Metafora pada tiga puisi pilihan goenawan Mohamad (sebuah kajian statistik)

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh Andi Awaluddin NIM: 106013000289

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Metafora Pada Tiga Puisi Pilihan Goenawan Mohamad (Sebuah Kajian Stilistika) Skripsi, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Latar belakang penelitian skripsi tersebut adalah metafora pada karya sastra puisi, dimana puisi yang diteliti adalah puisi karya Goenawan Mohamad

Citra, metafora, simbol, dan mitos merupakan unsur utama pembentuk puisi. Metafora pada karya sastra terlebih pada puisi menempati posisi penting. Setiap pesan yang ingin disampaikan penyair banyak diwakili oleh metafora-metafora yang ditampilkan pada setiap karya puisi.

Pada puisi-puisi pilihan karya Goenawan Mohamad yang kaya akan metafora, peneliti kemudian mengambil tiga puisi untuk dijadikan sampel penelitian. Puisi-puisi tersebut adalah Di Nara, Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi, dan Expatriate. Ketiga puisi ini kemudian diteliti dengan cara mencari metafora, serta menemukan fungsi metafora yang kemudian mengungkap makna ketiga puisi tersebut.

Metafora ketiga puisi tersebut memiliki fungsi yang beragam di antaranya mempertegas makna, mengaburkan makna, serta menjelaskan makna yang tersirat pada puisi. Lewat metafora pembaca bisa mengungkap makna pada ketiga puisi tersebut. Hal ini dapat pula diterapkan untuk puisi-puisi karya penyair Indonesia yang lain.


(7)

Alhamdulillahi rabbilalamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah berikan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Adapun penulisan skripsi ini diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima saran, petunjuk, bimbingan, dan masukkan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, khususnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Rosyada, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu mengarahkan dan pemberi semangat.

3. Ibu Rosida Erowati, M.Hum., sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan ilmunya kepada penulis.

4. Bapak Drs. E. Kusnadi sebagai penasehat akademik yang telah memberikan motivasi dan dukungan.

5. Bapak Aria, M.Pd., Bapak Dr. Alek Abdullah, M.Pd., Bapak Makyun Subuki, M.Hum., Ibu Elvi Susanti, M.Pd., dan Ibu Dra. Hindun, M.Pd., sebagai dosen yang telah memberikan ilmunya selama mengajar dan nasehat kepada penulis.

6. Dosen-dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya dosen-dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.


(8)

7. Pimpinan dan staf perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Teristimewa untuk Ibunda Andi Wati dan Alm. Ayahandaku Andi Anda, yang selalu menyanyangi aku sedari kecil, yang tak pernah lelah mengajariku banyak hal, yang tak berhenti berdoa untukku, ketulusan mereka dalam membimbing tak terbalaskan, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya, semoga aku bisa memberikan yang terbaik untuk orangtuaku tercinta.

9. Untuk adik-adikku Jamal, Ida, dan Erna, terima kasih atas bantuan moril dan materil serta saran-saran dan motivasinya.

10. Teman-teman seperjuanganku, Mu’min Soleh, Syariful Lazi, Jefri, Sri Sumiati, Pisol, Prima, Irvan (ipang), Firman (P_Men), terima kasih atas saran dan informasi yang telah diberikan, serta terima kasih telah menjadi teman ketika suka dan duka selama proses penyelesaian skripsi ini.

11. Sahabat-sahabatku angkatan 2005, terima kasih telah menjadi teman terbaik di kampus UIN ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran demi kesempurnaannya. Hanya kepada Allah jualah penulis berserah diri, semoga yang penulis amalkan mendapat ridho-Nya. Amin ya robbal alamin.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat bagi para pembaca, semua pihak yang memerlukan, dan khususnya kepada penulis sebagai calon guru. Hasil skripsi ini yang merupakan skripsi analisis deskripsi, diharapkan dapat digunakan sebagai tindak lanjut untuk membantu perkembangan sastra di Indonesia.

Jakarta, Juni 2011 Penulis,

Andi Awaluddin


(9)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Pengertian dan Ruang Lingkup Metafora ... 6

1. Pengertian Metafor ... 6

2. Ruang Lingkup Metafor ... 8

B. Hakikat Stilistika ... 9

1. Pengertian Stilistika ... 9

2. Ruang Lingkup Stilistika ... 10

C. Pengertian Puisi ... 12

D. Jenis-Jenis Puisi ... 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian ... 15

1. Metode Penelitian ... 15

2. Teknik Penelitian ... 16

3. Sumber Data ... 16

4. Prosedur Penelitian ... 17

5. Instrumen Penelitian ... 17


(10)

B. Tinjauan Pustaka ... 17 C. Sistematika Penulisan ... 18

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Biografi Penyair ... 19 B. Temuan Penelitian ... 20 C. Analisis Data ... 26

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 48 B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(11)

1. Tabel I ... 21

2. Tabel II ... 22

3. Tabel III ... 23

4. Tabel IV ... 23

5. Tabel V ... 25

6. Tabel VI ... 26


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Puisi Di Nara

2. Puisi Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi 3. Puisi Expatriate


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Puisi merupakan salah satu bentuk kesusastraan. Dia berdiri berdampingan dengan bentuk-bentuk kesusastraan yang lain di antaranya cerpen, novel, dan drama. Puisi diciptakan penyair melalui proses imajinasi. Tanpa imajinasi puisi tidak akan pernah ada. Menurut Octavio Paz, puisi merupakan suara asli kemanusiaan.1 Artinya proses imajinasi tersebut mewakili suara asli penyair dalam menyampaikan pesan kepada pembaca.

Perkembangan perpuisian di Indonesia memang tidak lepas dari peran penyair sebagai pencipta sebuah karya sastra. Namun ada beberapa unsur yang tidak boleh dilewatkan. Salah satunya adalah kritikus dan peneliti di bidang sastra. Mereka tidak hanya sekedar menikmati karya sastra layaknya penikmat sastra yang lain, akan tetapi memberikan warna dan apresiasi pada setiap karya sastra yang lahir. Pada hakikatnya peneliti dan kritikus sastra turut berperan dalam perkembangan perpuisian di Indonesia.

Sebagai bagian dari bentuk kesusastraan, puisi dapat dikaji melalui beragam aspek serta metodologi. Berdasarkan aspeknya, puisi dapat dikaji berdasarkan struktur dan unsur-unsurnya. Di Indonesia, analisis jenis ini banyak digunakan oleh Rahmat Djoko Pradopo dalam mengkaji puisi-puisi modern karya penyair Indonesia (Pradopo, hlm 118). Puisi dapat pula dikaji berdasarkan jenisnya. Secara umum di Indonesia dikenal dua jenis puisi, yaitu puisi lama dan puisi bebas (modern). Puisi lama disebut juga karangan terikat karena strukturnya terikat oleh aturan baris, bait, jumlah kata, serta pola sajak.2 Di Indonesia, jenis-jenis puisi lama yang kita kenal di antaranya pantun, soneta, gurindam, syair. Selain aspek kajian puisi yang telah disebutkan di atas, ada lagi aspek kajian puisi yang tidak kalah menarik untuk dikaji, yaitu aspek sejarah sastra yang di Indonesia dikenal dengan istilah angkatan. Pendekatan sejarah sastra akan

1

Octavio Paz, The Other Of Voice, (Depok: Komodo Books) Cet. I, hlm. 4. 2

Rahmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2009), Cet. XIX, hlm. 306.


(14)

2

membantu peneliti menentukan rangkaian dari periode-periode sastra. Periode tersebut memunculkan ciri, konvensi, serta norma-norma yang berbeda. Selain aspek, puisi dapat pula dikaji dengan metode atau pendekatan. Ada beberapa model kajian yang umum digunakan di antaranya analisis struktural, analisis semiotik, pendekatan intertekstual, metode hermeneutik, metode formal dan sebagainya.

Meskipun perjalanan perpuisian Indonesia modern terbilang singkat (sejak Pujangga Baru hingga saat ini) namun karya yang telah dihasilkan tidaklah sedikit. Karya-karya tersebut dinikmati oleh masyarakat pembaca dan penikmat sastra. Setiap karya kemudian mendapat apresiasi dari masyarakat. Apresiasi yang diberikan beragam di antaranya kritik dalam bentuk esei sastra, puisi yang dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan yang kemudian dipelajari oleh siswa di sekolah, serta penghargaan terhadap penyair yang melahirkan karya-karya yang berkualitas.

Robert C. Pooley dalam Tarigan, mengatakan bahwa orang yang menutup telinga terhadap puisi akan terpencil dari suatu wilayah yang penuh dengan harta kekayaan berupa pengertian manusia, pandangan perorangan, serta sensitivitas yang menonjol.3 Suatu kerugian jika masyarakat tidak menikmati serta mengambil nilai dan makna yang terdapat dalam puisi. Memang dibutuhkan usaha untuk menangkap makna dan pesan yang disampaikan oleh penyair, namun ada berbagai cara yang bisa dilakukan, salah satunya lewat analisis dan kajian yang mendalam terhadap karya tersebut.

Salah satu tokoh perpuisian Indonesia yang cukup dikenal adalah Goenawan Mohamad (GM). Jika dirunut berdasarkan periode, GM mulai berkarya pada periode 1960-an. Kemunculannya ditandai lewat polemik sastra yang terjadi pada masa Orde Lama yang kemudian melahirkan Manifes Kebudayaan. GM merupakan salah seorang penyair yang sangat produktif dan masih menghasilkan karya hingga saat ini. Banyak puisi yang lahir lewat tangan GM. Sajak-sajaknya dibukukan dalam Parikesit (1971), Interlude (1973), Asmaradana (1992), Misalkan Kita di Sarajevo (1998), Sajak-Sajak Lengkap 1961-2001 (2001), serta

3


(15)

Kumpulan Puisi Pilihan (2004). Selain menciptakan puisi, Goenawan juga banyak menulis esei tentang sastra dan kebudayaan yang dibukukan diantaranya Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, Kita (1980), Kesusastraan dan Kekuasaan (1993), Setelah Revolusi Tak Ada Lagi (2001), Kata, Waktu (2001), Eksotopi (2002), Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai (2007), serta Catatan Pinggir (jilid 1-6). Posisi GM dalam dunia kesusatraan Indonesia cukup penting. Dia merupakan penyair sekaligus kritikus dan wartawan yang produktif. Di Indonesia sangat jarang kita menemukan penulis puisi sekaligus kritikus yang sama produktifnya. Inilah yang membedakan GM dengan sastrawan pada umumnya. Kredibilitasnya tidak diragukan lagi sehingga dipercaya memimpin Tempo sejak 1971 hingga pensiun pada 1998.

Ciri khas puisi-puisi GM secara umum adalah puisi imaji yang bersifat filosofis. Hal ini ditandai dengan kecenderungan menciptakan puisi dengan renungan-renungan kehidupan yang dilatarbelakangi oleh nilai-nilai kebudayaan. Ada beberapa karya GM yang diangkat dari mitos dan legenda lokal misalnya Asmaradana, Dongeng Sebelum Tidur, Persetubuhan Kunthi, dan Oedipus. Sebagian Karya-karyanya juga berbentuk refresentasional dengan menampilkan latar yang menampilkan suasana dan ide yang dibangun sendiri misalnya Tigris, Cambridge, Sydney, Zagreb, Misalkan Kita di Sarajevo, dan Cikini. Pandangan GM tentang puisi dituangkan dalam beberapa esei, diantaranya Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Malin Kundang, Seks, Sastra, Kita, dan Kesusastraan dan Kekuasaan.

Puisi memiliki ciri khas tersendiri dalam hal penggunaan bahasa. Secara umum bahasa yang digunakan dalam karya sastra berbeda dengan bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Bahasa yang digunakan sehari-hari untuk berkomunikasi mengikuti konvensi bahasa yang telah disepakati bersama. Berbeda dengan bahasa pada karya sastra yang didominasi oleh fungsi ekspresif serta tidak terikat pada aturan konvensi. Dalam sastra, bahasa terbagi lagi antara bahasa prosa dengan bahasa puisi. Perbedaan itu ditandai dari aspek kepadatan. Cerpen, novel, dan drama menggunakan bahasa yang berbentuk prosa yang memiliki sifat menguraikan. Sedangkan puisi cenderung menggunakan bahasa yang lebih padat.


(16)

4

Namun perbedaan tersebut tidak bersifat mutlak. Kita sering menemukan karya sastra prosa yang puitis, sebaliknya tidak jarang pula ditemukan puisi yang prosais.

Dalam mengkaji sebuah puisi, unsur bahasa yang bertindak sebagai medium harus menjadi perhatian utama. Hal ini karena puisi merupakan peristiwa bahasa. Benar bahwa puisi lahir melalui imajinasi penyair, akan tetapi imajinasi tersebut ditampilkan lewat bahasa. Penempatan kata demi kata merupakan wujud dari proses kelahiran sebuah puisi. Bahasa merupakan bahan mentah yang diolah oleh seorang penyair menjadi sebuah karya sastra. Mengesampingkan aspek bahasa sama saja dengan mengesampingkan karya sastra itu sendiri. Aspek-aspek bahasa yang terdapat pada puisi diantaranya pemadatan bahasa, pemilihan kata khas, kata kongkret, pengimajian dan irama.

Fokus pada penelitian ini adalah penggunaan metafora dalam puisi. Seperti yang sudah dipahami secara umum bahwa salah satu syarat puisi yang baik adalah penekanan pada setiap kata-kata. Penekanan ini diwujudkan melalui penggunaan metafora. Bahkan aliran neo klasik beranggapan bahwa penggunaan metafora dalam puisi merupakan teknik yang sangat diperhitungkan. Metafora-metafora tersebut dipelajari sebagai bagian dari pendidikan keahlian penyair.4 Meskipun unsur metafora dalam ungkapan-ungkapan tidak sepenuhnya disadari oleh penulis, penggunaan metafora termasuk wilayah keahlian penyair dan merupakan fungsi ritual bahasa sebuah puisi.

Dalam mengkaji sebuah karya sastra, seorang peneliti dihadapkan pada cara-cara yang beragam. Cara tersebut dapat berupa teori, pendekatan dan metodologi yang telah ada sebelumnya. Ada yang hanya menggunakan salah satu dari ketiganya, ada juga yang mengkombinasikan ketiga unsur tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kajian stilistika untuk menemukan metafora pada puisi yang menjadi objek penelitian. Melalui kajian stilistika, bahasa puisi dapat dianalisis dengan cara yang lebih ilmiah dan objektif.

4


(17)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah di atas, masalah yang diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Metafora apa sajakah yang terdapat dalam tiga puisi pilihan Goenawan Mohamad?

2. Apakah fungsi metafora pada tiga puisi pilihan Goenawan Mohamad?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengatahui jenis-jenis metafora pada tiga puisi pilihan Goenawan Mohamad

2. Mengetahui fungsi metafora dalam tiga puisi-puisi pilihan Goenawan Mohamad

3. Mengetahui makna metafora dalam tiga puisi pilihan Goenawan Mohamad

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis penelitian ini memberikan manfaat diantaranya;

1. Memberikan pengetahuan dasar tentang metafor dan kajian stilistika dalam karya sastra (puisi)

2. Digunakan sebagai basis perkembangan dan perbandingan dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah.

Selain manfaat teoretis, penelitian ini juga memiliki manfaat praktis diantaranya:

1. Menjembatani penelitian lain tentang kajian stilistika bagi mahasiswa jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.

2. Menjadi sarana untuk berlatih, belajar, serta menambah wawasan khususnya pada bidang ilmu sastra.

3. Mengembangkan pemahaman teoritik tentang metafora dalam pembelajaran kajian puisi


(18)

BAB II

KAJIAN TEORETIS

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Metafora 1. Pengertian Metafora

Secara umum metafora dikenal sebagai makna kias. Dalam ilmu kebahasaan, metafora dikategorikan ke dalam majas perbandingan. Ada banyak pengertian yang ditawarkan oleh beberapa pakar di bidang bahasa dan sastra. Secara etimologi, metafora berasal dari kata meta yang berarti melebihi, dan kata pherein yang berarti membawa. Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles.1 Ada dua pendapat yang dikemukakan oleh Aristoteles mengenai metafora. Pendapat yang pertama menyatakan bahwa metafora merupakan alat penalaran untuk mengungkapkan konsep abstrak. Sedangkan pendapat yang kedua menyatakan bahwa metafora merupakan alat untuk berkomunikasi yang lebih prosais dan literal. Pendapat yang pertama mengemukakan bahwa sebenarnya penggunaan metafora dilakukan manusia setiap saat pada saat berkomunikasi baik secara sadar maupun tak sadar. Ketika manusia menerangkan sebuah konsep yang abstrak, di situlah secara langsung manusia menggunakan metafora. Sedangkan pendapat yang kedua mengacu pada penggunaan metafora yang hanya diperuntukkan pada literatur tertentu bahkan metafora dinyatakan sebagai bagian yang otonom.

Pendapat berikutnya datang dari Monroe yang menyatakan bahwa metafora merupakan puisi dalam miniatur. Metafora merupakan penghubung antara makna harfiah dengan makna figuratif dalam karya sastra.2 Makna harfiah dikenal sebagai makna eksplisit yang berarti makna yang melekat langsung pada kata-kata (makna sebenarnya). Sedangkan makna figuratif dikenal sebagai makna implisit yang berarti makna kias (tersirat). Dalam karya sastra kedua makna tersebut sangat berpengaruh pada pembentukan kualitas estetik. Kolaborasi antara makna tersebut ditandai dengan penempatan kata-kata yang bermakna harfiah yang

1

Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hlm. 167. 2

M. Ikhwan Rosyidi, Analisis Teks Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 155.


(19)

dipadukan dengan kata-kata yang bermakna figuratif. Kualitas estetis akan tercapai manakala penyair secara tepat menempatkan kedua makna tersebut dalam karyanya. Perlu diketahui bahwa karya sastra (puisi) tidak sepenuhnya bergantung pada kata-kata bermakna figuratif.

Dalam Pengkajian Puisi, Rahmat Joko Pradopo menawarkan definisi bahwa metafora merupakan bahasa kiasan yang merupakan bagian dari majas perbandingan yang tidak menggunakan kata-kata pembanding seperti, bagai, laksana dan sebagainya.3 Pendapat ini memperkuat dua pendapat yang ditawarkan oleh Becker dan Altenbernd. Menurut Becker, metafora melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain. Senada dengan Becker, Altenbernd berpendapat bahwa metafora menyatakan sesuatu yang sama yang sesungguhnya tidak sama. Pendapat ini menguatkan posisi metafora sebagai bagian dari majas perbandingan.

Pengertian dan pembahasan tentang metafora memang cukup luas. Selain pendapat di atas masih banyak definisi tentang metafora yang ditawarkan oleh ahli bahasa dan sastra. Definisi berikutnya datang dari Waluyo dalam bukunya Teori dan Apresiasi Puisi yang menyatakan bahwa metafora merupakan kiasan langsung. Artinya benda yang dikiaskan tidak disebutkan, melainkan melekat langsung pada benda yang menjadi pembanding. Selanjutnya pendapat lain datang dari Aminudin yang mendefinisikan metafora sebagai bentuk pengungkapan yang di dalamnya terdapat hubungan makna secara tersirat. Mengungkapkan acuan makna yang lain selain makna yang sebenarnya.4 Jadi ada semacam pergeseran makna dari yang verbal ke makna yang figuratif.

Dari beberapa pendapat tentang pengertian metafora di atas ada beberapa hal yang bisa kita simpulkan. Secara umum metafora dibahas pada dua disiplin ilmu, yaitu linguistik dan sastra. Pada ilmu linguistik, metafora dikenal sebagai salah satu bagian dari majas perbandingan yang sifatnya lebih konvensional. Sedangkan dalam ilmu kesusastraan metafora merupakan proses penyampaian pesan melalui pemilihan kata-kata yang melahirkan makna baru dan original.

3

Rahmat Djoko Pradopo, Op. Cit., hlm. 66.

4http://akipeffendy.blogspot.com/2009/07/metafora-dalam-puisi.html

. Diakses tanggal 19 Oktober 2010.


(20)

2. Ruang Lingkup Metafora

Telah dijelaskan secara singkat pada pembahasan sebelumnya mengenai definisi-definisi metafora yang ditawarkan oleh beberapa ahli. Dalam sebuah kalimat yang memakai metafora, banyak dijumpai penggunaan metafora secara lengkap. Hal ini ditandai dengan penempatan tenor dan vehicle secara bersamaan. Term pokok disebut dengan tenor, sedangkan term kedua disebut dengan vehicle.5 Tenor berfungsi untuk menyebutkan sesuatu yang dibandingkan, sedangkan vechile berfungsi untuk menyebutkan sesuatu yang digunakan sebagai pembanding. Namun terkadang penulis hanya menempatkan salah satu di antara keduannya.

Secara umum dikenal dua istilah metafora, yaitu metafora mati (death metaphor) dan metafora hidup. Metafora mati dikenal sebagai kata-kata klise yang sudah lazim digunakan dan dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Sedangkan metafora hidup adalah metafora yang masih baru dan original yang diciptakan oleh pengarang melalui proses kreatif. Metafora mati banyak dijumpai pada tataran linguistik dan bersifat konvensional, sedangkan metafora original banyak dijumpai pada karya sastra (khususnya puisi). Hal ini disebabkan pengarang selalu berusaha menghindari pemakaian metafora mati dan cenderung menciptakan metafora baru. Selanjutnya metafora mati akan masuk dalam tataran sintaksis dan menempati fungsi-fungsi sebagai kata kerja, kata benda, dan kata sifat.

Secara garis besar metafora meliputi dua hal. Metafora dipandang dari sudut yang sempit dan metafora dipandang dari sudut yang luas.6 Pendapat yang pertama memandang metafora sebagai bagian dari majas perbandingan sejajar dengan metonimia, sinekdoke, hiperbola dan lain-lain. Sedangkan pendapat yang kedua memandang metafora sebagai fenomena kiasan dengan penggunaan bahasa yang menyimpang. Dari sini kita bisa membedakan antara metafora yang masuk ranah linguistik dan metafora yang masuk ranah sastra. Cara membedakannya

5

Rahmat Djoko Pradopo, Op. Cit., hlm. 66. 6

Nyoman Kutha Ratna, Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 181.


(21)

tidak sulit, yaitu metafora linguistik bersifat konvensional sedangkan metafora sastra bersifat arbitrer dan original.

Konsekuensi yang harus diterima oleh para ahli pada kedua bidang tersebut tentu tidak sedikit. Tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi perdebatan sengit antara ahli linguistik dengan ahli sastra. Banyak hal yang diperdebatkan dan salah satunya adalah masalah metafora. Hal tersebut menimbulkan bentuk polarisasi bahasa dan sastra. Ahli sastra berpendapat bahwa kajian para linguis terhadap karya sastra dianggap tidak cukup karena bahasa sastra adalah bahasa yang khas sehingga memerlukan analisis yang khusus. Hellen Vendler dalam jurnal Essays In Criticism berpendapat bahwa walaupun linguistik mempunyai potensi besar, saat ini para linguis hanya orang-orang yang kurang berpendidikan dalam membaca puisi.7 Pendapat ini kemudian disanggah oleh Fowler dengan mengatakan bahwa kritik linguistik merupakan deskripsi objektif dari teks-teks, sedangkan kritik konvensional hanya menggunakan jargon deskriptif acak dan hanya berupa komentar amatir yang sekedar menggunakan istilah-istilah tata bahasa semu.8

B. Hakikat Stilistika 1. Pengertian Stilistika

Secara etimologis, stilistika berhubungan dengan kata style yang berarti gaya. Stilistika sendiri diartikan sebagai ilmu tentang gaya atau ilmu pemanfaatan bahasa dalam karya sastra.9 Menurut Shipley, stilistika adalah ilmu tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari akar kata stilus yang memiliki arti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin.10 Dalam bidang bahasa dan sastra, stilistika dipandang sebagai cara-cara penggunaan bahasa khas untuk menimbulkan efek tertentu.

7

Peter Barry, Beginning Theory, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hlm. 238.

8ibid.,

hlm. 239. 9

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: CAPS, 2011), hlm. 71. 10


(22)

Definisi selanjutnya datang dari Kridalaksana yang menyebutkan bahwa stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra (ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan). Pendapat tersebut dipertegas oleh Wellek & Warren yang menyatakan bahwa stilistika adalah studi linguistik yang diterapkan dalam studi sastra yang bertujuan meneliti efek estetis bahasa bahasa pada karya sastra.11 Stilistika memang selalu dikaitkan dengan studi linguistik. Hal ini disebabkan oleh fokus stilistika adalah penggunaan bahasa dalam karya sastra.

Dalam Beginning Theory, Peter Barry menjelaskan bahwa stilistika merupakan pendekatan kritis yang menggunakan metode dan temuan linguistik dalam analisis teks sastra.12 Kita ketahui bahwa bahasa sastra merupakan bahasa yang banyak mengandung unsur-unsur estetik. Unsur estetik tersebut merupakan akumulasi dari manipulasi bahasa yang memanfaatkan secara maksimal semua fitur-fitur bahasa. Fitur-fitur bahasa yang dimanfaatkan dalam karya sastra, khususnya puisi yang paling menonjol adalah pemadatan bahasa, pemilihan kata khas, penggunaan kata kongkret, imajinasi, dan irama. Keseluruhan fitur tersebut menghasilkan makna dalam puisi. Makna tersebut kemudian berusaha untuk ditafsirkan baik oleh pembaca sastra maupun kritikus dan peneliti sastra. Kajian stilistika meskipun masih baru dalam bidang sastra, dipandang sebagai kajian yang lebih objektif dan ilmiah dibandingkan dengan kajian konvensional yang selama ini kita kenal.

2. Ruang Lingkup Stilistika

Dalam Pengkajian Puisi, Pradopo13 mengurai ruang lingkup stilistika, yaitu aspek-aspek bahasa yang ditelaah dalam stilistika, meliputi intonasi, bunyi, kata, dan kalimat sehingga lahirlah gaya intonasi, gaya bunyi, gaya kata, dan gaya kalimat. Dalam Bunga Rampai Stilistika, Sudjiman14 menguraikan pusat perhatian

11

Wellek & Warren. Op. Cit., hlm. 221. 12

Peter Barry, Op.Cit., hlm. 235. 13

Nyoman Kutha Ratna, Op Cit., hlm. 40. 14

ibid., hlm. 42.


(23)

stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana style yang dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan kata, struktur kalimat, majas, citra, pola rima, serta makna yang digunakan seorang sastrawan yang terdapat dalam sebuah karya sastra yang dihasilkan. Tujuan utama kajian stilistika adalah mengungkap aspek estetik yang membentuk kepuitisan karya sastra (puisi).

Sesungguhnya gaya bahasa terdapat di dalam semua ragam bahasa, baik ragam lisan dan ragam tulisan, ragam sastra dan ragam nonsastra. Gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi secara tradisional gaya bahasa selalu dikaitkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis.

Misalnya, kita dapat menduga siapa pengarang sebuah karya sastra karena kita menemukan ciri-ciri penggunaan bahasa yang khas, kecenderungannya untuk secara konsisten menggunakan struktur tertentu, gaya bahasa pribadi seseorang. Misalnya, Idrus dikenal dengan gaya bahasanya yang khas sederhana. Setelah membaca sebuah karya sastra, kita dapat juga menentukan ragamnya (genre) berdasarkan gaya bahasa teks karena kekhasan penggunaan bahasa, termasuk tipografinya. Gaya bahasa sebuah karya juga dapat mengungkapkan periode, angkatan, atau aliran sastranya. Misalnya kita dapat mengenal gaya sebuah karya sebagai gaya egaliter (gaya ragam); kita mengenal gaya realisme dalam karya yang lain (gaya aliran). Sebuah karya kita perkirakan terbit pada zaman Balai Pustaka dengan memperhatikan gaya bahasa (gaya angkatan).

Natawidjaja dalam purba,15 menguraikan bahwa objek stilistika atau ruang lingkup stilistika adalah tiada lain usaha memahami, menghayati, mengaplikasi dan mengambil tepat guna dalam mencapai retorika agar melahirkan efek artistik dalam karya sastra. Berdasarkan ekspresi individual, kita menganal istilah pribahasa, ungkapan, aspek kalimat, gaya bahasa, plastik bahasa, dan kalimat asosiatif. Keenam obyek itu dibahas satu persatu secara singkat dengan

15

Antilan Purba, Stilistika Sastra Indonesia Kaji Bahasa Karya Sastra, (Medan: USU Press, 2009), hlm. 7.


(24)

sistematika bahasan, cara, dan daftar contoh. Berdasarkan ruang lingkup stilistika di atas dan sebelumnya jelas terlihat persamaan, walaupun dengan redaksi yang berbeda.

C. Pengertian Puisi

Banyak pengertian yang dikemukakan oleh para ahli sastra tentang pengertian puisi. Menurut Herman J Waluyo, puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata imajinatif.16 Altenbernd dalam Pradopo memberikan definisi tentang puisi yaitu pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa berirama.17 Sementara Slamet Muljana mengutip definisi puisi dari A.W. de Groot dalam bukunya yang berjudul Algemene Versieer yang menyatakan bahwa perbedaan pokok antara prosa dan puisi adalah sebagai berikut:

1. Kesatuan-kesatuan korespondensi prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis; kesatuan korespondensi puisi adalah kesatuan akustis

2. Di dalam puisi korespondensi dari corak tertentu, yang tediri dari kesatuan-kesatuan tertentu pula, meliputi seluruh puisi dari semula sampai akhir. kesatuan ini disebut baris sajak.

3. Di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.18

Pendapat yang beragam dari para ahli menandakan bahwa sejak dulu hingga sekarang tidak ada definisi yang disepakati secara konvensional.

Dari beberapa pendapat di atas, kita melihat perbedaan-perbedaan setiap definisi puisi. Akan tetapi, sebenarnya terdapat beberapa kesamaan yang bisa dijadikan rujukan mengenai pengertian puisi yang bisa diterima secara umum. Pertama bahwa puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang berdiri sejajar dengan karya sastra yang lain seperti cerpen, novel, dan drama. Kedua bahwa puisi memliki ciri khas tersendiri baik dari segi bentuk maupun isi. Ketiga bahwa

16

Herman J Waluyo, apresiasi puisi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 1. 17

Rahmat Djoko Pradopo, Op. Cit., hlm. 5-6. 18

ibid., hlm. 7.


(25)

bahasa yang digunakan dalam karya sastra puisi merupakan bahasa yang padat, singkat, namun memiliki alur layaknya karya sastra yang lainnya.

D. Jenis-Jenis Puisi

Secara umum, dikenal dua jenis puisi antara lain 1. puisi lama (klasik)

puisi lama adalah jenis puisi yang susunan bahasanya sangat terikat oleh irama, matra, rima. Adapun penyusunannya terikat pada larik dan bait. Contoh puisi lama (klasik) adalah pantun, syair, gurindam, soneta.

2. puisi baru (modern)

puisi baru adalah puisi yang penulisannya tidak lagi sepenuhnya patuh pada aturan baris, bait, irama dan rima. Puisi tersebut ditulis dengan corak yang lebih bebas. Penulisannya tampak seolah-oleh sebagai prosa, yaitu dengan menyusunnya sebagaimana paragraf prosa disusun. Adapula yang disusun tanpa kata dan ditulis hanya berlandaskan pada unsur bunyi belaka.

Jenis-jenis puisi moderen indonesia terbagi atas:

a. puisi berpola adalah puisi yang susunan liriknya berupa bentuk geometris seperti belah ketupat, jajar genjang atau bulat telur.

b. puisi konkret adalah jenis puisi yang sangat membatasi penggunaan bahasa sajak dengan pola yang menarik perhatian pembaca dan menyarankan suatu keutuhan visual.

c. puisi dramatik adalah jenis puisi yang memenuhi persyaratan dramatik. Kualitas dramatik diperoleh dengan menggunakan dialog, monolog, diksi yang kuat, sajak awa rima, ataupun dengan menekankan tikaian emosional atau situasi yang tegang.

d. puisi gelap adalah jenis puisi yang penulisannya sulit untuk dapat dipahami. Isi sajak tersebut tampak seperti tidak ada hubungan sama sekali antar satu kata dengan kata yang lain, antara satu baris dengan baris yang lain. Kesulitan memahami sajak yang ditulis dengan cara demikian menyebabkannya disebut dengan puisi gelap.


(26)

e. puisi kanak-kanak terdiri dari sejumlah larik yang dibacakan atau dinyanyikan (untuk anak-anak), dan isinya mencakup soal berhitung,permainan, teka-teki, pendidikan dan sebagainya.

f. puisi mbeling adalah puisi yang memiliki ciri kelakar karena penyairnya ingin mengajak pembaca untuk berkelakar, tanpa maksud lain yang tersembunyi. Untuk mencapai maksud kelakar tersebut penulis menggunakan permainan kata, memanfaatkan berbagai hal yang berkaitan dengan arti, bunyi, dan tipografi. Prinsip penulisan puisi ini apapun dapat dijadikan bahan penulisan puisi dengan bahasa yang bagaimanapun.


(27)

BAB III

Metodologi Penelitian

A. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini berjudul Penggunaan Metafor Pada Tiga Puisi Pilihan Goenawan Mohamad (Sebuah Kajian Stilistika). Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang populer digunakan untuk ilmu-ilmu sosial (humaniora). Menurut Strauss & Corbin, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.1 Penelitian ini mengolah jenis data lunak dan fleksibel. Hal ini memungkinkan adanya perubahan struktur data di tengah berlangsungnya proses penelitian.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku persepsi, motifasi, yindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa.2 Dalam penelitian kualitatif, instrumen utama penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sendiri yang terjun ke lapangan dan berusaha sendiri mengumpulkan informasi. Peneliti mengumpulkan data yang kemudian disebut sebagai data kualitatif. Data kualitatif merupakan data yang berupa informasi kenyataan yang terjadi di lapangan. Data tersebut kemudian diolah peneliti untuk memperoleh jawaban atas masalah yang diangkat oleh peneliti. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Sedangkan data tambahan jika diperlukan berupa data tertulis dan foto.

1

Syamsuddin AR, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), Cet. I, hlm. 73.

2

Moleong, J Lexy, metodolagi Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT Remaja Rosda Karya, 2009), Cet. 29, hlm. 6.


(28)

2. Teknik Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian berbasis content analysis. Artinya dokumen merupakan objek penelitian dalam penelitian ini. Dokumen yang diteliti berupa puisi-puisi pilihan Goenawan Mohamad. Data primer dari penelitian ini adalah tiga puisi dari puisi-puisi pilihan karya Goenawan Mohamad yaitu Di nara, Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi, dan Expatriate. Data tersebut diperoleh langsung dari buku teks yang berjudul Goenawan Mohamad Selected Poems yang ditulis oleh Laksmi Pamunjak.

Pada penelitian ini, penjelasan secara deskriptif dipilih oleh peneliti pada saat pengolahan data. Penjelasan secara dekskriptif merupakan ciri khas pada penelitian berbasis data kualitatif. Setiap data yang diperoleh dideskripsikan dalam bentuk bahasa dan kata-kata. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahap yang dilalui pada saat menganalisis data, di antaranya:

a. Mengumpulkan data primer berupa puisi-puisi pilihan karya Goenawan Mohamad dari tahun 1961-2004. Data tersebut kemudian dijadikan sebagai populasi dalam penelitian ini;

b. Memilih tiga puisi dari populasi tersebut untuk dijadikan sampel penelitian;

c. Melakukan pembacaan secara intensif terhadap puisi-puisi yang menjadi sampel penelitian;

d. Mengumpulkan data-data tambahan sebagai pendukung data primer dalam penelitian. Data-data pendukung diperoleh dari buku-buku, dokumen, jurnal, data online, dan sebagainya;

e. Menganalisis secara cermat data-data yang dijadikan sampel dengan menggunakan kajian stilistika;

f. Menentukan kesimpulan terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan.

3. Sumber Data

Pada penelitian ini, sumber data utama diperoleh dari buku yang berjudul Goenawan Mohamad Selected Poems yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh Laksmi Pamunjak. Selain data primer, penelitian ini juga menggunakan data


(29)

sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber berupa buku, jurnal, esei serta data online yang berkaitan dengan penelitian.

4. Prosedur Penelitian

Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini adalah:

a. Memilih dan menentukan sampel berupa puisi pilihan Goenawan Mohamad

b. Melakukan pembacaan intensif terhadap sampel penelitian c. Menemukan metafora yang terdapat pada sampel penelitian

d. Mencari fungsi dari metafora yang terdapat pada sampel penelitian

e. Memberikan kesimpulan tentang penggunaan metafor pada lima puisi pilihan Goenawan Mohamad.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data pada suatu penelitian. Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah kartu pengumpul data. Tiap-tiap kartu diberikan kode sesuai dengan kebutuhan data. Kartu data berbentuk tabel digunakan untuk mempermudah mengumpulkan data.

Contoh

Nomor data Data Penjelasan

B. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini merujuk pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siti Puryanti mahasiswi Universitas Sebalas Maret yang berjudul Puisi Afterword Karya Goenawan Mohamad: Sebuah Pendekatan Stilistik. Pada penelitiannya, Siti Puryanti menerapkan seluruh komponen yang lazim digunakan dalam pendekatan stilistika. Hal ini cukup beralasan mengingat aspek yang diteliti serta hasil


(30)

penelitian bermuara pada tema, amanat dan nilai estetik pada puisi yang diteliti. Sedangkan pada penelitian ini menitikberatkan pada metafora, fungsi metafora, serta makna yang muncul dari penggunaan metafora pada puisi.

Perbedaan berikutnya adalah dari segi jumlah puisi yang dikaji. Pada penelitian yang dilakukan oleh saudari Siti Puryanti puisi yang dikaji berjumlah satu sedangkan pada penelitian ini jumlah puisi yang dikaji sebanyak tiga puisi.

C. Sistematika Penulisan

Sebagai panduan dalam penulisan skripsi ini, maka sistem penulisan perlu digunakan untuk memudahkan dalam proses penulisan. Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan yang terbagi atas latar belakang, perumusan masalah pembatasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, serta sistematikan penulisan.

Bab II Kajian teoretis yang terdiri dari pengertian metafora, ruang lingkup metafora, pengertian stilistika, ruang lingkup stilistika, serta pengertian puisi.

Bab III Biografi Penyair.

Bab IV Analisis data serta pembahasan penggunaan metafora pada puisi-puisi pilihan karya Goenawan Mohamad.

Bab V Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.


(31)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Biografi Penyair

Goenwan Mohamad merupakan penyair, budayawan, penulis esei, dan aktivis jurnalistik. Ia lahir di Batang, Jawa Tengah tanggal 29 Juli 1941. Mengikuti pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1960-1964),

kemudian memperdalam pengetahuan di College d’Europe, Brugge, Belgia (1965

-1966), Universitas Oslo, Norwegia (1996), dan Universitas Harvard (1989-1990). Pernah menjadi wartawan Harian Kami (1966-1970), anggota Dewan Kesenian Jakarta (1968-1971), pemimpin redaksi majalah Exspress (1970-1971), anggota Badan Sensor Film (1969-1970), redaktur Horison (1967-1972; 1972-1992), pemimpin redaksi majalah Tempo (1971-1994), dan pemimpin redaksi majalah Zaman (1979-1985).

Ada beberapa penghargaan yang pernah diperoleh Goenawan Mohamad, di antaranya esai ”Alam Dalam Tangkapan Pertama Puisi” dan ”Agama Dalam

Penciptaan Seni”, mendapat hadiah pertama majalah Sastra tahun 1962. Esainya

”Revolusi sebagai Kesusastraan dan Kesusastraan sebagai Revolusi” dan

”Seribu Slogan dan Sebuah Puisi” mendapat hadiah pertama majalah Sastra

tahun 1963. eseinya Sex Sastra dan Kita mendapat penghargaan majalah Horison tahun 1969. Karyanya yang lain Manifetasi (kumpulan esai bersama Taufiq Ismail, M Saribi Afn, dan lain-lain, 1963), Parikesit (kumpulan esai, 1971), Potret Seorang Penyair Muda Sebagai si Malin Kundang (kumpulan esai, 1972), Catatan Pinggir (kumpulan esai, 1982), Catatan Pinggir 2 (kumpulan esai, 1989), Asmaradana (kumpulan sajak, 1992), Misalkan Kita Di Sarajevo (kumpulan sajak, 1998 terjemahannya bersama Taufiq Ismail dan Ali Audah), Penilaian Kembali Pemikiran Agama Dalam Islam (karya M. Iqbal, 1996).

Pada tahun tahun 2001, karya-karya puisi Goenawan Mohamad dibukukan dengan judul Sajak-Sajak Lengkap1961-2001. Buku ini memperoleh penghargaan KLA 2001. Penanda tangan Manifestasi Kebudayaan ini pernah menerima anugerah seni dari Pemerintah RI. Tahun 1991 menerima Hadiah Sastra Asean,


(32)

dan tahun 1992 menerima hadiah A. Teeuw. Goenawan Mohamad juga memperoleh penghargaan Ahmad Bakrie Award 2004 karena dianggap telah melakukan pengabdian panjang dalam bidang kesusastraan. Ia menjadikan bahasa Indonesia setara dengan bahasa yang telah tua dan mapan di dunia.

B. Temuan Penelitian

Pada penelitian ini, data primer yang telah ditemukan adalah sebagai berikut:

ND: 1

Di Nara

Para biku telah membungkam pasir dan lumut di sebuah bukit. Setelah itu, kuil hanya sebuah tafsir. Ada sesuatu yang tak perlu Terjanngkau, juga oleh aku dan engkau.

Barangkali rahasia

Akan memperpanjang tanda yang menghubungkan kita.

Kata akan aman di hutan ini.

Kijang-kijang akan lewat dalam kabut, di jalan yang tak transparan

oleh pagi, selalu pagi, dan sebab itu tak akan kita kisahkan lagi.

Aku ingat seseorang pernah berbisik: jangan meminta bulan

menyulap gelombang dari busut menjadi pantai dan lapang jadi laut. Keajaiban hanya terjadi ketika kita tak berharap,

Ketika kita tak di sini lagi.

2001 20


(33)

1. Kata Konkret dan Kata Abstrak

Pada penelitian ini, analisis yang pertama kali dilakukan adalah menemukan kata konkret dan kata abstrak pada tiap-tiap objek penelitian. Langkah pertama adalah memisahkan kata konkret dan abstrak yang terdapat pada sampel. Kata-kata konkret adalah Kata-kata yang merujuk pada objek yang ditangkap secara langsung oleh panca indra seperti mobil, motor, batu dan sebagainya. Sedangkan kata abstrak adalah kata yang merujuk kepada sifat, konsep, maupun gagasan. Kata konkret dan abstrak dari data 1 ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel I

NO Kata Konkrit Arti

1 Biku Biksu

2 Pasir Butiran batu yang halus

3 Bukit Tumpukan tanah yang lebih tinggi dari pada tempat di sekitarnya, lebih rendah dari pada gunung.

4 Lumut Tumbuhan hijau atau kuning kecil-kecil yang banyak tumbuh membentuk bantalan pada batu, kayu, tanah, atau tembok. 5 Kuil Bangunan tempat memuja (menyembah) dewa

6 Hutan Tanah luas yang ditumbuhi banyak pohon liar. 7 Kijang Binatang menyusui sebangsa rusa kecil

8 Kabut Awan lembab yang melayang di permukaan tanah 9 Jalan Tempat untuk lalu lintas orang dan kendaraan 10 Gelombang Ombak besar yang bergulung-gulung di laut 11 Busut Gundukan tanah kecil berupa sarang anai-anai 12 Lapang Lebar, luas dan lega

13 Nara Nama tempat berdirinya 7 kuil yang terdapat di Jepang bagian selatan


(34)

Tabel II

NO Kata Abstrak Arti

1 Sesuatu Satu, hanya satu 2 Terjangkau Tercapai

3 Memperpanjang Menjadikan lebih panjang

4 Menghubungkan Menjadikan berhubungan, menyambungkan 5 Meminta Berkata-kata supaya diberi atau mendapat sesuatu 6 Menyulap Mengubah rupa barang dengan cara yang ajaib 7 Berharap Berkeinginan supaya terjadi

8 Terjadi Sudah dijadikan

9 Membungkam Membuat terdiam dengan menutup mulut 10 Lewat Melalui, menempuh

11 Berbisik Berkata dengan suara perlahan-lahan 12 Seseorang Seorang yang tidak dikenal

Pada tabel di atas, ditemukan 13 kata konkret dan 12 kata abstrak. Masing-masing kata tersebar pada struktur puisi yang berjudul Di Nara.

ND 2

Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi Di beranda ini angin tak kedengaran lagi.

Langit terlepas. Ruang menunggu malam hari. Kau berkata: pergilah sebelum malam tiba. Kudengar angin mendesak ke arah kita.

Di piano bernyanyi baris dari Rubayyat. Di luar detik dan kereta telah berangkat Sebelum bait pertama. Sebelum selesai kata. Sebelum hari tahu ke mana lagi akan tiba.

Akupun tahu: sepi kita semula


(35)

Bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata. Pohon-pohon pun berbagi dingin di luar jendela Mengekalkan yang esok mungkin tak ada.

1966

1. Kata Konkret dan Kata Abstrak

Pada data 2, kata abstrak dan kata konkret terdapat pada tabel dibawah ini Tabel III

No Kata konkret Makna

1 Beranda Ruang beratap yang terbuka (tidak berdinding); teras 2 Langit Ruang luas yang terbentang di atas bumi

3 Piano Alat musik berdawai baja

4 Jendela Lubang yang dapat diberi tutup dan berfungsi sebagai tempat keluar masuk udara.

5 Rubayyat Puisi Melayu lama berasal dari Arab-Parsi, terdiri atas tujuh atau delapan baris dalam satu bait, bersajak dua-dua (aa/bb/cc/dd)

6 Kereta Kendaraan yang beroda dua atau empat (biasanya ditarik oleh kuda); kereta api; sepeda motor

7 Pohon-pohon Tumbuhan yang berbatang keras dan besar

8 Angin Gerakan udara dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah

9 Malam hari Waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit

Tabel IV

No Kata Abstrak Makna

1 Kedengaran Dapat didengar; terdengar 2 Terlepas sudah lepas; sudah dilepaskan

3 Mendesak Mendorong dengan tubuh; menyesak hingga pihak lawan dsb mundur


(36)

4 Bersiap Bersedia-sedia dan berjaga-jaga (menghadapi sesuatu); mengatur segala sesuatu (untuk)

5 Bersedih Bersusah hati; berdukacita; merasa pilu (belas kasihan) 6 Berbagi Membagi sesuatu bersama; membagi diri; bercabang

7 Kecewa Kecil hati; tidak puas (karena tidak terkabul keinginannya, harapannya)

8 Dingin Bersuhu rendah apabila dibandingkan dengan suhu tubuh manusia; tidak panas; sejuk

9 Mengekalkan Memelihara (mengusahakan supaya kekal atau tetap selama-lamanya)

Pada data 2 ditemukan masing-masing 9 kata konkret dan 9 kata abstrak yang tersebar pada struktur fisik puisi yang berjudul Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi.

ND3

Expatriate

Akulah adam dengan mulut yang sepi Putra surgawi

yang damai, terlalu damai ketika bumi padaku melambai

Detik-detik bening memutih tengah malam ketika lembar-lembar asing terlepas dari buku harian

Dan esoknya terbukalah gapura: pagi tumbuh dalam kabut yang itu juga dan aku pergi

dengan senyum usia yang sunyi


(37)

Langkah akan bergegas antara pohonan lengang bersama baying-bayang unggas, bersama awan Sementara arus hari

menyusup-nyusup indra ini

(Adakah yang lebih tak pasti selain tanah-kelahiran yang ditinggalkan pergi anak tersayang)

1962

1. Kata Konkret dan Kata Abstrak

Pada data 4 kata konkret dan kata abstrak terdapat pada tabel berikut ini

Tabel V

No Kata Konkret Arti

1 Adam Nama manusia laki-laki pertama yang dijadikan oleh Tuhan

2 Mulut Rongga di muka, tempat gigi dan lidah, untuk memasukkan makanan (pada manusia atau binatang) 3 Bumi Planet tempat manusia hidup; dunia; jagat

4 Buku harian Catatan kegiatan yang harus dilakukan (buku harian identik dengan tulisan, peraturan)

5 Gapura Pintu besar untuk masuk pekarangan rumah (taman, dsb); pintu gerbang

7 Kabut Kelam; suram; tidak nyata; awan lembap yang melayang di dekat permukaan tanah

8 Pagi Bagian awal dari hari; waktu setelah matahari terbit hingga menjelang siang hari


(38)

Tabel VI

No Kata Abstrak Arti

1 Sepi Sunyi; lengang; tidak ada orang

2 Damai Tidak ada perang; tidak ada musuh; tentram; tenang 3 Melambai Mengayun-ayun turun naik (seperti daun-daunan tertiup

angin; menggerak-gerakkan tangan turun naik (untuk memanggil)

4 Detik-detik Waktu yang singkat; saat

5 Bening Bersih, putih, dan tidak bercampur tanah; jernih; berkilau 6 Memutih Tampak putih-putih; menjadi putih

7 Tumbuh Timbul (hidup) dan bertambah besar atau sempurna; sedang berkembang; timbul; terbit

8 Senyum Gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka

9 Sunyi Tidak ada bunyi atau suara apa pun; hening; senyap 10 Bergegas Bercepat-cepat; cepat-cepat; tergesa-gesa

11 Lengang Sunyi sepi; tidak ramai; tidak banyak orang

12 Bayang-bayang Ruang yang tidak kena sinar karena terlindungi benda

Pada data 4 ditemukan masing-masing 8 kata konkret dan 12 kata abstrak yang tersebar pada struktur fisik puisi yang berjudul Expatriate.

B. Analisis Data 1. Metafora

Metafora merupakan perbandingan langsung yang menghubungkan makna harfiah dan makna figuratif dalam karya sastra. Kemunculan metafora ditandai dengan hadirnya vehicle sebagai pembanding dan tenor sebagai yang dibandingkan. Kedua unsur tersebut dihubungkan oleh perangkai atau motif. Berdasarkan bentukannya, ada dua jenis metafora yaitu metafora eksplisit dan metafora implisit. Metafora eksplisit merupakan metafora yang unsur-unsur pembentuknya (tenor, vehicle, perangkai atau motif) ditampilkan langusng di


(39)

dalam kalimat. Sedangkan metafora implisit adalah metafora yang sebagian unsur pembentuknya terdapat di dalam teks kalimat, adapun sebagian yang lain terdapat di luar kalimat.

Ada beberapa langkah analisis yang dilakukan untuk menemukan metafora baik yang eksplisit maupun yang implisit serta mengidentifikasi fungsi-fungsi metafora tersebut. Langkah-langkah tersebut adalah analisis sintaksis, parafrase, dan analisis semantik

ND: 1

Di Nara

Para biku telah membungkam pasir dan lumut di sebuah bukit. Setelah itu, kuil hanya sebuah tafsir. Ada sesuatu yang tak perlu Terjanngkau, juga oleh aku dan engkau.

Barangkali rahasia

Akan memperpanjang tanda yang menghubungkan kita.

Kata akan aman di hutan ini.

Kijang-kijang akan lewat dalam kabut, di jalan yang tak transparan

oleh pagi, selalu pagi, dan sebab itu tak akan kita kisahkan lagi.

Aku ingat seseorang pernah berbisik: jangan meminta bulan

menyulap gelombang dari busut menjadi pantai dan lapang jadi laut. Keajaiban hanya terjadi ketika kita tak berharap,

Ketika kita tak di sini lagi.


(40)

a. Analisis Sintaksis

Analisis sintaksis digunakan untuk menemukan kohesi pada tataran frasa, kalimat dan wacana puisi secara keseluruhan . Analisis ini nantinya akan digunakan untuk mengidentifikasi metafora jenis eksplisit.

Para biku telah membungkam pasir dan lumut di sebuah bukit (tempat berdirinya sebuah kuil). Setelah itu, kuil hanya sebuah tafsir. Ada sesuatu (sebuah rahsia) yang tidak perlu (bisa) terjangkau oleh aku dan engkau (kita).

Barangkali (Mungkin sebuah) rahasia (itu) akan memperpanjang tanda (jarak) yang menghubungkan kita.

Kata (rahasia itu) akan aman di hutan (tempat) ini. Kijang-kijang akan lewat (ke) dalam kabut, pada (melalui sebuah) jalan yang tak (tidak) transparan oleh pagi, selalu pagi dan sebab itu tak akan kita kisahkan lagi.

Aku ingat seseorang pernah berbisik (kepadaku) (bahwa) jangan meminta bulan (untuk) menyulap gelombang dari (sebuah) busut dan lapang (tanah datar) menjadi laut. Keajaiban (itu) hanya (akan) terjadi ketika kita tak berharap (dan tidak) di sini lagi.

Setelah melakukan pembacaan heuristik dengan melakukan parafrase, maka metafora dapat diidentifikasi. Metafora pertama yang teridentifikasi adalah metafora eksplisit yang terdapat pada kalimat berikut ini.

Metafora eksplisit

(1) Para biku telah membungkam pasir dan lumut

Biku (tenor) telah membungkam (motif) pasir dan lumut (vehicle) di sebuah bukit.

(2) Setelah itu, kuil hanya sebuah tafsir

Kuil (tenor) sebuah (perangkai) tafsir (vehicle)

(3) Barangkali rahasia akan memperpanjang tanda yang menghubungkan kita Rahasia (vehicle) memperpanjang (motif) tanda (tenor)


(41)

(4) Jangan meminta bulan menyulap gelombang dari busut dan lapang jadi laut Menyulap (motif) gelombang (vehicle) busut (tenor)

lapang (tenor) jadi (perangkai) laut (vehicle)

Dari analisis sintaksis di atas, metafora diidentifikasi pada kalimat pertama, kedua, keempat, ketujuh, dan kedelapan. Metafora yang diidentifikasi adalah metafora jenis eksplisit karena unsur-unsur pembentukannya ditampilkan pada struktur teks atau kalimat.

Metafora Implisit

Metafora implisit adalah jenis metafora yang salah satu unsur pembentukannya berada di luar teks. Untuk memverifikasi unsur metafora yang ada di luar teks maka digunakan kohesi. Pada puisi di atas, metafora implisit yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Biku atau biksu secara harfiah berarti pemuka agama budha. Pemuka agama identik dengan kesucian, kemuliaan, serta otoritas dari kebaikan.

Biku (tenor) kesucian, kemuliaan, otoritas dari sebuah kebaikan (vehicle). Terlihat beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata biku, maka validasi pilihan vehicle terdapat pada kohesi dalam kaitannya dengan pilihan kata lain di dalam puisi ND1. Kata membungkam, rahasia, aman terkait dengan otoritas untuk menjaga, memelihara yang identik dengan peran biksu dalam masyarakat yaitu menjaga harmoni antara manusia, alam, dan tuhannya. Jadi pilihan vehicle yang tepat dari kata Biku adalah otoritas dari sebuah kebaikan. 2. Pasir secara harfiah berarti butir-butir batu yang halus. Pasir atau kersik-kersik halus yang mudah diterbangkan kemana-mana identik dengan sikap yang mudah terpengaruh, tidak punya pendirian, tidak memiliki jati diri.

Pasir (tenor) mudah terpengaruh, tidak punya pendirian, tidak memiliki jati diri (vehicle).

Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata pasir. Maka validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat dalam puisi ND1. Kata kabut, jalan yang tak transparan, identik dengan sikap


(42)

atau perangai buruk manusia. Maka pilihan vehicle yang tepat dari kata pasir adalah keburukan.

3. Lumut secara harfiah memiliki arti tumbuhan yang tumbuh berkelompok membentuk bantalan pada batu, kayu, dan tumbuhan lain. Oleh karena itu, lumut identik dengan bebal, suka membebani orang lain, merugikan lingkungan disekitarnya.

Lumut (tenor) membebani orang lain, merugikan lingkungan sekitarnya, bebal (vehicle).

Ada beberapa pilihan yang bisa menjadi pembanding dari kata lumut. Validasi pilihanvehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND1. Kata kabut, jalan yang tak transparan, identik dengan membebani orang lain, merugikan lingkungan serta perangai yang buruk dari manusia. Jadi pilihan vehicle yang tepat bagi kata lumut adalah keburukan.

4. Kuil secara harfiah memiliki makna bangunan tempat memuja/menyembah dewa. Kuil identik dengan agama, ibadah, ritual, sejarah, biksu.

Kuil (tenor) agama, ritual, sejarah, ibadah, biksu (vehicle).

Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata kuil. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND1. Kata tafsir, sesuatu yang tak terjangkau, rahasia, tanda, jarak, Nara identik dengan sejarah. Jadi pilihan vehicle yang tepat bagi kata kuil adalah sejarah.

5. Tafsir secara harfiah berarti keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-Qur’an atau kitab suci yang lain. Tafsir identik dengan rahasia, penjelasan, pemikiran, agama.

Tafsir (tenor) penjelasan, pemikiran, pendapat, rahasia, agama (vehicle) Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata tafsir. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND1. Kata tanda, hutan, kabut identik dengan rahasia. Jadi vehicle yang tepat bagi kata tafsir adalah rahasia.


(43)

6. Rahasia secara harfiah berarti sesuatu yang sengaja disembunyikan agar tidak diketahui orang lain. Rahasia identik dengan tersembunyi, gelap, tersimpan, misteri.

Rahasia (tenor) tersembunyi, gelap, tersimpan, misteri (vehicle).

Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata rahasia. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND1. Kata tanda, sesuatu yang tak terjangkau identik dengan misteri. Jadi vehicle bagi kata rahasia adalah misteri.

7. Tanda secara harfiah berarti yang menjadi alamat atau yang mengatakan sesuatu. Tanda identik dengan petunjuk, pengenal, ciri-ciri.

Tanda (tenor) petunjuk, pengenal, ciri-ciri (vehicle)

Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata tanda. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND1. kata rahasia, tafsir, kuil, hutan identik dengan petunjuk. Jadi vehicle bagi kata tanda adalah petunjuk.

8. Aman secara harfiah berarti bebas dari bahaya. Aman identik dengan tenang, terjamin, tentram, sentosa, damai, tersembunyi, terjaga.

Aman (tenor) terjamin, tenang, tentram, sentosa, tersimpan, terjaga (vehicle)

Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding bagi kata aman. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND1. kata hutan, biku, rahasia identik dengan terjaga. Jadi vehicle bagi kata aman adalah terjaga.

9. Hutan secara harfiah memiliki arti tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon yang tumbuh secara liar. Hutan identik dengan tempat berlindung, tempat bersembunyi.

Hutan (tenor) tempat berlindung, tempat bersembunyi, tampat menyimpan sesuatu (vehicle).

Teridentifikasi beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding bagi kata hutan. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND1. Kata aman, tak transparan, tak terjangkau, rahasia,


(44)

tafsir identik dengan tempat menyimpan sesuatu. Jadi vehicle kata hutan adalah tempat menyimpan sesuatu.

10. Kata secara harfiah berarti unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran. Kata identik dengan ucapan, kalimat, pembicaraan, kejadian

Kata (tenor) ucapan, kalimat, pembicaraan, peristiwa (vehicle)

Teridentifikasi beberaa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding bagi kata kata. validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND1. Kata rahasia, aman, tafsir, kabut identik dengan peristiwa. Jadi vehicle kata kata adalah peristiwa.

11. Nara secara harfiah memiliki dua arti. Arti pertama adalah orang sedangkan yang kedua adalah suatu tempat yang terdapat di jepang bagian selatan yang merupakan tempat berdirinya 7 buah kuil bersejarah. Arti kata yang digunakan penyair adalah arti kata yang kedua. Sebagai validasi pilihan arti kata kedua maka digunakan kohesi kata-kata lain pada data ND1. kata kuil, biku, tafsir, bukit identik dengan tempat ibadah.

Nara (tenor) adalah sebuah (perangkai) sejarah (vehicle)

Dari analisis di atas, terdapat 11 metafora implisit. Metafora diidentifikasi pada kalimat pertama, kedua, keempat, kelima, serta judul puisi. Jumlah keseluruhan metafora pada data ND1 adalah 15 metafora yang terdiri dari 4 metafora eksplisit dan 11 metafora implisit.

b. Analisis Semantik

Analisis semantik bertujuan untuk mengetahui fungsi dari sebuah metafora. Untuk mengetahui fungsi metafora, maka yang diidentifikasi terlebih dahulu adalah suasana sebuah puisi. Suasana sebuah puisi merupakan implikasi dari sikap penyair terhadap pembaca. Dari sikap tersebut, maka terciptalah suasana.

Pada puisi di atas, sikap yang ditunjukkan penyair adalah menggurui. Kalimat biku (kesucian) membungkam Pasir dan lumut (keburukan) merupakan nasehat atau pesan pertama yang disampaikan penyair bahwa kebenaran akan 32


(45)

selalu menang ketika berhadapan dengan keburukan apapun bentuknya. Pasir dan lumut merupakan bentuk-bentuk keburukan manusia. Pada metafora pertama secara tersirat penyair menyampikan pesannya melalui kata Biku, Pasir, dan Lumut. Meskipun pesan yang disampaiakan tersirat, terjadi penegasan makna yang ditunjukkan lewat kata membungkam.

Suasana yang timbul sebagai akibat dari sikap penyair adalah suasana serius. Implikasi dari sikap menggurui dari penyair adalah timbulnya suasana serius pada puisi. Fungsi majas yang pertama adalah mengaburkan makna dimana penyair memilih kata-kata benda untuk mewakili maksud yang sesungguhnya. Kebaikan secara tersirat ditampilkan melalui melalui kata biku, keburukan secara tersirat ditampilkan melalui kata pasir dan lumut.

Pada kalimat kedua setelah itu kuil hanya sebuah tafsir, kata kuil dan tafsir membentuk sebuah metafora. Kuil adalah sejarah di mana konstruksi judul Nara menggambarkan tempat terjadinya sejarah tersebut. Kuil di Nara merupakan tempat dimana kebaikan (para biku) membungkam keburukan (pasir dan lumut). Hal tersebut berlangsung terus-menerus. Kejahatan tidak pernah berhenti muncul dan pada akhirnya kabaikan akan selalu keluar sebagai pemenang. Yang terjadi terus menerus hanyalah pertarungan antara keburukan dan kebaikan. Pada akhirnya tempat terjadinya pertemuan baik dan buruk hanya menjadi sejarah. Sejarah yang menyimpan rahasia dan tak selalu terjangkau oleh setiap orang.

Pada kalimat kedua bait pertama, fungsi metafora kuil dan tafsir adalah menjelaskan makna yang tersirat pada kalimat pertama. Di Nara kejahatan selalu muncul dan pada saat yang sama kebaikan juga muncul. Peristiwa tersebut hanya sebuah sejarah.

Bait kedua barangkali rahasia akan memperpanjang tanda yang menghubungkan kita. Sejarah selalu menyimpan pertanyaan dan dugaan-dugaan. Kata barangkali memiliki makna dugaan yang ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya misterius (sejarah). Pada dasarnya, rahasia (misteri) selalu menyimpan tanda (petunjuk) bagi orang-orang disekitarnya. Tanda-tanda tersebut menjadi semacam jarak yang menghubungkan antara orang-orang terdahulu dan sekarang.


(46)

Semakin kompleks (banyak) tanda tersebut, maka semakin jauh (panjang) jarak menghubungkan keduanya.

Kata rahasia dan tanda masing-masing membentuk sebuah metafora implisit. Metafora tersebut berfungsi mengaburkan makna pada bait kedua. Penyair menyampaikan pesan bahwa sejarah selalu menyimpan misteri melalui metafora tersebut. Akibat penggunaan metafora maka pesan yang disampaikan menjadi tersirat.

Pada bait ketiga kata akan aman di hutan ini merupakan pernyataan penyair bahwa peristiwa akan tersimpan secara aman di tempatnya. Tempat yang dimaksud mengacu pada masing-masing objek. Jika peristiwa itu berupa rahasia, maka akan tersimpan dibenak yang menyimpan. Jika peristiwa itu berupa sejarah, maka dia akan tersimpan pada tempat sejarah itu terjadi. Pada puisi di nara, objek yang dimaksud oleh penyair adalah Biku (biksu). Sebagai pemilik otoritas dari sebuah kebaikan, biku tentu memiliki kapasitas untuk menyimpan permasalahan-permasalahan setiap individu dalam masyarakat. Permasalahan tersebut kemuduian menjadi sesuatu yang bersifat rahasia yang hanya diketahui oleh biku dan individu yang bersangkutan.

Metafora kata, aman, dan hutan berfungsi menegaskan makna. Kata merupakan penegasan dari rahasia akan terjaga sedetail-detailnya. Kata merupakan satuan terkecil yang terdiri dari kombinasi morfem yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Metafora kata menegaskan bahwa rahasia itu akan tersimpan secara keseluruhan. Metafora aman menegaskan hal-hal yang berkaitan dengan sesuatu yang dirahasiakan. Metafora hutan secara implisit menggambarkan sebagai tempat menyimpan dan menyembunyikan sesuatu yang paling baik.

Kalimat terakhir pada bait ketiga kijang-kijang akan lewat dalam kabut menggambarkan bahwa kehidupan yang dijalani manusia itu berliku. Manusia tidak dapat melihat apa ynag akan terjadi di depan. Manusia yang tidak memahami bahwa pada dasarnya kehidupan ini hanya pergolakan antara kebaikan dan keburukan yang terjadi terus menerus akan melalui jalan yang tidak jelas (berkabut). Jalan yang tak transparan oleh pagi, selalu pagi kalimat ini 34


(47)

menegaskan kehidupan manusia selalu dimulai pada pagi. Pagi adalah waktu dimana semua aktivitas dimulai. Kalimat dan sebab itu tak akan kita kisahkan lagi menggambarkan waktu yang kita lalui kemarin tidak akan kita lalui lagi. Kesalahan yang kita buat kemarin tidak akan kita putar kembali untuk diubah menjadi kebaikan.

Pada bait terakhir penyair menyampaikan pesan sekaligus penjelasan dari rangkaian bait-bait sebelumnya kepada pembaca melalui aku lirik. Pesan tersebut ditampilkan pada kalimat jangan meminta bulan menyulap gelombang dari busut dan lapang jadi laut. Di sini pesan yang disampaikan berbentuk nasehat yang dikonkretkan melalui peristiwa alam. Dalam ilmu bumi, posisi bulan memang menentukan gelombang dan pasang surut air laut, namun bulan tidak serta merta dapat mengubah peristiwa tersebut secara bebas sesuia kehendaknya melainkan diatur oleh ketentuan alam. Kata mengubah gelombang dari busut mempertegas pesan tersebut. Kata busut memiliki arti gundukan tanah kecil berupa sarang anai-anai. Jadi hanya keajaiban yang bisa mengubah busut menjadi gelombang. Hal tersebut diperjelas oleh kalimat terakhir Keajaiban hanya terjadi ketika kita tak berharap, Ketika kita tak di sini lagi. Segala sesuatu yang diluar kemampuan kita hanya terjadi secara tiba-tiba ketika kita tidak menyadarinya.

ND 2

Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi Di beranda ini angin tak kedengaran lagi.

Langit terlepas. Ruang menunggu malam hari. Kau berkata: pergilah sebelum malam tiba. Kudengar angin mendesak ke arah kita.

Di piano bernyanyi baris dari Rubayyat. Di luar detik dan kereta telah berangkat Sebelum bait pertama. Sebelum selesai kata. Sebelum hari tahu ke mana lagi akan tiba.


(48)

Akupun tahu: sepi kita semula

Bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata. Pohon-pohon pun berbagi dingin di luar jendela Mengekalkan yang esok mungkin tak ada.

Metafora

Ada beberapa langkah analisis yang dilakukan untuk menemukan metafora baik yang eksplisit maupun yang implisit serta mengidentifikasi fungsi-fungsi metafora tersebut. Langkah-langkah tersebut adalah analisis sintaksis, parafrase, dan analisis semantik.

a. Analisis Sintaksis

Analisis sintaksis digunakan untuk menemukan kohesi pada tataran frasa, kalimat dan wacana puisi secara keseluruhan. Analisis ini nantinya akan digunakan untuk mengidentifikasi metafora jenis eksplisit. Langkah pertama yang dilakukan adalah parafrase.

Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi Di beranda ini angin tak (berhembus) kedengaran lagi.

Langit (telah) terlepas. (di) Ruang (-an itu) (aku) menunggu malam hari. Kau berkata (kepadaku): pergilah sebelum malam tiba.

Kudengar (kurasakan) angin mendesak (menghembus) ke arah kita.

Di piano (itu) (aku) bernyanyi baris dari (lagu) Rubayyat. Di luar detik (waktu terus berlalu) dan kereta telah berangkat sebelum bait pertama (pagi). Sebelum (aku) selesai kata (berbicara). Sebelum hari (aku) tahu ke mana lagi (aku) akan tiba.

Aku pun tahu: (perpisahan ini) (membuat) sepi kita (sejak awal) semula Bersiap (untuk) kecewa, bersedih tanpa (sempat) (ber) kata-kata.

Pohon-pohon (orang-orang) pun berbagi (beban) dingin di luar (sana) jendela. Mengekalkan (menunggu) yang (hari) esok mungkin tak (tidak) ada.


(49)

Setelah melakukan pembacaan heuristik dengan melakukan parafrase, maka metafora dapat diidentifikasi. Metafora pertama yang teridentifikasi adalah metafora eksplisit yang terdapat pada kalimat berikut ini.

Metafora eksplisit

1. Di luar detik dan kereta telah berangkat Detik (tenor) kereta (vehicle)

2. Sepi kita semula bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata. Sepi (tenor) bersedih tanpa kata-kata (tenor)

Dari analisis sintaksis di atas, metafora diidentifikasi pada kalimat ketujuh, dan kesepuluh. Metafora yang diidentifikasi adalah metafora jenis eksplisit karena unsur-unsur pembentukannya ditampilkan pada struktur teks atau kalimat.

Metafora Implisit

Metafora implisit adalah jenis metafora yang salah satu unsur pembentukannya berada di luar teks. Untuk memverifikasi unsur metafora yang ada di luar teks maka digunakan kohesi. Pada puisi di atas, metafora implisit yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Angin secara harfiah memiliki beragam arti diantarannya gerakan udara dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, hawa, kesempatan atau kemugkinan. Angin identik dengan gerakan, waktu, kosong, kehampaan

Angin (tenor) gerakan, waktu, kosong, kemungkinan, hampa (tenor)

Terlihat beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata angin, maka validasi pilihan vehicle terdapat pada kohesi dalam kaitannya dengan pilihan kata lain di dalam puisi ND2. Kata mendesak, menunggu, detik, berangkat identik dengan waktu. Jadi vehicle yang tepat untuk kata angin adalah waktu.

2. Langit secara harfiah berarti ruang luas yang terbentang di atas bumi. Langit identik dengan angkasa, kahyangan, surga, nirwana, siang.


(50)

Langit (tenor) angkasa, kahyangan, nirwana, surga, siang (vehicle)

Terlihat beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata langit, maka validasi pilihan vehicle terdapat pada kohesi dalam kaitannya dengan pilihan kata lain di dalam puisi ND2. Kata malam, hari, esok identik dengan siang. Jadi vehicle yang tepat untuk kata Langit adalah siang.

3. Ruang secara harfiah berarti rongga, sela. Ruang identik dengan tempat, jarak.

Ruang (tenor) tempat, jarak, petak (vehicle)

Terlihat beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata ruang, maka validasi pilihan vehicle terdapat pada kohesi dalam kaitannya dengan pilihan kata lain di dalam puisi ND2. Kata menunggu, beranda identik dengan tempat. Jadi vehicle yang tepat untuk kata ruang adalah tempat.

4. Piano secara harfiah berarti alat musik yang dibunyikan dengan menekan tuts. Piano identik dengan bunyi, lagu, musik, lembut, sedih. hening

Piano (tenor) bunyi, lagu, musik, lembut, sedih, hening (vehicle)

Terlihat beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata piano. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND2. Kata malam hari, angin, sepi,bersedih identik dengan hening. Jadi vehicle yang tepat untuk kata piano adalah hening.

5. Rubayyat secara harfiah berarti puisi melayu lama. Rubayyat identik dengan kalimat, masa lalu, keadaan.

Rubayyat (tenor) masa lalu, keadaan (vehicle)

Terlihat beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata rubayyat. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada. Kata dingin, sepi, bersedih identik dengan keadaan. Jadi vehicle yang tepat untuk kata rubayyat adalah keadaan.


(51)

6. Detik secara harfiah berarti satuan waktu dibawah menit dan jam. detik identik dengan cepat, getaran

Detik (tenor) cepat, getaran (vehicle)

Terlihat beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata detik. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND2. Kata kereta, mendesak identik dengan secepatnya. Jadi vehicle yang tepat untuk kata detik adalah secepatnya.

7. Kereta secara harfiah berarti kendaraan beroda dua atau empat yang biasanya ditarik oleh kuda. kereta identik dengan tradisional, pedesaan, masa lalu.

Kereta (tenor) pedesaan, tradisional, masa lalu (vehicle)

Terlihat beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata kererta. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND2. Kata pergi, semula, rubayyat identik dengan masa lalu. Jadi vehicle yang tepat untuk kata kereta adalah masa lalu.

8. Pohon-pohon secara harfiah berarti tumbuhan yang berbatang besar dan keras. Pohon identik dengan permulaan, makhluk hidup (orang), permohonan, berdoa.

Pohon (tenor) permulaan, makhluk hidup, permohonan (vehicle)

Terlihat beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata kererta. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND2. Kata berbagi, bernyanyi identik dengan manusia (makhluk hidup). Jadi vehicle yang tepat untuk kata pohon-pohon adalah manusia.

9. Dingin secara harfiah berarti bersuhu rendah. Dingin identik dengan beban, tawar, tidak meriah

Dingin (tenor) beban, sejuk, tawar, tidak meriah (vehicle)

Terlihat beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata dingin. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat


(52)

pada data ND2. Kata sepi, kecewa, bersedih identik dengan beban. Jadi vehicle yang tepat untuk kata dingin adalah beban.

Dari analisis di atas diidentifikasi 9 metafora implisit. Metafora tersebut terdapat pada kalimat pertama, kedua, ketiga, keenam, ketujuh, dan kedelapan. Jumlah keseluruhan metafora pada data ND2 adalah 11 metafora yang terdiri dari 2 metafora eksplisit dan 9 metafora implisit.

b. Analisis Semantik

Analisis semantik bertujuan untuk mengetahui fungsi dari sebuah metafora. Untuk mengetahui fungsi metafora, maka yang di identifikasi terlebih dahulu adalah suasana sebuah puisi. Suasana sebuah puisi merupakan implikasi dari sikap penyair terhadap pembaca. Dari sikap tersebut, maka terciptalah suasana.

Pada puisi di atas, sikap yang ditunjukkan penyair adalah perpisahan aku lirik dengan kekasihnya. Hal ini ditunjukkan melalui kalimat ketiga kau berkata: pergilah sebelum malam tiba. Suasana yang timbul sebagai implikasi dari sikap penyair adalah suasana sedih/haru. Hal ini tampak pada bait keempat Akupun tahu: sepi kita semula Bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata. Pohon-pohon pun berbagi dingin di luar jendela. Mengekalkan yang esok mungkin tak ada.

Kalimat pertama di beranda ini angin tak kedengaran lagi merupakan bentuk pengulangan dari judul puisi tersebut. Kata beranda menunjukkan tempat terjadinya perpisahan tersebut. Kata angin yang dipadankan dengan tak kedengaran lagi menunjukkan waktu perpisahan yang sebentar lagi. Tidak ada waktu lagi buat aku lirik dan kekasihnya. Kata angin membentuk sebuah metafora yang mengimplisitkan waktu. Fungsi dari metafora tersebut adalah mengaburkan makna karena secara tersirat penyair menampilkan waktu lewat kata angin.

Langit terlepas pada bait pertama membentuk sebuah metafora. Secara implisit metafora tersebut menunjukkan suasana pagi. Langit terlepas memiliki kohesi dengan kalimat ruang menunggu malam hari serta kalimat ketiga pergilah sebelum malam tiba. Metafora tersebut berfungsi menegaskan makna. Penyair memberikan penegasan bahwa hari itu adalah hari terakhir bagi aku lirik. Kata 40


(1)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan analisis terhadap tiga puisi pilihan Goenawan Mohamad dalam puisi pilihan yang dijadikan sampel pada penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Jenis metafora yang terdapat pada tiga puisi pilihan Goenawan Mohamad adalah metafora eksplisit dan metafora implisit. Metafora jenis implisit lebih mendominasi pada ketiga puisi pilihan yang menjadi sampel pada penelitian ini dengan jumlah 23 metafora. Adapun metafora jenis eksplisit hanya berjumlah 8 metafora. Pada puisi Di Nara terdapat 4 metafora eksplisit dan 11 metafora implisit. Pada puisi Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi terdapat 2 metafora eksplisit dan 9 metafora implisit. Pada puisi berjudul Expatriate terdapat 2 metafora eksplisit dan 3 metafora implisit.

2. Fungsi metafora pada tiga puisi Goenawan Mohamad adalah penegasan makna, mengaburkan makna, serta penekanan makna terutama pada aspek waktu terjadinya peristiwa di dalam puisi.

B. Saran

1. Kajian stilistik merupakan kajian yang relevan digunakan dalam meneliti aspek bahasa pada karya sastra. Sebaiknya kajian stilistik bisa lebih berperan lagi dalam penelitian di bidang sastra. Tidak hanya pada karya sastra jenis puisi, melainkan karya-karya sastra yang lain seperti novel dan cerpen.

2. Implikasi dari penelitian ini adalah menambah porsi pembelajaran tentang metafora di sekolah. Selama ini, pembelajaran tentang metafora di sekolah hanya sebatas metafora mati (death metaphor). Dengan mempelajari metafora pada karya sastra (puisi) maka siswa di sekolah akan mengenal metafora hidup (Inventif).

3. Hambatan yang dirasakan oleh peneliti adalah kurangnya buku-buku referensi yang dapat menunjang penelitian.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Barry, Peter, Beginning Theory, Yogyakarta: Jalasutra, 2010.

Danesi, Marcel, Pesan, Tanda dan Makna, Yogyakarta: Jalasutra, 2010.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia, Ensiklopedi Sastra Indonesia, Bandung: Titian Ilmu, 2004.

Eco, Umberto, Teori Semiotika Signifikasi Komunikasi, Teori Kode Serta Teori Produksi Tanda, Bantul: Kreasi Wacana, 2009.

Endraswara, Suwardi, Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: CAPS, 2011.

Esten, Mursal, Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah, Bandung: Angkasa Bandung, 2000.

Effendi, S. Bimbingan Apresiasi Puisi, Jakarta: Pustaka Jaya, 2002

Hoerip, Satyagraha, Sejumlah Masalah Sastra, Jakarta: Sinar Harapan, 1982.

Jabrohim, Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2003.

Kasiram, Moh, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, Malang: UIN Malang Press, 2008.

Keraf, Gorys, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009

Luxemburg, Jan Van dkk, Tentang Sastra, Intermasa, 1987.

Moleong, J Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2009.

Nurgiyantoro, Burhan, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005.

Purba, Antilan, Stilistika Sastra Indonesia Kaji Bahasa Karya Sastra, Medan: USU Press, 2009.


(3)

Pradopo, Rachmat Djoko, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

______________________ Pengkajian Puisi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009.

Rahmanto, B. Metode Pangajaran Sastra, Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Ratna, Nyoman Kutha, Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Rosyidi, M Ikhwan dkk, Analisis Teks Sastra, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Sudjiman, Panuti, Bunga Rampai Stilistika, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1993.

Tarigan, Henry Guntur, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, 1985.

___________________ Pengajaran Gaya Bahasa, Bandung: Angkasa, 2009

Teeuw, A, Sastera dan Ilmu Sastera, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2003.

Waluyo, Herman J, Apresiasi Puisi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Wellek, Rene dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993.


(4)

Di Nara

Para biku telah membungkam pasir dan lumut di sebuah bukit. Setelah itu, kuil hanya sebuah tafsir. Ada sesuatu yang tak perlu Terjanngkau, juga oleh aku dan engkau.

Barangkali rahasia

Akan memperpanjang tanda yang menghubungkan kita.

Kata akan aman di hutan ini.

Kijang-kijang akan lewat dalam kabut, di jalan yang tak transparan

oleh pagi, selalu pagi, dan sebab itu tak akan kita kisahkan lagi.

Aku ingat seseorang pernah berbisik: jangan meminta bulan

menyulap gelombang dari busut menjadi pantai dan lapang jadi laut. Keajaiban hanya terjadi ketika kita tak berharap,

Ketika kita tak di sini lagi.

2001 Lampiran 1


(5)

Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi

Di beranda ini angin tak kedengaran lagi. Langit terlepas. Ruang menunggu malam hari. Kau berkata: pergilah sebelum malam tiba. Kudengar angina mendesak ke arah kita.

Di piano bernyanyi baris dari Rubayyat. Di luar detik dan kereta telah berangkat Sebelum bait pertama. Sebelum selesai kata. Sebelum hari tahu ke mana lagi akan tiba.

Akupun tahu: sepi kita semula

Bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata. Pohon-pohon pun berbagi dingin di luar jendela Mengekalkan yang esok mungkin tak ada.

1966 Lampiran 2


(6)

Expatriate

Akulah adam dengan mulut yang sepi Putra surgawi

yang damai, terlalu damai ketika bumi padaku melambai

Detik-detik bening memutih tengah malam ketika lembar-lembar asing terlepas dari buku harian

Dan esoknya terbukalah gapura: pagi tumbuh dalam kabut yang itu juga dan aku pergi

dengan senyum usia yang sunyi

Langkah akan bergegas antara pohonan lengang bersama baying-bayang unggas, bersama awan Sementara arus hari

menyusup-nyusup indra ini

(Adakah yang lebih tak pasti selain tanah-kelahiran yang ditinggalkan pergi anak tersayang)

1962 Lampiran 3