Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdapat di BEJ)

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan pasar modal di Indonesia berdampak pada peningkatan permintaan akan audit laporan keuangan. Setiap perusahaan yang go public diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan dan telah diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal (Subekti dan Widiyanti, 2004). Laporan keuangan merupakan suatu sumber informasi yang berperan penting dalam pengambilan keputusan dan bertujuan sebagai media bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan berbagai informasi dan pengukuran secara ekonomis mengenai kinerja keuangan, perubahan posisi keuangan, arus kas, serta sumber daya yang dimiliki perusahaan kepada berbagai pihak yang mempunyai kepentingan atas informasi tersebut (Wicaksono, 2009:3). Informasi ini bermanfaat untuk pengambilan keputusan, karena banyak pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Investor membutuhkan informasi laporan keuangan untuk mendukung keputusan agar dapat memaksimalkan utilitas investasinya (Wirakusuma, 2004).

Informasi yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dapat bermanfaat bilamana disajikan secara akurat dan tepat pada saat dibutuhkan oleh pemakai laporan keuangan, namun informasi tidak lagi bermanfaat bila tidak disajikan secara akurat dan tepat waktu (Rachmawati, 2008). Salah satu kewajiban perusahaan manufaktur yang sudah go public adalah mempublikasikan laporan keuangan yang telah disusun dengan standar akuntansi keuangan dan telah


(2)

2 diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar dalam BadanPengawas Pasar Modal (Bapepam). Auditor memiliki tanggung jawab yang besar dan tentunya hal ini membuat auditor untuk bekerja secara lebih profesional. Salah satu kriteria profesionalisme auditor tampak dalam ketepatan waktu penyampaian laporan auditannya (Subekti dan Widiyanti, 2004). Hal ini mencerminkan betapa pentingnya ketepatwaktuan (timeliness) penyajian laporan keuangan kepada publik dan perusahaan diharapkan untuk tidak menunda penyajian laporan keuangannya yang dapat menyebabkan manfaat informasi yang disajikan menjadi berkurang. Semakin lama waktu tertunda dalam penyajian laporan keuangan suatu perusahaan ke publik, maka semakin banyak kemungkinan berkembangnya rumor-rumor maupun kemungkinan terdapatnya informasi yang menyesatkan mengenai perusahaan tersebut. Apabila hal ini sering terjadi maka akan mengarahkan pasar tidak lagi bekerja dengan baik. Untuk itu, regulator memandang perlu menentukan suatu regulasi yang mengatur batas waktu penerbitan laporan keuangan yang harus dipenuhi oleh setiap emiten. (Wirakusuma, 2004).

Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan telah diatur dalam pasar modal. Undang-undang no. 8 tahun 1995 tentang peraturan pasar modal menyatakan bahwa semua perusahaan yang terdaftar dalam pasar modal wajib menyampaikan laporan keuangan secara berkala kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat. Apabila perusahaan-perusahaan tersebut terlambat menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Bapepam maka dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang.


(3)

3 Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2001), khususnya tentang standar pekerjaan lapangan mengatur tentang prosedur dalam penyelesaian pekerjaan lapangan seperti perlu adanya perencanaan atas aktivitas yang akan dilakukan, pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern dan pengumpulan bukti-bukti kompeten yang diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengetahuan, pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Pemenuhan standar audit oleh auditor dapat berdampak lamanya penyelesaian laporan audit, tetapi juga berdampak peningkatan kualitas auditnya. Pelaksanaan audit semakin sesuai dengan standar pekerjaan audit semakin pendek waktu yang diperlukan. Kondisi ini dapat menimbulkan suatu dilema bagi auditor.

Perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal opini audit dalam laporan keuangan mengindikasikan tentang lamanya waktu penyelesaian pekerjaan auditnya. Hal yang penting adalah bagaimana agar dalam penyajian laporan keuangan itu bisa tepat waktu atau tidak terlambat dan kerahasiaan informasi terhadap laporan keuangan tidak bocor kepada pihak lain yang bukan kompetensinya untuk ikut mempengaruhinya. Tetapi apabila terjadi hal sebaliknya yaitu terjadi keterlambatan maka akan menyebabkan manfaat informasi yang disajikan menjadi berkurang dan tidak akurat (Kartika, 2009).

Menurut Generally Accepted Auditing Standard (GAAS) khususnya standar umum ketiga menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan penuh kecermatan dan ketelitian. Selain itu, standar pekerjaan lapangan menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang dan pengumpulan alat-alat pembuktian yang cukup memadai (Boynton dan Kell,


(4)

4 2001). Karena adanya standar inilah memungkinkan akuntan publik untuk menunda publikasi laporan audit atau laporan keuangan auditan apabila dirasakan perlu memperpanjang masa audit.

Lamanya waktu penyelesaian audit ini dapat mempengaruhi ketepatan waktu informasi tersebut dipublikasikan, sehingga berdampak pada reaksi pasar terhadap keterlambatan informasi tersebut dan mempengaruhi tingkat ketidakpastian keputusan yang didasarkan pada informasi yang dipublikasikan (Halim, 2000). Kondisi ini sering disebut juga audit delay. Audit Delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diselesaikannya laporan audit independen (Wiwik Utami, 2006). Semakin panjang audit delay maka semakin lama auditor dala m menyelesaikan pekerjaan auditnya (Subekti dan Widiyanti, 2004).

Berdasarkan peraturan Pasar Modal No. KEP 80/ PM/ 1996 mengenai penyampaian laporan keuangan menyatakan bahwa: perusahaan yang terdaftar dalam pasar modal wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit kepada Bapepam selambat-lambatnya 120 hari terhitung sejak tanggal berakhirnya tahun buku. Peraturan tersebut kemudian diperbaharui dengan dikeluarkannya keputusan No. KEP 17/ PM/ 2002 oleh Ketua Bapepam tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan secara berkala yang mulai berlaku untuk laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan.


(5)

5 Pembaharuan keputusan tersebut mendorong manajemen dan akuntan publik untuk bekerja lebih cepat, sehingga memberikan informasi laporan keuangan dapat segera dimanfaatkan dan akurat kepada investor mengenai kondisi emiten atau perusahaan publik serta dalam rangka mengikuti perkembangan pasar modal global.

Halim (2000) melakukan penelitian tentang audit delay dengan menggunakan sampel 287 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1997 menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 84.45 hari. Rustiana (2007) melakukan penelitian tentang audit delay dengan menggunakan semua perusahaan dalam industri keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode tahun 2002-2004, menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 71.62 hari. Ubaidillah (2008) melakukan penelitian tentang audit delay dengan menggunakan sampel 337 perusahaan di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2005, menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 88 hari. Rachmawati (2008) melakukan penelitian tentang audit delay pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2003-2005, menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 76 hari. Kartika (2009) dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah perusahaan-perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2001–2005 menunjukkan audit delay rata-rata 69 hari. Subekti dan Widiyanti (2004) melakukan penelitian tentang audit delay yang terjadi di Indonesia pada tahun 2001 adalah 98,38 hari, dan Wirakusuma (2004) melakukan penelitian tentang audit delay dengan menggunakan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1999-2001, menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 99,92 hari, ini merupakan sebagai


(6)

6 permasalahan yang serius jika dibandingkan dengan rata-rata audit delay hanya 84-88 hari.

Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Ubaidillah (2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pertama, penulis akan menambahkan variabel independen yaitu variabel reputasi auditor dan variabel laba/rugi perusahaan.

Kedua, perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada perbedaan tahun penelitiannya, dimana pada penelitian sebelumnya tahun 2005 sedangkan pada penelitian ini akan diperluas tahun penelitiannya yaitu pada tahun 2008-2010 dan dibatasi pada perusahaan manufaktur. Alasan dipilihnya perusahaan manufaktur adalah karena jenis perusahaan ini mendominasi perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia.

Mengingat begitu pentingnya ketepatan waktu pelaporan keuangan tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil topik penelitian di bidang akuntansi khususnya auditing dengan judul "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 s.d. 2010).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay? 2. Apakah opini audit berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay?


(7)

7 4. Apakah leverage berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay?

5. Apakah laba/rugi perusahaan berpengaruh secara signifikan berpengaruh terhadap audit delay ?

6. Apakah ukuran perusahaan, opini audit, reputasi auditor, leverage, dan laba/rugi perusahaan berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap audit delay?

C. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menentukan bukti atas hal-hal sebagai berikut:

1. Menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap audit delay 2. Menguji pengaruh opini audit terhadap audit delay

3. Menguji pengaruh reputasi auditor terhadap audit delay 4. Menguji pengaruh leverage terhadap audit delay

5. Menguji pengaruh laba/rugi perusahaan terhadap audit delay

6. Menguji pengaruh ukuran perusahaan, opini audit, auditor, lamanya menjadi klien KAP, leverage, dan laba/rugi perusahaan terhadap audit delay.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Kantor Akuntan Publik ( KAP)

Membantu profesi auditing dan KAP dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses audit dengan mengendalikan faktor-faktor dominan yang dapat mempengaruhi audit delay. Selain itu bagi auditor dapat membantu dalam mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay, sehingga audit delay dapat ditekan seminimal mungkin dalam usaha


(8)

8 memperbaiki ketepatan waktu (timeliness) atau mempercepat penerbitan laporan keuangan kepada publik.

2. Bagi Investor

Dapat dijadikan sebagai informasi yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam berinvestasi.

3. Bagi Auditor

Sebagai motivator dalam melaksanakan audit pada perusahaan supaya laporan yang dihasilkan dapat segera di laporkan ke BAPEPAM sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan BAPEPAM.

4. Bagi Akademik

Memberi masukan dan menambah wawasan mengenai ketepatan waktu pelaporan keuangan.

5. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan gambaran data dan bukti-bukti empiris tentang pengaruh ukuran perusahaan, opini audit, reputasi auditor, leverage, dan laba/rugi perusahaan terhadap audit delay pada perusahaan publik di Indonesia, terutama untuk perusahaan manufaktur dan sebagai referensi untuk penelitian dimasa yang akan datang.


(9)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Laporan Keuangan

1. Pengertian Laporan Keuangan

Pengertian laporan keuangan menurut Hery (2009) adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan kata lain, laporan keuangan ini berfungsi sebagai alat informasi yang menghubungkan perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan, yang menunjukkan kondisi kesehatan keuangan perusahaan dan kinerja perusahaan.

Sedangkan menurut Kartika (2009):

“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Pelaporan keuangan salah satu sumber informasi yang mengkomunikasikan keadaan keuangan dari hasil operasi perusahaan dalam periode tertentu kepada pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga manajemen mendapatkan informasi yang bermanfaat”.

Menurut Halim (2001:47) Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan oleh berbagai pihak. Laporan keuangan yang utama terdiri dari atas neraca, laporan laba/rugi, dan laporan aliran kas. Laporan keuangan tersebut disajikan oleh manajemen perusahaan.

Menurut Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI, 2007) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia, laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap meliputi: neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti: laporan arus kas), catatan dan


(10)

10 laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan sebagai segmen dan geografis serta pengaruh pengungkapan perubahan harga.

Laporan keuangan menurut Harahap (2007:201) merupakan output dan hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan. Di samping sebagai informasi, laporan keuangan juga sebagai pertanggungjawaban atau accountability. Sekaligus menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan hasil dari proses pencatatan yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan, yang berguna bagi pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh para pemilik perusahaan. Disamping itu laporan keuangan dapat juga digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada pihak-pihak luar perusahaan yang membutuhkannya, diantaranya kreditur, investor, serta pihak lainnya yang digunakan sebagai dasar pertimbangan sebelum memutuskan untuk melakukan investasi di perusahaan tersebut.


(11)

11 2. Tujuan Laporan Keuangan

Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan kepada para pemakainya untuk dipakai dalam proses pengambilan keputusan (Harahap, 2007:66).

Sedangkan menurut Heri dan Imelda (2007) laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Tujuan umum laporan keuangan menurut Rudianto (2009;18) adalah sebagai berikut:

a. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal suatu perusahaan. b. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan

dalam sumber-sumber ekonomi suatu perusahaan yang timbul dalam aktivitas usaha dalam rangka memperoleh laba.

c. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan keuangan mengestimasi potensi perusahaan guna menghasilkan laba di masa mendatang.

d. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan keuangan dalam mengestimasi potensi perusahaan guna menghasilkan laba.

e. Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam sumber-sumber ekonomi dan kewajiban, seperti informasi mengenai aktiva pembelanjaan dan investasi


(12)

12 f. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi yang berhubungan

dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pengguna laporan, seperti informasi mengenai kebijaksanaan akuntansi yang dianut perusahaan.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) No. 1, tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut:

a. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

b. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan.

c. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen, atau pertanggungjawaban manajemen atau sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi, keputusan ini mungkin mencakup misalnya, keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.

Tujuan keseluruhan dari pelaporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor dalam


(13)

13 pengambilan keputusan investasi dan kredit. Jenis keputusan yang dibuat oleh pengambil keputusan sangatlah beragam, begitu juga dengan metode pengambilan keputusan yang mereka gunakan dan kemampuan mereka untuk memproses informasi. Pengguna informasi akuntansi harus dapat memperoleh pemahaman mengenai kondisi keuangan dan hasil operasional perusahaan lewat pelaporan keuangan. Investor sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan yang disusun investee terutama dalam hal pembagian deviden, sedangkan kreditor berkepentingan dalam hal pengambilan jumlah pokok pinjaman berikut bunganya. Investor dan kreditor terutama sangat tertarik terhadap arus kas investee/debitur di masa mendatang (Hery, 2009:39).

3. Karakteristik Laporan Keuangan

Menurut Rudianto (2009:19) setiap perusahaan memiliki bidang usaha dan karakteristik yang berbeda satu sama lain sehingga rincian laporan keuangan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya dapat berbeda, tetapi setiap laporan keuangan yang dihasilkan oleh setiap institusi harus memenuhi beberapa standar kualitas berikut ini agar bermanfaat:

a. Relevan

Setiap jenis laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan harus sesuai dengan maksud penggunaannya sehingga dapat bermanfaat. Karena itu, dalam proses penyusunan laporan keuangan akuntan harus memfokuskan kepada tujuan umum pemakai laporan keuangan.

b. Dapat dimengerti

Laporan keuangan harus disusun dengan istilah dan bahasa yang sesederhana mungkin sehigga dapat dimengerti oleh pihak yang


(14)

14 membutuhkannya. Laporan keuangan yang tidak dapat dimengerti tidak akan ada manfaatnya sama sekali.

c. Daya uji

Informasi keuangan yang dihasilkan suatu perusahaan harus dapat diuji kebenarannya oleh seseorang pengukur yang independen dengan menggunakan metode pengukuran yang sama.

d. Netral

Informasi keuangan harus ditunjukkan kepada tujuan umum pengguna, bukan ditunjukkan kepada pihak tertentu saja. Laporan keuangan tidak boleh berpihak pada salah satu pengguna laporan keuangan tersebut.

e. Tepat waktu

Informasi keuangan harus disajikan sedini mungkin agar dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan perusahaan. Laporan keuangan yang terlambat penyajiannya akan membuat pengambilan keputusan perusahaan menjadi tertunda dan tidak relevan lagi dengan waktu dibutuhkannya informasi tersebut.

f. Daya banding

Laporan keuangan suatu perusahaan harus dapat dibandingkan dengan laporan keuangan perusahaan itu sendiri ada periode-periode sebelumnya, atau dengan perusahaan lain yang sejenis pada periode yang sama.

g. Lengkap

Informasi keuangan harus menyajikan semua fakta keuangan yang penting sekaligus menyajikan fakta-fakta tersebut sedemikian rupa, sehingga tidak akan menyesatkan pembacanya. Maka harus terdapat klasifikasi, susunan serta istilah yang layak dalam laporan keuangan. Demikian pula fakta atau


(15)

15 informasi tambahan yang dapat mempengaruhi perilaku dalam pengambilan keputusan, harus diungkapkan dengan jelas.

B. Audit

1. Pengertian Audit

Menurut Halim (2001:1) definisi yang sangat terkenal adalah definisi yang berasal dari ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) yang mendefinisikan sebagai berikut:

“Auditing adalah suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.”

Dari definisi tersebut dapat diuraikan 7 elemen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan audit, yaitu:

a. Proses sistematik

Auditing merupakan rangkaian proses dan prosedur yang bersifat logis, struktur dan terorganisir.

b. Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif

Proses sistematik yang dilakukan tersebut merupakan proses untuk menghimpun bukti yang mendasari asersi yang dibuat oleh individu maupun entitas.

c. Asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi

Asersi merupakan suatu pernyataan, atau suatu rangkaian pernyataan secara keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas pernyataan tersebut. d. Menentukan tingkat kesesuaian (degree of correspondence)


(16)

16 Hal ini berarti menghimpun dan mengevaluasi bukti dimaksudkan untuk menentukan dekat tidaknya atau sesuai tidaknya asersi dengan kriteria yang telah ditetapkan.

e. Kriteria yang ditentukan

Kriteria yang ditentukan merupakan standar pengukur untuk mempertimbangkan asersi atau representasi.

f. Menyampaikan hasil-hasilnya

Hal ini berarti hasil audit dikomunikasikan melalui laporan tertulis yang mengindikasikan tingkat kesesuaian antara asersi dan kriteria yang telah ditentukan.

g. Para pemakai yang berkepentingan

Para pemakai yang berkepentingan merupakan para pengambil keputusan yang menggunakan dan mengandalkan temuan yang diinformasikan melalui laporan audit, dan laporan lainnya.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga elemen fundamental dalam auditing, yaitu:

1) Seseorang auditor harus independen

2) Auditor bekerja mengumpulkan bukti (evidence) untuk mendukung pendapatnya

3) Hasil pekerjaan auditor adalah laporan (report)

Menurut American Accounting Association (AAA) dalam (Rahayu, 2010:1) “Auditing merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh

dan mengevaluasi bukti secara objektif yang berhubungan dengan asersi-asersi tentang tindakan-tindakan dan peristiwa-peristiwa ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dan kriteria yang ditetapkan”.


(17)

17 Auditing menurut Arens, Alder, dan Beasley (2010:4) adalah sebagai berikut:

Auditing is the accumulation an evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and estabilished criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”.

Artinya auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesuksesan antara informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

Sedangkan menurut Mulyadi (2002:9) pengertian auditing sebagai berikut: “Auditing adalah proses yang sistematis dalam memperoleh dan

mengevaluasi bukti secara objektif yang berhubungan dengan pernyataan-pernyataan tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat hubungan antara pernyatan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya dengan pihak-pihak yang berkepentingan”.

Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai informasi tingkat kesesuaian antara tindakan atau peristiwa ekonomi dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta melaporkan hasilnya kepada pihak yang membutuhkan, dimana audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

2. Jenis Audit

Jenis audit terbagi atas tiga, yaitu audit laporan keuangan, audit operasional, dan audit ketaatan (Arens, Elder, dan Beasley, 2010:13):

a. Audit Laporan Keuangan

Audit laporan keuangan menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu.


(18)

18 Umumnya, kriteria itu adalah Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum. Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia dimuat dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).

Asumsi dasar dari suatu audit laporan keuangan adalah bahwa laporan tersebut yang berbeda. Oleh karena itu, jauh lebih efisien mempekerjakan satu auditor untuk melaksanakan audit dan membuat kesimpulan yang dapat diandalkan oleh semua pihak daripada membiarkan masing-masing pihak melakukan audit sendiri-sendiri.

b. Audit Operasional

Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya. Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, auditor akan membiarkan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan. Karena lingkup evaluasi efektivitas operasi begitu luas, maka tidak mungkin untuk menentukan ciri pelaksanaan audit operaisonal dengan pasti. Di dalam suatu organisasi, bisa jadi auditor mengevaluasi apakah manajemen telah menggunakan informasi yang tepat dan mencukupi dalam pengambilan keputusan pembelian aktiva tetap yang baru, sedangkan dalam organisasi yang berbeda mungkin akan mengevaluasi efisiensi administrasi penjualan. Dalam audit professional, tinjauan yang dilakukan tidak terbatas pada masalah-masalah akuntansi, tetapi juga meliputi evaluasi terhadap struktur organisasi, pemanfaatan komputer, metode produksi, pemasaran, dan bidang-bidang lain yang sesuai dengan keahlian auditor.


(19)

19 Pelaksanaan audit operasional dan hasil yang dilaporkan lebih sulit untuk didefinisikan daripada jenis audit lainnya. Efisiensi dan efektivitas operasi suatu organisasi jauh lebih sulit pengevaluasiannya secara objektif dibandingkan penerapan dan penyajian laporan sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum. Kriteria yang digunakan untuk evaluasi informasi terukur dalam audit operasional cenderung subyektif. Pada praktiknya, auditor operasional cenderung memberikan saran perbaikan prestasi kerja dibandingkan melaporkan keberhasilan prestasi kerja yang sekarang. Auditor operasional merupakan konsultasi manajemen daripada audit.

c. Audit Ketaatan

Audit ketaatan memepertimbangkan apakah audit (klien) telah mengikuti prosedur atau aturan yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi. Suatu audit ketaatan pada perusahaan swasta, dapat termasuk penentuan apakah para pelaksana akuntansi telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan, peninjauan tingkat upah untuk menentukan kesesuaian dengan peraturan upah minimum, atau pemeriksaan surat perjanjian dengan bank atau kreditor lain untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Dalam audit atas badan-badan pemerintah makin banyak audit ketaatan yang dilakukan oleh karena banyaknya aturan yang dibuat oleh pihak yang berwenang. Di hampir semua organisasi swasta dan nirlaba, selalu terdapat kebijakan, dan kewajiban hukum yang membutuhkan suatu audit ketaatan. Hasil audit biasanya tidak dilaporkan kepada pihak luar, tetapi kepada pihak tertentu dalam organisasi. Pimpinan perusahaan adalah pihak yang paling


(20)

20 berkepentingan atas dipatuhinya prosedur dan aturan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, mereka sering memperkerjakan auditor untuk melakukan tugas itu. Tetapi terdapat beberapa pengecualian, misalnya dalam hal perjanjian yang melibatkan dua pihak atau lebih. Apabila suatu pihak hendak memastikan apakah pihak lain benar-benar menaati perjanjian sesuai ketentuan yang berlaku, maka auditor akan dipekerjakan oleh organisasi yang mengeluarkan ketentuan. Contoh dalam kasus ini adalah audit atas seorang wajib pajak untuk memastikan apakah dia telah mematuhi undang-undang perpajakan yang beralaku.

3. Jenis Auditor

Auditor merujuk pada seseorang yang melakukan audit. Dalam praktiknya, sekarang terdapat beberapa tipe auditor. Tipe yang umum adalah akuntan publik terdaftar, auditor pemerintah, auditor pajak, serta auditor internal (Arens, Elder, dan Beasley, 2010:15)

a. Akuntan Publik Terdaftar

Kantor akuntan publik sebagai auditor independen bertanggung jawab atas audit laporan keuangan historis dari seluruh perusahaan publik dan perusahaan besar lainnya. Penggunaan laporan keuangan yang diaudit di Indonesia dunia usaha dan pasar modal. Umumnya masyarakat menyebut kantor akuntan publik sebagai auditor atau auditor independen, meskipun masih terdapat auditor-auditor lain diluar akuntan publik terdaftar. Di Indonesia, penggunaan gelar akuntan terdaftar diatur oleh undang-undang No. 34 tahun 1954. Persyaratan menjadi seorang akuntan publik terdaftar di atur oleh Menteri keuangan, terakhir dengan keputusan No. 763 tahun 1986.


(21)

21 b. Auditor Pemerintah

Di Indonesia terdapat beberapa lembaga atau badan yang bertanggung jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan atau keuangan Negara. Pada tingkat tertinggi terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kemudian terdapat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jendral (Itjen) pada departemen-departemen pemerintah. Di Amerika Serikat sendiri terdapat General Office (GAO). Sebagai tugas-tugas BPKP tidak berbeda dengan tugas kantor akuntan publik. Sebagian besar informasi keuangan yang dibuat oleh berbagai badan pemerintah telah dianut oleh BPKP. Disamping audit atas laporan keuangan, pada masa sekarang BPKP seringkali melakukan evaluasi efisien dan efektivitas operasi berbagai pelaksanaan komputerisasi suatu badan pemerintah. Dalam hal ini para auditor dapat meninjau dan menganalisis segala aspek sistem komputerisasi tersebut, tetapi penekanan utamanya adalah pada penilaian terhadap kelayakan peralatan, efisiensi operasi, kecukupan dan kegunaan keluaran, serta hal-hal lainnya guna melihat kemungkinan perolehan layanan yang sama dengan biaya yang lebih rendah.

c. Auditor Pajak

Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang berada dibawah Departemen Keuangan RI, bertanggung jawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP di lapangan adalah KPP (Kantor Pelayanan Pajak) dan kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak (Karikpa). Karikpa mempunyai auditor-auditor khusus. Tanggung jawab Karikpa adalah melakukan audit


(22)

22 terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan. Audit semacam ini sesungguhnya adalah ketaatan.

Pekerjaan audit untuk menilai ketaatan terhadap undang-undang perpajakan sepertinya merupakan hal yang mudah, tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Undang-undang perpajakan merupakan hal yang rumit dan seringkali ditafsirkan dengan berbagai cara. Demikian juga dengan surat pemberitahuan pajak yang dapat berwujud laporan yang sederhana dari seorang wajib pajak perorangan dan dapat berupa laporan yang rumit dari sebuah perusahaan multinasional. Selain itu , terdapat masalah yang berkaitan dengan pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak pertambahan nilai atas barang mewah (PPnBM). Auditor yang melibatkan diri dalam audit ini harus memiliki pengetahuan yang mencukupi mengenai hal-hal tersebut.

d. Auditor Internal

Auditor intern bekerja di suatu perusahaan untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen perusahaan, seperti halnya auditor pemerintah bagi pemerintah. Bagian audit dari suatu perusahaan bisa beranggotakan lebih dari seratus orang dan biasanya bertanggung jawab langsung kepada presiden direktur, direktur eksekutif, atau kepada komite audit dari dewan atau komisaris. Pada BUMN, auditor intern berada dibawah SPI (Satuan Pengawas Intern). Tugas auditor intern tergantung pada atasannya. Ada bagian audit yang hanya terdiri dari satu atau dua orang, yang sebagian besar tugasnya melakukan audit ketaatan secara rutin. Bagian audit lainnya barangkali berjumlah beberapa staf yang mempunyai tugas yang


(23)

berbeda-23 beda, termasuk juga hal-hal di luar akuntansi. Pada tahun-tahun terakhir, banyak auditor intern yang terlibat dalam kegiatan audit operasional.

Untuk menjalankan tugas dengan baik, auditor intern harus berada di luar fungsi lini suatu organisasi, tetapi tidak terlepas dari hubungan bawahan atasan seperti lainnya. Auditor intern wajib memberikan informasi yang berharga bagi manajemen untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan operasi perusahaan. Biasanya pihak-pihak ekstern enggan memanfaatkan informasi dari auditor intern karena independennya yang terbatas. Keterbatasan independensi ini merupakan perbedaan utama antara auditor intern dengan akuntan publik.

4. Perlunya Laporan Keuangan di Audit

Di dalam laporan keuangan dapat terjadi kemungkinan adanya ”information risk”, risiko ini menunjukkan kemungkinan informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan usaha yang tidak tepat. Risiko informasi tersebut disebabkan karena adanya kemungkinan ketidak akuratnya laporan keuangan organisasi yang besangkutan. Selain itu kondisi masyarakat yang kompleks menjadi penyebab terdapatnya kemungkinan pengambil keputusan memperoleh informasi yang tidak dapat dipercaya dan tidak dapat diandalkan (Rahayu, 2010:5).

Menurut Rahayu (2010:5) penyebab information risk adalah jauhnya sumber informasi, motif penyedia informasi, banyaknya data, kompleksitas transaksi dan perbedaan kepentingan.


(24)

24 a. Jauhnya sumber informasi

Informasi yang diperoleh pengambil keputusan sulit untuk didapatkan secara langsung dari partner usaha, biasanya diperoleh dari pihak lain, hal ini akan menimbulkan ketidaktepatan informasi.

b. Motif penyedia informasi

Adanya motif tertentu pihak penyedia informasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari penyajian informasi. Penyebab dari hal ini adalah karena adanya kepercayaan yang sangat tinggi mengenai harapan masa depan dan juga karena adanya unsur kesengajaan memberi kesan baik pada pihak lain.

c. Banyaknya data

d. Luasnya usaha organisasi membuat semakin kompleks dan banyaknya transaksi usaha. Jika setiap departemen yang ada dalam organisasi tersebut tidak memiliki prosedur yang tepat dalam menjalankan usahanya, kemungkinan kesalahan baik kecil, maupun besar tidak dapat terdeteksi sehingga menyebabkan menumpuknya kesalahan yang akan berefek pada ketidaktepatan pencatatan iformasi dan laporan keuangan.

e. Kompleksitas transaksi

Perkembangan perusahaan yang pesat membuat transaksi keuangan semakin kompleks dan semakin sulit untuk dicatat dengan baik. Peraturan akuntansi yang bersinggungan dengan entitas lain membuat masalah menjadi penting dan sulit.

f. Perbedaan kepentingan

Manajemen akan berusaha agar laporan keuangan memperlihatkan kinerja yang baik dengan meningkatkan laba dan merubah perlakuan akuntansi.


(25)

25 Menurut Halim (2001:48) ada empat alasan kapan audit atas laporan keuangan diperlukan. Keempat alasan tersebut adalah:

a. Perbedaan kepentingan

Ada perbedaan kepentingan yang dapat menimbulkan konflik antara manajemen sebagai pembuat dan penyaji laporan keuangan dengan para pemakai laporan keuangan. Manajemen mempunyai kepentingan untuk mempertahankan jabatannya. Untuk itu manajemen akan berusaha agar laporan keuangan perusahaan yang dipimpinnya memperlihatkan kinerja yang baik, misalnya dengan mengubah metode perlakuan akuntansi sehingga menjadi lebih besar. Di pihak lain, antara para pemakai laporan keuangan sendiri pun mempunyai berbagai kepentingan yang berbeda terhadap laporan keuangan perusahaan. Pemegang saham lebih senang kebijakan dividen yang liberal yang memberi dividen lebih besar. Kreditor seperti bank lebih senang bila tidak ada dividen.

Para pemakai mengharapkan kepastian dari auditor independen bahwa laporan keuangan bebas dari pengaruh konflik kepentingan terutama kepentingan manajemen. Laporan keuangan perlu diaudit untuk menentukan kewajaran dan kenetralan laporan keuangan. Auditor independen juga diharapkan mempertimbangkan setiap kebutuhan dari berbagai kelompok pemakai laporan keuangan. Dengan demikian, audit laporan keuangan diperlukan untuk meningkatkan keyakinan pemakai laporan keuangan bahwa laporan keuangan bersifat netral, sehingga tingkat reliabilitasnya dapat ditingkatkan.


(26)

26 b. Konsekuensi

Laporan keuangan merupakan informasi yang sangat penting bagi pemakai, investor, kreditor, dan para pembuat keputusan ekonomi lainnya sangat mengandalkan laporan keuangan yang dipublikasikan. Mereka meningkatkan agar laporan keuangan berisi sebanyak mungkin informasi yang relevan untuk mengambil keputusan. Mereka menginginkan adanya pengungkapan (disclosure) yang memadai. Para pemakai lapora keuangan mengandalkan auditor independen untuk memastikan bahwa laporan keuangan disusun sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan berisi pengungkapan yang diperlukan bagi para pemakai yang berkepengetahuan dan mengerti tentang laporan keuangan.

c. Kompleksitas

Dunia bisnis yang selalu berkembang pesat mengakibatkan permasalahan akuntansi dan proses penyajian laporan keuangan semakin kompleks. Peningkatan kompleksitas ini mengakibatkan semakin tingginya risiko kesalahan interprestasi dan penyajian laporan keuangan. Hal ini menyulitkan para pemakai keuangan dalam mengevaluasi kualitas laporan keuangan. Oleh karena itu, mereka mengandalkan laporan auditor independen atas laporan keuangan yang diaudit untuk memastikan kualitas laporan keuangan yang bersangkutan.

d. Keterbatasan akses

Pemakai laporan keuangan pada umumnya mempunyai keterbatasan akses terhadap data akuntansi. Ada jarak antara pemakai dengan aktivitas perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan. Jika para pemakai ingin mengakses data secara langsung, maka mereka akan menghadapi kendala


(27)

27 waktu, biaya, ketelitian, dan tenaga. Oleh karena itu, mereka mempercayakan pemeriksaan kepada pihak ketiga yaitu auditor independen. Sedangkan menurut Harahap (1991) dikutip oleh Halim (2001:49) di Indonesia umumnya audit dilaksanakan hanya karena terpaksa dengan keadaan seperti:

a. Ketentuan Bank dalam pemberian kredit.

b. Ketentuan Badan Pengawas Pasar Modal bagi perusahaan yang go public. c. Ketentuan-ketentuan tender, penawaran, pendaftaran rekanan.

d. Keadaan terpaksa karena terjadinya kecurangan .

e. Ketentuan Organisasi yang diatur dalam anggaran dasar.

Bagi perusahaan, audit masih merupakan komoditi mahal yang tidak perlu dilaksanakan, sehingga pelaksanaan audit dilapangan terkadang dipersulit. Perusahaan menganggap kompetensi auditor hanya untuk menemukan kecurangan yang dianggap dapat merugikan perusahaan, bahkan perusahaan menganggap auditor sebagai kaki tangan pemerintah untuk menemukan kecurangan dibidang perpajakan.

5. Tujuan Audit

Tujuan umum audit adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Untuk mencapai tujuan ini, auditor perlu menghimpun bukti kompeten yang cukup. Untuk menghimpun bukti kompeten yang cukup, auditor perlu mengidentifikasikan dan menyusun sejumlah tujuan audit spesifik untuk setiap akun laporan keuangan. Dengan melihat tujuan spesifik tersebut, auditor akan dapat


(28)

28 mengidentifikasikan bukti apa yang dapat dihimpun, dan bagaimana cara menghimpun bukti tersebut (Halim, 2001:135).

Sedangkan menurut (Rahayu, 2010:93) tujuan umum audit terhadap laporan keuangan adalah untuk memberikan pernyataan pendapat apakah laporan keuangan yang diperiksa tidak menyajikan secara wajar, dalam segala hal yang bersifat materil, sesuai dengan prinsip-prinsip akutansi yang lazim.

Ada lima tipe pokok laporan audit yang diterbitkan auditor menurut Standar Professional Akuntan Publik:

a. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion report).

b. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language).

c. Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion report).

d. Laporan yang berisi pendapat tidak wajar (adverse opinion report).

e. Laporan yang didalamnya auditor tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion report).

6. Standar Audit

Merupakan pedoman untuk membantu auditor dalam memenuhi tanggung jawab profesinya untuk melakukan audit atas laporan keuangan. Standar audit mencerminkan ukuran mutu pekerjaan audit laporan keuangan.

Menurut Rahayu (2010:41) standar audit terbagi atas sepuluh standar, dan terbagi dalam tiga kelompok yaitu:

a. Standar umum


(29)

29 2) Sikap mental yang independen

3) Kemahiran profesional dengan cermat dan seksama b. Standar pekerjaan lapangan

Merupakan pedoman auditor dalam melaksanakan prosedur audit. Standar pekerjaan lapangan antara lain:

1) Perencanaan dan supervisi audit.

Perencanaan merupakan pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan, yang meliputi penentuan: (i) Sifat, luas, dan pelaksanaan audit, (ii) Program audit. Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan audit atau penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi adalah: (i) memberikan instruksi kepada asisten, (ii) menjaga informasi masalah-masalah penting yang dijumpai dalam audit, (iii) mereview pekerjaan yang dilaksanakan, (iv) menyelesaikan perbedaan pendapat diantara staf audit kantor akuntan, (v) pemahaman memadai atas pengendalian intern

Auditor harus memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern yang memadai untuk merencanakan audit, menentukan sifat, saat dan ruang lingkup pengujian dengan melaksanakan prosedur untuk memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan.


(30)

30 2) Bukti kompeten yang cukup

Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.

c. Standar Pelaporan

Merupakan pedoman auditor yang membuat laporan audit. Standar pelaporan terdiri dari 4 jenis antara lain:

1) Pernyataan kesesuaian laporan keuangan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum Standar pelaporan pertama berbunyi: ”Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”.

2) Pernyataan ketidakkonsistenan penerapan prisip akuntansi yang berlaku umum. Standar pelaporan kedua berbunyi:

”laporan auditor harus menunjukkan, jika ada ketidakkonsistennan penerapan prisnip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya”.

3) Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan. Standar pelaporan ketiga berbunyi: ”pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lapin dalam laporan auditor”.

4) Pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan. Standar pelaporan keempat berbunyi sebagai berikut:

”laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa


(31)

31 pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor”.

C. Audit Delay

Menurut Halim (2002), Kartika (2009) dan Utami (2006) pengertian audit delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit.

Sedangkan menurut Newton and Ashton (1989) pengertian audit delay adalah: “The number of calendar days the from the financial statement date to the audit report date”.

Menurut Lawrence dan Briyan (1988) dalam Yugo Trianto (2006) Audit Delay adalah lamanya hari yang dibutuhkan auditor untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya, yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan keuangan audit.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa audit delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit terhitung mulai dari tanggal penutupan tahun buku sampai dengan tanggal diterbitkannya laporan audit.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan rata-rata audit delay yang berbeda-beda pada setiap negara. Perbedaan ini dapat dimaklumi karena adanya peraturan dan kebijakan pasar modal yang berbeda antar negara. Penelitian yang dilakukan Andi Kartika (2009) di indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2001–2005 menunjukkan audit delay rata-rata 69 hari.


(32)

32 Sedangkan hasil penelitian Hossain dan Taylor (1998) di Pakistan menunjukkan rata-rata audit delay yang lebih panjang yaitu 143 hari.

Kartika (2009) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay di Indonesia dengan menggunakan sampel perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2001-2005. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ukuran perusahaan, laba/rugi perusahaan, opini auditor dan tingkat profitabilitas. Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan faktor ukuran perusahaan, lab/rugi operasi, mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap audit delay. Opini auditor mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap audit delay. Faktor profitabilitas tidak mempunyai pengaruh terhadap audit delay.

Halim (2000), melakukan penelitian dengan menggunakan sampel 287 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1997 menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 84.45 hari. Variabel yang digunakan antara lain total revenue, jenis industri, bulan penutupan buku tahunan, lamanya menjadi klien KAP, rugi/laba operasi, tingkat profitabilitas dan jenis opini. Hasil penelitian multivariate menunjukkan bahwa ke tujuh faktor tersebut secara serentak sangat berpengaruh terhadap audit delay, namun yang konsisten berpengaruh adalah tahun buku dan pelaporan kerugian.

Rachmawaty (2008) melakukan penelitian tentang faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi audit delay dan timeliness di Indonesia dengan menggunakan sampel 287 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2003-2005. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain profitabilitas, solvabilitas, internal auditor, ukuran perusahaan dan ukuran kantor akuntan publik. Dari hasil penelitian, faktor internal yang


(33)

33 mempengaruhi audit delay adalah ukuran perusahaan dan faktor eksternal ukuran akuntan publik. Sedangkan variabel profitabilitas, solvabilitas, internal auditor tidak mempunyai pengaruh terhadap audit delay. Faktor internal yang mempunyai pengaruh terhadap timeliness adalah ukuran perusahaan, solvabilitas dan faktor eksternal ukuran akuntan publik, sedangkan profitabilitas dan internal auditor tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap timeliness. Faktor internal dan eksternal perusahaan seperti profitabilitas, solvabilitas, internal auditor, ukuran perusahaan dan ukuran akuntan publik secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan baik terhadap audit delay maupun timeliness.

Ubaidillah (2008) melakukan penelitian beberapa faktor yang berdampak pada perbedaan audit delay, dengan menggunakan sampel 337 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode tahun 2005 menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 88 hari. Variabel yang digunakan adalah opini audit, tingkat profitabilitas, leverage, dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tingkat leverage dan opini audit berpengaruh terhadap audit delay dan mempunyai hubungan tanda yang positif, sedangkan variabel ukuran perusahaan dan tingkat profitabilitas tidak berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan manufaktur.

Utami (2006) melakukan penelitian tentang analisis determinan audit delay di Bursa Efek Jakarta. Variabel yang digunakan adalah ukuran perusahaan, jenis industri, lamanya perusahaan menjadi klien sebuah kantor akuntan publik, jenis opini audit, laba/rugi, dan rasio hutang terhadap ekuitas. Sampel yang digunakan berjumlah 90 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara empiris determinan audit delay meliputi faktor lamanya emiten menjadi klien sebuah kantor akuntan publik, emiten


(34)

34 mengalami kerugian tahun berjalan, dan laporan keuangan mendapat opini selain unqualified dari akuntan publik. Sedangkan secara simultan seluruh variabel berpengaruh terhadap audit delay.

Carslaw dan Kaplan (1991), melakukan penelitian mengenai audit delay pada perusahaan publik di New Zealand. Variabel yang digunakan adalah ukuran perusahaan, jenis opini akuntan publik, auditor, tahun buku perusahaan, kepemilikan total asset. Variabel yang berpengaruh terhadap audit delay adalah ukuran perusahaan dan perusahaan melaporkan kerugian.

D. Ukuran Perusahaan

Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan (Schwartz dan Soo:1996; Owusu dan Ansah:2000). Hasil penelitian kontradiksi ditemukan pada penelitian di Indonesia dimana ukuran perusahaan tidak berpengaruh kuat terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan (Naim: 1998; Budi: 2000).

Halim (2000) di Indonesia tidak berhasil membuktikan ukuran perusahaan yang menggunakan proksi yang sama yaitu total revenue mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap audit delay. Hasil penelitian Halim (2000) sejalan dengan penelitian Na’im (1998) seperti yang dikutip dari Halim (2000) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpegaruh kuat terhadap audit delay, namun arah hubungannya positif.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Carslaw dan Kaplan (1991) di New Zealand yang menggunakan total asset sebagai proksi ukuran perusahaan menunjukkan bahwa audit delay mempunyai hubungan yang berkebalikan dengan ukuran perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan yang lebih besar mempunyai pengendalian internal yang lebih kuat yang akan mengurangi kecenderungan


(35)

35 kesalahan pelaporan keuangan yang mungkin terjadi dan memampukan auditor untuk mengendalikan pengendalian yang lebih luas dan untuk melakukan pekerjaan intern. Selain itu juga berkaitan dengan pelayanan yang lebih baik, untuk klien yang lebih besar oleh firma untuk memastikan kepuasan dari klien.

Selain itu penelitian-penelitian yang telah dilakukan seperti Courtis (1976), Gilling (1977), Ashton dan Elliot (1987) yang dikutip oleh Halim (2000) menyatakan bahwa faktor ukuran perusahaan dengan indikator total aktiva memiliki pengaruh yang besar terhadap audit delay. Pengaruh ini ditunjukkan dengan semakin besar nilai aktiva perusahaan maka semakin pendek audit delay dan sebaliknya. Menurut Dyer dan McHugh (1975) seperti yang dikutip oleh Halim (2000) bahwa perusahaan besar diduga akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajemen perusahaan yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay, dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan dan pemerintah. Pihak-pihak ini sangat berkepentingan terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan audit lebih awal.

E. Opini Audit

Auditor sebagai pihak yang independen di dalam pemeriksaan laporan keuangan suatu perusahaan, akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang diauditnya. Ada lima kemungkinan pernyataan pendapat independen (Mulyadi, 2002:19) yaitu:


(36)

36 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)

Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia jika memenuhi kondisi berikut ini:

a. Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia digunakan untuk menyusun laporan keuangan.

b. Perubahan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. c. Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan

dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language).

Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien, auditor dapat menambahkan laporan hasil auditnya dengan bahasa penjelas.

Berbagai penyebab paling penting adanya tambahan bahasa penjelas: a. Adanya ketidakpastian yang material.

b. Adanya keraguan atas kelangsungan hidup perusahaan.

c. Auditor setuju dengan penyimpangan terhadap prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)

Pendapat wajar dengan pengecualian akan diberikan oleh auditor jika dijumpai hal-hal sebagai berikut:


(37)

37 b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat

memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar kekuasaan klien maupun auditor.

c. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

d. Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.

e. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)

Auditor akan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas perusahaan klien. Selain auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga auditor dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya.

Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi untuk pengambilan keputusan.

4. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion)

Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor tidak memberikan pendapat adalah:


(38)

38 b. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.

Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan pendapat tidak wajar adalah pendapat tidak wajar diberikan dalam keadaan auditor mengetahui adanya ketidakwajaran laporan keuangan pendapat karena ia tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan yang diaudit.

F. Reputasi Auditor

Auditor Empat Besar (The Big Four Auditors) adalah kelompok empat firma jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, yang menangani mayoritas pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan tertutup.

Menurut Yuliana dan Aloysia (2004) Kantor Akuntan Publik di Indonesia dibagi menjadi KAP the big four dan Kantor Akuntan Publik non the big four. Kantor Akuntan Publik yang masuk kategori KAP the big four di Indonesia adalah:

1. Kantor Akuntan Publik Price Water House Cooper, yang bekerja sama dengan Kantor Akuntan Publik Drs. Hadi Susanto dan rekan.

2. Kantor Akuntan Publik KPMG (Klynfeld Peat Marwick Goedelar), yang bekerjasama dengan Kantor Akuntan Publik Sidharta dan Wijaya.

3. Kantor Akuntan Publik Ernst dan Young, yang bekerja sama dengan Kantor Akuntan Publik Drs. Sarwoko dan Sanjoyo.

4. Kantor Akuntan Publik Delloite Tauche Thomatshu, yang bekerja sama dengan Kantor Akuntan Publik Drs. Hans Tuanokata.

Menurut Supriyati Yuliastri Rolinda (2007) Kantor Akuntan Publik internasional atau yang di kenal dengan the Big Four dianggap dapat melaksanakan auditnya secara efisien dan memiliki jadwal waktu yang lebih tinggi untuk


(39)

39 menyelesaikan audit tepat pada waktunya. Kantor Akuntan Publik yang besar memperoleh insentif yang tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya lebih cepat dibandingkan Kantor Akuntan Publik lainnya. Waktu audit yang lebih cepat adalah cara bagi Kantor Akuntan Publik besar untuk mempertahankan reputasinya, karena jika tidak menyelesaikan audit dengan cepat maka untuk tahun yang akan datang mereka akan kehilangan kliennya.

Pemilihan kantor akuntan publik yang berkompeten kemungkinan dapat membantu waktu penyelesaian audit menjadi lebih segera atau tepat waktu. Penyelesaian waktu audit secara tepat waktu kemungkinan dapat meningkatkan reputasi kantor akuntan publik dan menjaga kepercayaan klien untuk memakai jasanya kembali untuk waktu yang akan datang. Dengan demikian besar kecilnya Ukuran Kantor Akuntan Publik kemungkinan dapat mempengaruhi waktu penyelesaian audit laporan keuangan.

G. Leverage

Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehari-hari pasti membutuhkan modal. Modal tersebut berasal dari modal sendiri maupun modal yang berasal dari pinjaman. Perusahaan yang menggunakan sumber dana dari luar untuk membiayai operasional perusahaan baik yang merupakan sumber pembiayaan jangka pendek maupun jangka panjang merupakan penerapan dari kebijakan leverage.

Arti leverage menurut Sularto dan Sudarmadji (2007) sacara harfiah adalah pengungkit. Pengungkit biasanya digunakan untuk membantu mengangkat beban yang berat. Dalam keuangan leverage juga mempunyai maksud yang serupa, yaitu leverage bisa digunakan untuk meningkatkan tingkat keuntungan yang


(40)

40 diharapkan. Istilah leverage biasanya dipergunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets or funds) untuk memperbesar tingkat penghasilan (return) bagi pemilik perusahaan.

Pengertian leverage menurut Ria (2008) adalah usaha untuk menggunakan sesuatu yang akan membawa konsekuensi beban tetap. Terdapat 2 macam leverage yaitu :

1. Operating Leverage

Operating leverage adalah penggunaan suatu kekayaan atau aktiva tertentu yang akan mengakibatkan beban tetap bagi perusahaan seperti mesin-mesin, gedung dan sebagainya. Dalam hal ini beban tetapnya akan berupa biaya depresiasi.

2. Financial Leverage

Financial leverage adalah peggunaan sumber dana tertentu yang akan mengakibatkan beban tetap yang berupa biaya bunga. Sumber dana ini dapat berupa utang obligasi, kredit dari bank dan sebagainya.

Dengan memperbesar tingkat leverage maka hal ini akan berarti bahwa tingkat ketidakpastian (Uncertainty) dari return yang akan diperoleh akan semakin tinggi pula, tetapi pada saat yang sama hal tersebut juga akan memperbesar jumlah return yang akan diperoleh. Tingkat leverage ini bisa saja berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya, atau dari satu periode ke periode lainnya di dalam satu perusahaan, tetapi yang jelas semakin tinggi tingkat leverage akan semakin tinggi tingkat resiko yang di hadapi serta semakin besar tingkat return atau penghasilan yang diharapkan. Istilah resiko (risk) disini dimaksudkan dengan ketidakpastian (Uncertainty) dalam hubungannya dengan


(41)

41 kemampuan perusahaan membayar kewajiban-kewajiban tetapnya (fixed payment obligation) (Sularto dan Sudarmadji, 2007).

Menurut Ubaidillah (2008) leverage yang tinggi memberikan arti bahwa perusahaan tersebut sangat tergantung dari pinjaman dari luar, sebaliknya bila tingkat leverage rendah maka permodalan tersebut lebih banyak didanai oleh pemilik perusahaan tersebut. Tingkat leverage yang dihasilkan sebuah perusahaan dapat dijadikan informasi sekaligus sebagai sinyal kepada publik untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi perusahaan. Sinyal tersebut bisa berupa good news ataupun bad news.

H. Laba/Rugi Perusahaan

Laba menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Sehingga dapat dikatakan bahwa laba merupakan berita baik. Perusahaan tidak akan menunda penyampaian informasi yang berisi berita baik. Dengan demikian perusahaan yang meraih laba cenderung akan lebih tepat waktu dalam pelaporan keuangannya dibandingkan dengan perusahaan yang mengalami kerugian (Hassanudin, 2002).

Menurut Carslaw dan Kalpan (1991) apabila perusahaan rugi maka perusahaan akan meminta auditornya untuk menjadualkan pengauditan lebih lambat dari biasanya, sehingga menunda untuk mengumumkan “bad news” kepada publik. Auditor akan bertindak lebih berhati-hati dan cermat selama proses audit dalam memberikan jawaban apakah peningkatan kerugian yang dialami oleh perusahaan diakibatkan oleh kegagalan atau disebabkan oleh kecurangan manajemen. Sementara pada perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung mengharapkan penyelesaian audit secepat mungkin, sehingga mampu


(42)

42 mengumumkan laporan keuangan auditan ke publik lebih awal. Wirakusuma (2004) mengutip temuan Dye dan Sridhar (1995) bahwa perusahaan yang memiliki good news akan melaporakan lebih tepat waktu dibandingkan dengan perusahaan yang operasionalnya gagal (bad news).

Penelitian Halim (2000), membuktikan audit delay dipengaruhi secara positif oleh adanya pengumuman rugi/laba usaha. Perusahaan yang mengumumkan rugi cenderung mengalami audit delay yang lama dibandingkan dengan perusahaan yang mengumumkan laba. Menurut Na’im (1998) tingkat profitabilitas yang rendah memacu kemunduran publikasi laporan keuangan.

I. Keterkaitan Antar Variabel

1. Ukuran Perusahaan dengan Audit Delay

Penelitian yang dilakukan oleh Carslaw dan Kaplan (1991) di New Zelland yang menggunakan total asset sebagai proksi ukuran perusahaan menunjukkan bahwa audit delay mempunyai hubungan yang berkebalikan dengan ukuran perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan yang lebih besar mempunyai pengendalian internal yang lebih kuat yang akan mengurangi kecenderungan kesalahan pelaporan keuangan yang mungkin terjadi dan membuat auditor lebih mampu untuk mengendalikan pengendalian yang lebih luas dan untuk melakukan pekerjaan intern. Selain itu juga berkaitan dengan pelayanan yang lebih baik, untuk klien yang lebih besar oleh firma untuk memastikan kepuasan dari klien.

Hasil penelitian Kartika (2009) di Indonesia menunjukkan bahwa total asset mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap audit delay perusahaan. Semakin besar total asset yang dimiliki oleh suatu


(43)

43 perusahaan maka semakin kecil audit delay-nya. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dyer dan Mc Hugh dalam penelitian Subekti dan Widiyanti (2004). Manajemen dengan skala besar cenderung diberikan insentif untuk mempercepat penerbitan laporan keuangan auditan disebabkan perusahaan berskala besar dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan dan pemerintah sehingga cenderung menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan laporan auditan lebih awal. Namun, hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Halim (2000) yang menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan yang diaudit maka audit delay-nya akan semakin lama. Ini berkaitan dengan semakin banyaknya sampel yang harus diambil dan semakin luas prosedur audit yang harus ditempuh. Jadi, ukuran perusahaan tidak berpegaruh kuat terhadap audit delay, namun arah hubungannya positif.

Selain itu menurut Dyer dan Mc Hugh (1975) seperti yang dikutip oleh Halim (2000) menyatakan bahwa manajemen dari perusahaan yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan dan pemerintah. Dengan demikian perusahaan berskala cenderung menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan laporan audit lebih awal.

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap audit delay. Oleh karena itu dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha1 : Ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit delay


(44)

44 2. Opini Audit dengan Audit Delay

Penelitian yang dilakukan oleh Ubaidillah (2005) di Indonesia menunjukkan bahwa opini auditor secara parsial berpengaruh terhadap lamanya pelaporan keuangan setelah audit (audit delay). Sama halnya dengan hasil penelitian ini, hasil penelitian Whitteredpun (1980) yang terdapat pada penelitian Subekti dan Widiyanti (2003) ternyata membuktikan bahwa audit delay akan lebih panjang dialami oleh perusahaan yang menerima opini wajar dengan pengecualian.

Penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2009) menunjukkan bahwa opini auditor independen mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap audit delay perusahaan. Perusahaan yang menerima opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) mempunyai waktu audit yang lebih cepat dibandingkan perusahaan yang menerima opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soetedjo (2006). Perusahaan yang tidak menerima opini audit standar unqualified opinion diperkirakan mengalami audit delay yang lebih panjang. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut memandang sebagai bad news dan akan memperlambat proses audit. Namun penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Na’im (1998) yang menemukan bahwa opini audit tidak berpengaruh terhadap ketidaktepatan pelaporan keuangan. Hal ini dikarenakan perusahaan yang tidak memenuhi ketepatan pelaporan keuangan umumnya memperoleh unqualified opinion dari auditor, tidak berbeda dengan perusahaan yang memenuhi ketepatan pelaporan keuangan.


(45)

45 Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa terdapat pengaruh opini audit terhadap audit delay. Oleh karena itu dapat drumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha2 : Opini audit perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit delay

3. Reputasi Auditor dengan Audit Delay

Penelitian yang dilakukan Heri dan Imelda (2007) menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh KAP The Big Four akan mempunyai audit delay yang lebih pendek dari pada perusahaan yang diaudit oleh KAP NonBig Four. Hasil ini mendukung penelitian Subekti dan Widiyanti (2004). Hal ini disebabkan karena kantor akuntan publik yang besar akan menyelesaikan auditnya dengan tepat waktu, karena pengalaman mereka dan dapat melaksanakan audit secara lebih efisien dari pada kantor akuntan publik yang kecil. Di samping itu, kantor akuntan publik yang besar memperoleh insentif yang lebih tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya lebih cepat dibandingkan dengan kantor akuntan publik lainnya. Waktu audit yang lebih cepat juga merupakan cara kantor akuntan publik besar untuk mempertahankan reputasi mereka, jika tidak untuk tahun yang akan datang mereka akan kehilangan kliennya.

Tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2009) dengan hasil bahwa reputasi auditor mempunyai pengaruh yang negatif, tetapi pengaruh ini tidak signifikan.

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa terdapat pengaruh reputasi auditor terhadap audit delay. Oleh karena itu dapat drumuskan hipotesis sebagai berikut:


(46)

46 Ha3 : Reputasi auditor secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit

delay

4. Leverage dengan Audit Delay

Penelitian yang dilakukan Meiden dan Wenny (2007) menemukan bahwa leverage mempunyai pengaruh yang signifikan dengan audit delay. Semakin tingginya tingakat leverage, semakin tinggi pula resiko perusahaan, karena masih banyak kewajiban kepada kreditur yang harus dilunasi. Perusahaan yang memiliki banyak hutang pada struktur keuangannya, maka perusahaan tersebut memiliki resiko yang cukup besar, sehingga bias menunda publikasi laporan keuangan tahunan.

Penelitian yang dilakukan oleh Ubaidillah (2008) menemukan bahwa leverage mempunyai hubungan yang positif dengan audit delay. Tingkat leverage yang rendah memberikan arti bahwa permodalan perusahaan lebih banyak didanai oleh pemilik perusahaan tersebut, sebalikanya bila tingkat leverage yang tinggi maka perusahaan tersebut sangat tergantung dari pinjaman dari luar perusahaan dan akan menghadapi tingginya tingkat resiko. Hal ini mempengaruhi tingkat resiko yang diaudit maka audit delay-nya akan semakin lama. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Weston dan Copelan (1995) yang terdapat dalam penelitian Halim (2000), hasil penelitian ini sekali lagi memberikan tambahan bukti di Indonesia mengenai variabel lain yang mempengaruhi audit delay, dimana variabel ini belum diteliti oleh Subekti dan Widiyanti (2004).

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa terdapat pengaruh Leverage terhadap audit delay. Oleh karena itu dapat drumuskan hipotesis sebagai berikut:


(47)

47 Ha4 : Leverage secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit delay.

5. Laba/Rugi dengan Audit Delay

Penelitian yang dilakukan oleh Caslaw dan Kaplan (1991) menemukan bahwa rugi perusahaan mempunyai hubungan yang positif dengan audit delay. Hasil dari penelitian ini konsisten dengan penelitian Ashton (1987). Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Halim (2000) juga memberikan hasil yang sama bahwa perusahaan yang mengalami rugi akan mengalami audit delay yang lebih panjang.

Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2006) dan Sejati (2007) juga memberikan hasil yang sama bahwa perusahaan yang mengalami rugi akan mengalami audit delay yang lebih besar. Beberapa faktor yang mengkaitkan pelaporan rugi dengan audit delay adalah : pertama, ketika rugi terjadi perusahaan akan cenderung menunda berita buruk. Sebuah perusahaan yang mengalami rugi akan meminta auditor untuk menjadual audit lebih dari biasanya misalnya terlambat memulai proses audit atau memperlama proses audit. Kedua, seorang auditor akan lebih berhati-hati dalam melakukan proses audit pada perusahaan yang rugi jika auditor meyakini bahwa kerugian perusahaan kemungkinan disebabkan karena kegagala n keuangan atau kecurangan manajemen.

Penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2009) menunjukkan bahwa laba rugi operasi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan berpengaruh terhadap audit delay. Ini berkaitan dengan ketidakstabilan kondisi ekonomi saat ini, dimana kebanyakan perusahaan yang mengalami kerugian diabaikan dalam pelaporan keuangannya karena kerugian dianggap sebagai hal yang biasa.


(48)

48 Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa terdapat pengaruh laba/rugi perusahaan terhadap audit delay. Oleh karena itu dapat drumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha5 : Laba/rugi perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit delay

Ha6 : Ukuran perusahaan, opini audit, reputasi auditor, leverage, dan

laba/rugi perusahaan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap audit delay.

J. Kerangka Pemikiran

Menurut Hamid (2007:26) mendefinisikan kerangka karangan berfikir sebagai berikut:

“Kerangka pemikiran adalah merupakan sintesa dari serangkaian teori yang sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternative dari serangkaian masalah yang ditetapkan”.

Informasi sebagai bukti yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi keputusan individual. Namun demikian, informasi baru akan bermanfaat bagi pemakainya apabila informasi tersebut disampaikan sedini mungkin agar dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut dalam (Scott, 2003) yang dikutip oleh (Rachmawati, 2008).

Ketepatwaktuan tidak menjamin relevansi, tetapi relevansi informasi tidak mungkin tanpa ketepatwaktuan informasi mengenai kondisi dan proses perusahaan harus cepat dan tepat sampai kepada pengguna laporan keuangan (Rachmawati, 2008).


(49)

49 Ada dua logika yang mendasari hubungan antara ukuran perusahaan dengan audit delay. Pertama, perusahaan besar akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajeman yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay dikarenakan perusahaan besar dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan dan pemerintah. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan audit lebih awal. Disamping itu perusahaan besar pada umumnya memiliki sistem pengendalian internal yang lebih baik sehingga memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya. Kedua, bahwa semakin besar perusahaan maka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan audit lebih lama. Hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya sampel yang harus diambil dan semakin luas prosedur audit yang harus ditempuh. Sehingga ukuran perusahaan dengan indikator total asset memiliki pengaruh positif terhadap audit delay.

Perusahaan yang tidak menerima opini audit standar unqualified opinion diperkirakan mengalami audit delay yang lebih panjang, hal ini dikarenakan perusahaan tersebut memandang sebagai bad news dan akan meperlambat peroses audit. Opini selain wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) merupakan opini yang tidak diharapkan oleh semua manajemen. Semakin tidak baik opini yang diterima oleh perusahaan maka semakin lama laporan keuangan auditan dipublikasikan. Laporan keuangan yang disampaikan tidak tepat waktu mencerminkan ketidakpatuhan perusahaan terhadap peraturan yang.

Kualitas audit diukur dengan Ukuran Kantor Akuntan Publik yang dibedakan menjadi kantor akuntan publik yang masuk empat besar, dalam hal ini


(50)

50 the big four dan kantor akuntan publik non the Big Four. Dimana Kantor akuntan publik empat besar cenderung untuk lebih cepat menyelesaikan tugas audit yang mereka terima dan mengeluarkan pendapat yang going concern. Kantor akuntan publik the big four lebih menginginkan untuk mengambil sikap yang tepat dan mengeluarkan pendapat yang sesuai standar dan memiliki kemampuan teknis untuk mendeteksi going concern perusahaan, kantor akuntan publik besar cenderung menyajikan audit yang lebih cepat dibandingkan dengan kantor akuntan publik non the big four karena mereka memiliki nama baik yang dipertaruhkan (Prabandi dan Rustiana, 2007:31).

Kantor akuntan publik the big four umumnya mempunyai sumber daya yang lebih besar sehingga dapat melakukan audit lebih cepat dan efisien. Hal ini membuktikan pendapat bahwa perusahaan yang diaudit oleh kantor akuntan publik the big four cenderung lebih cepat menyelesaikan auditnya bila dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh kantor akuntan publik non the big four. Supriyati Yuliasri Rolinda (2007:123) telah membuktikan bahwa Ukuran Kantor Akuntan Publik berpengaruh terhadap Audit Delay studi empiris pada perusahaan manufaktur dan finansial di Indonesia pada tahun 2004-2005 hal ini dikarenakan sebagian besar perusahaan sudah menggunakan jasa audit Kantor Akuntan Publik the big four yang dapat melakukan auditnya dengan cepat dan efisien.

Semakin tingginya tingakat leverage, semakin tinggi pula resiko perusahaan, karena masih banyak kewajiban kepada kreditur yang harus dilunasi (Meiden dan Weni, 2007).

Perusahaan yang melaporkan kerugian akan meminta auditor untuk mengatur waktu auditnya lebih lama dibandingkan biasanya. Sebaliknya jika perusahaan melaporkan laba yang tinggi maka perusahaan akan mempercepat


(51)

51 auditnya, sehingga good news tersebut segera dapat disampaikan kapada para investor dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Sehingga laporan laba/rugi perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap audit delay. Kerangka pemikiran dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

K. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis penelitian ini adalah : Ha1 : Ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit

delay

Ha2 : Opini audit perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit delay

Ukuran Perusahaan (Utami, 2006)

Opini Auditor (Ubaidillah, 2008)

Audit Delay

Laba/Rugi Perusahaan (Utami, 2006)

Reputasi Auditor

(Subekti dan Widiyanti, 2004)

Leverage


(52)

52 Ha3 : Reputasi auditor secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit

delay

Ha4 : Leverage secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit delay Ha5 : Laba/rugi perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

audit delay

Ha6 : Ukuran perusahaan, opini auditor, lamanya menjadi klien KAP, leverage, dan laporan laba/rugi perusahaan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap audit delay


(1)

100

LAMPIRAN C


(2)

101

2.

HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS

3.

HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant)

74.036 1.009 73.356 .000

UK .000 .000 -.120 -2.936 .003 .938 1.066

OP 19.105 1.712 .630 11.162 .000 .490 2.039

REP -2.848 1.291 -.090 -2.206 .028 .931 1.074

LEV -.082 .078 -.042 -1.056 .291 .971 1.030

LR -9.587 2.384 -.226 -4.022 .000 .494 2.024


(3)

102

4.

HASIL UJI AUTOKORELASI

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .514a .264 .256 13.60170 2.024

Sumber : Data diolah 2011


(4)

103

LAMPIRAN D

MULTIPLE REGRESSION

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1

LR, REP, UK,

LEV, OPa . Enter

Sumber : Data diolah 2011

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1

.514a .264 .256 13.60170 2.024

Sumber : Data diolah 2011

Anova

Model Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression

31209.703 5 6241.941 33.739 .000a

Residual 87137.949 471 185.006

Total 118347.652 476


(5)

104

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant)

74.036 1.009 73.356 .000

UK .000 .000 -.120 -2.936 .003 .938 1.066

OP 19.105 1.712 .630 11.162 .000 .490 2.039

REP -2.848 1.291 -.090 -2.206 .028 .931 1.074

LEV -.082 .078 -.042 -1.056 .291 .971 1.030

LR -9.587 2.384 -.226 -4.022 .000 .494 2.024


(6)

105

LAMPIRAN E

STATISTIK d-DURBIN WATSON

Taraf nyata untuk d

L

dan d

U

: 5%

N

K

dl

du

460. 21. 1.75680 1.93800

470. 2. 1.84429 1.85282

470. 3. 1.84002 1.85711

470. 4. 1.83572 1.86141

470. 5. 1.83142 1.86574

470. 6. 1.82709 1.87009

470. 7. 1.82275 1.87445

470. 8. 1.81840 1.87883

470. 9. 1.81403 1.88324

470. 10. 1.80964 1.88767

470. 11. 1.80524 1.89211

470. 12. 1.80083 1.89657

470. 13. 1.79640 1.90105

470. 14. 1.79195 1.90556

470. 15. 1.78749 1.91008

470. 16. 1.78301 1.91461

470. 17. 1.77852 1.91918

470. 18. 1.77401 1.92376

470. 19. 1.76949 1.92835

470. 20. 1.76496 1.93296

470. 21. 1.76041 1.93760

480. 2. 1.84596 1.85431

480. 3. 1.84177 1.85851

480. 4. 1.83757 1.86272

480. 5. 1.83336 1.86695

480. 6. 1.82912 1.87121

480. 7. 1.82488 1.87548

480. 8. 1.82061 1.87977

480. 9. 1.81634 1.88408

480. 10. 1.81205 1.88841

480. 11. 1.80774 1.89276

480. 12. 1.80341 1.89712

480. 13. 1.79908 1.90151

480. 14. 1.79473 1.90591

480. 15. 1.79036 1.91034

480. 16. 1.78599 1.91477

480. 17. 1.78159 1.91923

480. 18. 1.77719 1.92371

480. 19. 1.77276 1.92820

480. 20. 1.76833 1.93271

480. 21. 1.76388 1.93725

490. 2. 1.84758 1.85576


Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2015).

1 19 15

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Thun 2013-2015).

0 4 19

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Thun 2013-2015).

0 3 17

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2014.

1 7 22

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2012.

0 2 14

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2008-2010.

0 5 16

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2008-2010.

0 7 19

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI.

0 0 6

SKRIPSI DEWI LESTARI

0 0 100

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY DAN TIMELINEES (Study empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2006-2008)

0 1 60