Pokok Permasalahan Kerangka Pemikiran 1. Teori Pembuatan Keputusan Luar Negeri William D.Coplin

berbagai aktor dalam kondisi-kondisi tertentu. Artinya, terjadi interaksi antara pengambil kebijakan luar negeri dengan aktor-aktor politik dalam negeri yang berupaya untuk mempengaruhi kebijakan luar negeri tersebut, atau Coplin menyebutnya dengan policy influencer. Gambaran tentang alur pembuatan kebijakan luar negeri oleh pemerintah di suatu negara yang dipengaruhi oleh dinamika politik dalam dan luar negeri dapat dilihat pada skema 1.1 sebagai berikut : Skema Pembuatan Kebijakan Luar Negeri Skema 1.1 Sumber : Teori Pembuatan Kebijakan Luar negeri yang diungkapkan William D. Coplin, Introduction to International Politics : A Theoritical Overviews, terjemahan Marbun, CV. Sinar Baru, Bandung, 1992, hal.30. Teori pembuatan kebijakan luar negeri di atas menjelaskan bahwa implementasi kebijakan tidak hanya berkaitan dengan pilihan rasional dari aktor-aktor formal pembuat kebijakan, namun juga Politik dalam Negeri Konteks Internasional Keadaan Ekonomi dan Militer Tindakan Politik Luar Negeri Pembuat Kebijakan dipengaruhi oleh konstelasi politik dalam dan luar negeri yang keberadaannya saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Kemudian kebijakan luar negeri itu sendiri akan mendorong terjadinya pengaruh atau dampak yang kemudian akan mempengaruhi kebijakan itu sendiri atau yang dalam hal ini dikenal dengan chain of political influencer. Sebagaimana William D. Coplin telah memberikan banyak informasi mengenai faktor-faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan luar negeri, ia mengelompokkannya dalam tiga hal yang berkenaan dengan faktor psikologis yakni ; penetapan situasi, pemilihan tujuan, dan pemilihan alternatif. Faktor psikologis terkait dengan unsur pemilihan alternatif choosing alternatives dengan berdasarkan suatu anggapan bahwa pembuatan keputusan adalah merupakan suatu proses intelektual rasional. Maka tujuannya secara eksplisit dan hierarki dapat dirumuskan sebagai peluang yang diberikan oleh lingkungan. Variabel-variabel pengaruh dalam pengambilan keputusan politik luar negeri tersebut adalah ; a variabel idiosyncratic variabel individu, variabel ini berkenaan dengan persepsi, citra, dan karakteristik pribadi pembuat keputusan politik luar negeri, b variabel peranan role, variabel ini didefinisikan sebagai gambaran pekerjaan atau sebagai aturan-aturan yang diharapkan bagi seseorang yang berkompetensi terhadap pembuatan dan pelaksanaan kebijakan politik luar negeri, c variabel birokratik governmental, variabel ini menyangkut pada struktur dan proses pemerintahan serta implikasinya terhadap pelaksanaan politik luar negeri, d variabel sosial societal, yakni variabel yang menyangkut identifikasi efek struktur kelas, distribusi pendapatan, status, dan persamaan ras serta agama terhadap politik luar negeri negara-negara tertentu, e variabel sistemik systemic influences dalam variabel ini kita dapat memasukkan struktur dan proses sistem internasional. Pada negara modern, pembuatan kebijakan luar negeri harus dapat dipertanggungjawabkan pada entitas-entitas politik. Dengan kata lain, pola otoritaranis dalam pembuatan keputusan akan lebih sulit dijalankan. Hal yang sama juga berkaitan dengan aspek ekonomi-militer, dimana kedua faktor ini sangat menentukan posisi tawar bargainning position dari negara yang bersangkutan dalam konstelasi politik-keamanan regional ataupun internasional. Analisa Coplin tentang faktor ekonomi dan militer dalam mempengaruhi pengambilan keputusan berangkat dari perilaku raja-raja Eropa abad pertengahan. Ekonomi dan militer merupakan dua variabel yang saling berkaitan satu sama lain. Ketika kemampuan militer meningkat, maka akan meningkatkan kemakmuran secara ekonomi para raja Coplin, 1992. Dan sebaliknya, ketika kemampuan ekonomi semakin kuat maka akan berimbas pada peningkatan kekuatan militernya. Kedua variabel ini juga yang menurut Coplin menjadi modal utama negara-negara Eropa menjajah Asia dan Eropa. Perusahaan-perusahaan dagang Eropa datang tidak hanya membawa misi ekonomi, namun lebih kepada penaklukan wilayah dengan dukungan kekuatan militer yang lebih kuat. Tindakan politik luar negeri foreign policy act menjelaskan mengapa suatu negara berprilaku tertentu terhadap negara lain. Tindakan politik luar negeri ini berkaitan dengan geopolitik suatu negara dan ilmuwan realis telah memberikan penjelasannya. Menurut Coplin ada 3 elemen dasar dalam menjelaskan dampak konteks internasional terhadap kebijakan luar negeri suatu negara, yaitu geografis, ekonomis, dan politis Coplin, 1992. Lingkungan internasional setiap negara merupakan wilayah yang ditempatinya berkenaan dengan lokasi dan kaitannya dengan negara-negara lain dalam sebuah sistem politik internasional. Keterkaitan tersebut termasuk dalam bidang ekonomi dan politik. Setelah membahas kajian di atas, jika dikaitkan dengan keputusan luar negeri Arab Saudi dalam mendukung kudeta Mesir atas Mursi, ketiga konsiderasi Coplin di atas sangatlah sejalan. Kondisi politik dalam negeri Arab Saudi yang dipimpin oleh Raja yang berkuasa absolut memungkinkan kekuasaan penuhnya untuk menentukan keputusan politik luar negeri. Bentuk negaranya sendiri adalah monarki absolut dimana raja merupakan kepala negara, kepala pemerintahan dan panglima angkatan bersenjata Ahira, 2011. Jika raja Arab Saudi memandang bahwa tampuk kepemimpinan adalah berasal dari Allah dan bisa lepas pun karena Allah, maka lain halnya dengan prinsip yang dipegang Mursi sebagai pemimpin demokratis. Kepemimpinan Mursi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka kemudian ini menjadi sumber pertentangan antara Arab Saudi dan Mesir. Melihat dari kapabilitas ekonomi dan militer, reformasi dalam bidang ekonomi begitu pesat. Periode 1982-2005, belanja negara membengkak, sedangkan pemasukan jauh berkurang. Harga minyak yang jatuh dari 40 dolar AS per-barel menjadi 20 dolar membuat kas negara kering Pilihan, 2015. Namun pada tahun 1998, Raja Abdullah menghimbau anggota kerajaan untuk mengubah gaya hidup. Raja Abdullah sangat tegas dalam membatasi akses keuangan anggota kerajaan. Visinya dalam hal pembangunan ekonomi terlihat begitu agresif. Ia tak hanya mengikut-sertakan Arab Saudi pada kancah perdagangan dunia, tetapi juga Abdullah menyerukan pembentukan Arab Common Market pasar publik wilayah Arab pada Januari 2011. Menurut data Global Built Asset Wealth Index dilansir perusahaan konsultan Arcadis menyebutkan kekayaan aset Arab Saudi bernilai US 3,15 triliun atau kini setara dengan Rp. 43.914 triliun. Dan ini merupakan kekayaan aset negara terbanyak di kawasan Timur Tengah. Serta secara global, Arab Saudi memiliki tingkat pertumbuhan kekayaan aset dibangun tertinggi ketiga di dunia Assegaf, 2015. Sehingga, bantuan luar negeri Saudi terhadap Mesir untuk kudeta yang sebesar US 20 miliar merupakan dana yang sedikit dan memungkinkan bagi Saudi. Dari segi militer, tentu juga mumpuni, sejak tahun 1963 yakni tahun pengangkatan Abdullah sebagai komandan Garda Nasional Saudi SANG. Di bawah kepemimpinannya, SANG menjelma menjadi kekuatan militer modern di negeri padang pasir itu. Dan dari segi tindakan politik luar negeri, Saudi merasa terancam oleh kebangkitan Islam melalui Ikhwanul Muslimin, menyebabkan hegemoni Arab Saudi di kawasan Timur Tengah terancam, sehingga Raja Abdullah memutuskan untuk mendukung aktif menjatuhkan Presiden Mursi yang merupakan bagian dari Ikhwanul Muslimin. Kemudian, sejumlah negara di Timur Tengah meningkatkan anggaran militernya pada tahun 2013 dengan menghabiskan dana triliunan rupiah. Menurut Stockholm International Peace Reaserch Institute SIPRI, Arab Saudi memiliki anggaran tertinggi yakni US 766 triliun, bahkan memiliki posisi keempat di dunia Choirul, Anggaran Militer Arab Saudi Rp 766 Triliun, 2014. Situasi ini pun memungkinkan Arab Saudi untuk mendukung gerakan mengkudeta Mursi dibawah Jenderal Al Sisi. Aspek berikutnya adalah keterkaitan tindakan politik luar negeri Saudi berdasarkan konteks internasional. Pada penghujung tahun 2010 hingga 2011, kawasan Timur Tengah mengalami pergolakan politik yang dikenal dengan Jasmine Revolution. Suatu revolusi yang bertujuan untuk menumbangkan rezim otoriter dan menggantikan dengan sistem demokrasi Ardiyansyah, 2010. Revolusi ini merupakan ancaman bagi Saudi dan Mesir yang memiliki sistem pemerintahan otoriter. Namun pula keuntungan bagi Mesir yang sesaat setelah revolusi memiliki Presiden baru Mursi yang dipilih secara demokratis pada tahun 2012. Ditambah dengan peristiwa Arab Spring 2011 yang ditandai dengan demonstrasi massa secara masif dan diakhiri dengan tumbangnya beberapa rezim yang sudah berkuasa selama puluhan tahun. Di Mesir, peristiwa diakhiri dengan tumbangnya rezim yang berkuasa, Husni Mubarok. Arab Spring di Mesir berlanjut pada proses demokratisasi yang ditandai oleh terlaksananya pemilu secara demokratis. Ikhwanul Muslimin yang pada awalnya mengalami penindasan politik, akhirnya dapat memenangkan pemilu. Nilai-nilai yang dibawa IM juga berpengaruh pada proses demokratisasi di Libya dan Tunisia misalnya. Negara-negara tersebut menyadari bahwa IM membawa udara baru politik yang lebih baik di kawasan Arab. Ini merupakan ancaman bagi hegemoni Arab Saudi. Sehingga, ia begitu geram pada eksistensi IM saat itu. Ketiga aplikasi konsiderasi di atas dapat digambarakan dalam skema di bawah ini : Ilustrasi dari Pengaplikasian Teori Skema 1.2

D. Hipotesa

Mengacu pada penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa alasan Arab saudi mendukung kudeta Mesir 2013 adalah : 1. Konteks internasional berupa kebangkitan Mesir di bawah Presiden dari kalangan Ikhwanul Muslimin menjadi ancaman bagi sistem pemerintahan monarki Arab Saudi. 2. Ekonomi dan militer Arab Saudi yang kuat melancarkan dukungannya terhadap Kudeta atas Presiden Muhammad Mursi. 3. Raja Abdul Aziz menciptakan kondisi politik domestik Arab Saudi Sistem Pemerintahan Arab Saudi yang Monarki Absolut Eksistensi IM mengancam sistem monarki Arab Saudi Ekonomi dan Militer Arab Saudi yang kuat Raja Abdullah Mendukung Kudeta Mesir atas Presiden Mursi yang monarki absolut mempengaruhi Raja Abdullah dalam tindakannya mendukung kudeta atas Mursi.

E. Jangkauan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup kajian dari awal terpilihnya Muhammad Mursi sebagai presiden Mesir sampai pelengserannya oleh militer Mesir sendiri dengan dukungan Arab Saudi. Pembatasan ruang lingkup bertujuan untuk memberikan penjelasan yang spesifik sehingga dapat mudah dipahami.

F. Metode Penelitian

Menurut Casel dan Simon, metode kualitatif merupakan metode penelitian ilmu sosial yang berusaha melakukan deskripsi dan interpretasi secara akurat mengenai makna dari gejala yang terjadi dalam konteks sosial. Metode ini menekankan pada pengumpulan dan analisis teks tertulis atau terucapkan. Metode kualitatif juga berusaha memberikan gambaran menyeluruh tentang situasi yang sedang dipelajari oleh peneliti Symon, 1994. Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi dalam studi kepustakaan libraryan research yaitu dengan mengumpulkan dokumen yang bersumber dari teks tertulis berupa artikel, buku, berita surat kabar, serta publikasi data internet website.

G. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh terkait alasan Arab Saudi mendukung kudeta Mesir 2013, serta memberikan pemahaman kepada pembaca terkait masalah di atas. Sehingga, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi penulis dan pembaca terkait fenomena yang terjadi di negara Timur Tengah, yang dalam karya tulis ini memfokuskan pada Arab Saudi dan Mesir.

H. Sistematika Penulisan

Penelitian dan penulisan tentang skripsi ini terbagi atas lima masing-masing adalah sebagai berikut : BAB I yang merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan, kerangka pemikiran, hipotesa, lingkup penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II membahas tentang gambaran umum hubungan baik Arab Saudi