dari ibunya, Dabo selalu memperhatikan para pengamen dan di jalanan lebih banyak di jumpainya seorang pengamen, dengan berbagai bentuk penampilan. Ada yang seperti seorang penjahat, dengan penuh tato di tangan, rambut diwarnai, memakai anting-anting, dan bahkan ada juga yang memakai pakain yang tidak biasa, dan compang-camping. Terkadang hal ini membuat Dabo merasa takut sendiri dengan pengamen yang berpenampilan layaknya seorang pencuri. Hal ini membuat Dabo merasa sangat bingung kenapa penampilan para pengemen tersebut harus bebeda-beda. Menurutnya, apakah para pengamen itu memiliki keluarga, seperti orang tua ayah dan ibu. Karena pengamen itu juga terdiri dari anak-anak seusianya dan juga remaja. Universitas Sumatera Utara 44 Dabo terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah orang tua dari dari para pengamen itu masih ada atau sudah tiada. Lalu ia bertanya kepada ibunya dan mendapat jawaban. Bahwa tidak semua orang tua dari pengemen itu masih ada, sebagaian mungkin masih memiliki keluarga atau orang tua, dan sebagian lagi bisa jadi sudah tidak memiliki keluarga, sehingga untuk bertahan hidup para pengamen harus bekerja untuk membiayai dirinya sendiri. Untuk pengamen yang masih memiliki keluarga bekerja di jalanan karena ingin membantu perekonomian keluarganya. Setiap pengamen pasti memiliki suatu alasan kenapa ia harus bekerja sebagai pengamen. Dabo akhirnya mengerti mengapa banyak para anak-anak bahkan remaja sekalipun bekerja sebagai pengamen. Dabo pernah bertanya kepada Saima kenapa ia harus bekerja sebagai tukang cuci dan juga bekerja di kedai nasi. Saima lalu menjawab untuk dapat bertahan hidup seseorang harus berusaha untuk mendapatkan uang guna untuk melanjutkan kehidupan. Untuk dapat bertahan hidup seseorang haruslah bekerja dan mendapatkan imbalan berupa uang yang akan digunakan untuk membeli segala kebutuhan yang diperlukan oleh setiap manusia. Sebagai orang tua, haruslah memenuhuhi segala hak dan kewajiban untuk anak-anaknya. Jika seorang anak sudah memamasuki dunia pendidikan, maka orang tua haruslah menfasilitasi anak-anaknya. Perlengkapan dan peralatan sekolah untuk anak haruslah disediakan oleh orang dan itu semua tidak didapatkan secara gratis. Para orang tua harus mendapatkan dengan cara membeli dan itu akan membutuhkan uang. Begitu juga untuk mendapatkan tempat berlindung, orang tua juga harus membayar uang sewa. Hal ini membuat Dabo dapat memahami kenapa semua orang harus bekerja, yang ia ketahui adalah bahwa untuk bertahan hidup setiap manusia harus memiliki uang dan hanya dangan uang seseorang dapat untuk bertahan hidup. Universitas Sumatera Utara 45 Kehidupan keluarga Dabo setelah ditinggalkan oleh ayahnya sangatlah berubah. Ibunya harus bekerja setiap hari agar dapat membiayai segala keperluan dirinya dan kakaknya Listi. Apalagi Listi sudah bersekolah membuat ibunya harus lebih giat bekerja agar dapat membeli segala kebutuhan dan keperluan untuk sekolah Listi. Dabo melihat ibunya setiap hari tanpa mengenal lelah dalam melakukan segala pekerjaannya seorang diri. Hal ini membuat Dabo bertanya tentang keberadaan ayahnya, karena menurutnya, seorang ayahlah yang harus bekerja banting tulang untuk menafkahi keluarganya. Alasan ayahnya pergi hanya untuk bekerja, lalu kenapa tidak pernah kembali dan memberikan uang kepada ibunya, yang ada malah ibunya yang harus bekerja dari pagi hingga sore hari. Saima mengatakan bahwa ayah dari kedua anaknya memang pergi untuk bekerja. Namun, sesuatu telah terjadi kepada ayah mereka, tiada yang tahu bagaimana kondisi Sarman apakah masih dalam keadaan bernyawa atau sudah tiada. Karena hal ini membuat Saima harus bekerja sebelum ayah Listi dan Dabo kembali ke rumahnya. Dabo sebagai anak-anak akan sulit memahami keadaan keluarganya, yang ia ketahui ibunya bekerja semata hanya untuk membantu ayahnya dalam membiayai kebutuhan dirinya dan kakaknya. Pada suatu hari Dabo berpikir untuk membantu ibunya dalam menangani permasalahan perekonomian keluarganya, jika ibunya dapat membantu ayahnya kenapa tidak dengan dirinya, ia berpikir akan dapat membantu ibunya dalam menghasilkan uang. Dabo sudah lama mengamati kehidupan dari para pengamen, dalam sehari ia melihat banyak para pengamen mendapat uang setelah seharian berada di jalanan. Hingga muncul dalam benaknya untuk menjadi seorang pengamen. Tidak diperlukan memiliki suara yang merdu karena ia sudah sering mendengar para pengamen itu bernyanyi dan tidak semua pengamen itu memiliki suara yang merdu. Namun yang Universitas Sumatera Utara 46 terpenting mereka berusaha dan mau bekerja untuk mendapatkan uang walaupun dengan seadanya saja. Sebenarnya Dabo sudah mengetahui bagaimana keadaan kehidupan jalanan tersebut, ia juga sering kali melihat pengamen yang lebih tua menyiksa pengamen yang masih anak- anaknya. Bahkan sampai mengambil dan merampas uang dari pengamen yang lemah. Jika tidak dapat melawan yang lebih kuat maka akan mendapat perlakuan kasar. Dabo juga melihat jika tidak mampu melawan pengamen yang lebih kuat, para pengamen yang lemah akan selalu pergi menghindar dan tidak melawan. Awal mula Dabo menjadi seorang pengamen ketika ia sering melihat dan memperhatikan para anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen. Di tambah lagi dengan kondisi keuangan keluarganya, dimana saat itu ibunya harus bekerja seorang diri setelah ditinggalkan oleh ayah yang sudah lama menghilang. Dabo tidak pernah mendapatkan apa yang ia dan kakaknya inginkan, karena kondisi ekonomi keluarga mereka yang sangat rendah. Karena melihat para pengemen banyak mendapatkan uang dari hasil mengamen, timbul dalam benak Dabo bekerja seperti itu, agar ia juga mendapatkan uang. Dabo juga melihat pekerjaan sebagai pengamen tidak terlalu sulit, anak-anak seusianya juga banyak bekerja sebagai pengamen. Jika Dabo harus bekerja menjadi pengamen ia tidak akan mendapatkan izin dari ibunya, karena ia sering dilarang oleh Saima agar tidak bermain di jalanan. Tetapi Dabo ingin membantu ibunya, hingga pada suatu hari Dabo tanpa sepengetahuan ibunya, ia bekerja sebagai mengamen. Ia mengamen tanpa alat bantu satu pun seperti gitar, ia hanya bernyanyi dengan mangandalkan suaranya saja. Ketika pertama ia mencoba tidak terlalu banyak uang yang ia dapatkan, hanya sekitar Rp. 5000 saat itu. Dabo tidak berani lama mengamen di jalanan. Karena ia takut jika akan Universitas Sumatera Utara 47 ketahuan oleh ibu dan kakaknya. Setiap hari Dabo merasa bosan bermain-main di kedai nasi tempat ibunya bekerja. Ia sering sendirian bermain-main disekitaran kedai nasi tersebut. Ibunya Saima terlalu sibuk bekerja didapur untuk mencuci piring, begitu juga Listi setiap pulang dari sekolah terkadang ia membantu ibunya di dapur. Sehingga membuat Dabo tidak mempunyai teman untuk bermain-main. Sudah seminggu lebih Dabo mengamen, ia ingin mengumpulkan uang untuk membeli gitar kecil, agar ia mengamen menggunakan gitar karena akan lebih banyak uang yang didapatkan. Dabo tetap berusaha menyembunyikan rahasianya sebagai pengamen kepada ibu dan kakaknya, ia merasa bahwa mereka tidak akan mengetahui karena mereka terlalu sibuk bekerja di dapur. Dabo pada saat itu hanya mengamen sekitar dua jam saja dalam sehari karena merasa takut jika ketahuan oleh ibu dan kakaknya, uang yang ia dapatkan hanya sedikit saja. Dabo tetap semangat dan berusaha untuk tetap bekerja sebagai pengamen. Panas terik yang ia rasakan tidak pernah menghalangi niatnya untuk membantu orang tuanya. Meskipun ia harus berbohong kepada ibunya untuk sementara waktu. Ia harus dapat membeli gitar dengan uangnya sendiri, jika harus meminta kepada ibunya pasti ia tidak akan mendapatakannya. Sebelum mendapatkan gitar ia tidak akan memberitahukan kepada ibunya kalau dirinya bekerja sebagai pengamen. Jika ia tidak memiliki gitar ibunya tidak akan mengizinkan ia bekerja sebagai pengamen dan ibunya tidak akan membelikan ia gitar. Suatu hari Saima merasa ada yang aneh dengan anaknya Dabo.Ia selalu berkeringat setiap pulang dari bermain-main, meskipun Saima tidak pernah mengetahui kemana anaknya itu pergi setiap harinya. Biasanya jika Dabo pulang dari tempat bermainnya ia tidak pernah berkeringat dan kelihatan begitu lelah. Dabo selalu menutupi kepada ibunya tentang keadannya, Universitas Sumatera Utara 48 dia selau mengatakan bahwa ia hanya bermain-main bersama teman-teman yang berada disekitar kedai nasi tempat Saima bekerja. Karena Dabo tidak pernah mengalami hal-hal yang buruk Saima hanya berpikir bahwa anaknya hanya bermain-main saja, mungkin karena keasyikan bermain-main bersama temannya.Tidak pernah terlintas dalam benak Saima jika anaknya bekerja sebagai pengamen. Dabo tidak selamanya dapat menutupi pekerjaannya sebagai pengamen kepada ibu dan juga kakaknya. Ia sudah berusaha untuk menenutupi apa yang dilakukanya setiap hari di jalanan. Hanya berselang beberapa minggu, pada akhirnya Dabo ketahuan oleh kakaknya ketika ia sedang mengamen di jalanan. Saat itu Dabo benar-benar harus menghadapi kenyataan bahwa rahasia yang disembunyikan kepada ibu dan kakaknya harus terbongkar.Iatidak dapat lagi menutupi kebohongannya, Listi sudah melihat langsung apa yang sedang ia kerjakan saat itu. Ketika Dabo mengamen, langsung saja Listi menyuruh adiknya untuk kembali ke kedai tempat ibu mereka bekerja. Meskipun dalam hatinya, merasa aneh terhadap apa yang dilakukannya oleh Dabo. Listi saat itu melihat adiknya sedang bernyanyi-nyanyi di depan pintu angkutan umum, dan setelah itu adiknya mendapatkan beberapa uang dari para penumpang. Seperti dugaan Dabo, Listi memang mengatakan kepada ibunya bahwa ia melihat adiknya bekerja sebagai pengamen. Mendengar hal itu Saima langsung marah besar kepada Dabo, dan bertanya kepadanya mengapa harus melakukan hal seperti itu dan kenapa harus bekerja sebagai pengamen.Dabo hanya bisa diam dan tidak berani menjawab pertanyaan ibunya yang sedang marah kepadanya. Desi pemilik kedai nasi itu mendengar Saima memarahi Dabo langsung menenangkan Saima, dan bertanya kepada Dabo kenapa ia harus bekerja sebagai pengamen. Dabo langsung menjawab ia sedang mengumpulkan uang untuk membeli gitar kecil, dan setelah mendapatkan gitar itu Dabo ingin bekerja sebagai pengamen untuk membantu Universitas Sumatera Utara 49 perekonomian ibunya dan kakaknya. Mendengar penjelasan dari Dabo, membuat Saima meneteskan air matanya. Ia sungguh tidak dapat menduga bahwa anaknya ingin membantunya dalam mencari uang. Pada akhirnya, Dabo ketahuan juga bekerja sebagai seorang pengamen oleh ibu dan kakaknya. Hal ini di luar dugaan Dabo, ia benar-benar tidak dapat melakukan apapun setelah itu. Ia memang di marahi oleh ibunya karena ia bekerja sebagai seorang pengamen. Dabo sudah berpikir bahwa ia tidak akan dapat kembali bekerja sebagai pengamen. Kemarahan ibunya membuat ia sangat ketakutan terhadap kesalahan yang ia perbuat, meskipun menurut Dabo bekerja sebagai pengamen bukan merupakan kesalahan. Ibunya merasa bahwa apa yang Dabo lakukan itu terlalu berbahaya bagi anak seusianya. Dengan ketahuannya Dabo menjadi seorang pengamen membuatnya mendapatkan kesempatan dan izin dari ibunya untuk tetap bekerja di jalanan. Karena tidak ada yang salah dengan pekerjaannya sebagai pengamen. Alasan Dabo untuk bekerja di jalanan hanya untuk membantu ibunya dalam menghadapi perekonomian keluarga. Dengan alasan tersebut, Saima harus memberikan izin kepada Dabo untuk tetap menjadi pengamen. Setiap orang tua pasti tidak akan menginginkan anaknya yang masih kecil untuk bekerja apalagi untuk membantu orang tuanya. Saima tidak dapat melarang anaknya jika ingin bekerja sebab dirinya juga tidak mampu memberikan yang lebih kepada anak-anaknya. Selama suaminya pergi meninggalkan mereka,ia terkadang tidak mampu mewujudkan segala keinginan dari anak- anaknya. Akhirnya ia mengizinkan Dabo bekerja sebagai pengamen, ia tidak perlu merasa cemas karena Dabo bisa ia awasi dari kejauhan. Uang yang dihasilkan Dabo ketika mengamen tanpa sepengetahuan ibunya ia gunakan untuk membeli gitar yang akan ia gunakan untuk mengamen. Universitas Sumatera Utara 50 Dabo pun merasa lebih semangat dan tidak perlu merasa takut kepada ibunya. Dengan izin yang diberikan oleh Saima kepada Dabo untuk bekerja sebagai pengamen, membuat Dabo merasa lebih berani untuk bekerja sebagai pengamen di jalanan. Menurut Dabo, bekerja di jalanan memang sedikit berbahaya. Menjadi seorang anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen, tentu harus memiliki keberanian ketika berada di jalanan. Kehidupan jalanan selalu memberikan dampak yang buruk bagi setiap anak. Selama menjadi anak jalanan tidak jarang Dabo mendapatkan perlakukan kasar dari sesama anak jalanan terhadapnya. Anak jalanan yang kuat dan berkuasa akan selalu menindas para anak jalanan yang lemah. Ketika pertama kali Dabo menjadi seorang pengamen, ia sering di ganggu oleh sesama anak jalanan lainnya. Bahkan ia sampai dilarang untuk mengamen oleh sesama pengamen di jalanan. Tidak hanya itu saja, penghasilan yang didapatkan dari mengamen pernah di rampas oleh pengamen yang lebih tua darinya. Sebagai anak-anak, Dabo tidak dapat melawan para anak jalanan yang lebih tua darinya. Ia hanya dapat menerima apapun perlakuan yang tidak sewajarnya ketika bekerja di jalanan. Untuk menghindari para anak jalanan yang sering menindasnya, biasanya ia akan segera lari ke tempat yang lebih ramai. Dengan begitu, Dabo dapat lepas dari para anak jalanan yang sering menganggunya tersebut. Terkadang Dabo merasa jenuh dan bosan ketika ia mendapat perlakuan kasar oleh sesama para anak jalanan yang bekerja di jalanan. Menurutnya, mengapa mereka harus saling menganggu, padahal apa yang mereka kerjakan di jalanan hanya satu tujuan yaitu untuk mendapatkan uang. Dabo tidak pernah menganggu bahkan menindas pengamen lainnya. Tetapi ia selalu mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan ketika bekerja di jalanan. Universitas Sumatera Utara 51 Karena seringnya Dabo mendapatkan perlakuan yang tidak baik mengajarkannya menjadi seorang anak yang berani dan mampu untuk melawan siapapun yang sering menganggu keamanan dan kenyamananya ketika bekerja di jalanan. Sehingga membuat Dabo tidak pernah merasa takut kepada siapapun. Tujuannya turun ke jalan hanya untuk bekerja dan mendapatkan uang. Menurut Dabo bekerja di jalanan tidak berbahaya, semua itu tergantung bagaimana setiap anak menghadapi ketika mereka bekerja di jalanan dan bagaimana pribadi diri sendiri ketika bekerja di jalanan. Dabo bekerja di jalanan semata hanya untuk membantu ibunya dalam menghadapi permasalahan keluarganya. Banyak anak-anak di jalanan menjadi tidak terkendali dan terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif. Dabo tidak ingin membuat dirinya melakukan hal- hal yang buruk ketika bekerja di jalanan, yang harus dilakukan oleh Dabo adalah bekerja dengan baik dan benar. Dabo mulai terjun ke jalan pada usia 6 tahun, setiap hari ia bekerja mulai dari pukul 12.00 wib hingga 16.00 wib, pendapatan yang ia dapatkan pada saat itu hanya sekitaran Rp.20.000 dalam sehari. Ia menghabiskan sebagian waktu untuk bekerja sebagai pengamen, uang yang ia dapatkan dari mengamen seutuhnya ia berikan kepada ibunya. Berbagai peristiwa di jalanan sudah pernah dialami oleh Dabo, mulai dari perlakuan kasar dari sesama pangamen sudah pernah ia terima, terkadang uang dari hasil ia mengamen juga di minta oleh pengamen yang lebih tua, Dabo biasaya akan langsung lari ke kedai tempat ibunya bekerja. Perlakuan yang tidak wajar oleh sesama pengamen hampir setiap hari ia terima. Namun, Dabo merasa bahwa itu tidak akan menjadi penghalang untuknya agar berhenti bekerja sebagai pengamen. Setiap anak yang bekerja di jalanan pasti akan selalu mendapatkan perlakukan kasar oleh sesama pengamen. Hal ini juga sangat dirasakan oleh Dabo, tidak jarang ia mendapatkan beberapa ancaman, tekanan fisik dan mental. Sebagai seorang anak yang masih berusia 6 tahun Universitas Sumatera Utara 52 membuat Dabo merasa ketakutan, tetapi ia harus melawan rasa takutnya untuk tetap dapat bekerja sebagai pengamen. Karena tidak tahan dengan perlakuan sesama pengamen yang selalu menganggu Dabo ketika mengamen. Ia memberitahukan kepada suami dari pemilik kedai nasi tempat ibunya bekerja, bahwa ia ia sering di ganggu oleh beberapa pengamen yang berada di jalanan tersebut. Anto suami dari Desi, langsung saja memperingati kepada pengamen yang sering menggangu Dabo ketika bekerja di jalanan. Sebagian besar pengamen itu sudah Anto kenal, karena setiap harinya para pengamen tersebut membeli makan ke kedai nasi miliknya. Setelah kejadian itu sudah tidak banyak lagi pengamen yang berani menganggu Dabo ketika mengamen di jalanan. Meskipun masih tetap ada beberapa pengamen yang masih sering menganggu Dabo. Namun, tidak sebanyak ketika ia tidak memberitahukan kepada Anto tentang pengamen yang sering mengancamnya. Berbulan-bulan lamanya Dabo sudah menjadi pengamen, suka duka ketika ia bekerja dijalanan sudah pernah ia rasakan. Dabo tumbuh menjadi anak yang lebih mandiri dan berani. Karena kerasnya hidup dijalanan membuat Dabo menjadi anak yang kuat, Dabo tidak pernah lagi merasa ketakutan kepada sesama pegamen. Terkadang ia lebih menghargai pengamen yang lebih tua darinya, karena ibunya Saima selalu mengajarkan kepadanya untuk selalu menghormati sesorang yang lebih tua darinya. Dengan bekerjanya Dabo sebagai pengamen Saima merasa bebannya untuk menghidupi kedua anak-anaknya terasa lebih ringan karena Dabo sudah membantu perekonomian keluarga mereka. Saima merasa bahwa mereka bertiga dapat bertahan hidup tanpa suaminya. Saima tidak terlalu merasa sedih lagi dengan keadaan suaminya yang sampai pada saat itu tidak ia ketahui bagaimana kondisinya, ia akhirmya merasa bahwa suaminya sudah tiada lagi. Saima merasa bahwa penantian dirinya terhadap suaminya kini telah sia-sia. Ia Universitas Sumatera Utara 53 tidak ingin kembali terpuruk dalam kesedihanya, yang harus ia pikirkan dan lakukan adalah untuk tetap bertahan hidup bersama kedua anaknya. Pada tahun 2006, kejadian yang tidak terduga datang kepada Saima dan kedua anaknya, kejadian ini benar-benar sangat tidak terduga, sekitar dua tahun Sarman pergi meninggalkan isteri dan anak-anaknya tanpa pernah memberikan kabar sedikit pun kepada keluarganya. Sarman pada akhirnya kembali kerumahnya, hal ini seperti mimpi bagi Saima, ia sangat tidak percaya keajaiban benar-benar terjadi kepada dirinya. Bertahun-tahun Saima menanti suaminya kembali, hampir setiap saat Saima selalu berdoa kepada Yang Maha Kuasa. Kini suaminya Sarman telah kembali bersama dengan keluarganya. Hal yang tidak terduga terjadi kepada Sarman dan membuatnya tidak dapat kembali kerumahnya. Menjadi TKI merupakan hal yang paling buruk dan pahit di kehidupannya, ketika berangkat untuk bekerja, Sarman menaruh harapan agar kehidupan keluarganya akan semakin membaik tetapi pada kenyataannya yang terjadi hanya sebaliknya. Selama menjadi TKI, Sarman mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya oleh majikannya.Ia kerap kali tidak mendapat izin untuk pergi kemana pun, yang ia kerjakan hanya bekerja di rumah majikannya. Untuk menghubungi keluarganya saja ia tidak mendapatkan kesempatan dari majikannya. Sarman sering ingin lari dari rumah majikan, tetapi ia selalu diancam oleh majikan, dan tidak pernah bisa lari dari sana karena Sarman tidak pernah mendapatkan gaji. Ia bekerja sebagai TKI selalu diperlakukan sebagai budak yang harus tunduk dan bekerja keras tanpa mendapatkan imbalan yang seharusnya. Pengalaman pahit yang Sarman lalui merupakan pelajaran yang berharga dalam hidupnya. Ia tidak ingin lagi menginggalkan keluarganya cukup untuk sekali saja ia melakukan hal itu, nasib Sarman menjadi TKI begitu malang, tidak sama dengan nasib temannya yang dipekerjakan oleh majikannya dengan Universitas Sumatera Utara 54 manusiawi. Dari kejadian ini Sarman menyadari bahwa setiap manusia mempunyai jalan hidup dan takdirnya masing-masing semua sudah diatur oleh Sang Pencipta. Ketika pertama kali Sarman menjadi TKI, ia selalu berharap akan mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini. Begitu besar harapanya untuk dapat memperbaiki masalah perekonomian keluarganya. Tetapi setelah menjalani hidup di negeri seberang, hidupnya menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Kenyataan pahit pun harus Sarman terima, bekerja sebagai TKI tidak seindah yang ia bayangkan. Nasibnya jauh sangat berbeda dengan temannya yang memiliki pekerjaan yang sama sepertinya. Sebulan lamanya Sarman bekerja dia masih mendapatkan perlakuan yang baik dari majikannya. Sebagai pembantu rumah tangga Sarman sudah melakukan tugasnya dengan baik, tetapi majikannya merasa apa yang ia kerjakan malah sebaliknya. Sarman sering dimarahi oleh majikan karena apa yang ia kerjakan tidak sesuai dengan keinginana majikanya, ia sudah berusaha melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Tetap saja menurut majikannya selalu salah dan tidak sesuai. Setelah lebih dari tiga bulan Sarman pun sering mendapatkan perlakuan kasar oleh majikan, ia sering mendapatkan ancaman dan kekerasan fisik. Sarman benar-benar tidak dapat melawan majikannya, yang ia lakukan tetap bekerja dengan baik meskipun dengan terpaksa dan tertekan. Sarman tidak pernah mendapatkan gaji, ia bekerja bagaikan budak yang harus mengikuti segala perintah dan aturan dari majikannya. Ia selalu berusaha untuk melarikan diri dari tempat ia bekerja, tetapi semua yang ia lakukan hanya sia-sia dan tidak pernah mendapatkan hasil apapun. Sarman selalu mencoba untuk menghubungi isterinya, tetapi telepon genggam miliknya pun di sita oleh majikannya, dan juga ia kehilangan semua nomor telepon yang dapat ia hubungi. Universitas Sumatera Utara 55 Sarman selalu berpikir keras untuk dapat keluar dari rumah majikannya, hingga pada suatu saat Sarman mencoba untuk melarikan diri dari rumah tempat ia bekerja. Tanpa uang sepersen pun ia meninggalkan rumah majikannya, Sarman terus berlari sejauh mungkin. Ia terus mencari alamat tempat temannya bekerja, dan akhirnya Sarman menemukan tempat temannya bekerja dan menceritakan semua yang terjadi padanya. Temannya Samsul tidak percaya terhadap apa yang Sarman alami. Ia merasa sangat bersalah kepada Sarman, sebab dirinya yang menawarkan pekerjaan ini untuk Sarman. Sudah lama Samsul bekerja sebagai TKI, tetapi ia tidak pernah mendapatkan perlakukan buruk seperti yang di alami oleh Sarman. Mereka berdua ingin sekali melaporkan kepada panitia TKI yang berada di Malaysia.Karena tidak mempunyai bukti yang kuat dan juga uang, mereka harus mengubur jauh-jauh niat mereka tesebut. Sarman pun tidak ingin lagi berhubungan dengan majikannya tersebut, dapat lari dari rumah tempat ia bekerja sudah lebih dari cukup baginya. Terpenting ia dapat kembali ke Indonesia dan berkumpul bersama isteri dan anak-anaknya. Sudah lebih dari dua tahun ia merindukan keluarganya. Samsul merasa sangat bersalah kepada Sarman, ia harus bertanggung jawab penuh atas apa yang terjadi kepada temannya. Tetapi Sarman merasa bahwa ini bukan salah Samsul. Ini sudah menjadi takdir bagi Sarman, tiada yang tahu bagaimana nasib seseorang. Karena tetap merasa bersalah, Samsul memberikan beberapa uang untuk biaya perjalanan pulang Sarman ke Indonesia. Walaupun uang yang diberikan oleh temannya itu tidak terlalu tinggi nilainya, Sarman sudah merasa itu sudah lebih dari cukup untuknya. Ia merasa bersyukur bahwa masih ada yang peduli terhadap dirinya. Di Malaysia, Sarman tidak mengenal siapapun, selain Samsul dan dengan begitu Sarman dapat kembali ke Indonesia. Universitas Sumatera Utara 56 Setelah kembali bersama dengan keluarganya, ia melihat begitu banyak perubahan yang terjadi terhadap kehidupan keluargnya. Anak kedunya kini telah bekerja sebagai pengamen. Hal ini membuat Sarman merasa bersalah dan menyuruh Dabo agar berhenti menjadi seorang pengamen, karena menurutnya itu merupakan hal yang berbahaya bagi anaknya. Namun tidak mudah bagi Dabo untuk meninggalkan kehidupan jalanan, sudah banyak kisah yang dilalui Dabo selama berada dijalanan, tidak hanya untuk membantu ibunya saja. Sudah banyak peristiwa- peristiwa yang dilalaui olehnya sehingga ia sulit untuk keluar dari jalanan. Tidak selamanya jalanan memberikan dampak yang buruk bagi setiap anak, Seperti halnya jalanan memberikan ia kesempatan untuk membantu ibunya ketika ayahnya tidak pernah kembali kerumahnya. Sarman tidak mampu melarang putranya untuk berhenti menjadi pengamen, karena ia juga sadar bahwa dirinya belum mendapatakan pekerjaan. Sarman sadar bahwa tidak mudah bagi seseorang untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Sarman merasa bahwa dirinya belum tentu akan mampu menafkahi keluarganya karena ia masih mencari-cari pekerjaan untuk dirinya sendiri. Akhirnya Dabo kembali lagi bekerja sebagai pengamen, begitu juga Saima ia tetap bekerja di kedai nasi tersebut walupun suaminya sudah kembali kepadanya. Tahun 2007, akhrirnya Dabo memasuki dunia pendidikan, ia duduk di bangku sekolah dasar. Hal ini sangat menyenangkan bagi Dabo sudah lama ia menantikan untuk memakai serangam sekolah. Uang dari hasil mengamen ia gunakan untuk membeli seragam sekolah dan juga peralatan sekolah yang ia butuhkan. Ia selalu bersama-sama dengan kakaknya berangkat ke sekolah kebetulan mereka satu sekolah saat itu. Meskipun Dabo sudah bersekolah ia tetap bekerja sebagai pengamen. Setiap pulang dari sekolah ia dan kakaknya akan datang ke tempat ibunya bekerja, dan seperti biasanya ia akan mengamen ke tempat biasa ia mengamen. Dabo tidak pernah merasa bosan dengan bekerja sebagai pengamen menurutnya menjadi pengamen Universitas Sumatera Utara 57 merupakan hal yang begitu menyenangkan. Hampir sebagian waktu yang Dabo gunakan hanya untuk mengamen. Tidak ada waktu yang ia gunakan untuk bermain-main. Pada hari minggu kedai nasi tempat ibunya bekerja tidak buka, sehingga Saima mendapat waktu untuk berlibur. Begitu juga dengan Dabo akan berlibur dari pekerjaan sebagai pengamen, waktu libur selalu ia gunakan untuk beristirahat di rumah. Di sekolah, Dabo merupakan murid yang biasa-biasa saja ia tidak pernah mendapatkan rangking dikelasnya, walaupun begitu Dabo bukan murid yang bodoh hanya saja ia adalah murid yang biasa-biasa saja, ia selalu mengerjakan pekerjaan rumah PR yang diberikan oleh guru- gurunya. Ia selalu belajar bersama dengan kakaknya Listi. Walupun seperti itu Dabo pun tidak pernah membuat onar atau masalah di sekolahnya, ia selalu belajar dengan baik. Saima selalu mengajarkan kepada anak-anaknya agar belajar dengan giat dan sungguh-sungguh. Hal itu selalu Dabo ingat dan laksanakan. Walaupun Dabo bukan anak yang selalu mendapat juara kelas, ia selalu naik kelas sama seperti dengan teman-teman sekelasnya. Pergaulan Dabo di sekolah dengan teman-teman sekelasnya biasa-biasa saja. Ia tidak memiliki teman yang begitu akrab dan dekat dengannya. Karena setiap pulang dari sekolah, Dabo harus ke tempat ibunya bekerja, dan ia juga akan mulai turun ke jalanan untuk mengamen. Di sekolah Dabo merupakan anak yang pendiam dan tidak banyak bicara kepada sesama temannya. Terkadang Dabo merasa malu kepada teman-temannya jika ia bekerja sebagai pengamen. Agar teman-temanya tidak mengetahui pekerjaannya, ia lebih memilih untuk tidak memiliki teman dekat. Dabo selalu berusaha untuk menutupi pekerjaan yang ia lakukan, jika teman-teman sekelasnya mengetahuinya, ia pasti akan mendapat ejekan dari semua teman- temannya. Universitas Sumatera Utara 58 Meskipun pada akhirnya, teman-teman sekelas Dabo mengetahui pekerjaannya sebagai seorang pengamen. Setiap hari Dabo selalu mendengar ejekan dan makian dari temanya, tetapi ia selalu berusaha untuk tidak menghiraukan perkataan teman-temananya. Dabo selalu mengadu kepada ibunya Saima, tentang apa yang sudah terjadi pada dirinya di sekolah. Saima selalu menyuruh Dabo untuk tidak mendengarkan semua perkataan teman-temannya itu. Perlu Dabo lakukan adalah belajar dengan baik dan benar. Hal itu membuat Dabo tidak ingin berteman baik dengan siapapun di sekolahnya, ia selalu bersifat individualis karena kondisi dan pekerjaanya sebagai seorang pengamen. Teman-teman di sekolahnya pun selalu menghidari dan tidak mau berteman dengan Dabo. Pada tahun 2008, Dabo sudah naik ke kelas dua, dan kakaknya Listi sudah duduk di bangku kelas 5 SD. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, Saat itu pada tahun 2008 Listi dan Dabo mendapatkan seorang adik laki-laki yang bernama Ahmad. Begitu lengkap sudah kebahagian keluarga Sarman dan Saima. Anggota keluarga mereka sudah bertambah lagi dan ini merupakan suatu kebahagian bagi keluarga kecil Sarman. Karena baru melahirkan Saima memilih untuk tidak bekerja lagi sebagai tukang cuci dan di kedai nasi tersebut, karena Sarman menyuruh isterinya berada di rumah saja untuk merawat dan membesarkan anak-anak mereka. Akhirnya Sarman mendapatkan pekerjaan sebagai tukang becak bermotor, ia dapat menyewa becak dari salah satu temannya. Walaupun Saima tidak bekerja lagi di kedai nasi tersebut, Dabo tetap mengamen di tempat baisanya. Ia sudah tidak perlu takut lagi karena sudah terbiasa dengan kehidupan jalanan. Sarman dan Saima pun tidak terlalu cemas terhadap Dabo, karena selama ini Dabo selalu kembali kerumahnya dalam keadaan baik-baik saja. Kedua orang tuanya percaya bahwa Dabo dapat menjaga dan melindungi dirinya dari segala bahaya dan ancaman yang akan datang kepada Universitas Sumatera Utara 59 dirinya. Dabo tetap menjadi seorang pengamen karena ia sadar bagaimana kondisi perekonomian keluarganya. Tidak ada seorang pun yang menyuruh Dado untuk menjadi seorang pengamen. Itu merupakan pilihan yang harus dijalani oleh Dabo. Menjadi seorang pengemen adalah keinginan dirinya karena pada saat itu ia ingin membantu ibunya, ketika ayahnya pergi menghilang. Meskipun kini ayahnya sudah kembali, Dabo tetap menjalani pekerjaannya sebagai pengamen, karena uang yang dia dapatkan cukup banyak. Di jalanan pun Dabo banyak mendapatkan pengalaman manis dan pahit. Ketika mengamen ia sering mendapatkan tekanan dan ancaman dari sesama pengemen. Terkadang Dabo juga mendapatkan pelajaran yang berharga dari jalanan, yang membuat ia harus bekerja lebih giat lagi. Waktu terus berjalan, kini anggota keluarga Sarman sudah bertambah lagi, tahun 2011 lahir kembali anak laki-laki dari pasangan Sarman dan Saima yang bernama Dede. Kini anggota keluarga Sarman bertambah lagi, jumlah anak-anak mereka sudah empat orang, yang terdiri dari satu anak perempuan dan tiga anak laki-laki. Bertambahnya anggota keluarga, membuat Sarman harus lebih bekerja keras untuk dapat menghidupi keempat anaknya dan juga isterinya. Tidak ada yang berubah dengan kehidupan keluarga Sarman, perekonomian keluarga tetap seperti biasanya, Dabo tetap bekerja menjadi pengamen untuk membantu ayahnya dalam menangani permasalahan finansial keluarga mereka. Jika alasan Dabo menjadi seorang pengamen pada saat itu karena ingin membantu ibunya, kini sudah berubah untuk membantu ayahnya. Dabo dan ayahnya merupakan tulang punggung untuk keluarga mereka, Saima sudah tidak diizinkan oleh Sarman untuk bekerja lagi. Sarman sangat menyesali ketika ia pergi meninggalkan keluarganya, Saima harus membanting tulang untuk menghidupi kedua anak- anaknya pada saat itu. Saima pun tidak mempunyai pilihan untuk mencari pekerjaan lagi, sekarang ia harus mengurus dan merawat kedua anak-anaknya yang masih bayi dan balita Universitas Sumatera Utara 60 tersebut. Sarman juga menyarankan kepada Saima agar lebih fokus menjaga dan merawat anak- anak mereka dengan baik, karena iatidak ingin kedua anaknya itu merasakan hilangnya kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Kehidupan keluarga Sarman begitu sederhana, yang terpenting bagi Sarman dan Saima keluarganya mereka tetap bersatu dan tidak akan terpisahkan kembali. Karena yang terpenting adalah hidup secara bersama-sama dengan anggota keluarganya. Gambar : Dabo hendak bekerja sebagai pengamen. Saat ini Dabo sudah duduk di bangku kelas dua sekolah menengah pertama. Pergaulannya di sekolahnya saat ini sama saja seperti pergaulannya di bangku sekolah dasar. Dabo tidak ingin mempunyai teman di sekolah ataupun di kelas, karena kesibukannya sebagai seorang pengamen yang setiap pulang dari sekolah ia harus segera menuju jalanan. Dabo tidak terlalu perduli dengan teman-temannya di kelas, yang harus dia lakukan adalah belajar dengan benar agar ia dapat menyelesaikan pendidikannya. Setelah memasuki sekolah menengah Universitas Sumatera Utara 61 pertama, sebagian besar teman sekelasnya mengetahui pekerjaan Dabo, tetapi mereka biasa-biasa saja, tidak pernah mencela atau mecaci maki Dabo di sekolah. Teman-teman sekelas Dabo terlihat dapat menerima keadaan dan pekerjaannya sebagai pengamen. Tetapi Dabo tidak ingin bergaul dengan teman-temannya tersebut karena Dabo merasa terasingkan sendiri karena keadaannya sebagai anak jalanan yang bekerja di jalanan. Berbeda dengan teman-temanya yang sebagian besar berasal dari keluarga yang memiliki perekonomian tinggi. Tidak seperti dirinya yang harus bekerja untuk dirinya dan juga untuk keluarganya. Perbedaan status sosial antara teman sekelas Dabo sangat berbeda dan membuatnya harus menjaga jarak dengan teman-temannya tersebut. Meskipun sebenarnya teman-teman sekelasnya tidak pernah memandang status dan pekerjaan yang di kerjakan oleh Dabo. Salah satu temannya, mengangap Dabo adalah seorang anak yang baik. Ia bekerja dengan mandiri dan tidak meminta uang kepada uang orang tua, tetapi malah Dabo yang memberikan dan menghasilkan uang. Banyak pendangan positif yang Dabo dapatkan dari teman-temannya saat ini, tetapi tetap saja Dabo akan tetap menjaga jarak dengan mereka dan memilih bergaul dengan teman- temannya yang berada di jalanan. Dabo semakin tumbuh menjadi anak laki-laki yang sudah remaja. Ia semakin giat menjadi seorang pengamen. Sudah lama Dabo bekerja di jalanan sebagai pengamen, ia tidak pernah mengeluh kepada orang tuanya, walaupun sebenarnya Dabo sedikit merasa lelah dengan pekerjaannya, tetapi ia berusaha agar semangat dalam bekerja. Terkadang timbul dalam benak Dabo menjadi seorang anak yang normal tanpa harus bekerja di jalanan, tetapi ia sadar bahwa ini merupakan pilihan yang harus ia terima. Keadaan keluarganya tidak memungkin dia untuk berhenti menjadi anak jalanan, ia harus mengubur jauh-jauh keinginanya itu. Dabo juga merasa kasihan terhadap orang tua yang semakin hari semakin menua. Hanya ia yang dapat membantu Universitas Sumatera Utara 62 kedua orang tuanya dalam menghadapi permasalahan ekonomi keluarganya. Dabo dan ayahnya harus bekerja keras untuk dapat memenuhui segala kebutuhan keluarganya. Dabo akan tetap berusaha agar keluarganya dapat bertahan hidup. Dijalanan Dabo banyak melihat bahwa para anak jalanan tidak memiliki keluarga lagi, sehingga membuatnya harus lebih menghargai keluarganya yang masih utuh, ia masih mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Di luar sana banyak anak-anaknya yang ingin mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya namun mereka tidak memiliki siapapun. Pelajaran yang berharga banyak didapatkan Dabo semenjak berada di jalanan. Kehidupan jalanan tidak selamanya berdampak negatif kepada seorang anak, tergantung bagaimana seseorang memaknainya. Saat ini Dabo sudah duduk bangku sekolah menengah pertama, dan dia akan tetap melanjukan pendidikan sampai pada tingkat sekolah menengah akhir. Setelah lulus Dabo ingin mencari pekerjaan yang lebih baik lagi dan meninggalkan kehidupan jalanan sebagai seorang pengamen. Karena Dabo juga menginginkan kehidupan yang lebih baik baginya. Dabo sangat menyadari bahwa tidak selamanya menjadi seorang pengamen dapat memperbaiki kehidupannya.Sebagai seorang anak laki-laki, Dabo sangat menginginkan pekerjaan yang lebih baik untuknya. 4.4.2. Friska Maish Memiliki Keluarga Utuh “ Bekerja Sebagai Pemulung Karena Mengikuti Pekerjaan Kedua Orang Tuanya. Herman berusia 33 tahun tinggal bersama isterinya yang bernama Sulastri berusia 29 tahun dan kelima anaknya. Anak yang pertama bernama Friska berusia 10 tahun duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar , dan anak kedua bernama Cindy Usia 7 tahun duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar. Anak yang ketiga bernama Tiven usia 5 tahun belum bersekolah, dan anak Universitas Sumatera Utara 63 keempat bernama Osea berusia 3 tahun, anak terakhir atau anak kelima dari pasangan Herman dan Sulastri ini adalah Dede ini masih berusia sekitar 10 bulan. Herman bekerja sebagai pencari barang bekas yang kemudian ia jual kepada agen. Sedangkan Sulastri bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas. Pekerjaan ini sudah mereka lakoni selama tujuh tahun belakangan ini, dan dengan itulah Herman dan Sulatri menghidupi ke lima anak-anak mereka. Gambar 5: Pemandangan depan rumah keluarga Herman. Keluarga Herman tinggal di Kecamatan Medan Polonia, dengan menyewa rumah kecil dengan harga Rp.350.000bulan. Rumah yang Herman sewa bagaikan gubuk kecil dan sudah tidak layak untuk di tempati, tetapi keluarga Herman tidak dapat pindah dari rumah yang sedang mereka tempati saat ini. Keadaan keuangan keluarga Herman membuat mereka harus bertahan dan tinggal di dalam rumah tersebut. Bagi Herman dan Sulastri rumah mereka hanya untuk tempat tidur saja, karena setiap hari mereka harus bekerja di jalanan demi untuk memberikan Universitas Sumatera Utara 64 makan untuk kelima anak-anaknya. Meskipun Sulasti masih mempunyai anak yang masih balita ia tetap pergi bekerja mencari botol-botol bekas. Anak-anaknya selalu ia titipkan kepada tetangga mereka yang berada disebelah rumah mereka. Hal ini mereka lakukan semata untuk dapat bertahan hidup. Pernikahan Herman dan Sulastri berlangsung pada tahun 2005. Pada saat itu Herman sudah bekerja sebagai pencari barang bekas, karena tidak memiliki pendidikan yang tinggi Herman hanya dapat bekerja sebagai pencari barang bekas saja. Sebelumnya Herman bekerja sebagai buruh bangunan, tetapi karena pekerjaannya terlalu berat dan tidak seimbang dengan pendapatan yang di terima, maka ia memutuskan berhenti menjadi buruh bangunan. Berbulan- bulan lamanya Herman tidak bekerja , sementara ia harus menafkahi isteri yang pada saat itu sedang mengandung anak pertama mereka. Herman pun sudah mencoba mencari pekerjaan yang lain tetapi ia tak kunjung mendapatkannya. Tidak ada yang dapat dikerjakan Herman pada saat itu ia terus mencoba mencari apapun pekerjaan yang menghasilkan uang untuk isterinya. Salah satu teman Herman, mangajak dirinya untuk bekerja sebagai pencari atau pengumpul barang bekas dengan menggunkan becak kecil yang tidak memiliki gerobak. Mereka berdua harus menyelusuri setiap jalanan dan mencari seseorang yang akan menjualkan barang bekas kepada mereka yang kemudian mereka jual kepada agen-agen yang menerima barang bekas tersebut. Dengan pekerjaan tersebut Herman merasa penghasilan yang ia terima cukup untuk biaya kebutuhan isterinya sehari-hari. Karena belum mempunyai seorang anak membuat penghasilan yang ia terima sudah cukup untuk mereka berdua. Meskipun penghasilan yang ia dapatkan sebenarnya tidak terlalu tinggi. Universitas Sumatera Utara 65 Pada tahun 2006, Sulastri melahirnya anak pertama mereka yaitu Friska. Setelah setahun lebih pernikahan mereka berlangsung akhirnya kedua pasangan ini dikarunia anak perempuan. Tentu saja kehadiran anak pertama mereka membuat Herman harus bekerja lebih giat karena ia akan menghidupi isterinya dan putri kecilnya. Setelah mempunyai anak, Herman merasa bahwa penghasilan yang ia terima dari mencari barang bekas tersebut tidaklah cukup. Karena ia hanya bekerja untuk membantu temannya dalam mencari barang bekas dan penghasilan yang ia dapatkan tidak terlalu tinggi. Dalam sehari Herman hanya diberikan uang sebesar Rp.20.000 pada saat itu. Tentu saja penghasilan yang sedikit itu akan sangat kurang bagi Herman. Anak pertamanya yang baru lahir akan membutuhkan susu dan lainya. Herman sebagai kepala rumah tangga harus mencari uang untuk membeli kebutuhan untuk isteri dan anak pertamanya. Herman terus mencoba mencari pekerjaan yang lain yang berpenghasilan lebih tinggi, tetap saja tidak mudah baginya untuk mendapatkannya. Sementara anaknya memiliki kebutuhan yang banyak. Karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan yang lain, Herman mendapatkan ide untuk mencari dan mengumpulkan barang bekas dengan sendirian. Dengan begitu penghasilan yang ia dapatkan akan jauh lebih banyak karena ia tidak perlu bekerja dengan temannya yang selama ini yang telah memberikan ia uang. Akan tetapi, jika Herman harus bekerja dengan sendirian, ia pasti memerlukan becak seperti yang mereka gunakan bersama temannya ketika sedang bekerja. Pada akhirnya Herman meminta bantuan kepada temanya dan mengatakan bahwa ia ingin bekerja dengan sendirian, karena uang yang ia dapatkan tidak cukup. Parman temanya dalam mencari barang bekas tersebut mengerti tentang keadaan yang dirasakan oleh Herman. Parman juga berniat untuk membantu temannya tersebut, karena yang menjadi permasalahan bagi Herman adalah ia tidak memiliki becak untuk mencari barang-barang bekas. Pada akhirnya Parman memberikan becak kepada Herman dengan menyewa perhari Universitas Sumatera Utara 66 kepadanya. Dengan seperti itu Herman dapat bekerja dengan sendirian dan dapat menikmati penghasilan yang ia dapatkan dengan sendirinya. Untuk sewa becak tidak terlau dipatokkan, berapa pun yang dapat diberikan oleh Herman tidak menjadi permasalahan bagi Parman. Karena becak tersebut memang tidak ada yang menggunakan dan akan lebih baik jika becak tersebut disewakan kepada Herman. Gambar 5 : Becak Yang Herman Gunakan Untuk Bekerja. Setiap harinya Herman dengan penuh semangat bekerja menyelusuri kota Medan ini dengan becak yang ia sewa. Herman harus mendapatkan pelanggan yang banyak, yang akan menjualkan barang-barang bekas kepadanya. Ia tidak meneriman barang bekas saja, tetapi juga buku-buku bekas dan juga koran bekas. Jika ada yang menjual kepadanya ia hanya menghargai Universitas Sumatera Utara 67 dengan Rp.1000kg. Jika di jual kepada agen yang sudah menjadi langgananya, harga menjadi dua kali lipat dan ini menjadi sebuah keuntungan untuknya. Herman harus mendapatkan barang- barang bekas dengan sebanyak-banyaknya agar ia mendapatkan uang yang lebih banyak untuk anak dan isterinya di rumahnya. Herman juga harus mengumpulkan uang untuk membayar uang sewa rumah yang sedang keluarganya tempati. Pekerjaan mencari barang-barang bekas tidak selamanya mendapatkan uang yang banyak. Herman dalam sehari pernah tidak mendapatkan barang-barang bekas untuk dijual kepada agennya. Sekitar lebih dari delapan jam Herman menyelesuri sudut-sudut kota Medan ini, terkadang ia mendapatkan lebih banyak barang-barang bekas, dan terkadang juga ia sama sekali tidak mendapatkan sedikit pun barang –barang bekas yang ia cari. Hal ini membuatnya mengalami kesulitan untuk membiayai anak dan isterinya. Dimana putri pertamanya semakin tumbuh dan berkembang, kebutuhan yang ia diperlukan oleh anaknya pun akan semakin banyak dan meningkat. Herman benar-benar merasa sangat terpuruk dan kekurangan dalam permasalahan ekonomi keluarganya. Herman harus mampu keluar dari keterpurukannya, ia harus tetap mencari cara agar tidak mengalami penurunan terhadap pendapatannya. Ketika Herman sedang menjual barang-barang bekas kepada agennya, ia melihat lebih banyak orang yang menjual botol-botol bekas disana. Akhirnya Herman berniat mencari barang-barang bekas dan juga botol-botol bekas tersebut. Dengan cara tersebut Herman dapat menangani permasalah perekonomian keluargnya. Jika Herman tidak mendapatkan pelanggan untuk menjual barang-barang bekas kepadanya, ia masih mempunyai botol-botol bekas yang akan di jual kepada agenya dan akan menghasilkan uang walaupun tidak terlalu tinggi jumlahnya. Tetapi sangat berguna untuknya dan juga untuk isterinya dan anaknya yang memiliki kebutuhan lebih. Universitas Sumatera Utara 68 Pada tahun 2009, kembali pasangan Herman dan Sulastri dikarunia anak kedua yaitu seorang anak perempuan bernama Cindy, Friska telah memiliki seorang adik perempuan. Kelahiran anak kedua Herman membuatnya harus benar-benar bekerja keras, karena sekarang ia harus menghidupi dan menafkahi dua orang anak dan isterinya. Herman harus bekerja lebih giat untuk mendapatkan uang yang lebih banyak. Tetapi dengan seiring perkembangnya zaman, kebutuhan untuk keluarganya Herman pun semakin meningkat. Harga-harga sembako yang dibutuhkan oleh keluarga Herman pun semakin hari semakin bertambah dan mahal. Sementara pendapatan Herman semakin hari semakin menipis, keadaan ekonomi keluargnya, semakin terpuruk. Keluarganya harus hidup secara kekurangan karena kondisi ekonomi yang semakin tidak menentu. Karena kesulitan yang dialami oleh suaminya, Sulastri berniat untuk membantu suami dalam mencari uang dengan bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas yang sama seperti pekerjaan sambilan Herman. Karena masih mempunyai seorang anak yang masih kecil, Herman tidak memberikan izin kepada isterinya untuk membantunya bekerja. Jika Sulastri ikut serta bekerja maka tidak akan ada yang menjaga kedua anak-anaknya, apalagi kedua anak-anaknya masih sangat membutuhkan kehadiran dan dekapan seorang ibu. Sulastri harus mengubur niatnya untuk membantu suaminya dalam bekerja dan mendapatkan uang. Sebenarnya Herman sangat membutuhkan bantuan isterinya, tetapi ia tidak mungkin harus mengorbankan kedua anak- anaknya. Semakin hari kondisi perekonomian keluarga Herman benar-benar semakin sulit. Pada tahun 2011, Sulastri kembali melahirkan anak ketiga mereka yaitu anak laki-laki yang bernama Tiven. Herman merasa sangat gembira karena mereka telah dikaruniai seorang anak laki-laki, dimana setiap suku batak selalu menginginkan kehadiran seorang anak laki-laki. Akan tetapi, ini Universitas Sumatera Utara 69 menjadi permasalah juga bagi Herman karena beban yang harus ia tanggung juga akan semakin bertambah. Sementara perekonomian keluarganya dalam beberapa tahun ini selalu mengalami kesulitan dan penurunan. Keluarga Herman pun hidup dengan serba kekurangan, di tambah dengan kehadiran anak ketiga yang mempunyai kebutuhan yang lebih. Hal ini membuat Herman memilki utang yang lebih banyak kepada temannya Parman. Pada tahun 2012, anak pertama Herman dan Sulastri mulai memasuki dunia pendidikan. Hal ini benar-benar menjadi puncak permasalahan bagi Herman, dan tidak mungkin Friska tidak mereka sekolahkan. Pada akhirnya Sulastri harus benar-benar membantu Herman dalam bekerja. Dengan berat hati Herman harus mengizinkan niat baik isterinya untuk membantunya. Pekerjaan yang di pilih Sulastri adalah menjadi seorang pemulung yang pencari botol-botol bekas minuman, yang pada saat itu banyak ibu-ibu yang berada dilingkungan tempat tinggalnya bekerja seperti seperti itu, dan dapat menghasilkan uang yang cukup bagi siapapun. Dengan bekerjanya Sulastri dapat membantu suaminya. Meskipun Sulastri masih memiliki anak-anak yang masih kecil tetapi ia tidak perlu merasa cemas terhadap anak-anaknya. Karena dia mempunyai seorang tetangga yang memiliki hubungan persaudaraan dengannya yang bersedia menjaga anak-anaknya jika ia pergi bekerja. Herman dan isterinya selalu berpencar ketika bekerja di jalanan, Herman sendiri pergi mencari barang bekas dengan mengendarai becak yang digunakan untuk mengangkut barang- barang bekas yang didapatkanya. Sementara Sulastri isterinya hanya mencari botol-botol bekas dengan berjalan kaki dan membawa beberapa karung dan plastik besar , yang digunakankan untuk tempat botol-botol bekas yang didapatkannya, dan biasanya Herman akan menjemput isterinya pada sore hari di tempat yang sudah mereka tentukan, Sulastri mencari botol-botol bekas dari jalan jalan Jamin Ginting Padang Bulan, Pajak Sore, dan Sampai ke Pringan, mereka Universitas Sumatera Utara 70 bekerja hampir setiap hari tanpa mengenal lelah. Herman dan Sulastri berangkat bekerja pada pukul 10.00 wib, karena Sulastri harus mengurus anak-anaknya terlebih dahulu dan memasak untuk makan anak-anaknya jika ia harus pergi bekerja. Gambar 6 : Sulastri Ketika Mencari Botol Bekas Minuman. Herman dan Sulastri bekerja hampir setiap hari, jika mereka merasa lelah pada hari minggu, mereka akan beristirahat dan libur untuk bekerja. Hampir tidak pernah mereka melihat perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka. Setiap hari mereka harus bekerja untuk menghidupi anak-anaknya, meskipun mereka harus mengorbankan waktu untuk berkumpul bersama-sama anak-anaknya. Mereka sebagai orang tua harus bekerja keras untuk dapat bertahan dan melanjutkan hidup serta untuk menyekolahakn anak-anaknya. Pada saat itu Friska sudah memasuki dunia pendidikan dan duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar. Demi untuk anak- anaknya, Herman dan Sulastri harus benar-benar bekerja di jalanan tanpa mengenal lelah. Universitas Sumatera Utara 71 Setelah beberapa tahun Sulastri bekerja di jalanan, dan pada tahun 2013, kemudian ia melahirkan anak keempatnya, yaitu anak laki-laki yang bernama Osean. Kembali pasangan Herman dan Sulastri dikarunia seorang anak. Hal ini membuat Sulastri harus berhenti bekerja sebagai pemulung atau pencari botol-botol bekas, karena ia baru saja melahirkan anak keempatnya. Tetapi seletah enam bulan umur Osean, Sulastri kembali bekerja dalam membantu suaminya karena saat itu dengan bertambahnya jumlah anggota keluarganya membuat mereka harus lebih giat dalam bekerja. Karena akan semakin banyak kebutuhan-kebutuhan yang harus mereka penuhi untuk anak-anaknya. Karena bekerjanya Herman dan Sulastri membuat para anak-anaknya kehilangan waktu untuk berkumpul bersama orang tuanya. Hal ini membuat anak-anaknya, tidak selalu dalam pengasuhan kedua orang tuanya. Herman dan Sulastri hanya mempunyai waktu ketika malam hari untuk berkumpul bersama dengan anak-anak mereka. Rasa lelah dan letih hampir setiap hari mereka rasakan, karena hal itu membuat kedua orang tua ini tidak mempunyai waktu untuk sekedar berkumpul dan bermain-main bersama anak-anaknya. Mereka berdua lebih memilih untuk segera tidur, karena dengan cara seperti itu dapat menghilangkan rasa lelah mereka. Meskipun kedua orang tua ini sudah bekerja menghabiskan waktu yang panjang, tetap saja masalah finansial keluarganya masih jauh dari kata cukup. Pada tahun 2014 anak pertama pasangan Herman dan Sulastri memutuskan untuk membantu kedua orang tuanya dan bekerja sebagai pemulung yang mencari botol-botol bekas yang sama dengan pekerjaan ibunya Sulastri. Ikut sertanya Sulastri dalam bekerja tentu tidak sepenuhnya merubah perekonomian keluarganya, tetap saja keluarga ini masih merasakan kekurangan dalam masalah perekonomian. Hanya saja dengan ikut sertanya Sulastri dapat Universitas Sumatera Utara 72 mengurangi beban suaminya, karena pada masa itu keluarganya mengalami masa krisis. Herman mempunyai utang yang cukup banyak dan mereka harus membayarnya dengan cara mencicil. Friska pada saat itu masih berusia delapaan tahun dan masih duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar. Karena ia sering ditinggalkan oleh ibu dan ayahnya untuk pergi bekerja di jalanan, membuatnya ingin bekerja juga seperti orangtuanya. Sebab selama ini keluarganya sangat merasakan kekurangan. Friksa sebagai seorang anak juga sangat merasakan kondisi perekonomian keluarganya yang selalu penuh dengan kekurangan. Kehidupannya dengan kehidupan teman-temannya yang berada di lingkungan tempat tinggalnya jauh sangat berbeda dengan dirinya. Ia dan saudaranya kerap merasa kekurangan dalam bidang materi yang diberikan oleh ibu dan ayahnya. Sering ia mendapatakan rasa iba oleh beberapa masyarakat yang berada di lingkungan tempat tinggalnya. Friska dan adik-adiknya sering mendapatkan pakian bekas dari sesama teman-temanya. Karena orangtuanya jarang memberikan pakaian baru kepada mereka. Friska sangat menyadari bagaimana kondisi dan keadaan kedua orang tua. Ayah dan ibunya selalu bekerja keras setiap hari dan membuat ia dan adik-adiknya jarang sekali mendapatkan kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Friska dan adik-adiknya lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain-main di lingkungan tempat tinggal mereka , anak-anak Herman bagaikan anak yang terlantar yang tidak pernah di jaga atau di asuh oleh kedua orang tuanya. Namun Friska memahami kenapa kedua orang tuanya harus bekerja seharian penuh di jalanan. Semata agar kedua orang tuanya dapat menghidupi ia dan adik-adiknya , karena sebagai manusia akan memerlukan makan, minum, dan bahkan tempat tinggal untuk berlindung. Jika kedua orang tuanya tidak bekerja maka ia dan adik-adiknya tidak akan pernah mendapatkan itu semua. Meskipun ibunya ikut serta dalam bekerja juga tidak sepenuhnya dapat merubah keadaan ekonomi keluarganya tetap saja ia dan adiknya masih jauh dari kata cukup. Universitas Sumatera Utara 73 Oleh karena keadaan kedua orang tuanya, akhirnya Friska memutuskan untuk membantu kedua orang tuanya untuk bekerja mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas sebanyak- banyaknya dan semampunya. Friska bekerja mencari botol-botol bekas tersebut sehabis pulang dari sekolahnya dan kembali kerumahnya untuk menganti pakiannya. Sekalian untuk menyantap makan siang yang sudah disiapkan oleh ibunya, sebelum Sulastri berangkat bekerja. Friska bekerja mencari botol-botol bekas untuk pertama kalinya ia sendirian. Di lingkungan tempat tinggal Friska banyak keluarga yang bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas, para anak- anak juga akan ikut serta dalam bekerja seperti orang tuanya. Tidak hanya Friska yang memilih pekerjaan seperti ini, teman-teman sebaya juga sebagian bekerja seperti dirinya. Hal ini membuat Friska menjadi mempunyai teman untuk memulung atau mencari botol- bototl bekas. sehingga membuat Friska dan beberapa temannya selalu memulung bersama-sama. Friska tidak perlu merasa takut jika harus bekerja di jalanan, ia akan selalu memiliki teman. Meskipun tidak setiap harinya Friska harus bersama teman-temannya ketika memulung. Terkadang Friska juga harus pergi bekerja sebagai pemulung di jalanan seorang diri, tetapi ia bersama teman-temannya selalu bertemu di jalanan. Maka tidak jarang Friska dan teman- temannaya selalu pulang bersama ke rumah mereka masing-masing. Friska dan teman-teman terkadang sudah membuat perjanjian agar pulang dan pergi dari memulung selalu bersama-sama. Meskipun begitu tidak setiap hari mereka harus memulung bersama-sama. Teman-teman sebayanya yang menjadi pemulung, sering juga pergi bekerja bersama dengan orang tua mereka masing-masing. Tidak seperti dirinya, ia tidak pernah bersama ibu untuk pergi memulung. Menurut Friska, bekerja sebagai pemulung atau pencari botol-botol bekas di jalanan adalah hal yang meyenangkan. Daripada ia tidak bekerja sama sekali, Friska sering merasa bosan ditinggalkan oleh kedua orang tuanya ketika mereka pergi bekerja. Hampir seharian kedua orang Universitas Sumatera Utara 74 tuanya bekerja di jalanan, membuat waktu yang ia miliki untuk berkumpul bersama orang tua hanya sedikit saja. Dengan bekerjanya Friska ia tidak merasa kesepian lagi , dan dengan begitu Friska pun dapat untuk membantu kedua orang tua untuk mendapatkan uang. Ia juga sangat menyadari kenapa kedua orang tuanya harus bekerja keras setiap harinya. Karena ia dan saudaranya memiliki sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh kedua orang tua mereka. Bekerja sebagai pemulung tidak terlalu berbahaya bagi Friska, karena ia hanya mengambil dan memungut sampah dari orang lain. Pekerjaan yang Friska lakukan pun tidak berada di jalanan besar seperti seorang pengamen. Ia hanya berada di tengah-tengah keramaian untuk memungut sampah yang berbentuk botol-botol bekas. Selama setahun belakangan ini, Friska pun jarang mendapatkan bahaya atau ancaman ketika ia pergi bekerja. Ia selalu dalam keadaan baik-baik saja ketika kembali pulang ke rumahnya. Niat Friska hanya untuk bekerja dan mencari sampai sebanyak- banyaknya botol bekas minuman tersebut. Dirinya pun tidak pernah menganggu orang lain yang memiliki pekerjaan yang sama seperti dirinya. Banyak anak-anaknya yang terlihat di jalanan bekerja juga seperti dirinya. Mulai dari anak-anak sampai orang tua pun banyak Friska temui di jalanan bekerja seperti dirinya, dan membuat Friska tidak menjadi merasa terasingkan ketika bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas. Namun, bukan berarti Friska tidak pernah mendapatkan gangungan ketika bekerja sebagai pemulung. Ia juga sering dilarang oleh sesama pemulung yang lebih tua darinya untuk tidak memulung di suatu tempat. Pemulung yang sering menganggu Friska selalu pemulung anak laki-laki yang lebih tua dari Friska pun tidak pernah tinggal diam jika ia mendapatkan larangan seperti itu, ia biasanya akan mencoba melawan dan mengatakan bahwa siapapun berhak untuk bekerja di jalanan apalagi untuk mencari botol-botol bekas. Karena kedua orangtuanya selalu Universitas Sumatera Utara 75 mengatakan siapapun yang ingin bekerja di jalanan adalah hak dari diri masing-masing, jalanan adalah ruang publik yang siapa saja pun mempunyai hak untuk melakukan apapun. Jika tidak merugikan bagi orang lain, seseorang dapat dengan bebas untuk berada di jalanan meskipun bekerja sebagai pemulung. Friska pun tidak merasa merugikan siapapun ketika ia bekerja sebagai pemulung, maka dari itu dia selalu berani untuk melawan siapa pun orang-orang yang menurutnya tidak pantas untuk melarang ia memunguti sampah yang berupa botol-botol bekas . Meskipun begitu, Friska juga terkadang tidak ingin melawan seseorang yang lebih tua darinya, dan biasanya ia juga akan memilih untuk diam dan pergi dari tempat orang lain melarangnya. Friska akan mencari tempat lain untuk memulung. Menurut Friska bekerja sebagai pemulung bukanlah hal yang perlu ditakutkan, karena siapapun dapat melakukan hal tersebut. Ia bekerja hampir pada tempat yang penuh keramaian dan itu membuatnya menjadi lebih berani. Selama ia tidak pernah menggangu orang lain, Friska pun percaya bahwa ia juga tidak akan pernah di ganggu oleh orang lain juga. Friska menjadi seorang pemulung berawal dari ketika dia mulai bosan dengan keadaannya, setiap hari kedua orang tuanya pun pergi bekerja di jalanan. Setiap pulang dari sekolah Friska hanya bermain-main bersama adik-adiknya hingga pada saat orang tuanya pulang bekerja. Hampir seperti itu keseharian Friska, ia hanya berada di rumahnya seharian untuk pergi bermain dengan teman sebayanya juga tidak ia temukan karena sebagian besar teman-temannya bekerja sebagai pemulung. Karena kejenuhan yang dirasakan oleh Friska, akhirnya ia juga berniat menjadi seorang pemulung yang bekerja seperti orang tuanya. Perekonomian keluarganya masih jauh dari kata cukup. Meskipun kedua orang tua sudah bekerja hampir seharian belum seutuhnya dapat memenuhui kebutuhan ia dan adik-adiknya. Menurutnya dengan Universitas Sumatera Utara 76 ikut sertanya ia bekerja dapat membantu kedua orang tua, yang sama seperti para teman- temannya yang juga membantu kedua orang tua mereka dalam bekerja. Dengan bekerja Friska di jalanan membuat tidak merasa bosan di rumah, dan ia juga ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi keluarganya. Tidak paksaan atau ajakan dari kedua orang tua Friska, mereka juga tidak pernah berpikir mengajak para anak-anaknya untuk bekerja sebagai pemulung seperti kebanyakan para orang tua yang melibatkan para anak- anaknya untuk bekerja di jalanan. Semua yang Friska lakukan adalah murni dari keinginan dan inisiatif dari dirinya sendiri. Untuk mengisi waktu luangnya, Friska memutuskan bekerja sebagai seorang pemulung yang mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas yang akan ia berikan kepada ibunya. Kemudian di jual dan dapat menghasilkan uang untuk keluarganya. Daripada waktu yang ia gunakan hanya untuk bermain-main dan itu tidak mendapatkan hasil apapun. Antusias Friska pun semakin meningkat menjadi seorang pemulung, karena di jalanan pun ia sudah mengetahui bagaimana keadaan dan kondisi dari beberapa pumulung. Friska melihat beberapa pemulung yang terdiri dari anak-anak seusianya, remaja perempuan dan laki- laki, bahkan sampai pada orang tua sekali pun dapat bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas. Beberapa pumulung, mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas bekas dengan cara berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain dengan membawa goni yang berukuran besar dan kecil. Ada juga yang menggunakan plastik besar, para pemulung selalu terlihat mengkais beberapa tempat sampah dan berharap mereka mendapatkan apa yang mereka cari. Untuk pemulung orang tua, ada juga beberapa yang menggunakan becak bermotor dan becak terbuka untuk membawa botol-botol bekas. Pemulung seperti itu biasanya akan mendapatkan lebih banyak dan sampai lima karung besar yang berisikan botol-botol bekas. Sebagian pumulung Universitas Sumatera Utara 77 yang sudah tua juga akan berjalan kaki menyelusuri beberapa tempat untuk mendapatkan yang mereka cari. Friska juga tidak pernah melihat sesama pemulung yang selalu bertengkar dan memperebutkan botol-botol bekas. Mereka tidak pernah saling menganggu, masing-masing dari para pemulung selalu bekerja dengat tenang dalam mencari dan mengkais tempat-tempat sampah yang mereka harapkan akan mendapatkan apa yang mereka cari. Para pemulung tidak mengenal lelah berjalan dari satu tempat ke tempat lain untuk menemukan botol-botol bekas. Pekerjaan sebagai pemulung adalah pekerjaan yang banyak dilakukan oleh siapapun yang tidak memiliki dan mempunyai pilihan untuk mendapatkan pekerjaan yang lain. Hal ini sama seperti keadaan kedua orang tuanya yang tidak memiliki pilihan untuk mendapatkan pekerjaan yang lain. Sehingga membuat kedua orang tuanya harus memilih pekerjaan seperti ini. Kedua orang tuanya tidak melarang Friska untuk bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas tersebut. Karena selama ini kedua orangtunya tidak terlalu mengetahui apa saja yang dilakukan oleh anak-anaknya. Begitu juga mengenai kondisi perekonomian keluarga yang sangat jauh dari kata cukup, membuat kedua orangtuanya tidak perlu melarang Friska untuk bekerja. Terpenting bagi kedua orang tua Friska hanya keselamatan putri kecilnya ketika bekerja di jalanan, dan selama ia bekerja dengan baik kedua orang tuanya tidak perlu merasa cemas akan keselamatan Friska. Kedua orang tuanya juga sudah lama bekerja di jalanan, jika Friska ingin mengikuti pekerjaan kedua orang tua adalah hal yang sangat wajar. Sudah hampir lebih dari dua tahun Friska bekerja di jalanan. Setiap hari ia harus mendapatkan botol-botol bekas sebanyak satu sampai dua karung. Ia selalu membawa karung yang berukuran sedang untuk tempat botol-botol bekas yang akan ia kumpulakan dan membawa Universitas Sumatera Utara 78 pulang kerumahnya. Selalu ia berikan kepada ibunya, untuk dijual kepada agen yang sudah menjadi langganan keluarganya. Friska tidak pernah mengetahui berapa uang yang ia dapatkan dari pekerjaannya, karena orangtuanya menjual botol-botol bekas tersebut dalam sekali seminggu. Friska juga tidak mengetahui kemana ibu dan ayahnya menjual botol-botol bekas tersebut. Ia hanya mengetahui bahwa dalam seminggu kedua oran tuanya dapat menghasilnya uang sebesar Rp.200.000. dan itu sudah termasuk pendapatkan ayahnya juga. Gambar 7 : Friska Ketika Bekerja Sebagai Pemulung. Friska bekerja di jalan hanya sekitar empat jam dalam sehari, dia mencari botol-botol bekas sehabis pulang dari sekolah, walaupun pekerjaan Friska dan ibunya sama. Mereka tidak pernah bersama-sama dalam mencari botol-botol bekas dan selalu berpencar, karena jika mereka bersama yang mereka dapatkan akan sedikit. Akan lebih baik jika mereka mencari ke tempat Universitas Sumatera Utara 79 yang berbeda-beda. Friska juga tidak pernah di jemput oleh ayahnya seperti ibunya, karena Friska selalu bersama-sama dengan teman-temannya pulang dan pergi dari mencari botol-botol bekas. Tempat Friska bekerja hanya di sekitar Padang Bulan dan di kawasan Universitas Sumatera Utara saja, jika botol-botol bekas yang ia dapatkan sudah banyak maka akan kembali pulang ke rumahnya. Friska selalu lebih dulu sampai kerumahnya sebelum kedua orangtuanya kembali. Friska berharap ikut sertanya dia dalam membantu kedua orang tuanya dapat meringankan beban kedua orangnya walaupun tidak seberapa yang dapat diberikan dan yang dilakukannya . Kedua orang tuanya merasa sangat beruntung mempunyai anak seperti Friska, karena ia sudah berpikir untuk membantu kesulitan yang di alami oleh orangtuanya. Karena selama ini keluarganya selalu mengalami kesulitan dalam masalah keuangan, ketika Friska memasuki dunia pendidikan pun membuat orang tuanya semakin merasa kesulitan untuk membiayai pendididikannya. Belum lagi untuk membiayai adik-adik yang masih kecil, kedua orang tuanya juga harus membiayai adik-adiknya. Orang tuanya harus bekerja untuk dapat menghidupi keluarganya. Bukan hanya kebutuhan pangan yang harus orangtuanya berikan tetapi juga biaya masa depan ia dan adik- adiknya, dan juga biaya sewa rumah yang sedang mereka tempati saat ini. Mengetahui kondisi kedua orang tuanya membuat Friska lebih bersemangat untuk bekerja mencari botol-botol bekas tersebut. Meskipun seharusnya Friska tidak pantas untuk bekerja. Anak-anak seusianya seharusnya berada di rumah bermain-main bersama teman-temannya. Sebaliknya, Friska hanya berada di jalanan demi mengumpulkan botol-botol bekas yang akan dijual oleh kedua orangtuanya dan pekerjaannya dapat menghasilkan uang yang berguna untuk keluargnya. Meskipun sebenarnya kedua orang tuanya merasa bersalah kepada Friska karena ia harus bekerja Universitas Sumatera Utara 80 di jalanan. Kondisi kedua orangtuanya yang mengantarkan Friska kepada pekerjaan yang sekarang sedang ia lakukan saat ini. Sebenarnya Herman dan Sulastri tidak menginginkan anak mereka bekerja di jalanan. Mereka tidak pernah menyuruh atau memaksa Friska untuk bekerja sebagai pencari botol-botol bekas. Kedua orangtuanya lebih menginginkan Friska fokus bersekolah saja tanpa harus bekerja di jalanan. Karena Friska di sekolah selalu menjadi juara kelas, saat ini Friska duduk di bangku kelas lima sekolah dasar dan ia mendapatkan rangking pertama atau juara satu dikelasnya. Kedua orang tuanya hanya ingin Friska terus mendapatkan pendidikan yang lebih baik, karena ia merupakan anak yang pandai dan pintar. Orang uanya harus memberikan peluang kepada Friska, karena anak mereka sanggup untuk menerima pendidikan yang lebih tinggi. Menurut Friska, aktivitas yang ia lakukuan di jalanan sama sekali tidak menganggu dan tidak berhubungan dengan pendidikan atau sekolahnya. Karena ia pergi mencari botol-botol bekas tersebut sehabis pulang dari sekolah. Kembali ke rumah sekitar pukul 17.00 wib. Meskipun merasa lelah setelah pulang dari mencari botol-botol bekas tersebut, setiap malam Friska tidak lupa untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya. Sulastri pun sebagai ibunya selalu menyempatkan waktu untuk menemani Friska belajar, tidak lupa ia selalu menyuruh anaknya untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Terkadang Friska merasa lelah dan bosan untuk belajar. Tetapi Herman dan Sulastri harus tetap memberikan semangat kepada Friska agar tetap giat dalam belajar. Friska yang memilih pekerjaan sebagai pemulung botol-botol bekas. Terkadang ia juga merasakan lelahnya sehabis pulang dari jalanan. Ia hampir setiap hari berjalan jauh dari rumahnya untuk mencari dan mendapatkan botol-botol bekas yang sedang ia cari. Panas terik Universitas Sumatera Utara 81 dan hujan tidak menjadi penghalang baginya, ia tetap bekerja semampunya. Tujuanya Friska hanya untuk membantu kedua orang tua, jika merasa lelah ia hanya dapat menahanya karena pekerjaan ini adalah sebuah pilihan baginya apapun resikonya ia harus tetap menerimanya. Friska tidak dapat membiarkan kedua orang tuanya bekerja dengan sendirian, mereka harus tetap bekerja sama agar dapat untuk bertahan hidup. Hanya ini satu-satunya pekerjaaan yang dimiliki oleh keluarganya, dengan pekerjaan inilah keluarganya dapat bertahan dan melanjutkan hidupnya. Penghasilan yang didapatkan oleh Herman, Sulastri, dan Friska sebenarnya sangat cukup untuk memenuhui kebutuhan pangan mereka. Akan tetapi, kedua pasangan ini tidak mempunyai uang lebih untuk mereka tabung untuk biaya masa depan anak-anaknya kelak. Penghasilanya mereka hanya cukup seadanya. Pada tahun 2015 Sulastri kembali melahirkan anak kelima mereka seorang anak laki-laki yang bernama Dede. Tentu saja merupakan kebahagian bagi keluarga Herman karena anggota keluarganya pun bertambah. Meskipun sebenarnya akan membuat Herman merasa bertambahnya kembali kebutuhan yang harus ia penuhui untuk anak- anaknya. Ini membuat Herman harus benar-benar bekerja dengan segala tenaganya. Meskipun Herman pernah mencoba mencari pekerjaan yang lebih layak, tetapi ia tak kunjung mendapatkanya. Hanya pekerjaan yang sekarang yang dapat ia kerjakan untuk dapat menafkahi isterinya beserta kelima anak-anaknya. Rendahnya pendididkan yang dimilikinya membuat Herman tidak dapat mendapatkan atau mencari pekerjaan lain. Herman menyadari bahwa pakerjaannya sebagai pencari barang bekas sangat tidak banyak penghasilan yang ia dapatkan untuk keluarganya. Herman yang berasal dari kalangan keluarga ekonomi kelas bawah hanya dapat bekerja sebagai pencari barang bekas. Herman juga harus melibatkan isteri dan anak Universitas Sumatera Utara 82 pertamanya untuk bekerja dalam mencari uang. Jika Herman sendirian yang bekerja keluarganya tidak akan dapat untuk bertahan hidup. Gadis belia seperti Friska harus menanggung keadaan kedua orang tuanya. Ia harus melibatkan dirinya untuk membantu kedua orang tua dalam mencari uang yang akan mereka gunakan untuk dapat bertahan hidup. Jauh di dalam lubuk hati Friska ia merasa bahwa ia tidak nyaman ketika berada dan bekerja di jalanan. Tetapi karena keadaan kedua orangtuanya, membuatnya harus membuang semua perasaan yang tidak menyenakan ketika berada di jalanan. Friska juga tidak dapat membiarkan kedua orangtuanya terus bekerja tanpa mengenal lelah, dan alasan yang membuat Friska ikut serta dalam bekerja adalah karena kedua orangtuanya sudah bekerja keras tetapi tetap saja keluarganya masih merasa kekurangan. Usaha yang telah dilakukan kedua orangtuanya masih tetap tidak mencukupi kebutuhan ia dan adik-adiknya. Friska dengan penuh semangat ingin sekali memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya, maka ia memilih untuk ikut serta bekerja sebagai pemulung botol-botol bekas. Dengan bekerjanya Friska tentu tidak sepenuhnya dapat mengurangi beban kedua orangtuanya, tetapi ia tetap berusaha untuk bekerja dan mencari sebanyak-banyaknya botol-botol bekas yang harus ia dapatakan. Selama menjadi pemulung Friska sering juga mendapatkan ancaman dan bahaya namun ia tetap berusaha menghadapi apapun yang ia dapatkan di jalanan. Sebagai seorang anak- anak yang mencari botol-botol bekas di jalanan, ia sering mendapatkan ancaman dari sesama pemulung. Friska sering mendapat ancaman berupa larangan untuk tidak memulung di suatu tempat yang sudah menjadi area khusus beberapa pemulung. Jika Friska menemukan orang- orang seperti itu, ia hanya akan pergi dan tidak akan kembali ketempat yang membuatnya terancam. Universitas Sumatera Utara 83 Demi keselamatan Friska di jalanan, kedua orangtuanya selalu menyuruh ia memulung botol-botol bekas di tempat yang ramai. Jika Friska mendapatkan ancaman dan bahaya ia dapat meminta tolong kepada orang lain, dan jika ia memulung di tempat yang ramai biasanya Friska tidak akan mendapatkan ancaman atau bahaya. Friska yang memutuskan untuk bekerja di jalanan, maka ia harus dengan sebaik-baiknya menjaga dirinya ketika berada di jalanan. Ketika berada di jalanan yang terpenting bagi Friska adalah bagaimana cara untuk membawa pulang botol-botol bekas sebanyak-banyaknya untuk dijual oleh kedua orangtuanya. Dengan begitu mereka akan mendapatkan uang. Karena pekerjaan dirinya dan kedua orangtuanya, membuat pergaulan Friska di sekolah menjadi terbatas. Friska hanya bergaul dengan temanya yang berasal dari lingkungan tempat tinggalnya saja. Ia selalu dijuluki sebagai anak pemulung oleh teman-teman sekelas di sekolahnya. Sebagai anak-anak mereka sering menjadikan suatu pekerjaan orang tua sebagai bahan ejekan. Namun Friska tidak pernah merasa malu terhadap pekerjaannya dan juga pekerjaan orang tuanya. Hal ini membuat Friska tidak terlalu suka bergaul di sekolah ia lebih sering menyendiri disekolahnya. Hampir semua teman sekelasnya menghina Friska, tetapi itu tidak menjadi permasalahan baginya. Ia tetap rajin belajar dan ia selalu menjadi rangking kelas. Friska membuktikan kepada teman-temanya jika pun dia adalah seorang anak pemulung bukan berarti ia tidak bisa menjadi sang pemenang dikelasnya. Meskipun kedua orangtuanya selalu menjadi bahan hinaan oleh teman-temannya ia tetap bangga kepada orang tuanya karena mereka bekerja keras untuk bertahan hidup dan membiayai ia dan adik-adiknya. Ketika Friska dihina oleh teman-temannya di sekolah, ia sering mengadu dan menangis kepada ibu dan ayahnya. Sulastri selalu menenangkan hati Friska, dan selalu berkata kepada Friska bahwa teman-temannya itu masih anak-anak. Mereka adalah anak-anak Universitas Sumatera Utara 84 yang gagal di didik oleh kedua orang tuanya. Sulastri juga selalu mengatakan kepada Friska menghina akan membuat seseorang menjadi penuh dosa. Karena sesama manusia tidak diajarkan untuk saling merendahkan. Friska selalu mendapatkan semangat dan nasehat-nasehat yang baik dari ibuya. Ibunya selalu menyuruhnya untuk tetap giat belajar agar ia dapat mencapai dan meraih cita-citanya. Menjadi seorang memulung yang mencari dan mengumpulkan botol-botol bekas, sebenarnya membuat Friska sangat lelah. Ia harus berjalan kaki setiap hari selama empat sampai lima jam. Terkadang ia berpikir untuk berhenti dari pekerjaannya, tetapi ia tidak tega jika harus membiarkan kedua orangtuanya tetap bekerja keras. Walaupun sebenarnya kedua orang tuanya tidak pernah memakasnya untuk bekerja, jika ia harus berhenti tidak akan menjadi permasalahan bagi kedua orang tuanya. Tetapi Friska merasa jika ia berhenti membantu ibu dan ayahnya dalam mencari botol-botol bekas akan sangat berpengaruh kepada pendapatan orangtuanya . Semenjak Friska ikut serta membantu kedua orangtuanya dapat menambah beberapa penghasilan yang mereka dapatkan walupun jumlah yang ia dapatkan tidak terlalu banyak. Meskipun ia ikut serta dalam membantu kedua orang tua, perekonomian keluarganya tetap masih rendah. Apabila ia berhenti bekerja akan semakin rendah pula pendapatan kedua orang tua. Mengingat tujuan Friska ikut serta dalam bekerja hanya untuk membantu kedua orang tuanya. Ia selalu memikirkan keempat adik-adiknya jika ia berhenti bekerja akan berimbas kepada adik-adiknya, mereka bisa saja kekurangan uang dan tidak dapat membeli makanan untuk mereka. Ibunya harus membeli beras dan lauk untuk makanan mereka, dan itu akan membutuhkan uang yang banyak. Universitas Sumatera Utara 85 Jika ia tetap akan berhenti bekerja, ia akan mengorbankan kehidupan adik-adiknya. Sebagai seorang kakak bagi adik-adiknya, Friska tidak menginginkan hal itu terjadi kepada keluarganya. Ia harus tetap bekerja semampu dan sebisanya. Kedua orang tuanya juga merasakan bahwa Friska merasakan kelelahan ketika bekerja. Herman dan Sulastri selalu menyuruh Friska untuk berhenti, tetap saja ia tak mau dan tetap pergi bekerja. Orang tua Friska menyuruh ia untuk tidak bekerja setiap hari, karena Friska juga membutuhkan waktu untuk istirahat dan bermain- main bersama adik-adiknya di rumah mereka. Terkadang adik-adiknya juga ingin berkumpul bersama kakaknya. Saat ini Friska tidak lagi setiap hari menghabiskan waktu bekerja di jalanan. Hari sabtu dan minggu ia gunakan untuk beristirahat dan berkumpul bersama adik-adiknya. Sementara itu, kedua orangtuanya hampir setiap hari menghabiskan waktu untuk bekerja mencari uang untuk anak-anaknya. Jarang sekali Herman dan Sulastri libur dalam bekerja. Mereka terus berusaha mencari uang sebanyak-banyak karena mereka menyadari bahwa kebutuhan keluarganya dan anak-ananya pun semakin meningkat setiap harinya. Kini Herman dan Sulastri harus menyekolahakan kedua anak-anak mereka yaitu Friska dan Cindy. Keperluan untuk sekolah anak-anaknya pun akan semakin banyak. Sebagai orang tua Herman dan Sulstri tidak ingin melalaikan tanggung jawab mereka untuk memberikan pendidikan kepada anak- anaknya. Bagimanapun kondisi perekonomian keluargnya, kedua orang tua ini akan berusaha memberikan dan memenuhui hak-hak untuk anaknya terutama hak untuk menerima pendidikan dari orang tua. Friska pun tetap akan melakukan pekerjaannya dengan semaksismal mungkin, ia sadar dirinya masih membutuhkan pendidikan yang lebih tinggi. Sekarang ia sudah duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar, dan sebentar lagi ia juga akan duduk di bangku sekolah menegah pertama. Tentu saja itu sangat memerlukan uang dan biaya yang tinggi dan orang tuanya harus sudah Universitas Sumatera Utara 86 mempersiapkan bekal untuk masa depannya. Friska tidak akan membiarkan orang tuanya sendirian dalam mencari uang untuk pendidikanya beserta keempat adik-adiknya. Friska selalu mengharapkan adik-adiknya tidak merasakan atau ikut serta dalam bekerja mencari botol-botol bekas sepertinya. Adik-adiknya tidak perlu merasa lelahnya berada di jalanan dan berjalan dari satu tempat ke tempat lain dan mengkais tempat-tempat sampah hanya untuk mencari botol-botol bekas. Kini yang dapat Friska lakukan adalah tetap bekerja sebagai pemulung bolot-botol bekas, ia tidak mengetahui kapan ia akan berhenti dari pekerjaan yang sedang dikerjakan saat ini. Selama ia masih tetap dapat berjalan, Friska akan tetap berusaha dan membantu kedua orangtuanya untuk dapat menghidupi keempat adik-adiknya dan juga dirinya. Sebisa mungkin Friska akan berusaha dan tidak akan membiarkan keluarganya merasa kekurangan sedikit pun. Keluarganya harus tetap dapat bertahan hidup dan melanjutkan kehidupan mereka. Friska harus tetap bekerja dan belajar dengan baik di sekolahnya. Keadaan keluarganya saat ini adalah karena kedua orang tuanya tidak memiliki pendidikan yang tinggi sehingga membuat keduanya tidak mampu mencari dan mendapatkan pekerjaan yang layak dan berpenghasilan tinggi. Untuk itu Friska dan keempat saudaranya tidak ingin memiliki pendidikan yang rendah seperti kedua orangtuanya. Dengan kecerdasan yang dimiliki oleh Friska ia akan mengajari adik- adik belajar dengan baik, dan ia juga berharap dapat melanjutkan pendidikannya sampai pada perguruan tinggi. Dengan pendidikan yang tinggi Friska berharap dapat meraih cita-citanya,dan setelah ia menyelesaikan pendidikannya ia akan mencari pekerjaan yang layak dan berpenghasilan tinggi. Ia berharap setelah ia bekerja nanti kedua orang tuanya tidak lagi menjadi seorang pencari barang bekas dan seorang pemulung yang mencari botol-botol bekas di jalanan. Universitas Sumatera Utara 87 Begitu juga dengan adik-adiknya, Friska berharap adik-adiknya mendapatkan masa depan yang baik dan cerah. Friska harus tetap berusaha dan mencoba meraih cita-citanya dan juga tujuannya. Ia tidak pernah berhenti untuk belajar, karena hanya dengan belajar ia mempunyai akses untuk menuju masa depan yang lebih baik. Friska tidak menginginkan kehidupan pahit yang ia alami saat ini terulang kembali pada kehidupanya di masa mendatang. Ia juga ingin membebaskan kedua orang tuanya dari pekerjaan yang selama ini sangat menguras tenaga. Orangtuanya selalu bekerja hampir setiap hari tidak perduli panas terik matahari bahkan pada saat musim hujan pun orangtuanya tetap akan pergi bekerja. Orang tuanya harus bekerja keras demi untuk menghidupi ia dan adik-adiknya tanpa pernah mengenal lelah dan mengeluh. . Kedua orang tuanya merasa sangat beruntung mempunyai anak seperti Friska yang sudah berpikir untuk membantu kesulitan yang di alami oleh orang tuanya. Kedua orang tuanya akan selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk masa depan anak-anaknya, semoga hanya Friska saja yang ikut bekerja di jalanan dan hal ini tidak akan terjadi kepada adik-adiknya, betapa tidak wajarnya anak seusianya harus menanggung beban hidup dari kedua orang tuanya. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh Herman Sulastri mereka harus membawa anaknya kedalam kehidupan yang terpuruk ini. Mereka hanya dapat terus bekerja keras tanpa mengenal batas untuk tetap dapat bertahan hidup bersama anak-anaknya. Paling penting bagi Herman dan Sulastri anak-anaknya dapat terus bersekolah, karena Herman tidak memiliki pendidikan yang tinggi, ia hanya seorang ayah yang berpendidikan rendah begitu juga dengan Sulastri yang juga seorang ibu yang berpendidikan rendah. Mereka harus tetap mempertahankan agar anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang tinggi. Hanya dengan begitu anak-anaknya akan mendapatakan masa depan yang lebih baik dari kehidupan mereka sebelumnya. Universitas Sumatera Utara 88

4.4.3 Irfan Tidak Memiliki Keluarga Utuh “ Bekerja Sebagai Pengamen Karena Ajakan Dari Teman”.