TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

commit to user 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1.Tinjauan Pustaka Pemeliharaan gedung merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh pemilik atau pengelola gedung untuk menjamin kenyamanan dan keselamatan pengguna gedung. Pemeliharaan gedung merupakan faktor yang penting guna menjaga keberlanjutan gedung di kemudian hari. Dalam membuat sistem manajemen pemeliharaan gedung adalah penting untuk mengidentifikasi kerusakan yang terjadi pada gedung tersebut terlebih dahulu. Dalam Penelitian terhadap Gedung Asrama Kampus Teknik dan Kampus Kedokteran di sebuah universitas di Malaysia diketahui bahwa pemeliharaan gedung yang ada belum maksimal dan kurang terencana.. Hardiman, Zakaria, 2009. Pekerjaan pemeliharaan bangunan gedung hampir selalu diabaikan walaupun sudah jelas dinyatakan dalam kontrak. Terkadang kerusakan bangunan tidak segera mendapat penanganan yang sesuai. Hal itu berpengaruh pada kegagalan bangunan dan menyebabkan masalah yang lebih serius di kemudian hari. Desain dan pemilihan material yang sesuai dengan fungsi gedung dan lingkungannya merupakan hal yang sangat penting. Langkah-langkah preventif perlu diambil dalam rangka meminimalkan terjadinya ketidak sesuaian dan hal tersebut akan mendukung pekerjaan pemeliharaan gedung di kemudian hari. Kebijakan pemeliharaan praktis merupakan sebuah peraturan yang penting dalam pemeliharaan guna mempertahankan keandalan komponen-komponen gedung. Sarman, Makinda, 2009. Penilaian struktur beton perlu dilakukan untuk menjaga keandalan bangunan. Metode penilaian harus direncanakan secara efektif sehingga tindakan perbaikan dapat dilakukan dengan tepat. Kondisi setiap komponen penyusun struktur dapat dijadikan penilaian numeric dalam angka. Penilaian numeric tersebut dibuat berdasar kondisi struktur dan efek yang ditimbulkan. Peran masing-masing komponen dan kerusakannya pada struktur juga menjadi bahan pembobotan evaluasi commit to user numeric. Salah satu sistem yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi struktur beton yang rentan terhadap iklim tropis adalah metode Indeks Kondisi Condition IndeksCI. Metode tersebut pertama kali dikembangkan oleh U.S Army corps of Engineers. Penilaian didasarkan pada kerusakan fisik yang terukur. CI diwakili oleh peringkat kuantitatif antara 0 dan 100. Indeks berfungsi sebagai pedoman untuk tindakan perbaikan segera dan evaluasi lebih lanjut. Perhitungan nilai CI merupakan metode yang cukup dekat dengan nilai pendapat pakar. Sistem penilaian kondisi dengan metode CI akan memberikan penanganan yang efisien. Metode tersebut telah digunakan untuk memantau keadaan struktur tepi pantai di Malaysia Ayop, Zin, Ismail, 2006. Dua kota penting yaitu Ibadan dan Lagos diambil sebagai studi kasus dalam penelitian mengenai penyebab dan solusi yang tepat untuk kerusakan gedung-gedung yang lazim terjadi di Nigeria. Quesioner-quesioner dicatat untuk mengetahui arsitek yang dipilih, perancang kota, ahli konstruksi, dan klien dalam area studi kasus dan juga tinjauan lapangan bertujuan untuk memilih area-area guna melihat kerusakan yang lazim terjadi pada gedung-gedung tersebut. Data sekunder didapatkan dari Nigerian Institute of Building NIOB, dan beberapa media properti. Penelitian menghasilkan bahwa seluruh partisipan dalam industri konstruksi, meliputi; klien, arsitek, ahli konstruksi, pejabat setempat perencana kota, dan kontraktor berkontribusi terhadap kerusakan gedung dalam dimensi yang berbeda. Selain itu, negara akan kehilangan sumber daya manusia serta sumber daya material setiap kali terjadi kegagalan bangunan. Kerusakan yang lazim terdapat pada gedung-gedung tersebut diantaranya adalah; keretakan dinding, spalling pada dinding, penurunan pondasi, bucling pada kolom, dll. Profesional yang kompeten dan pengawasan yang sesuai terhadap kode etik dan standar-standar akan mengurangi dan meminimalkan permasalahan-permasalahan yang telah d2dentifikasi Ayininuola, Olalusi, 2004. Pertambahan jumlah penduduk perkotaan yang cenderung meningkat menimbulkan permintaan terhadap perumahan. Pemerintah sebagai penanggung jawab pembangunan berupaya mengatasi, salah satunya dengan penyediaan rumah susun. Akan tetapi rumah susun yang semula dimaksudkan untuk mengatasi kekumuhan kawasan secara horizontal tanpa disadari telah mengubah wujud menjadi kawasan kumuh vertikal. Rusunawa Cengkareng merupakan kawasan rumah susun commit to user sederhana sewa yang dikelola oleh dua lembaga yaitu Pemerintah Perumnas dan lembaga non profit Yayasan Budha Tzu Chi. Berdasarkan pengamatan, lingkungan permukiman rumah susun swasta ini dianggap cukup baik. Keberhasilan pengelolaan lingkungan fisik dan non fisik ini tentunya tidak terlepas dari peran pengelola dan pelibatan masyarakat penghuni permukiman itu sendiri Subkhan, 2008. Berbagai jenis bangunan gedung banyak muncul di kota-kota besar dengan beragam model berikut kelengkapan fasilitasnya. Tak kalah juga beragam material juga menempel erat menghiasai seluruh sisi bangunan sehingga nampak indah. Keindahan memang sangat berarti bagi para perancang bangunan, namun satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu bagaimana merawat bangunan tersebut. Berdasarkan meningkatnya keragaman bentuk dan jenis material tersebut kiranya penting dipikirkan bagaimanakah cara merawatnya sehingga setelah habis umur ekonomis bangunan tersebut pemenuhan spesifikasi masih dapat dicapai Ervianto, 2007. Sertifikat Laik Fungsi atau SLF merupakan standar keandalan gedung yang dikeluarkan oleh pemerintah. SLF mulai tahun 2010 akan menjadi dokumen yang wajib dimiliki setiap bangunan gedung, baik yang baru ataupun yang sudah lama berdiri. Ketentuan tentang SLF yang diatur dalam UU No. 28 Tahun 2002 ini, dikeluarkan pemerintah demi memastikan keselamatan pengguna bangunan. Pedoman tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung sendiri, telah diterbitkan sejak 9 Agustus 2007 lalu, melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25PRTM2007. Sertifikat akan diberikan oleh tim ahli yang akan segera dibentuk oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional LPJKN. Sertifikat Laik Fungsi ini wajib dimiliki oleh pengelola gedung baru. Gedung lama juga wajib memiliki sertifikat pada saat memperbarui izin lima tahunan ke Pemda. Sertifikat ini merupakan puncak dari semua perizinan yang ada di pemerintah pusat dan daerah. Hingga kini, baru 19 pemerintah kabupatenkota yang sudah memberikan respons mengenai rencana pemberlakuan sertifikat tersebut, sedangkan 16 Pemda lainnya tengah membahas bersama legislatif. Pemda yang lebih siap memberlakukan Sertifikat Laik Fungsi ini terutama daerah perkotaan yang memiliki banyak bangunan bertingkat LPJK, 2009 commit to user 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Bangunan Gedung Bangunan Gedung BG adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas danatau di dalam tanah danatau air. BG berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus Anonim, 2002. Struktur Bangunan Gedung adalah bagian dari bangunan yang tersusun dari komponen-komponen yang dapat bekerja sama secara satu kesatuan. Struktur Bangunan Gedung harus mampu berfungsi menjamin kekakuan, stabilitas, keselamatan dan kenyamanan bangunan gedung terhadap segala macam beban. Struktur harus dapat menahan beban terencana maupun beban tak terduga. Struktur juga harus mampu menahan bahaya lain dari kondisi sekitarnya seperti tanah longsor, intrusi air laut, gempa, angin kencang, tsunami, dan sebagainya Anonim, 2007a. Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung meliputi persyaratan; Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan dan Kemudahan. Dalam rangka memenuhi kriteria dalam kaidah keandalan gedung maka pemerintah menerbitkan peraturan mengenai Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung atau SLF. SLF Bangunan Gedung adalah sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. Untuk bangunan gedung fungsi khusus SLF Gedung diterbitkan oleh Pemerintah pusat. SLF Gedung berfungsi untuk menyatakan kelaikan fungsi suatu bangunan gedung baik secara administratif maupun teknis, sebelum pemanfaatannya. SLF Bangunan Gedung dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi pemerintah daerah, khususnya instansi teknis pembina penyelenggaraan bangunan gedung dalam menetapkan kebijakan operasional Bangunan Gedung Anonim, 2007b. 2.2.2. Perencanaan Pemanfaatan Bangunan Gedung Proses hidup bangunan tidak berhenti saat pemakaian bangunan saja, tetapi proses pembangunan-pemanfaatan-dan pembongkaran merupakan suatu kesatuan yang perlu direncanakan dari mulai proses desain. Kriteria-kriteria syarat teknis maupun administratif harus dipenuhi sebuah gedung baik sebelum maupun setelah commit to user pemanfaatanya. Kriteria teknis administrative gedung berupa; IMB, SLF-1, SLF-n, PFPBB, RTB, PB, KT, KI. SLF atau Sertifikat Laik Fungsi Gedung merupakan suatu tolak ukur dalam penentuan kelaikan gedung sehingga tidak membahayakan penghunipengguna dari gedung. SLF tersebut perlu dikaji secara berkala guna menjamin keandalan gedung. Daur hidup bangunan merupakan suatu siklus hidup bangunan yang dimulai dari proses prakonstruksi, proses konstruksi, hingga pasca konstruksi. Proses Pra Konstruksi terdiri dari; Pengumpulan data, Analisa, Rancangan Skematik, Konsep Rancangan, Gambar Prarencana, Pengembangan Rancangan dan Gambar Kerja, Dokumen Konstruksi, Persiapan Pelelangan. Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses Pra Konstruksi tersebut meliputi; Perencanaan Ruang Mekanikal dan Elektrikal, Aksesibilitas, Orientasi Bangunan, Pemilihan Bahan, Analisa Resapan Air, Analisa Dampak Lalu Lintas, Pemilihan Perlengkapan Peralatan Bangunan, Pengkondisian Udara, Pengolahan Limbah Air, Instalasi Listrik Air, Analisa Dampak Lingkungan. Proses Konstruksi terdiri dari; Perhitungan volume dan biaya pekerjaan, Analisa waktu pekerjaan, Analisa kebutuhan tenaga kerja dan peralatan, Mengajukan penawaran biaya pelaksanaan kegiatan, Pelaksanaan pekerjaan konstruksi, Melakukan pemeliharaan konstruksi sampai masa serah terima kedua. Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses Konstruksi meliputi; Mutu,waktu dan biaya, Keselamatan Kerja, As Built Drawing, Technical Audit, Konsep Manual Pemeliharaan. Proses Pasca Konstruksi terdiri dari; Melakukan pendataan, Perencanaan dan penjadwalan perawatan dan pemeliharaan, pelaksanaan pekerjaan perawatan dan pemeliharaan , Membuat laporanperawatan pemeliharaan dan pengoperasian bangunan gedung. Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses Pasca Konstruksi meliputi; Manual pemeliharaan, Pembersihan berkala, Pemeriksaan berkala, Pemeliharaan berkala, Perawatan berkala, Penggantian suku cadang, Perbaikan, Renovasi, Latihan penanggulangan bahaya, Latihan evakuasi, Pelaporan, Peningkatan mutu SDM. commit to user Konsep pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung meliputi; Aktivitas pengelolaan yang terdiri dari pengelolaan harta benda dan pengelolaan lainya. Sedangkan pengelolaan harta benda terdiri dari pengelolaan pemeliharaanperawatan dan pengelolaan properti. Skema Perawatan dan Pemeliharaan Gedung ditunjukkan dalam Gambar 2.1. PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN PENCEGAHAN preventive PERBAIKAN corrective LANGSUNG TAK LANGSUNG PENINGKATAN DARURAT Gambar.2.1. Skema Perawatan dan Pemeliharaan Gedung Juwana,2009 Dalam skema tersebut digambarkan bahwa dalam perawatan dan pemeliharaan bangunan terdiri dari dua tindakan, yaitu tindakan pencegahan dan tindakan perbaikan. Dalam tindak pencegahan dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Dalam tindak perbaikan dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas maupun tindakan darurat yang bersifat sementara. Tujuan dari pengoperasian dan pemeliharaan gedung merupakan tujuan bersama dari pemilik gedung dan pengguna gedung maupun pihak terkait. Pihak terkait merupakan pihak yang bertanggungjawab terhadap kelaikan gedung yang menjamin keselamatan pengguna,dalam hal ini Pemda regulator. Tujuan Pengoperasian dan Pemeliharaan Gedung ditunjukkan dalam Gambar 2.2. commit to user Gambar.2.2. Tujuan Pengoperasian dan Pemeliharaan Gedung Juwana,2009 Dalam pengoperasian dan pemeliharaan gedung diharapkan tujuan bersama dari pemilik gedung dan pengguna gedung maupun pihak terkait Pemda sebagai regulator, bisa terakomodir secara keseluruhan. 2.2.3. Sistem Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung Dalam sistem pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung sesuai dengan pelatihan SLF tahun 2009 yang diselenggarakan oleh Himpunan Ahli Perawatan Bangunan Indonesia,meliputi; 1. Komponen Arsitektural Komponen Arsitektural terdiri dari Komponen Eksterior Bangunan dan Komponen Interior Bangunan. a Komponen Eksterior meliputi; Dinding luar, Pintu dan jendela luar, Penutup atap, Listplank dan talang. Kerusakan yang sering dijumpai pada bangunan diantaranya; Atap bocor, Dinding retak, Dinding berlumutberjamur, Pintu jendela rusaklapuk, Listplank lapuk, Talang tersumbatbocor, Cat memudar. KEINGINAN PEMILIK GEDUNG • IMAGE • ASET TERPELIHARA • R.O.I • BIAYA EKONOMIS KEINGINAN PEMAKAI GEDUNG KEINGINAN PEMDA TUNTUTAN FASILITAS GEDUNG • GOOD OPERATED MAINTAINED • SPAREPART MATERIAL STANDARD • AMAN • AVAILABILITY • NYAMAN • PRESTIGE • AMAN • AVAILABILITY PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN GEDUNG commit to user b Komponen Interior meliputi; Dinding partisi, Penutup lantai, Langit- langit, Penutup dinding, Peralatan sanitair, Elemen dekorasi. Kerusakan yang sering dijumpai pada bangunan diantaranya; Dinding retak, Cat memudar, Lantai rusak, Langit-langt rusak, Peralatan sanitair berkapurberkarat, Peralatan tidak berfungsi. 2. Komponen Struktural Komponen Struktural meliputi; Kolom dan Dinding geser, Balok dan plat lantai, Rangka atapplat atap. Hal-hal buruk yang mempengaruhi komponen struktural meliputi; Pelaksanaan yang keliru, Pelaksanaan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis, Pelaksanaan tidak sesuai dengan prosedur baku, Pengaruh bencana alam ataupun kebakaran. Kerusakan yang sering dijumpai di lapangan diantaranya adalah; Penurunan pondasi, Pondasi miring, Kerusakan pondasi akibat akar pohon, Kerusakan pondasi akibat penurunan yang tidak sama diferensial setlement, Kerusakan beton akibat cetakan bergeser, Kerusakan beton akibat korosi, Kerusakan kayu akibat kembang susut maupun makhluk hidup rayap dan jamur,Juwana, 2009. 3. Komponen Mekanikal, Elektrikal dan Utilitas Fungsi perawatan adalah untuk; Menjaga unjuk kerja sistem, mesin dan peralatan sesuai dengan spesifikasi yang ada, Memperpanjang umur kegunaan, Menjamin keselamatan pengguna, Menghemat biaya. Aktifitas perawatan meliputi; Pemeriksaan, Perbaikan dan Overhaul yang ketiga hal tersebut merupakan riwayat pemeliharaan. Tipe pemeliharaan terdiri dari; Pemeliharaan breakdown, Pemeliharaan preventive, Pemeliharaan corrective, Pemeliharaan predictive. Dalam pemeliharaan breakdown perbaikan tidak dilakukan sampai sebuah mesinperalatan gagal untuk berfungsi. Pemeliharaan preventive merupakan program pemeliharaan yang dilakukan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan. Dalam pemeliharaan corrective perawatan yang dilakukan untuk mengoreksi masalah yang ada. Pemeliharaan predictive merupakan pencegahan kegagalan peralatan, sistem, melalui pemantauan kondisi peralatan menggunakan data-data sinyal getaran, infra merah, ultra commit to user sound, oli pelumas, sehingga dapat ditemtukan kebutuhan perawatan paralatan. Komponen dalam Perawatan Mekanikal, Elektrikal dan Utilitas gedung meliputi; a Perawatan sistem penyediaan air bersih b Perawatan sistem pembuangan air kotor c Perawatan instalasi listrik d Perawatan lift e Sistem pemadam kebakaran f Perawatan AC Didik Djoko Susilo, 2009 4. Komponen Ruang Luar Komponen tata ruang luar meliputi; Jalan setapakjalan lingkungan, Areal parkir, Pertamanan, Pintu gerbang pagar, Selokandrainase, Penerangan luar. Kerusakan yang sering ditemui pada jalan setapakjalan lingkungan dan Arel parkir diantaranya; Permukaan retak, Permukaan bergelombang atau tidak rata, Permukaan ambelas, Permukaan mencuat, Lapisan luar terkikis, Rambu-rambu rusakhilang. Elemen dalam pertamanan meliputi; Softscape, Hardscape, Landscape, dan Furniture. Hal-hal yang sering dijumpai adalah; rumput tidak terawat, pohon layu dan tidak subur, taman penuh kotoran atau sampah, permukaan plaza amblas, permukaan plaza mencuat, lapisan luar terkikis, tempat sampah dan tempat duduk rusak, penunjuk arah rusak. 5. Komponen Aksesibilitas Meliputi jalan masuk, jalan keluar, hubungan hirizontal antar ruang, hubungan vertikal dalam bangunan gedung dan sarana transportasi vertikal, serta penyediaan akses evakuasi bagi pengguna bangunan gedung, termasuk kemudahan mencari, menemukan, dan menggunakan alat pertolongan dalam keadaan darurat bagi penghunu dan terutama bagi penyandang cacat, lanjut usia, dan wanita hamil, terutama untuk bangunan gedung pelayanan umum. commit to user 6. Sistem Manajemen Tata Graha Manajemen Tata Graha disebut juga House Keeping merupakan suatu manajemen perawatan rumah atau gedung yang bertujuan untuk menjaga kebersihan, keindahan, kesehatan, ketertiban dan keamanan. Lingkup pekerjaan dalam manajemen tata Graha meliputi; pemeliharaan eksterior bangunan, Interior bangunan, Perabot dan sanitair, serta pengendalian hama pengganggu. Lingkup pelayanan pekerjaan kebersihan dalam sistem manajemen tata Graha sesuai dengan pelatihan SLF tahun 2009, yang disampaikan oleh Ketua Badan Sertifikasi Keahlian Himpunan Ahli Perawatan Bangunan Indonesia meliputi; Pekerjaan rutin, Pekerjaan pembersihan khusus, Pembersihan umum, Pembersihan harian, Pembersihan segera, Pembersihan berkalaperiodik. Daftar simak “Cheklist” Perawatan Bangunan, meliputi; Kualitas udara dalam gedung, Pengendalian debu, Pembersihan lantai, Saluran pembuangan air, Kelembaban, kebocoran dan limpasan, Kemungkinan kebakaran dan ledakan, Pencegahan hama Harahap, 2009. 2.2.4. Persyaratan Bangunan Gedung Dalam penyelenggaraan bangunan gedung diperlukan pedoman teknis dan standar teknis. Pedoman teknis adalah acuan teknis yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah ini dalam bentuk ketentuan teknis penyelenggaraan bangunan gedung Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara, standar spesifikasi, dan standar metode uji baik berupa Standar Nasional Indonesia maupun standar internasional yang diberlakukan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. 2.2.4.1. Persyaratan Administratif Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi: 1. Status hak atas tanah, danatau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, 2. Status kepemilikan bangunan gedung. commit to user 3. Izin mendirikan bangunan gedung 2.2.4.2. Persyaratan Teknis Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung UU RI NO. 28 tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung: 1. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, meliputi; a Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung meliputi persyaratan keruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. Yang meliputi Koefisien Dasar Bangunan KDB, Koefisien Lantai Bangunan KLB, dan Ketinggian Bangunan Gedung KDH. b Persyaratan arsitektur bangunan gedung meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa. c Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. 2. Persyaratan keandalan bangunan gedung adalah kondisi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan yang memenuhi persyaratan teknis oleh kinerja bangunan gedung yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan: a Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir b Persyaratan kesehatan bangunan gedung sebagaimana meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung. commit to user c Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan. d Persyaratan kemudahan sebagaimana meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung, kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia, kelengkapan prasarana dan sarana pada bangunan gedung untuk kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi. 2.2.5. Laik fungsi Gedung 2.2.5.1. Pengertian Laik Fungsi Gedung Yang dimaksud laik fungsi, yaitu berfungsinya seluruh atau sebagian dari bangunan gedung yang dapat menjamin dipenuhinya persyaratan teknis dan administrative gedung. Persyaratan laik fungsi meliputi persyaratan tata bangunan, persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan. Suatu bangunan gedung dinyatakan laik fungsi apabila telah dilakukan pengkajian teknis terhadap pemenuhan seluruh persyaratan teknis bangunan gedung, Pemerintah Daerah mengesahkannya dalam bentuk Sertifikat Laik Fungsi bangunan gedung. Bangunan gedung yang dinyatakan tidak laik fungsi tetapi masih dapat diperbaiki maka pemilik danatau pengguna diberikan kesempatan untuk memperbaikinya sampai dengan dinyatakan laik fungsi. Jika pemilik tidak mampu memperbaiki maka dilakukan tindakan penaggulangan. Untuk rumah tinggal apabila tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki serta membahayakan keselamatan penghuni atau lingkungan maka bangunan tersebut harus dikosongkan. Apabila bangunan tersebut membahayakan kepentingan umum, pelaksanaan pembongkarannya dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah. commit to user 2.2.5.2. Persyaratan Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan Gedung Sertifikat Laik Fungsi bangunan gedung yang diberikan oleh pemerintah daerah, oleh Pemerintah dan pemerintah provinsi untuk bangunan gedung fungsi khusus, kepada pemilikpengguna bangunan gedung meliputi: 1. Penerbitan SLF untuk pertama kali. 2. Perpanjangan SLF selanjutnya. SLF bangunan gedung diberikan untuk bangunan gedung yang telah selesai dibangun dan telah memenuhi persyaratan kelaikan fungsi bangunan gedung sebagai syarat untuk dapat dimanfaatkan. Persyaratan penertiban SLF Bangunan Gedung meliputi: 1. Pemenuhan persyaratan administratif a Pemeriksaan pada proses penerbitan SLF bangunan gedung. b Pemeriksaan pada proses perpanjangan SLF bangunan gedung. 2. Pemenuhan persyaratan teknis a Pemeriksaan dan pengujian pada proses penerbitan SLF bangunan gedung untuk menilai pemenuhan persyaratan teknis meliputi: 1 Kesesuaian data aktual terakhir dengan data dalam dokumen pelaksanaan konstruksi bangunan gedung termasuk as built drawings, pedoman pengoperasian dan pemeliharaanperawatan bangunan gedung, peralatan serta perlengkapan mekanikal dan elektrikal bangunan gedung manual, dan dokumen ikatan kerja. 2 Pengujiantest di lapangan on site danatau di laboratorium untuk kriteria keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan, pada struktur, peralatan, dan perlengkapan bangunan gedung, serta prasarana bangunan gedung pada komponen konstruksi atau peralatan yang memerlukan data teknis yang akurat 3 Pengujiantest dilakukan sesuai dengan pedoman teknis dan tata cara pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung. b Pemeriksaan dan pengujian pada proses perpanjangan SLF bangunan gedung untuk menilai pemenuhan persyaratan teknis. commit to user Penilaian dalam Laik Fungsi Gedung dibuat dalam suatu Form yang dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum. Sedangkan masa berlaku SLF pada bangunan gedung seperti tersebut di atas adalah: 1. Masa berlaku SLF untuk bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhana dan rumah deret sederhana tidak dibatasi tidak ada ketentuan untuk perpanjangan SLF. 2. Masa berlaku SLF bangunan gedung untuk bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal, dan rumah deret sampai dengan 2 dua lantai ditetapkan dalam jangka waktu 20 dua puluh tahun. 3. Masa berlaku SLF bangunan gedung untuk bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana, bangunan gedung lainnya pada umumnya, dan bangunan gedung tertentu ditetapkan dalam jangka waktu 5 lima tahun. 2.2.6. Rumah Susun Sewa Undang-Undang No.16 tahun 1985 tentang Rumah Susun atau Rusun menyebutkan bahwa Rumah Susun adalah: bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian Bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Rusun sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah. Memerlukan standar perencanaan Rusun sebagai dasar pembangunannya. Standar perencanaan Rusun ini diperlukan agar harga jualsewa Rusun dapat terjangkau oleh kelompok sasaran yang dituju, tanpa mengurangi asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, keserasian Rusun dengan tata bangunan dan lingkungan kota. commit to user 2.2.6.1. Standar perencanaan Rusun di kawasan perkotaan. Standar perencanaan Rusun di kawasan perkotaan adalah sebagai berikut: 1 Kepadatan Bangunan Dalam mengatur kepadatan intensitas bangunan diperlukan perbandingan yang tepat meliputi luas lahan peruntukan, kepadatan bangunan, Koefisien Dasar Bangunan KDB dan Koefisien Lantai Bangunan KLB. a. Koefisien Dasar Bangunan KDB adalah perbandingan antara luas dasar bangunan dengan luas lahanpersil, tidak melebihi dari 0.4; b. Koefisien Lantai Bangunan KLB adalah perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah, tidak kurang dari 1,5; c. Koefisien Bagian Bersama KB adalah perbandingan Bagian Bersama dengan dengan luas bangunan, tidak kurang dari 0,2. 2 Lokasi Rusun dibangun di lokasi yang sesuai rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, terjangkau layanan transportasi umum, serta dengan mempertimbangkan keserasian dengan lingkungan sekitarnya. 3 Tata Letak Tata letak Rusun harus mempertimbangkan keterpaduan bangunan, lingkungan, kawasan dan ruang, serta dengan memperhatikan faktor-faktor kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian. 4 Jarak Antar Bangunan dan Ketinggian Jarak antar bangunan dan ketinggian ditentukan berdasarkan persyaratan terhadap bahaya kebakaran, pencahayaan dan pertukaran udara secara alami, kenyamanan, serta kepadatan bangunan sesuai tata ruang kota. 5 Jenis Fungsi Rumah Susun Jenis fungsi peruntukkan Rusun adalah untuk hunian dan dimungkinkan dalam satu Rusun kawasan Rusun memiliki jenis kombinasi fungsi hunian dan fungsi usaha. 6 Jenis Fungsi Rumah Susun Luasan Satuan Rumah Susun Luas sarusun minimum 21 m2, dengan fungsi utama sebagai ruang tidurruang serbaguna dan dilengkapi dengan kamar mandi dan dapur. commit to user 7 Kelengkapan Rumah Susun Rusun harus dilengkapi prasarana, sarana dan utilitas yang menunjang kesejahteraan, kelancaran dan kemudahan penghuni dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. 8 Transportasi Vertikal a Rusun bertingkat rendah dengan jumlah lantai maksimum 6 lantai, menggunakan tangga sebagai transportasi vertikal; b Rusun bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari 6 lantai, menggunakan lift sebagai transportasi vertikal. 2.2.7.2. Pengelola Rumah Susun Sederhana Sewa Rusunawa Dalam Peraturan Pemerintah No.4 tahun 1988 tentang rumah susun disebutkan mengenai dibentuknya organisasi Unit Pengelola Teknis UPT dalam pengelolaan rumah susun. Secara umum organisasi UPT dibedakan dalam dua model, yaitu; 1 Model Swakelola, yaitu pengelola operasional merupakan bagian dari organisasi pemilik atau yang mewakili pemilik rusunawa, yaitu UPT atau Badan Usaha Milik Negara BUMN BUMD atau perhimpunan penghunipemilik rusunawa atau perusahaan swasta pengembang rusunawa. 2 Model kerjasama operasional yaitu pengelolaan operasional merupakan pihak ketiga, terdiri dari konsultan properti, koperasi dan perhimpunan penghuni, yang bermitra dengan pemilikyang mewakili pemilikpemegang hak pengelolaan aset rusunawa untuk melaksanakan tugas pengelolaan operasional rusunawa dalam jangka waktu yang ditentukan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Stuktur organisasi unit pengelola dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan lingkup pengelolaannya atau setidak-tidaknya mempunyai bidang-bidang yang mengelola administrasi dan keuangan, teknis serta persewaan, pemasaran dan pembinaan penghuni yang masing-masing dipimpin oleh seorang asisten manajer. commit to user 2.2.6. Penelitian diskriptif Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya Best,1982:119. Penelitian ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini penelitian tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Dengan metode deskriptif, penelitian memungkinkan untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal west, 1982. Di samping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian, dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadan dan kejadian sekarang. Hartoto,2009. Penelitian dengan metode deskriptif mempunyai langkah penting seperti berikut: 1. Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui metode deskriptif. 2. Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas. 3. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian. 4. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan. 5. Menentukan kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian atau hipotesis. 6. Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan diantaranya; menentukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan instrumen, mengumpulkan data, dan menganalisis data. 7. Mengumpulkan, mengorganisasikan, dan menganalisis data dengan menggunakan teknik statistika yang relevan. 8. Membuat laporan penelitian Dari aspek bagaimana proses pengumpulan data dilakukan, macam-macam penelitian deskrptif minimal dapat dbedakan menjadi tiga macam, yaitu self-report, studi perkembangan, studi lanjutan, follow-up study, dan studi sosiometrik. 1. Self-Report research Dalam penelitian self-report ini penelitian dianjurkan menggunakan teknik observasi secara langsung, yaitu individu yang diteliti dikunjungi dan dilihat kegiatanya dalam situasi yang alami. Tujuan obsevasi langsung adalah commit to user untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Dalam penelitian self-report, peneliti juga dianjurkan menggunakan alat bantu lain untuk memperoleh data, termasuk misalnya dengan menggunakan perlengkapan seperti catatan, kamera, dan rekaman. Alat-alat tersebut digunakan terutama untuk memaksimalkan ketika peneliti harus menjaring data dari lapangan. 2. Studi Perkembangan Developmental Study Studi perkembangan biasanya di lakukan dalam periode longitudinal dengan waktu tertentu, bertujuan guna menemukan perkembangan demensi yang terjadi pada seorang respoden. Demensi yang sering menjadi perhatian peneliti ini, misalnya: intelektual, fisik, emosi, reaksi terhadapan tertentu, dan perkembangan sosoial anak. Studi perkembangan ini biasa dilakukan baik secara cross-sectional atau logiotudinal. 3. Studi Kelanjutan Follow-up study Study kelanjutan dilakukan oleh peneliti untuk menentukan status responden setelah beberapa periode waktu tertentu memproleh perlakuan. Studi kelanjutan ini di lakukan untuk melakukan evaluasi internal maupun evaluasi eksteral, setelah subjek atau responden menerima suatu program. Jenis penelitian yang menunjang analisis mengenai Sistem Pemeliharaan Gedung Ditinjau Dari Keandalan Bangunan Gedung Studi Kasus : Rusunawa Cilacap adalah penelitian diskriptif. Sedangkan menurut proses pengumpulan data maka penelitian mengenai Sistem Keandalan bangunan Gedung merupakan Follow- up study dari SLF Gedung yang sudah ada. Penerapan Sistem yang telah dibuat pada obyek studi kasus Bangunan Gedung di Kompleks Rusunawa Cilacap memerlukan teknik observasi secara langsung sehingga termasuk dalam Self-Report research. commit to user 3.1 Cila satu tahu dan stud men Apl kea 1. Obyek P Obyek acap yang b u perwujuda un 2005. Da n spesifikasi di kasus sud Pengam ngetahui ap likasi Siste andalan Rusu Lokasi d Gamb MET Penelitian yang menj berada di pro an program alam program yang tipika dah cukup me mbilan Rusun akah Sistem m pada O unawa serta dari obyek p bar 3.1. Peta B TODOLO adi peneliti ovinsi Jawa m 1000 tow m tersebut s al. Dengan m emberi gamb nawa Cilaca m Pemelihar Obyek penel Sistem Pem penelitian dit Provinsi Jaw

BAB III OGI PEN