Efektivitas penggunaan teknik ikonik terhadap hasil belajar matematika

(1)

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN TEKNIK IKONIK TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Matematika

Oleh: SITI KOMARIAH NIM: 102017023959

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H./2010 M.


(2)

ABSTRAK

Siti Komariah (102017023959), Efektifitas Penggunaan Teknik Ikonik Terhadap Hasil Belajar Matematika, Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan menggunakan teknik ikonik dengan siswa yang diajarkan dengan cara konvensional dan untuk mengetahui efektivitas penggunaan teknik ikonik terhadap hasil belajar siswa. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas II SDN Parungpanjang 02. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Instrumen penelitian yang diberikan berupa tes sebanyak 14 soal pilihan ganda. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji t. Dari hasil penelitian ini diperoleh rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen sebesar 71,30 dengan nilai maksimum = 93; nilai minimum = 40, dan nilai rata-rata hasil belajar kelompok kontrol sebesar 62,93 dengan nilai maksimum = 93; nilai minimum = 33. Hasil pengujian normalitas dengan Chi-kuadrat diperoleh χ2hitung < χ2tabel, maka data tersebut berdistribusi normal. Begitu pula dari hasil uji homogenitas Fhitung(1,25) < Ftabel(1,85) sehingga semua data adalah homogen. Kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis pada taraf signifikansi 2,5% diperoleh thitung(2,09) > ttabel(2,00) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian rata-rata hasil belajar matematika kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar matematika kelompok kontrol. Sehingga teknik ikonik efektif digunakan pada materi operasi hitung bilangan. Hasil penelitian ini diharapkan teknik Ikonik menjadi variasi pembelajaran guna hasil belajar yang optimal.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena atas rahmat dan hidayah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik sebagai tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Merupakan suatu kebahagiaan bagi penulis dengan terselesaikannya skripsi ini. Banyak kesulitan dan hambatan yang dihadapi dalam menyelesaikan skripsi ini, namun kesulitan dan hambatan tersebut dapat dihadapi dan diselesaikan berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang berjasa memberikan dorongan moril dan materil.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan terutama kepada Ayahanda Masrie dan Ibunda Ronah yang tercinta, semoga Allah melimpahkan rahmat dan maghfirah-Nya. Kepada suami tercinta Andi Rais dan ananda Nada Savaira Faqih yang dengan pengertian dan sabar memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan kepada saudara-saudaraku semuanya, semoga kita selalu berada dalam naungan rahmat, hidayah dan maghfirah-Nya.

Dan tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Penasehat Akademik, Ibu Maifalinda Fatra, M. Pd.

3. Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika, Bapak Otong Suhyanto, M.Si.

4. Bapak Drs. H. M. Ali Hamzah, M. Pd dosen pembimbing I dan Bapak Abdul Muin, S.Si, M. Pd dosen pembimbing II yang dengan sabar dan tulus meluangkan waktu, tenaga dan pikiran di sela-sela kesibukan untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak/Ibu Dosen yang telah mengajarkan ilmu pengetahuan mereka selama perkuliahan kepada penulis.


(4)

6. Pimpinan dan segenap pengurus Perpustakaan Utama dan Tarbiyah yang telah membantu dalam melayani penyediaan literatur-literatur yang penulis butuhkan. 7. Ibu Kusjiyem, S.Pd selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri Parungpanjang 02 atas

kesediaannya memberikan izin penelitian.

8. Bapak/Ibu guru SDN Parungpanjang 02 yang membantu dalam penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan di pendidikan matematika ’02, Reni, Juju, Intan, Iah, Alfi, Yuli atas kebersamaan dan ukhuwah saat kuliah.

10. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak mungkin untuk disebutkan satu persatu.

Dengan demikian, bedar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bgi pembaca serta semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, Oktober 2010


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 5

C.Pembatasan Masalah ... 6

D.Perumusan Masalah ... 6

E.Tujuan Penelitian ... 7

F.Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar Matematika ... 8

2. Teknik Ikonik Sebagai Media Pembelajaran ... 21

3. Efektifitas Teknik Ikonik Dapat Meningkatkan Hasil Belajar.. 32

4. Penelitian Yang Relevan... 37

B. Kerangka Berfikir ... 38

C.Hipotesis Penelitian ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

B.Metode dan Desain Penelitian ... 39

C.Populasi dan Sampel ... 40

D.Instrumen Penelitian ... 40


(6)

F.Teknik Analisis Data ... 47

G.Hipotesis Statistik ... 48

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A.Deskripsi Data ... 50

B.Analisis Data 1. Uji Prasyarat ... 54

2. Uji Hipotesis ... 55

C.Pembahasan Hasil ... 58

D.Keterbatasan Penelitian ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 60

B.Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data rata-rata nilai ulangan umum kelas II semester II...39

Tabel 3.1 Desain Penelitian... 39

Tabel 3.2 Kisi-kisi Penelitian... 40

Tabel 3.3 Uji Validitas... 42

Tabel 3.4 Uji Reliabilitas... ... 43 Tabel 3.5 Uji Taraf Kesukaran... 44

Tabel 3.6 Uji Daya Pembeda... 45

Tabel 3.7 Rekapitulasi Analisis Butir Soal... 46

Tabel 4.1 Statistik Data Kelompok Eksperimen... 50

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelompok Eksperimen... 51

Tabel 4.3 Statistik Data Kelompok Kontrol... 52

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil belajar Kelompok Kontrol... 52

Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Hasil Belajar... 54

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Normalitas Data... 54

Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data... 55

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan pengujian Hipotesis... 56


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rancana Pelaksanaan Pembelajaran... 63

Lampiran 2 Kisi-kisi Soal Penelitian... 86

Lampiran 3 Soal Penelitian... 88

Lampiran 4 Kunci Jawaban Soal Penelitian... 90

Lampiran 5 Tabel Uji Validitas... 91

Lampiran 6 Tabel Reliabilitas Butir Soal... 92

Lampiran 7 Perhitungan Hasil Belajar Kelompok Eksperimen... 93

Lampiran 8 Perhitungan Hasil Belajar Kelompok Kontrol... 96

Lampiran 9 Tabel Uji normalitas Kelas Eksperimen... 99

Lampiran 10 Tabel Uji normalitas Kelas Kontrol... 100

Lampiran 11 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen... 101

Lampiran 12 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol... 103

Lampiran 13 Perhitungan Uji Homogenitas... 105

Lampiran 14 Pengujian Hipotesis... 107

Lampiran 15 Data Mentah Hasil Belajar Kelas Eksperimen... 109

Lampiran 16 Data Mentah Hasil Belajar Kelas Kontrol... 110


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu sistem pembentukan sumber daya ke arah perubahan intelektual serta peningkatan kualitas kehidupan yang lebih baik. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia pendidikan dituntut untuk lebih memberikan konstribusi yang nyata dalam upaya meningkatkan kemajuan bangsa, membentuk manusia yang berakhlak mulia, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab yang kesemuanya itu didasarkan atas ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesi No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang berbunyi :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, diperlukan adanya usaha-usaha yang serius dan intens dari setiap unsur yang terlibat dalam pendidikan. Salah satu upayanya yaitu dengan melakukan pembenahan-pembenahan pada semua aspek yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan, diantaranya perbaikan kurikulum, metode dan pendekatan pengajaran guru, penyediaan media pembelajaran yang efektif serta pembinaan mutu tenaga guru di sekolah.

1

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB II Pasal 3, (Bandung : Fokusmedia, 2009), Cet. Ke-1, h. 6


(10)

Dunia pendidikan juga perlu mengembangkan strategi yang lebih relevan, sehingga seorang pendidik pun perlu membenahi diri dengan pengetahuan yang tepat guna.

Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan di Indonesia, khususnya dalam hal pendidikan matematika masih terbilang buruk. Hal ini didasarkan atas rendahnya nilai rata-rata ujian akhir siswa di setiap jenjang pendidikan (SD, SMP, dan SMU) dibandingkan dengan pelajaran-pelajaran lain. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2007, siswa Indonesia hanya berada di rangking ke-36 dari 48 negara dalam hal prestasi matematika.2

Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kurangnya minat siswa untuk belajar matematika, adanya kesan negatif terhadap matematika, seperti matematika itu sulit dan ruwet.3 Selain itu dalam menerangkan guru kurang dapat melakukan pendekatan yang tepat, sehingga hal ini menyebabkan kebosanan dalam diri anak.

Pada umumnya ketika guru mengajar di kelas, masih banyak dijumpai penerapan strategi mengajar yang tidak serasi, yaitu tidak diberdayagunakan alat atau media pembelajaran serta sumber belajar yang optimal. Hal ini senada dengan pendapat Ruseffendi yang menyatakan bahwa dalam pengajaran matematika tradisional guru dianggap sebagai gudang ilmu, guru bertindak otoriter, pengajaran berpusat pada guru. Guru mengajarkan materi pelajaran, membuktikan rumus, dalil, dan memberikan contoh soal. Sebaliknya, murid duduk rapi mendengarkan penjelasan, meniru cara guru dalam menyelesaikan soal-soal. Murid kurang diberikan kesempatan untuk mencari cara penyelesaian masalah dengan cara

2

Ahmad M uchlis, Belajar dari TIM SS 2007, art ikel diakses pada 16 Februari 2010 dari

ht t p:/ / new spaper .pikiran-rakyat .com/ prpr int .php?mib=berit adet ail& id=72954

3

Lia Kurniawati,“Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) dalm Upaya Mengatasi Kesulitan-kesulitan Siswa pada Soal Cerita,“ dalam Gelar Dwirahayu dan Munasprianto Ramli, ed.,

Pendekatan Baru Dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar: Sebuah Antologi, (Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007), cet. Ke-1, h. 45


(11)

mereka sendiri. Dengan demikian, murid hanya “terima jadi” ilmu yang diberikan.4 Pola pengajaran yang cenderung statis dan rutin seperti ini seringkali mengakibatkan kejenuhan pada siswa sehingga siswa menjadi kurang berminat terhadap pelajaran matematika.

Adanya kecenderungan proses pembelajaran matematika yang terpusat pada guru juga dialami di SDN Parungpanjang 02 Kecamatan Parungpanjang Bogor, sehingga pembelajaran lebih bersifat searah dan membosankan. Oleh karenanya, tidak mengherankan apabila rata-rata ulangan umum pelajaran matematika siswa kelas II Semester II Tahun Ajaran 2009/2010 belum dapat mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 63, sedangkan perolehannya baru mencapai 57. Selain itu, nilai rata-rata ulangan umum pelajaran matematika di SDN Parungpanjang 02 hanya menduduki peringkat terakhir dari delapan bidang studi yang diajarkan.5

Adapun data rata-rata nilai ulangan umum tersebut bisa dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1

Data rata-rata nilai ulangan umum kelas II semester II 6 No Mata pelajaran Nilai Rata-rata Kelas

1 2 3 4 Agama PKn Bahasa Indonesia Matematika 65 62 61 57 4

E. T Ruseffendi, Dasar-Dasar Matematika Modern dan Kontemporer Untuk Guru, (Bandung : Tarsito, 1989), Edisi IV, h. 15

5

Wawancara pribadi dengan Nining Ranisah (Wali Kelas II SDN Parungpanjang II), Bogor, 31 Juli 2010

6

Wawancara pribadi dengan Nining Ranisah (Wali Kelas II SDN Parungpanjang II), Bogor, 31 Juli 2010


(12)

5 6 7 8 IPA IPS SBK Bahasa Daerah 72 67 75 60

Menurut Ruseffendi bahwa murid-murid akan bertambah senang atau berminat kepada matematika bila pendekatan atau cara lama kita ganti dengan cara baru.7 Dengan pendekatan baru dalam pembelajarn matematika ini anak-anak dipusatkan pada kegiatan belajar, sedangkan guru membantu dan mendorong anak-anak untuk belajar. Pendekatan baru tersebut diantaranya adalah memberikan kesempatan anak-anak menyelesaikan masalah secara berkelompok, penggunaan media pembelajaran, penggunaan alat peraga dalam pembelajaran, dan lain-lain.

Media pembelajaran merupakan wahana dalam menyampaikan informasi atau pesan pembelajaran kepada siswa. Dengan adanya media pada proses belajar mengajar, diharapkan dapat membantu guru dalam meningkatkan pemahaman belajar siswa. Oleh karena itu, guru seyogyanya menggunakan media dalam proses pembelajaran demi tercapainya tujuan yang hendak dicapai. Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan pendapat Hamalik yang menyatakan bahwa : “media pembelajaran merupakan alat bantu pengajaran yang menjadikan pekerjaan guru lebih efisien serta membantu siswa dalam belajar.”8

Media merupakan alat untuk menyalurkan pesan atau informasi.9 Secara luas media dapat berupa manusia, benda, peristiwa, dan lingkungan.10 Media berfungsi sebagai penyaji stimulus informasi, sikap dan lain-lain, selain itu media juga

7

E.T. Ruseffendi, Dasar-dasar Matematika Modern……, h. 16

8

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2005), Cet. IV, h. 201

9

Arief S. Sadiman, dkk., Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 28

10


(13)

berfungsi untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Dengan media, siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.

Dalam Al-Qur’an Allah menggambarkan betapa pentingnya peranan media. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an pada ayat yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad SAW yaitu surat al-Alaq ayat 1-5, yang berbunyi :

Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dalam ayat tersebut tersirat sebuah perintah dari Allah kepada manusia untuk senantiasa memperkaya ilmu pengetahuan dengan suatu isyarat yaitu kata bacalah. Dan ketika kita membaca maka kita membutuhkan sesuatu untuk dibaca dan sarana untuk membaca. Dan sarana itulah yang dikenal dengan media. Media pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar diantaranya radio, televise, rangkaian film, foto, dan media ikonik.

Media ikonik dapat berupa gambar, diagram, grafik, dan sebagainya. Teknik pembelajaran yang menggunakan media ikonik disebut teknik ikonik. Pembelajaran dengan teknik ikonik kiranya dapat membantu guru dalam menerangkan materi belajar. Dengan penerapan teknik ikonik tersebut akan memberikan nuansa tersendiri bagi siswa yang akhirnya akan memberikan apresiasi positif terhadap pelajaran matematika. Sebagai implikasinya berdampak positif pula pada hasil belajar matematika siswa.

Dari uraian di atas, penulis melakukan penelitian terhadap efektifitas penggunaan teknik ikonik dalam meningkatakan hasil belajar siswa yang penulis


(14)

beri judul : “Efektifitas Penggunaan Teknik Ikonik Terhadap Hasil Belajar Matematika.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka timbul beberapa masalah, diantaranya :

1. Kurangnya minat siswa terhadap pelajaran matematika. 2. Penerapan strategi pembelajaran yang kurang tepat 3. Proses pembelajaran yang terpusat oleh guru 4. Rendahnya pemakaian media oleh guru C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Efektifitas

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektifitas berasal dari kata efek yang berarti akibat atau pengaruh. Secara umum efektifitas berarti ketercapaian suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Suatu kegiatan pembelajaran dikatakan efektif jika dapat mencapai 60 % dari tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2. Teknik Ikonik

Teknik ikonik artinya bahan ajar disajikan dalam bentuk gambar yang merangsang siswa melakukan kegiatan penalaran seperti menguraikan, melihat hubungan, melihat perbedaan, menggolongkan. Pembelajaran dengan teknik ikonik dalam penelitian ini adalah bentuk pengajaran dengan menampilkan gambar-gambar.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam penelitian ini hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar kognitif siswa yang meliputi aspek ingatan, pemahaman, dan aplikasi.


(15)

4. Materi Pelajaran

Materi pelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah operasi hitung bilangan pada kelas II sekolah dasar.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan menggunakan teknik ikonik dengan siswa yang diajarkan dengan cara konvensional?

2. Apakah penggunaan teknik ikonik lebih efektif dibandingkan dengan cara konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan menggunakan teknik ikonik dengan siswa yang diajarkan dengan cara konvensional.

2. Mengetahui efektivitas penggunaan teknik ikonik terhadap hasil belajar matematika siswa.

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. Guru

a. Memberikan masukan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika

b. Memberikan informasi tentang penggunaan media pembelajaran yang tepat di dalam proses belajar mengajar sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar secara optimal


(16)

2. Siswa

a. Memberikan motivasi untuk senantiasa meningkatkan hasil belajar matematika

b. Membantu siswa mengembangkan daya berpikir yang kreatif dalam belajar matematika

3. Peneliti, untuk menjawab keingintahuan penulis mengenai pembelajaran dengan teknik ikonik beserta kelebihannya di dalam pembelajaran matematika pada siswa sekolah dasar.

4. Sekolah, sebagai masukan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas dan hasil belajar matematika.


(17)

BAB II

DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teori

1. Hasil Belajar Matematika

Kata matematika berasal dari kata mathematics (Inggris) atau

mathematica yang diambil dari kata mathematike (Yunani) yang berarti mempelajari. Perkataan ini mempunyai asal kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berhubungan erat dengan kata lain yang serupa, yaitu mathenein yang mengandung arti belajar (berpikir).

Menurut Ruseffendi “Matematika itu timbul karena fikiran-fikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran.”11 Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empitis, karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif, sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep itu dapat dipahami dan dimanipulasi dengan mudah, maka digunakan notasi dan istilah-istilah yang telah disepakati secara universal yang kemudian dikenal sebagai bahasa matematika.12 Ada beberapa definisi matematika menurut para ahli, antara lain :

Russeffendi (1988 : 23) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu deduktif. Hal ini dikarenakan Matematika terorganisasi dari unsur-unsur yang

11

E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua Murid, Guru dan SPG,

(Bandung : Tarsito, 1980), Cet. Ke-1, h. 148

12

Erman Suherman, dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : UPI), h. 16


(18)

tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum.

James dan James mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya yang tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aljabar, geometris, analisis, dan aritmatika yang mencakup teori bilangan dan statistika..

Johnson dan Rising dalam Russeffendi (1972) menyatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan yang logis, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, pengetahuan struktur yang terorganisai, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide, suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.

Menurut Reys – dkk bahwa matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.

Kline (1973) berpendapat bahwa matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, yang berfungsi untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Selain itu Kline juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis yang ciri utamanya penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.13

Johnson dan Myklebust menyatakan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan

13

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke-2, h. 252


(19)

kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.14

Lerner juga mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga sebagai bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.15

Menurut Paling, matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; cara menggunakan informasi , pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, pengetahuan tentang berhitung, dan yang terpenting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.16

Selain itu pula matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, ilmu terstruktur, ilmu tentang pola dan hubungan. Dikatakan sebagai ilmu deduktif karena metode pencarian kebenaran (generalisasi) yang dipakai adalah metode deduktif.. Dikatakan sebagai ilmu terstruktur karena dimulai dari unsur yang tidak didefinisikan, kemudian unsur yang didefinisikan ke aksioma / postulat dan akhirnya pada teorema. Matematika juga dikenal sebagai ilmu tentang pola dan hubungan karena sering dicari keseragaman seperti keterurutan, keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu atau model yang merupakan representasinya untuk membuat generalisasi dengan konsep yang saling berhubungan.17 Matematika disebut juga sebagai ratu atau ibunya ilmu dimaksudkan bahwa matematika adalah sumber dari ilmu lain.18

Dari beberapa pengertian matematika di atas, dapat dikatakan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang diperoleh dengan bernalar yang

14

Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak…. 15

Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak…. 16

Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak…. 17

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung : UPI PRESS, 2006), Cet. Ke-1, h. 5-8

18


(20)

berfungsi untuk memudahkan berpikir. Selain itu matematika dapat diartikan sebagai:

a. Sesuatu yang abstrak. b. Sesuatu pola untuk berpikir.

c. Suatu bahasa yang menggunakan istilah-istilah.

d. Suatu alat untuk membantu manusia memahami permasalahan yang ada. Walaupun tidak terdapat satu pengertian yang tunggal tentang matematika dan disepakati oleh semua tokoh atau para pakar matematika, namun dapat terlihat adanya ciri-ciri atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum.

Beberapa karakteristik itu adalah : 1) Obyek pembicaraan yang abstrak

Dalam memperkenalkan konsep matematika yang abstrak kepada siswa, harus melalui benda konkrit. Namun demikian, siswa harus tetap didorong untuk melakukan proses abstraksi.

2) Pembahasannya menggunakan tata nalar

Informasi awal berupa pengertian dibuat seminimal mungkin. Pengertian atau pernyataan lain harus dijelaskan atau dibuktikan kebenarannya dengan tata nalar yang logis.

3) Definisi atau pernyataan dalam matematika diberikan berjenjang dan sangat konsisten.

Konsep sangat jelas dan berjenjang sehingga terjaga kekonsistenannya, dikarenakan konsep yang satu dijelaskan oleh kansep yang lainnya.


(21)

4) Melibatkan perhitungan atau pengerjaan (operasi).

Belajar matematika tidak cukup hanya memahami, tetapi juga harus berlatih hingga terampil melakukan prosedur pengerjaan suatu persoalan.

Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Cornelius mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika, karena matematika merupakan”(1). Sarana berpikir yang jelas dan logis (2). Sarana untuk memecahkan masalah sehari-hari (3). Saran mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman (4). Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.”19

Matematika mempunyai banyak kegunaan yang berhubungan dengan ilmu lainnya. Diantaranya matematika sebagai pelayan ilmu lainnya. Banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika. Contohnya penemuan dan pengembangan Teori Mendel dalam Biologi melalui konsep Probabilitas, Einstein membuat rumus yang dapat digunakan untuk menaksir jumlah energi yang dapat diperoleh dari ledakan bom, dalam ilmu pendidikan dan psikologi digunakan statistic dan persamaan matematis untuk menyajikan teori atau model dari penelitian, dalam seni grafis, konsep transformasi geometric digunakan untuk melukis mosaic, dalam seni musik, barisan bilangan digunakan untuk merancanga alat musik, teori ekonomi mengenai Permintaan dan Penawaran dikembangkan melalui konsep Fungsi Kalkulus tentang Diferensial dan Integral.20

Kegunaan lain dari matematika adalah untuk memecahkan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya memecahkan persoalan dunia nyata, manusia harus memerlukan perhitungan matematika yang berkaitan dengan bilangan dan operasinya. dalam mengadakan transaksi jual beli, menghitung luas daerah, menghitung jarak yang ditempuh dari suatu tempat ke tempat yang lain, menghitung laju cepat kendaraan, membentuk pola pikir menjadi pola

19

Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, h. 253

20


(22)

pikir matematis, orang yang mempelajarinya menjadi lebih kritis, istematis, dan logis.21

Berdasarkan uraian di atas, matematika dipandang perlu diajarkan di sekolah. Seperti yang dikemukakan oleh Suherman, dkk yang menyatakan bahwa “Matematika sebagai ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang dengan amat pesat, baik materi maupun kegunaannya, sehingga dalam perkembangannya atau pembelajarannya di sekolah kita harus memperhatikan perkembangan-perkembangannya, baik di masa lalu, masa sekarang maupun kemungkinan-kemungkinan untuk masa depan.”22

Matematika yang diajarkan di sekolah inilah yang disebut matematika sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD, dan SLTP) dan Pendidikan Menengah (SLTA dan SMK) .23 Menurut Soedjadi Matematika Sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan kependidikan dan perkembangan IPTEK.24 Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpadu pada perkembangan IPTEK.

Matematika sekolah mempunyai fungsi sebagai alat, pola pikir dan ilmu atau pengetahuan.25 Sebagai alat, matematika berfungsi untuk memahami atau menyampaikan informasi; sebagai pola pikir, matematika berfungsi dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian; sedangkan sebagai ilmu atau pengetahuan, matematika berfungsi untuk menunjukkan betapa matematika selalu mencari kebenaran, dan bersedia meralat kebenaran yang sementara diterima, bila

21

Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran…… 22

Suherman, dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, h. 55

23

Suherman, dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, h. 56

24

R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstatasi keadaan kini menuju harapan masa depan, (Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2000), 37

25


(23)

ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah.

Tujuan pembelajaran matematika di sekolah tertuang dalam GBHN dan diungkapkan dalam GBPP matematika yang meliputi:26

1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.

2) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola piker matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Matematika merupakan ilmu yang abstrak dan deduktif, sedangkan yang kita ketahui bahwa siswa sekolah dasar yang berada pada rentang usia 7 sampai 12 tahun masih berada pada tahap operasional konkrit yang belum dapat berpikir formal. Oleh sebab itu seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui karakteristik-karakteristik atau cirri-ciri pembelajaran matrematika di sekolah dasar. Berikut merupakan ciri-ciri pembelajaran matematika di sekolah dasar:27

1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral, yaitu metode yang menjadikan topik sebelumnya dalam pelajaran matematika sebagai prasyarat untuk dapat memahami dan mempelajari topik yang akan dipelajari. Dengan kata lain topik yang akan dipelajari dikaitkan atau dihubungkan dengan topik sebelumnya.

2) Pembelajaran matematika bertahap. Maksudnya materi pelajaran diajarkan secara bertahap dari konsep-konsep yang mudah atau sederhana menuju konsep yang lebih sulit., dari yang konkrit , ke semi konkrit, dan akhirnya ke konsep yang abstrak.

26

Suherman, dkk. Strategi Pembelajaran Matematika…., h. 58

27


(24)

3) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif. Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun pada pembelajaran matematika di sekolah dasar digunakan pendekatan induktif. Hal ini disesuaikan dengan tahap perkembangan mental siswa sekolah dasar.

4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Artinya Kebenaran yang satu tidak bertentangan dengan kebenaran yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar jika didasarkan kepada pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah diterima kebenarannya.

5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna. Pembelajaran bermakana merupakan pembelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan. Pada pembelajaran matematika sekolah dasar, aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif, kemudian pada jenjang berikutnya dibuktikan secara deduktif.

Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa matematika salah satu akar kata matematika yaitu mathenein mengandung arti belajar. Belajar adalah sebuah proses yang dialami oleh setiap manusia sejak lahir sampai akhir hidupnya. Dengan belajar manusia mengalami perubahan-perubahan dalam hidupnya. Dalam pengertian belajar ini banyak para ahli berpendapat, diantaranya : Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dan interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Slameto dalam bukunya menyatakan bahwa: “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”28 Senada dengan hal ini, Hamalik menyatakan bahwa: “Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap berkat latihan dan pengalaman.”29

28

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempegaruhinya, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke- 4, h. 2

29


(25)

Seseorang dikatakan belajar jika ia telah melakukan serangkaian untuk mencapai perubahan tingkah laku. Perubahan ini dapat mengarah kepada perubahan ke arah yang baik ataupun ke arah yang kurang baik. Walau demikian, seseorang diharapkan memiliki tingkah laku yang baik atau positif.

Muhibbin Syah mengutip pendapat Chaplin (1972) dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua rumusan, yaitu:30

a). Rumusan pertama berbunyi : belajar adalah perolehan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman.

b). Rumusan kedua berbunyi : belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat latihan khusus.

Senada dengan rumusan pertama Chaplin, Wittig dalam bukunya

Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai : any relatively permanent change in on organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience. Belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam / keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.31

Dalam pandangan psikologi secara umum mendefinisikan belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dan interaksi dengan lingkungannya. Sejalan dengan itu, Reber membatasi membatasi belajar dengan dua definisi. Definisi pertama menyatakan bahwa belajar adalah The process of acquiring knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Definisi kedua menyatakan bahwa belajar adalah A relative permanent change in respons potensiality which occurs as a result of reinforced practice, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relative langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.32

30

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. Ke-14, h. 90

31

Syah, Psikologi Pendidikan dengan…, h. 90

32


(26)

Menurut psikologi Gestalt, belajar dapat diterangkan sebagai: (1) Dalam belajar faktor pemahaman atau pengertian (insight) merupakan faktor yang penting. Dengan belajar dapat memahami atau mengerti hubungan antara pengetahuan dan pengalaman. (2) Dalam belajar pribadi atau organisme memegang peranan yang paling sentral. Belajar tidak hanya dilakukan secara reaktif-mekanistis belaka, tetapi dilakukan dengan sadar, bermotif, dan bertujuan.33

Sedangkan jika dilihat dari sudut ilmu mendidik, belajar berarti perbaikan dalam tingkah laku dan kecakapan-kecakapan, atau memperoleh kecakapan-kecakapan dan tingkah laku yang baru, dengan kata lain bahwa perbaikan yang utama adalah perbaikan tingkah laku dan kecakapan-kecakapan.34 Oleh karena itu dapat diasumsikan seseorang dikatakan belajar bila dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku dan keterampilan.

Jika kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar, maka perubahan tingkah laku yang diharapkan merupakan hasil belajar. Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang diperlihatkan setelah siswa menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar-mengajar). Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.35 Menurut Sudjana “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.”36

33

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Remaja Rosdakarya, 2007), h. 101

34

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, h. 89

35

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009), cet. Ke- 14, h. 2-3

36


(27)

Hasil belajar berupa keterampilan, pengetahuan, kemampuan, dan bakat individu yang diperoleh di sekolah biasanya dicerminkan dalam bentuk nilai-nilai tertentu. Dalam kegiatan belajar di sekolah, hasil belajar diukur melalui tes yang disebut tes hasil belajar. Tes hasil belajar ini merupakan salah satu instrumen untuk mengukur seberapa jauh sebuah materi dapat dikuasai oleh siswa. Hasil belajar tidak hanya dimaksudkan untuk memperlihatkan kemampuan-kemampuan, tetapi juga memberikan umpan balik, baik bagi siswa maupun bagi guru.

Berdasarkan uraian di atas, hasil belajar adalah suatu perubahan pada diri individu setelah mengalami pembelajaran. Jadi hasil belajar merupakan akhir dari proses belajar itu sendiri.

Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yaitu (a).keterampilan dan kebiasaan, (b). pengetahuan dan pengertian, (c). sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yaitu : (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris.37 Sedangkan menurut Romiszowski, mengelompokkan hasil belajar ke dalam dua macam, yaitu pengetahuan dan keterampilan.38

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom, yang membaginya menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.39

Ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Ranah afektif yang berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

37

Sudjana, Penilaian Hasil… 38

Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak…., h. 38

39


(28)

Ranah psikomotoris yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekpresif dan interpretatif.

Perbedaan kemampuan seseorang sebagai hasil belajar dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri siswa, fackor eksternal atau faktor yang berasal dari luar diri siswa, dan faktor pendekatan belajar atau approach to learning.40

Faktor Internal atau faktor yang berasal dari dalam diri siswa, diantaranya meliputi (a) Kesehatan jasmani, Kondisi fisik yang baik akan sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya kegiatan belajar mngajar. Apabila sesorang memiliki kondisi fisik yang baik maka ia akan berkonsentrasi dalam belajar. Namun sebaliknya seseorang yang sedang dalam kondisi sakit maka akan sulit untuk berkonsentrasi dalam belajar. (b) Inteligensi, pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yag tepat. Tingkat kecerdasan (IQ) sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa semakin besar peluangnya meraih sukses, sebaliknya semakin rendah kemampuan inteligensi semakin kecil peluangnya meraih sukses. (c). Bakat, seorang siswa yang berbakat dalam bidang tertentu akan lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang berhubungan dengan bidang yang dipelajarinya. (d). Motivasi, yaitu keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Ketiadaan motivasi akan menyebabkan kurang bersemangtnya siswa dalam melakukan proses belajar. (e). Minat, seseorang yang menaruh minat pada sesuatu akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya.41

40

Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, h. 132

41


(29)

Slameto memasukkan kematangan dan kesiapan ke dalam faktor internal yang mempengaruhi perbedaan kemampuan seseorang sebagai hasil belajar. Kematangan adalah suatu tingkat / fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru, sedangkan Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever adalah kesediaan untuk memberi response atau bereaksi.42

Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), terdiri dari dua macam, yaitu (a) Lingkungan sosial seperti orang tua dan keluarga, guru dan teman-teman, masyarakat dan tetangga. (b) Lingkungan non sosial seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.43

Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Purwanto mengikhtisarkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar sebagai berikut :44

42

Slameto, Belajar ….h. 58-59

43

Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, h. 137-138

44


(30)

Alam Lingkungan

Sosial

Luar Kurikulum/Bahan Pelajaran

Guru/Pengajar

Instrumental Sarana dan Fasilitas

Faktor Administrasi/Manajemen

Kondisi Fisik

Fisiologi

Kondisi Panca Indra

Dalam Bakat

Minat Psikologi Kecerdasan

Motivasi

Kemampuan Kognitif

Dari defenisi-defenisi matematika sebelumnya dan definisi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar matematika merupakan satu proses yang berisikan segala aktivitas matematika baik fisik maupun psikis yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berlangsung secara terus-menerus berupa pengetahuan, kemampuan, pemahaman, kebiasan, pengalaman, keterampilan dan hal-hal yang baru serta bersifat konstan.

Dari uraian-uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa hakikat hasil belajar matematika adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar mengajar berupa perubahan tingkah laku yang bersifat matematis pada siswa yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, dimana tingkah laku itu tampak dalam bentuk perubahan yang dapat diamati dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar.

Dalam penelitian ini, hasil belajar didefinisikan sebagai hasil akhir berupa tes hasil belajar siswa setelah mengalami proses belajar mengajar.


(31)

2. Teknik Ikonik Sebagai Media Pembelajaran

Dalam pengajaran matematika yang bersifat abstrak, alat bantu pengajaran sebagai media pembelajaran perlu digunakan. Media pengajaran merupakan alat bantu pengajaran yang menjadikan pekerjaan guru lebih efisien serta membantu siswa dalam belajar. Media merupakan jamak dari kata medium yang berarti suatu saluran untuk komunikasi. Diturunkan dari bahasa Latin yang berarti “antara”. Istilah ini merujuk kepada sesuatu yang membawa informasi dari pengirim informasi ke penerima informasi. Jadi sesuatu dikatakan sebagai media ketika sesuatu tersebut membawa pesan dengan suatu maksud pembelajaran.45

Sebagian orang menyatakan bahwa media pengajaran merujuk pada perlengkapan yang memiliki bagian-bagian yang rumit. Menurut Marshall McLuhan media adalah suatu ektensi manusia yang memungkinkannya mempengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak langsung dengan dia.46

Romiszowski merumuskan media pengajaran “…as the carries of massages, from some transmitting source (which may be a human being or an intimate object), to the receiver of the massage (which is our case is the learner) .”47

Menurut Atwi Suparman, media merupakan alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada penerima pesan.48

Media pendidikan akan sangat membantu peserta didik ketingkat abstrak. Kemampuan guru memilih media pendidikan sangat menentukan kualitas kegiatan belajar mengajar yang di kelolanya. Media pendidikan membantu segala sesuatu yang dapat di gunakan guru untuk mencapai tujuan ( achievement ).

45

Suherman, dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, h. 238

46

Hamalik Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, h.201

47

Hamalik Perencanaan Pengajaran…, h. 202

48


(32)

Secara metodologis media pendidikan bertujuan :49 1) Membantu memperjelas pokok bahasan yang di sampaikan. 2) Membantu guru memimpin diskusi.

3) Membantu meringankan peranan guru.

4) Membantu merangsang peserta didik berdialog dengan dirinya sendiri (internal dialog).

5) Membantu mendorong peserta didik aktif belajar.

6) Memudahkan guru mengatasi masalah ruang tempat dan waktu. 7) Memberi pengalaman nyata kepada peserta didik.

8) Memberikan perangsang dan pengalaman yang sama kepada seluruh peserta didik.

Pada dasarnya media terkelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu media sebagai pembawa informasi (ilmu pengetahuan), dan media yang sekaligus merupakan alat untuk menanamkan konsep seperti alat-alat peraga pendidikan matematika.50Alat peraga itu dapat berupa benda riil, gambar, atau diagram. Alat peraga merupakan alat Bantu visual yang dapat menyampaikan pesan dan menjadi perantara dalam penagajaran.

Baik media pembelajaran maupun alat peraga matematika digunakan untuk mengoptimalkan hasil belajar matematika dan memberikan bantuan sangat besar kepada siswa dalam proses belajar mengajar. Namun demikian, peran yang dimainkan guru juga menentukan terhadap efektivitas penggunaan media dalam pengajaran. Peran itu tercermin dari kemampuan memilih media yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta sesuai dengan tahap perkembangan mental anak.

Sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar, media mempunyai beberapa fungsi, diantaranya:51

i) Penggunaan media difungsikan untuk mewujudkan situasi belajar yang efektif.

49

Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, ( Jakarta : UHAMKA PRESS, 2003 ), Cet. Ke-4, h. 120

50

Suherman, dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, h. 238

51


(33)

ii) Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruha situasi belajar. Artinya guru harus mengembangkan media pengajaran yang digunakannya.

iii) Pengguanaan media pengajar dalam pengajaran integral dengan tujuan dari isi pelajaran. Artinya penggunaan media harus melihat kepada tujuan dan bahan pelajaran.

iv) Pengguanaan media dalam pengajaran bukan semata-mata sebagai alat hiburan.

v) Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk efisiensi dan keefektifan belajar mengajar.

vi) Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar.

Berikut ini dikemukakan macam-macam media pendidikan yang dapat digunakan guru dalam proses belajar mengajar :

(1) Dilihat dari jenisnya, media dibagi ke dalam : (a) Media auditif, yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, rekaman kaset, dan piringan hitam. (b) Media Visual, yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan, seperti rangkaian film, bingkai film(slides),foto, gambar atau lukisan. (c) Media Audio visual, yaitu media yang mempunyai unsure suara dan gambar, sepertifilm bingkai suara, film rangkai suara, fim suara, dan kaset video

(2) Dilihat dari daya liputnya, media dibagi ke dalam : (a) Media dengan daya liput luas dan serentak, yaitu media yang penggunaannya tidak terbatas ruang dan tempat serta dapat menjangkau banyak anak didik dalam waktu yang sama, seperti radio dan televisi. (b) Media dengan daya liput yang terbatas oleh ruang dan tempat, seperti film, film bingkai suara, film rangkai yang membutuhkan ruang tertutup dan gelap dalam penggunaanya. (c) Media untuk pengajaran individual, seperti modul berprogram dan pengajaran melalui computer.


(34)

(3) Dilihat dari bahan pembuatannya, media dibagi ke dalam : (a) Media sederhana yang mudah diperoleh, harganya murah, cara pembuatannya mudah, penggunaanyapun tidak sulit. (b) Media kompleks yang bahan dan alat pembuatannya sulit diperoleh, harganya mahal, sulit membuatnya, penggunaannya memerlukan keterampilan.52

Berikut bagan yang mengemukakan macam-macam media pendidikan yang dapat digunakan guru dalam proses belajar mengajar dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran menurut Sudjana dan Rivai seperti yang dikutip oleh Djamarah dan Zain, sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut: (1). Ketepatan dengan tujuan pengajaran. (2) Dukungannya terhadap isi bahan pelajaran. (3) Kemudahan memperoleh media. (4) Katerampilan guru dalam menggunakannya. (5) Tersedia waktu untuk menggunakannya. (6) Sesuai dengan taraf berpikir siswa.53

Untuk ketepatan dalam memilih media, perlu diperhatikan beberapa faktor, diantaranya Objektifitas, Program Pengajaran, Sasaran Program, Situasi dan Kondisi, Kualitas Teknik, serta Keefektifan dan Efisiensi Penggunaan.54

Secara objektif, berdasarkan hasil penelitian suatu media pengajaran menunjukkan keefektifan dan efisiensi yang tinggi. Maka dari itu unsur subjektifitas guru dalam memilih media harus dihindari. Artinya guru tidak boleh memilih suatu media pengajaran atas dasar kesenangan pribadi.

Program pengajaran yang akan disampaikan kepada anak didik harus sesuai dengan kerikulum yang berlaku, baik isinya, strukturnya, maupun kedalamannya. Jika program tidak sesuai dengan maka tidak banyak membawa manfaat.

Sasaran program yang dimaksud adalah anak anak didik yang akan menerima materi pelajaran melalui media pengajaran. Media yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik karena pada

52

Djamarah dan Zain, Strategi Belajar Mengajar, h.124-126

53

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Asdi Mahasatya, 2006), Cet. Ke-3, h.132

54


(35)

tingkat tertentu anak didik mempunyai cara berpikir, daya imajinasi, kebutuhan, dan daya tahan dalam belajar yang berbeda-beda.

Dalam memilih media pembelajaran, situasi dan kondisi juga perlu diperhatikan, baik situasi dan kiondisi sekolah atau tempat belajar, maupun situasi dan kondisi anak didik yang mengikuti pelajaran.

Dari segi teknik, kelengkapan dan kesempurnaan media pengajaran perlu diperhatikan, apakah sudah memenuhi syarat atau belum. Karena jika belum dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.

Keefektifan dalam penggunaan media perlu diperhatikan, apakah dengan menggunakan media tersebut informasi pengajaran dapat diserap dengan optimal oleh anak didik. Sedangkan efisiensi meliputi apakah waktu, tenaga, dan biaya yang dikeluarkan sedikit mungkin untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa media pembelajaran dapat berperan dalam memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis, mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan data indera, menimbulkan motivasi belajar, dan memberikan pengalaman, serta persepsi yang sama.

Dalam pengajaran matematika yang bersifat abstrak ini kegiatan belajar mengajar matematika harus direncanakan sesuai dengan kemampuan peserta didik. Karenanya guru dalam mengajar harus memperhatikan tahap-tahap perkembangan mental anak. Seperti yang di kemukakan Piaget, ada empat tahap perkembangan kognitif, yaitu :55

1. Sensori motor ( 0-2 tahun ) 2. Pre Operasi ( 2-7 tahun ) 3. Operasi Konkret ( 7-12 tahun ) 4. Operasi formal ( 11 tahun – dewasa )

55


(36)

Tahap ke tiga dari perkembangan mental Jean Piaget adalah tahap operasi konkret. Tahap ini adalah tahap dimana pada umumnya siswa sekolah dasar berada. Seperti halnya dengan Piaget, Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.56

Pada tahap enaktif , anak-anak di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi objek-objek secara langsung.

Pada tahap ikonik menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Pada tahap ini anak tidak memanipulasi langsung objek-objek seperti dalam tahap enaktif, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari objek tersebut.

Pada pembelajaran ikonik guru tidak perlu memberikan langsung benda-benda konkret, tetapi cukup dengan memberikan gambaran dari benda-benda tersebut karena anak sudah mengerti bahwa gambar-gambar cukup mewakili suatu benda. Siswa sekolah dasar masih ada pada tahap operasi konkret yang senang sekali memanipulasi benda-benda konkret untuk membuat model.

Tahap terakhir yaitu simbolik, menurut Bruner merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek. Pemberian soal secara simbolik cukup dengan menggunakan kata-kata atau bahasa yang mewakili simbol-simbol. Pada tahap ini anak tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda-benda atau peristiwa konkret karena ia sudah mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak.

Dari ketiga tahapan di atas, tahapan yang paling cocok digunakan dalam pembelajaran di sekolah dasar adalah tahapan ikonik. Karena penerapan pada pembelajaran dengan teknik ikonik tidak perlu memberikan benda-benda konkrit tetapi cukup dengan memberikan gambaran dari benda-benda tersebut,

56


(37)

karena anak sudah mengerti bahwa gambar-gambar cukup mewakili suatu benda.

Teknik ikonik artinya bahan ajar disajikan dalam bentuk gambar yang merangsang siswa melakukan kegiatan penalaran seperti menguraikan, melihat hubungan, melihat perbedaan, menggolongkan. 57 Pembelajaran dengan teknik ikonik adalah bentuk pengajaran dengan menampilkan gambar-gambar. Gambar-gambar tersebut digunakan oleh guru sebagai suatu media untuk mendukung proses belajar mengajar. Karena dengan gambar diharapkan akan dapat memberikan suatu stimulus yang menimbulkan respon positif terhadap hasil belajar. Seperti yang dikemukakan oleh Bobbi DePorter dkk bahwa “sebuah gambar akan lebih berarti daripada seribu kata. Jika anda menggunakan alat peraga dalam situasi belajar, akan terjadi hal yang menakjubkan…”58

Pembelajaran yang selama ini biasa dilakukan oleh guru-guru sekolah dasar adalah dalam menerangkan materi, guru langsung menggunakan simbol-simbol matematika. Pembelajaran seperti ini dapat dilakukan jika siswa sudah mencapai tahap berpikir operasi formal yaitu tahap dimana anak berusia 11 tahun-dewasa. Pembelajaran dengan langsung menggunakan simbol-simbol matematika dapat diberikan jika siswa sudah memahami arti dari simbol-simbol matematika.

Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan adalah media gambar. Media gambar dapat membantu siswa mengkonkritkan materi pelajaran khususnya matematika yang bersifat abstrak. Media gambar adalah media yang paling umum diguanakan guru sekolah dasar. Hal ini dikarenakan

57

Thomas Heri Supriyono, Pembelajaran Menggunakan Aplikasi Mikrosoft Powerpoint 2007 di Sekolah Dasar, artikel diakses pada Januari 2010 dari http://tomdhut.blogspot.com/2008/12/pembelajaran-menggunakan-aplikasi.html

58

Bobbi DePorter, dkk, Quantum Teaching, (Bandung : Kaifa, 2010),Edisi Baru, cet. Ke-1, h. 103


(38)

siswa sekolah dasar lebih menyukai gambar daripada tulisan, apalagi jika gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan gambar yang baik. 59

Beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai media pendidikan, syarat-syarat itu adalah : (a) Autentik. Gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti jika orang melihat benda sebenarnya. (b) Sederhana. Komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok pada gambar. (c) Ukuran Relatif. Gambar dapat membesarkan atau memperkecil objek/benda sebenarnya. (d) Gambar sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. (e) Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Walaupun dari segi mutu kurang, gambar karya siswa sendiri seringkali lebih baik. (f) Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.60

Menurut Hamalik dan Rohani seperti yang dikutip oleh Estiningrum, secara garis besar, fungsi penggunaan media gambar adalah sebagai berikut:61 a. Fungsi edukatif, yang artinya mendidik dan memberikan pengaruh positif. b. Fungsi sosial, memberikan informasi yang autentik dan pengalaman dalam

bidang kehidupan dan memberikan konsep yang sama kepada setiap orang. c. Fungsi ekonomis, meningkatakan produksi melalui pembinaan prestasi

kerja secara maksimal.

d. Fungsi politisi, memberikan pengaruh pada politik pembangunan

e. Fungsi seni budaya dan telekomunikasi, yang mendorong timbulnya ciptaan baru, termasuk pola pola usaha penciptaan teknologi kemediaan yang modern.

59

Fahrida Estiningrum, Keefektifan Penggunaan Media Gambar Dalam Meningkatkan Pemahaman Berhitung Pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas I SD Negeri Pringtulis 02,(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pendidikan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, 2005) , h. 23

60

Sadiman, dkk, Media Pendidikan: pengertian, pengembangan, dan pemanfaatannya, h. 31

61


(39)

f. Menyederkanakan kompleksitas materi.

g. Memungkinkan siswa mengadakan kontak langsung dengan masyarakat dan alam sekitar.

Media gambar (ikonik) memiliki beberapa kelebihan, yaitu:62

1) Bersifat konkrit, para siswa akan dapat melihat dengan jelas sesuatu yang sedang dibicarakan atau didiskusikan.

2) Dapat mengatasi batas ruang dan waktu, melalui gambar dapat diperlihatkan kepada siswa foto-foto/gambar benda yang jauh atau yang terjadi beberapa waktu yang lalu.

3) Dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Misalnya benda-benda yang kecil yang tak dapat dilihat dengan mata dan diperbesar sehingga dapat dilihat dengan jelas.

4) Dapat memperjelas suatu masalah.

5) Mudah didapat dan digunakan biayanyapun murah. Adapun kelemahan media gambar (ikonik) adalah :

1) Hanya menampilkan persepsi indera mata, ukurannya terbatas hanya dapat terlihat oleh sekelompok siswa

2) Gambar diintepretasikan secara personal dan subyektif 3) Gambar disajikan dalam ukuran yang sangat kecil

Seperti yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik ikonik adalah teknik pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran.

3. Efektifitas Teknik Ikonik Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa “Efektifitas” berasal dari kata “efek” yang berarti akibat atau pengaruh, selanjutnya

62


(40)

berkembang menjadi “efektif” yang berarti pengaruh, ada pengaruhnya, akibatnya, manjur atau mujarab.63

Menurut etimologi “efektivitas” merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu “effective”. Kata serapan ini menjadi “efektif” lalu berubah menjadi “efektivitas”. Sedangkan menurut terminology “efektivitas” berarti dapat membawa hasil.

Pengertian efektivitas yang terdapat dalam Ensiklopedia Indonesia berarti “menunjukkan tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya. Secara ideal, efektivitas dapat dinyatakan dengan aturan yang agak pasti. Misalnya, suatu usaha X mencapai 60% efektif dalam mencapai suatu tujuan.”64 Dalam penelitian ini, teknik ikonik dikatakan efektif jika hasil yang diperoleh siswa setelah diajarkan dengan teknik ini mencapai 60% dari kompetensi dasar (KD) yang direncanakan.

Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, efektifitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Hasil yang makin mendekati sasaran berarti makin tinggi efektifitasnya.65 Jelasnya bila sasaran atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya adalah efektif. Jadi jika tujuan atau sasaran itu tidak selesai dalam waktu yang telah ditentukan, maka pekerjaan itu tidak efektif.

Sedangkan menurut Purwadarminta (1994:32) “di dalam pengajaran efektivitas berkenaan dengan pencapaian tujuan, dengan demikian analisis tujuan merupakan kegiatan pertama dalam perencanaan pengajaran.”66

63

Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke tiga (Jakarta : Balai Pustaka, 2007), h. 284

64

Hasan Sadily, ed., Ensiklopedi Indonesia, vol. II, (Jakarta : Ichtisar Baru – Van Hoeve, 1980), h. 883

65

Efektifitas, “dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, ( Jakarta : PT. Delta Pamungkas, 2004), cet. Ke-4, h. 12

66

Agung Wicaksono, Efektifitas Pembelajaran, artikel diakses pada Januari 2010 dari http://id.wordpress.com/tag/efektivitas -pembelajaran/


(41)

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum efektivitas berarti ketercapaian suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

Dalam bidang pendidikan efektivitas dapat ditinjau dari 2 segi, yaitu segi efektivitas mengajar guru dan segi belajar murid. Efektivitas mengajar guru terutama menyangkut jenis-jenis kegiatan belajar mengajar yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Efektivitas belajar murid terutama menyangkut tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah tercapai melalui kegiatan belajar mengajar yang ditempuh.67

Ketercapaian atau tingkat keberhasilan tujuan-tujuan pembelajaran itu yaitu ; Istimewa/maksimal, Baik sekali/optimal, Baik/minimal dan Kurang68. Kriterianya adalah sebagai berikut :

1. Istimewa/maksimal : Apabila seluruh (100%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

2. Baik sekali/optimal: Apabila sebagian besar (76%-99%) bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

3. Baik/minimal : Apabila hanya (60%-75%) bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

4. Kurang : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan itu kurang dari 60% dapat dikuasai oleh siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa efektifitas pembelajaran adalah ketercapaian suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan ketercapaian tujuan pembelajaran ini maka suatu kegiatan pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efektivitas yang baik bila dapat mencapai minimal 60% dari tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan

67

Madyo Eko Susilo dan R.B. Kasihadi, Dasar-dasar Pendidikan, (Semarang : Effhar Offset, 1990), Cet. Ke-1, h. 63

68


(42)

Pada dasarnya secara individual manusia itu berbeda-beda. Demikian pula dalam memahami konsep-konsep matematika yang abstrak. Pada usia sekolah dasar, anak belajar melalui dunia nyata ke dunia abstrak. Hal ini senada dengan pendapat Piaget seperti yang dikutip oleh Syah, bahwa :”Anak-anak dalam rentang usia 7 sampai dengan 11 tahun baru mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkrit.” Oleh sebab itu, setiap konsep abstrak dalam matematika yang baru dipahami anak perlu segera diberikan penguatan supaya mengendap, melekat, dan tahan lama tertanam.

Salah satu caranya adalah dengan menggunakan teknik pembelajaran yang sesuai dengan rentang usia siswa sekolah dasar. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah teknik ikonik. Teknik ikonik merupakan teknik pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran.

Pengajaran yang dilakukan oleh guru pada hakikatnya mempelajari lambang-lambang verbal dan visual agar diperoleh makna yang terkandung di dalamnya. Lambang-lambang tersebut disimak dan dicerna oleh siswa sebagai pesan yang disampaikan guru. Oleh karena itupengajaran dikatakan efektif apabila siswa dapat memeahami makna pesan yang disampaikan oleh guru.

Gambar adalah salah satu pesan visual yang paling sederhana dan banyak diminati siswa pada jenjang pendidikan dasar. Daya tarik gambar sebagai media pengajaranpun sesuai dengan tahap perkembangan anak dimana siswa sekolah dasar berada. Bagaimana siswa belajar melalui gambar menurut Sudjana adalah sebagai berikut :69

a. Ilustrasi gambar dapat menarik minat belajar siswa secara efektif.

b. Ilustrasi gambar merupakan perangkat tingkat abstrak yang dapat ditafsirkan berdasarkan pengalaman di masa lalu melalui penafsiran kata-kata.

69


(43)

c. Ilustrasi gambar membantu para siswa membaca buku pelajaran terutama dalam menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi teks yang menyertainya. d. Pada umumnya anak-anak lebih menyukai setengah atau satu halaman

penuh bergambar, disertai beberapa petunjuk yang jelas.

e. Isi ilustrasi gambar harus dikaitkan dengan kehidupan nyata, agar minat para siswa menjadi efektif.

f. Isi ilustrasi gambar hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan gerakan mata pengamat, dan bagian-bagian yang paling penting dari ilustrasi itu harus dipusatkan dibagian sebelah kiri atas medan gambar.

Adapun beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan agar menghasilkan gambar yang komunikatif dalam pembelajaran menurut Rahadi diantaranya:70

a. Visible, berarti mudah dilihat oleh seluruh sasaran didik yang akan memanfaatkan media yang kita buat.

b. Interesting, artinya menarik, tidak monoton dan tidak membosankan. c. Simple, artinya sederhana, singkat, tidak berlebihan.

d. Useful, maksudnya adalah gambar yang ditampilkan harus dipilih yang benarbenar bermanfaat bagi sasaran didik. Jangan menayangkan tulisan terlalu banyak yang sebenarnya kurang penting.

e. Accurate, isinya harus benar dan tepat sasaran.

f. Legitimate, maksudnya adalah bahwa visual yang ditampilkan harus

sesuatu yang sah dan masuk akal. Gambar yang tidak lazim atau tidak logis akan dianggap janggal oleh anak.

g. Structured, maksudnya gambar harus terstruktur atau tersusun dengan baik, sistematis, dan runtut sehingga mudah dipahami pesannya.

70


(44)

h. Gunakan grafik untuk menggambarkan ikhtisar keseluruhan materi sebelum menyajikan unit demi unit pelajaran untuk digunakan oleh siswa mengorganisasikan materi.

i. Warna harus digunakan secara realistik.

Penggunaan teknik ikonik dalam proses belajar mengajar dapat digukan untuk merangsang daya ingat siswa terhadap materi pelajaran yang telah dikuasai. Hal ini mudah dipahami karena dengan menggunakan teknik ikonik siswa dapat dengan mudah mengingatkembali akan pelajaran yang pernah dikuasai, sehingga penguasaan terhadap materi pelajaran selanjutnya akan lebih mudah. Dengan demikian teknik ikonik yang menggunakan media gambar merupakan salah satu teknik pembelajaran yang efektif karena mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas, kuat dan terpadu melalui pengungkapan kata-kata dan gambar. Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, misalnya 3 + 2, dapat diberikan gambar 3 ekor ayam dengan 2 ekor ayam yang digabungkan, kemudian dihitung banyaknya semua kelerang. Selanjutnya siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bilangan. Seperti :

+ =

3 + 2 = 5

Contoh lain guru akan mengajarkan pengurangan dua bilangan cacah, misalnya 9 – 2, dapat diberikan soal cerita yang dilengkapi dengan gambar. Kemudian siswa melakukan pengurangan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bilangan. Seperti : dikandang ada 9 butir telur, setelah dierami menetas 2 butir. Berapa telur yang belum menetas ?


(45)

- =

9 - 2 = 7 4. Penelitian Yang Relevan

Sebagai bahan penguat penelitian tentang Efektifitas Penggunaan Teknik Ikonik Terhadap Hasil Belajar Matematika, penulis mengutip beberapa penelitian yang relevan, diantaranya :

Dhurotun Naimah dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Pembelajaran Teknik Ikonik Pada Operasi Pecahan Desimal Terhadap Hasil Belajar Matematika.” Memberikan kesimpulan bahwa hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan teknik ikonik lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang dengan pembelajaran konvensional, yang berarti bahwa pembelajaran dengan teknik ikonik memberikan pengaruh positif terhadap siswa sekolah dasar.

Fahrida Estiningrum dalam penelitiannya “Keefektifan Penggunaan Media Gambar Dalam Meningkatkan Pemahaman Berhitung Pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas I SD Negeri Pringtulis 02.” Memberikan kesimpulan bahwa pemanfaatan media gambar dalam pembelajaran berhitung di kelas 1 SD Negeri Pringtulis 02 Kec. Nalumsari Kab. Jepara Tahun Ajaran 2004/2005 dapat meningkatkan pemahaman berhitung pada siswa.

B. Kerangka Berpikir

Setelah siswa mengikuti proses belajar mengajar, maka diharapkan terjadi perubahan tingkah laku pada dirinya sebagai hasil dari proses belajar mengajar


(46)

tersebut. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti atau dari yang sudah mengerti menjadi lebih jelas.

Kondisi objektif menunjukkan bahwa aktifitas belajar siswa kadang-kadang memperhatikan gejala-gejala yang tidak diharapkan, misalnya kurangnya minat belajar siswa khususnya dalam pelajaran matematika. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kesan negatif siswa terhadap pelajaran matematika. Selain itu dapat disebabkan juga adanya kebosanan siswa dalam belajar matematika yang timbul karena kurang adanya pendekatan yang tepat yang dilakukan oleh guru dalam menerangkan materi yang diajarkan.

Permasalahan di atas tentu membawa konsekuensi bahwa guru secara rutin terlibat dalam bidang pengajaran dituntut memiliki kemampuan untuk membangkitkan perhatian serta minat siswa terhadap materi pelajaran yang sedang diajarkan. Salah satunya adalah dengan menyajikan gambar-gambar. Pembelajaran dengan teknik ikonik dapat membuat transfer materi menjadi lebih mudah dipahami.

Dengan memberikan gambar-gambar yang menarik dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Dengan demikian pembelajaran dengan teknik ikonik diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika terutama pada siswa sekolah dasar yang masih dalam tahap operasi konkret.

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

“ Terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diajar menggunakan teknik ikonik dengan siswa yang diajar dengan cara konvensional.”


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Parungpanjang 02 yang berlokasi di Jl. H.M. Toha Parungpanjang Bogor. Sedangkan waktu Pelaksanaanya pada semester I bulan Juli sampai Agustus 2010.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen. Metode quasi eksperimen adalah eksperimen yang tidak mengontrol semua aspek yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen melainkan disesuaikan dengan situasi yang ada. Penelitian dilakukan terhadap dua kelompok yang homogen. Adapun desain penelitian sebagai berikut :

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Post Test

E X O

K Y O

Keterangan :

E : Kelompok yang diberi perlakuan berupa kegiatan belajar menggunakan teknik ikonik


(48)

K : Kelompok yang diberi perlakuan berupa kegiatan belajar menggunakan cara biasa

X : Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen Y : Perlakuan yang diberikan pada kelompok kontrol

O : Pengukuran dengan menggunakan tes hasil belajar maksimal setelah perlakuan terhadap objek penelitian

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh siswa SDN Parungpanjang 02 yang terdaftar dalam semester ganjil ( I ) pada tahun ajaran 2010-2011. Sedangkan populasi terjangkau pada penelitian ini adalah siswa kelas II SDN Parungpanjang 02 tahun ajaran 2010-2011. Kelas yang diambil adalah kelas IIA sebagai kelas eksperimen dan kelas IIB sebagai kelas kontrol yang keseluruhannya berjumlah 60 orang.

2. Sampel

Karena terbatasnya jumlah populasi, maka keseluruhan populasi terjangkau dijadikan sampel penelitian, sehingga teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik sampel jenuh. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah dua kelas, yaitu kelas IIA dan kelas IIB. Masing-masing kelas berjumlah 30 orang.


(49)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes formatif hasil belajar pada sub pokok bahasan “Penjumlahan, pengurangan, dan operasi hitung campuran” di Sekolah Dasar kelas II semester 1. Tes tersebut berbentuk tes objektif sebanyak 20 soal dengan skor nilai 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah. Adapun rinciannya sebagai berikut :

Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Penelitian

Standar Kopetensi Kopetensi Dasar Indikator No Soal Melakukan

penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 500 1. Menentukan nilai tempat ratusan, puluhan, dan satuan 2. Melakukan penjumlahan dan pengurangan sampai 500 1.1 Menunjukkan tempat, ratusan, puluhan dan satuan 1.2 Menuliskan bilangan tiga angka dalam bentuk panjang 2.1 Menjumlah bilangan tiga angka dengan cara tanpa menyimpan 2.2 Mengurang bilangan tiga angka dengan cara tanpa meminjam

3.1 melakukan dan

1, 2

3, 4, 5

6, 7, 8, 9, 10, 11

12, 13, 14, 15,


(50)

3. Melakukan operasi hitung campuran (menjumlah dan

mengurang)

menghitung operasi hitung campuran (menjumlah dan mengurang)

16, 17, 18, 19, 20

Sebelum tes dilakukan, tes tersebut harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan seperti yang dikemukakan oleh Suharsimi, instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel.71

1. Pengujian Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.72 Dalam penelitian ini digunakan validitas isi (content validity) yang berarti tes disusun sesuai materi dan tujuan pembelajaran khusus. Sedangkan pengujian validitas instrumen (validitas butir) menggunakan rumus korelasi point biserial.73

Keterangan :

γpbi : koefisien korelasi biserial

M : rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya

71

Suharsim Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), h. 168

72

Arikunto, Prosedur Penelitian… 73


(51)

Mt : rerata skor total

SDt : standar deviasi dari skor total

p : proporsi siwa yang menjawab benar q : proporsi siswa yang menjawab salah

Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal, maka hasil perhitungan

γhit dibandingkan dengan γtabel product moment. Jika hasil perhitungan γhit ≥ γtabel, maka soal tersebut valid. Jika hasil perhitungan γhit < γtabel,, maka soal

tersebut dinyatakan tidak valid.

Hasil Uji Validitas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.3

Uji Validitas

No No Item Soal Keterangan

1 1,2,4,5,6,8,10,13,15,16,17,18,19,20 Valid

2 3,7,9,11,12,14 Tidak Valid

Dari 20 soal yang telah diujikan dan dihitung dengan rumus di atas, didapat 14 soal valid dan 6 soal invalid (drop), sehingga soal yang dijadikan instrument pada penelitian ini berjumlah 14 soal

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah ketetapan atau keajegan suatu alat evaluasi dalam menilai apa yang dinilainya.74 Suatu alat evaluasi atau tes disebut reliabel jika tes tersebut dapat dipercaya, konsisten, atau stabil produktif. Jadi, yang

74


(52)

diperhitungkan di sini adalah ketelitiannya. Penyajian reliabilitas ini menggunakan rumus K-R 20 (Kuder-Richardson 20)

Keterangan :

r11 : reliabilitas tes secara keseluruhan

p : proporsi subjek yang menjawab benar q : proporsi subjek yang menjawab salah

∑pq : jumlah hasil perkalian antara p dan q n : banyaknya item

St : standar deviasi total

Untuk mengetahui penilaian reliabilitas instrumen penelitian digunakan indeks korelasi dengan kriteria sebagai berikut :

0,80 – 1,00 berarti reliabilitas instrumen tersebut tinggi 0,60 – 0,79 berarti reliabilitas instrumen tersebut cukup 0,40 – 0,59 berarti reliabilitas instrumen tersebut agak rendah 0,20 – 0,39 berarti reliabilitas instrumen tersebut rendah < 0,20 berarti reliabilitas instrumen tersebut sangat rendah


(53)

Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.4

Uji Reliabilitas

r11 rtabel Keterangan

0,706 0,344 Instrumen reliabel

Dari perhitungan hasil uji reliabilitas yang peneliti lakukan diperoleh r11 =0,706 yang berarti r11> r table , dengan demikian, berarti instrument (soal)

tersebut reliabel.

3. Pengujian Taraf Kesukaran

Taraf kesukaran bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan. Untuk mengukur taraf kesukaran dugunakan runus :

Keterangan :

P : indeks kesukaran

B : jumlah siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS : jumlah seluruh peserta tes

Untuk mengetahui penilaian taraf kesukaran setiap soal, indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut :

0,00 – 0,30 : sukar 0,31 – 0,70 : sedang 0,70 – 1,00 : mudah


(54)

Hasil uji taraf kesukaran dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.5

Uji Taraf Kesukaran

No No Item Soal Keterangan

1 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,13,15,19 Soal Mudah

2 1,16,17,18,20 Soal Sedang

3 12,14 Soal Sukar

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, terdapat 2 soal berkriteria sukar, 5 soal berkriteria sedang, dan 13 soal berkriteria mudah.

4. Pengujian daya pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan kemampuan siswa. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi yang berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Pada indeks diskriminasi ini dikenal tanda negatif yang berarti bahwa soal itu terbalik dalam megukur kemampuan siswa. Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks diskriminan adalah :

D =

BA BB

= PA - PB


(55)

Keterangan : D : diskriminan

JA : banyaknya peserta kelompok atas

JB : banyaknya peserta kelompok bawah

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan

benar

Untuk mengetahui penilaian daya pembeda tiap-tiap soal, indeks diskriminan diklasifikasikan sebagai berikut :

0,70 – 1,00 berarti soal itu baik sekali 0,40 – 0,69 berarti soal itu baik 0,20 – 0,39 berarti soal itu cukup < 0,19 berarti soal itu jelek

Hasil uji daya pembeda dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.6

Uji Daya Pembeda

No No Item Soal Keterangan

1 1,6,8,17,19,20 Soal Baik

2 2,3,4,5,9,10,11,13,16,18 Soal Cukup


(1)

Lampiran 14

Pengujian Hipotesis

1. Rumusan Hipotesis

Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar matematika antara siswa yang diajarkan dengan teknik ikonik dengan siswa yang diajarkan dengan cara konvensional

Ha : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar matematika antara siswa yang diajarkan dengan teknik ikonik dengan siswa yang diajarkan dengan cara konvensional

Ho : µx = µy

Ha : µx≠ µy

Keterangan:

µx : Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen

µy : Rata-rata hasil belajar kelompok kontrol

2. Daftar dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol XE = 71,30 XK = 62,93


(2)

3. Menentukan harga thit

Dimana,

(30–1)213,21 + (30 – 1) 265,66 30+30-2

4. Menentukan tingkat signifikan

Menentukan tingkat signifikan dengan derajat keyakinan 97,5% dan α = 2,5%

Rumus : tα(dk = n – 2) Maka t = 0,025 (dk = 60 – 2) t = (0,025 ; 58) didapat ttab = 2,00 5. Kesimpulan

Karena thit = 2,09 > t tab = 2,00 sehingga Ho ditolak, berarti ada perbedaan rata-rata hasil belajar matematika antara siswa yang diajarkan dengan teknik ikonik dengan siswa yang diajarkan dengan cara konvensional.


(3)

(4)

Lampiran 8

Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Varians, dan Simpangan Baku Hasil Belajar Matematika kelompok Kontrol

1. Distribusi Frekuensi

a. Banyaknya data (nE) = 30

b. Tentukan rentang (range), yaitu data terbesar dikurangi data terkecil

R = 93 – 33 = 60

c. Tentukan banyaknya kelas interval

K = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 30 = 5,43 ≈ 6

d. Tentukan panjang kelas interval

2. Mean (Χ ) P =

range banyak kelas

P = 60

= 10 ≈ 11 6

x = xs +

∑fi x di

= 60 + 88

= 62,93


(5)

3. Modus (Mo)

Mo = b + p b1 b1 + b2 Keterangan :

b = batas bawah kelas modal, ialah kelas interval dengan frekuensi

terbanyak

b1 = frekuensi kelas modal dikurangi frekuensi kelas interval dengan

tanda kelas yang lebih kecil sebelum tanda kelas modal

b2 = frekuensi kelas modal dikurangi frekuensi kelas interval dengan

tanda kelas yang lebih besar sesudah tanda kelas modal

p = panjang kelas modal

4. Median (Mdn)

Keterangan : Mo = 54,5 + 11

2

= 58,17 2 + 4

1

n - F Me = b + p

2 f


(6)

b = batas bawah kelas modal, ialah kelas interval dengan frekuensi

terbanyak

p = panjang kelas modal

n = ukuran sampel

F = jumlah semua frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda

kelas median

f = frekuensi kelas median

15 - 10 Me = 54,5 + 11

= 61,38 8

5. Varians dan simpangan baku

SK2 = √265,66 (simpangan baku)

SE2 =

∑f1 x (x1-x)2 ∑f1

=

7969,87

= 265,66 (varians) 30