lvi
penyesuaian diri terhadap lingkungannya secara unik. Sosial-faktor yang mepengaruhi kepribadian antara lain: fisik, inteligensi, jenis kelamin, teman sebaya, keluarga, kebudayaan,
lingkunan dan sosial budaya, serta sosial internal dari dalam diri individu seperti tekanan emosional. Jahja,2011:67
Ciri-ciri kepribadian yang sehat antara lain: a.
Mandiri dalam berpikir dan bertindak b.
Mampu menjalin relasi sosial yang sehat dengan sesamanya c.
Mampu menerima diri sendiri dan orang lain sebagaimana apa adanya d.
Dapat menerima dan melaksanakan tanggung jawab yang dipercayakan e.
Dapat mengendalikan emosi
a. Hal-hal yang Mempengaruhi Kepribadian
Luas cangkupan masalah kepribadian seperti pentingnya unsur keturunan, proses pematangan, latihan pada masa kecil, motif sosial yang diperoleh melalui proses belajar dan
cara-cara ia menanggapi masalah. Hal-hal itu akan melatarbelakangi seseorang sehingga menjadi pribadi sebagaimana yang ditampilkannya saat ini. Pribadi tersebut merupakan suatu produk
akhir dari potensi-potensi yang dimilikinya dan seluruh perjalanan hidupnya. Berarti bahwa untuk dapat mengerti pribadi yang bersangkutan, kita harus mengerti pola
yang terbentuk sebagai akibat pengalaman individu tersebut hingga ia tampil sebagai pribadi yang unik.
1. Potensi Bawaan
Universitas Sumatera Utara
lvii
Seorang bayi telah diwarnai unsur-unsur yang diturunkan oleh kedua orang tuanya dan tentu diwarnai pula oleh perkembangan dalam kandungan ibunya. Ada bayi yang
sejak lahir sudah memperlihatkan daya tahan tubuh yang kuat, tapi ada pula bayi yang lemah. Ada yang responsif dan aktif tetapi ada pula yang pasif dan lebih tenang.
Terhadap masing-masing individu, orang tua akan berlangsung timbal balik dan menjadi awal pertumbuhan yang khas yang dimiliki individu tersebut.
Sampai saat ini belum ditentukan suatu caraukur yang baik untuk dapat mengenali unsur-unsur dan mengukur derajat unsur-unsur bawaan sesorang. Tetapi melalui
penelitian pada anak-anak kembar, didapat gambaran yang dapat masing-masing disimpulkan bahwa ada kecenderungan untuk berespons secara tertentu pada individu.
Walaupun hasil-hasil penelitian tidak begitu jelas, tetapi dapat disimpulkan bahwa unsure keturunan ataupun bawaan cukup penting untuk diperhatikan karena turut memberi dasar
pada kepribadian seseorang. 2.
Pengalaman dalam BudayaLingkungan Proses perkembangan mencakup suatu proses belajar untuk bertingkah laku sesuai
dengan harapan masyarakatnya. Tanpa kita sadari, pengaruh nilai-nilai dari masyarakat dalam hidup kita telah kita terima dan menjadi bagian dari diri kita. Pengaruh lain dari
budaya adalah mengenai peran seseorang dalam kelompok masyarakatnya. Tuntutan berperan ini berbeda dari satu budaya ke budaya lainnya. Biasanya tuntutan terhadap
peran itu sudah dianggap sebagai suatu kewajaran. Peran tidak selamanya diterima begitu saja, banyak peran juga yang merupakan hasil
pilihan yang bersangkutan, misalnya peran sebagai dokter atau sebagai anggota ABRI. Dengan demikian bersama pilihannya peran tersebut, maka tuntutan masyarakat terhadap
Universitas Sumatera Utara
lviii
peran tersebut dengan sendirinya akan membebani si pemilih tadi. Beban peranan tidaklah sederhana. Tuntutan bisa berasal dari masyarakat, keluarga, maupun teman-
temannya sendiri; dapat diduga bahwa tiap peranan mempunyai ciri-ciri sendiri yang akan berakibat pada pembentukan kepribadian dan tingkah laku.
3. Pengalaman yang Unik
Selain potensi bawaan dan tuntutan peran oleh masyarakat yang juga turut membentuk kepribadian seseorang dan yang membedakannya dari orang lain adalah
pengalaman dirinya yang khas. Orang, selain berbeda dalam bentuk badan, potensi bawaan, juga berbeda dalam perasaan, reaksi emosi dan daya tahannya. Dengan
demikian, orang yang memiliki ciri-ciri tersebut bereaksi yang khas terhadap rangsangan yang dihadapi dalam lingkungannya. Potensi yang dimiliki sejak lahir akan berkembang
melalui interaksi dengan sekelilingnya seperti orang tua, saudara-saudara, dan orang lain serta yang signifikan lainnya.
Figur-figur yang berbeda di sekelilingnya akan “mengajarkan” apa yang diharapkan dan dikehendaki oleh budayanya. Dengan demikian rangsang lingkungan dan potensi
yang dimiliki akan mempunyai akibat tertentu terhadap kepribadiannya. Melalui proses tersebut pada akhirnya terbentuk suatu hati nurani pada dirinya yang akan menjadi tolak
ukur tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik, tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Jadi seseorang selain memiliki bekal yang diterima sejak lahir,
menerima berbagai tuntutan lingkungan, juga dibentuk oleh masyarakatnya melalui pengalaman yang khas. Jalan hidup demikian maka ia akan berkembang menjadi orang
yang khas pula.
Universitas Sumatera Utara
lix
Perkembangan kepribadian, menurut Badura dalam Alwisol, 2011:292 sesorang belajar mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa
ikut melakukan hal yang dipelajari itu. Salah satu cara dalam belajar mempelajari respon, yaitu:
1. Peniruan Modeling
Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan
sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan oleh orang model orang lain, tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang
teramati, menggenalisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan kognitif. a.
Modeling Tingkah laku baru Melalui modeling orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini dimungkinkan
karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkah laku model ditransformasi menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasi menjadi symbol
verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti. Keterampilan kognitif yang bersifat simbolik ini, membuat orang dapat mentransform apa yang dipelajarinya atau
menggabung-gabung apa yang diamatinya dalam berbagai situasi menjadi pola tingkah laku baru.
b. Modeling mengubah tingkah laku lama
Universitas Sumatera Utara
lx
Di samping dampak mempelajari tingkah laku model, modeling mempunyai dua macam dampak terhadap tingkah laku lama. Pertama, tingkah laku model yang diterima
secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah
pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah tingkah laku model diganjar atau dihukum. Kalau tingkah laku yang tidak
dikehendaki itu justru diganjar, pengamat cenderung meniru tingkah laku itu, sebaliknya kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu dihukum, respon pengamat menjadi
semakin lemah. c.
Modeling simbolik Dewasa ini sebagian bear modeling tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan
televisi menyajikan contoh tingkah laku yang tak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model tingkah laku.
d. Modeling kondisioning
Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi kondisioning klasik vikarius vicarious classical conditioning. Modeling semacam ini banyak dipakai
mempelajari respon emosional. Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional yang mendapat penguatan. Muncul respon emosional yang sama di dalam diri pengamat,
dan respon itu ditujukan ke obyek yang ada didekatnya kondisional klasik saat dia mengamati model itu, atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan obyek yang
menjadi sasarann emosional model yang diamati.
Universitas Sumatera Utara
lxi
Perubahan yang terjadi dalam diri pada masa remaja, juga menuntut individu untuk melakukan penyesuaian diri. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu menjadi
bagian dari lingkungan tertentu. Di lingkungan manapun individu berada, ia akan berhadapan dengan harapan dan tuntutan dari lingkungan yang harus dipenuhinya. Di samping itu individu
juga memiliki kebutuhan, harapan dan tuntutan di dalam dirinya, yang harus diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan. Bila individu mampu menyelaraskan kedua hal tersebut, maka
dikatakan bahwa individu tersebut mampu menyesuaikan diri. Jadi, penyesuaian diri dapat dikatakan sebagai cara tertentu yang dilakukan oleh individu untuk bereaksi terhadap tuntutan
dalam diri maupun situasi eksternal yang dihadapinya. Schneiders 1964 mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang
mencangkup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik dan frustasi yang dialami di dalam dirinya.
Usaha individu tersebut bertujuan untuk memperoleh keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan. Schneiders juga mengatakan
bahwa orang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang dengan keterbatasan yang ada pada dirinya, belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan dengan cara yang
matang, bermanfaat, efisien, dan memuaskan, serta dapat menyelesaikan konflik, frustasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku.
Agustiani,2009:19
2.4 Kesejahteraan Anak