Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Problem Based Learning Pada Konsep Sistem Koloid

(1)

Seminar Nasional Pendidikan IPA-Biologi FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 28 September 2016

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA MELALUI PROBLEM BASED LEARNING PADA KONSEP SISTEM KOLOID

Luki Yunita1, Rifa Kusmiati2, Nina Afria D.3

1,3

Program Studi Pendidikan Kimia, FITKUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2

SMA Negeri 10 Tangerang Selatan Email koresponden: luki.yunita@uinjkt.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa pada materi koloid. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 10 Kota Tangerang Selatan pada tanggal 9 Mei 2016 sampai 23 Mei 2016. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan siswa kelas XI IPA 1 dengan jumlah sampel sebanyak 38 siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning. Penelitian menerapkan metode penelitian tindakan kelas model Kurt Lewin. Konsep pokok penelitian tindakan kelas Kurt Lewin meliputi empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi, kuesioner, soal diskusi kelompok, dan soal akhir siklus. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I adalah sebesar 60,53% dengan nilai rata-rata 75,47. Sedangkan persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 78,74% dengan nilai rata-rata 83,0. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata Kunci: problem based learning; koloid; hasil belajar Abstract

This study attempts to improve learning outcomes students through the application of model the problem based learning can improve learning outcomes chemical students on colloidal matter .The research in SMA Negeri 10 south tangerang on the 9 may 2016 until may 23 2016 .Methods used in this research is classroom action research the act of grade to students XI IPA 1 at the sample of the as many as 38 students are taught with learning model the problem based learning. Research applies the methods of research the act of class model kurt lewin.The concept of basic classroom action research kurt lewin covers four components, including planning, acting, observation, and reflection. Research instruments used is sheets of observation , the questionnaire , about group discussions , and will end up cycle.The research obtained that the percentage of completed study results students on cycle I is of 60,53 % the average value of 75,47 .While the percentage of student learning results completed on cycle II have elevated into 78.74% with an average score of 83.0. From these results it can be concluded that learning with a model of the Problem Based Learning can improve student learning outcomes.

Keywords: problem based learning;colloidal;learning outcomes PENDAHULUAN

Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan keharusan bagi bangsa Indonesia agar dapat bersaing di era globalisasi. Bidang pendidikan baik formal maupun nonformal memegang peranan yang sangat penting karena merupakan salah satu wahana untuk

menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). Oleh karena itu, pembangungan pada sektor pendidikan di Indonesia harus menjadi prioritas utama yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pendidikan merupakan suatu proses yang bertujuan membantu siswa untuk tumbuh dan berkembang secara optimal dari segi kepribadiannya. Melalui


(2)

pendidikan akan membentuk dan menambah pengetahuan yang dapatkan untuk mencapai kesejahteraan hidup manusia dan dapat membantu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berguna untuk mengubah keadaan suatu bangsa menjadi lebih baik. Oleh karena itu, guru selaku pendidik harus berusaha meningkatkan mutu pendidikan beserta pemerintah selaku pemangku kebijakan.

Untuk menciptakan mutu pendidikan yang lebih baik, maka haruslah diperhatikan komponen yang terlibat didalamnya, yaitu guru selaku pendidik, siswa selaku peserta didik, serta cara atau metode yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan pendidikan yang telah tertuang di dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Jika dilihat dari hasil PISA (2014) Indonesia berada pada peringkat ke 64 dari 65 negara anggota PISA. Hal ini menunjukan betapa rendahnya mutu pendidikan di negeri ini. Satu hal yang menjadi sorotan dalam hasil PISA adalah rendahnya kemampuan peserta didik di Indonesia dalam memecahkan masalah pada bidang sains dan matematika (OECD, 2014).

Kimia merupakan mata pelajaran yang tergabung dalam kelompok ilmu pengetahuan alam (IPA) atau sains. Menurut Subiantoro (2011) melalui penelitiannya menunjukan fakta bahwa pembelajaran kimia di sekolah masih diajarkan dengan menggunakan metode dan pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered learning) atau pembelajaran satu arah (Subiantoro, 2011). Sehingga tidak mengejutkan bila kemampuan pemecahan masalah kimia siswa masih rendah. Hal ini terlihat dari hasil belajar siswa yang masih berada di bawah KKM (kriteria ketuntasan minimal). Selain itu, fakta ini pula didukung oleh penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di sekolah. Peneliti menemukan bahwa hasil belajar kimia siswa sangat rendah dibandingkan dengan mata pelajaran sains lainnya, yaitu fisika dan biologi. Salah satu faktor yang melatarbelakangi rendahnya hasil belajar kimia siswa adalah masih diterapkannya metode pembelajaran konvensional seperti ceramah, yang tidak menuntut keaktifan siswa dalam membangun pengetahuan mereka.

Kimia sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak harus diajarkan kepada siswa secara kontekstual atau dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari (Tosun&Senocak, 2013). Model pembelajaran yang sangat sesuai dengan kriteria ilmu kimia yang bersifat abstrak adalah model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL). Hallinger dan Bridges (2007) menyebutkan bahwa PBM merupakan strategi pembelajaran instruksional yang memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran tradisional, yaitu: 1) Pembelajaran dimulai dengan masalah yang merupakan stimulus untuk direspon oleh siswa; 2) Masalah yang diberikan adalah masalah yang pernah atau akan dihadapi siswa di masa mendatang; 3) Pembelajaran dilakukan secara aktif dan berkelompok (Hallinger& Bridges, 2007).

Masalah menjadi fokus utama atau stimulan dalam model PBM. Masalah tersebut dapat berupa teori, pragmatis, teknik, atau pengetahuan yang menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dalam berbagai ranah dan lingkungan profesional (Barge, 2010). Sejalan dengan pendapat tersebut, Poikela & Nummenma (2012) menyebutkan bahwa karateristik utama PBM adalah masalah, baik berupa pertanyaan maupun puzzle yang diharapkan dapat dipecahkan oleh siswa. Masalah yang menjadi stimulus dalam proses pembelajaran dapat berbentuk skenario atau wacana, kasus, masalah konstekstual yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran, dan yang paling utama adalah masalah yang digunakan berdasarkan realitas dalam kehidupan sehari-hari dan dapat dipraktekan secara profesional. Model pembelajaran berbasis

masalah menggunakan masalah dalam

kehidupan sehari-hari yang sering ditemui siswa sebagai subjek utama pembelajaran. Sehingga siswa akan merasa tertarik dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan mereka (Borrows & Tumblyn, 1979). Banyak materi kimia yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh materi kimia yang memiliki keterkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari adalah sistem koloid dengan pokok bahasan efek tyndall. Barell (2007) menyebutkan bahwa, Pembelajaran


(3)

Berbasis Masalah didefinisikan sebagai suatu proses inkuiri untuk memecahkan pertanyaan, keanehan, keraguan, dan ketidakpastian tentang fenomena yang kompleks dalam hidup. Masalah merupakan suatu keraguan, kesukaran, atau ketidakpastian yang perlu dipecahkan atau diberikan solusi. Sesuai dengan standar kompetensi yaitu menjelaskan sistem dan sifat koloid, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, maka pokok bahasan inilah yang dipilih untuk diteliti dengan model pembelajaran berbasis masalah karena dapat dikaitkan dengan permasalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Materi ini merupakan salah satu konsep kimia yang fenomenanya dapat dilihat secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika menonton bioskop debu yang ada pada layar bioskop tidak terlihat karena partikel debu akan menyebar ketika dikenai sinar oleh karena itu partikel debu merupakan sistem koloid.

Menurut Poikela & Nummenmaa (2006) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan strategi pembelajaran yang berlandaskan inkuiri dan pemecahan masalah.Lebih jauh, Ia menjelaskan bahwa, PBM merupakan strategi pembelajaran yang berlandaskan asas interaksi sosial dan pembelajaran mandiri. Sehingga PBM fokus terhadap pengetahuan dan pembelajaran siswa bukan guru atau PBM didefinisikan sebagai sebuah pendekatan total yang tidak hanya suatu teknik atau alat pengajaran. Selain itu, masalah nyata atau real-life problem merupakan fokus utama dalam model PBM.

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Wasonawati, Redjeki, & Ariani (2014) menyebutkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah meningkatkan hasil belajar siswa.Berdasarkan masalah yang telah diungkapkan dan penelitian terdahulu maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa pada materi koloid.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 10 Kota Tangerang Selatan yang berlokasi di Jl. Raya Tegal Rotan, Sawah Baru-Ciputat. Waktu penelitian dilakukan mulai tanggal 9 Mei 2016 sampai 23 Mei 2016.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, diakukan pada kondisi yang alamiah, dan menggambarkan masalah sebenarnya yang ada dilapangan, kemudian direfleksikan dan dianalisis berdasarkan teori menunjang dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan dilapangan (Sanjaya, 2013).

Penelitian menerapkan metode penelitian tindakan kelas model Kurt Lewin. Konsep pokok penelitian tindakan kelas Kurt Lewin meliputi empat komponen, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Keempat komponen ini menjadi satu siklus. Dalam penelitian ini dilakukan dua siklus (Kusumah, 2012). Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 SMAN 10 Kota Tangerang Selatan dengan jumlah siswa sebanyak 38 siswa, terdiri atas 13 siswa laki-laki dan 25 siswa perempuan.Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga kehadiran seorang pengamat mutak diperlukan untuk membenatu peneliti. Kedudukan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisa, penafsiran data dan akhirnya sebagai pelapor hasil penelitian (Creswell, 2012). Penelitian ini dilakukan dalam 2 yaitu terdapat dua pertemuan untuk pembelajaran dan satu pertemuan untuk tes evaluasi akhir pada masing-masing siklus.

Penelitian ini dikatakan berhasil atau siswa dinyatakan mengalami peningkatan hasil belajar terhadap konsep sistem koloid apabila mencapai ketuntasan belajar sebesar 75% dengan nilai minimal pembelajaran yang diperoleh siswa sebesar 78. Prosedur pemecahan masalah dalam penelitian ini dirangkum dengan menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas yang dicetuskan oleh Kurt Lewin. Prosedur penelitian ini dijelaskan dalam Gambar 1.


(4)

Gambar 1. Alur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan kelas pada penelitian ini terdiri atas dua siklus. Siklus kegiatan pembelajaran dimulai dari perencanaan, persiapan tindakan, pemantauan atau observasi, dan refleksi.Sumber data dalam penelitian ini meliputi siswa, guru, teman sejawat dankolaborator. Intrumen yang digunakan soal tes, lembar observasi, keusioner terhadap pembelajaran kimia.Kuesioner diberikan di akhir siklus yaitu untuk mengetahui kendala siswa pada proses pembelajaran kimia menggunkan indikator evaluasi penelitian tindakan kelas (PTK).

PEMBAHASAN Hasil

Penelitian ini berlangsung dalam 2 siklus. Siklus pertama terdiri dari dua pertemuan dan siklus ke-2 terdiri dari 1 pertemuan. Tiap pertemuan terdiri dari dua jam pelajaran. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah meningkatnya hasil belajar siswa dengan model Problem Based Learning. Untuk penjabaran hasil penelitian tiap siklus adalah sebagai berikut:

1. Siklus I

Siklus I dalam penelitian ini terdiri dari empat jam pelajaran atau duakali pertemuan (4 x

45 menit). Berikut ini tahapan-tahapan dalam siklus I:

a. Tahap Perencanaan

Berdasarkan seluruh informasi yang telah diperoleh, peneliti melakukan beberapa kegiatan dalam proses perencanaan penelitian. Kegiatan yang dilakukan pada tahap awal ini adalah membuat skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan pada pertemuan pertama dan kedua. Pertemuan pertama berlangsung selama 90 menit yang membahas tentang perbedaan koloid, suspensi, dan larutan sejati. Pada pertemuan pertama, peneliti melakukan kegiatan demonstrasi di dalam kelas. Pertemuan kedua berlangsung selama 90 menit yang membahas tentang pengelompokan jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersinya. Kemudian pada pertemuan selanjutnya, peneliti memberikan tes hasil belajar kepada siswa mengenai materi yang telah dibahas pada pertemuan pertama dan kedua serta mengisi angket/kuesioner untuk mengetahui pendapat siswa tentang model Problem Based Learning yang diterapkan selama proses pembelajaran berlangsung.

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan model Problem Based Learning melalui kegiatan demonstrasi. Sebelum pelajaran dimulai, peneliti sekaligus yang berperan sebagai guru kimia telah membentuk eam kelompok kecil yang terdiri dari 6-7 orang setiap kelompoknya. Setiap kelompok terdiri dari anggota yang memiliki latar belakang yang berbeda dalam hal akademik. Sebelum pelajaran dimulai, guru terlebih dahulu menjelaskan pembelajaran dengan model PBL yang akan diterapkan selama pembelajaran konsep koloid berlangsung. Selanjutnya siswa dipersiapkan untuk melakukan kegiatan pemecahan masalah dengan metode demonstrasi untuk mengidentifikasi campuran yang bersifat koloid, larutan sejati ataupun suspensi berdasarkan sifat khas dan karakteristik zat tersebut. Selain itu, siswa juga diberikan LKS berbasis PBL sebagai acuan dalam melaksanakan demosntrasi sederhana tersebut. Di sini, guru bertindak sebagai


(5)

fasilitator saja dan siswa yang aktif sepenuhnya dalam mencari informasi yang dibutuhkan di dalam LKS. Kemudian setiap kelompok menyimpulkan hasil praktikumnya di dalam kelas. Pembelajaran dilakukan dengan siswa pada masalah yang akan dicari jawabannya. Untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang diajukan guru, siswa dapat mencarinya dengan melakukan kegiatan praktikum bersama teman kelompoknya sesuai acuan yang ada dalam LKS. LKS yang diberikan guru kepada setiap kelompok memiliki topik yang berbeda. Pada pertemuan ini materi yang dipelajari yaitu jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersiya. Sebelum memasuki pembahasan jenis koloid, peneliti memberikan apersepsi terlebih dahulu kepada siswa sesuai dengan konsep yang akan dibahas, yaitu peneliti menggambil “Debu” sebagai pangantar dalam kegiatan pembelajaran. Setelah selesai, siswa bersama kelompoknya memecahkan masalah yang telah disajikan di dalam LKS untuk dicari solusi atau penyelesaiannya.

c. Tahap Observasi

Pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar siklus I, pengamatan dilakukan terhadap aktivitas guru dan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan model PBL. Adapaun lembar pengamatan tersebut berupa lembar observasi yang terdiri dari berbagai tahapan/langkah model PBL yang diturunkan menjadi beberapa indikator. Indikator-indikator tersebut kemudian menjadi

subjek pengamatan observer yang

mengobservasi kegiatan belajar mengajar dengan memberikan tanda ceklis pada kolom Ya atau Tidak serta apaila diperlukan suatu komentar dapat ditambahkan pada kolom catatan.

Berdasarkan lembar observasi dapat diketahui bahwa tidak semua tahapan model PBL dilakukan oleh siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Terdapat beberapa indikator seperti pada tahap ke-2, mengorganisasi siswa dalam masalah, indikatornya adalah siswa mulai menuliskan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi, namun siswa tidak

melakukan tahapan ini. Selain itu, terdapat tahapan lainnya yaitu pada tahap terakhir atau ke-5, melakukan analisis evaluasi hasil kerja kelompoknya dalam pemecahan masalah. Siswa tidak melakukan tahapan tersebut, menurut catatan yang terdapat dalam lembar observasi tersebut menyebutkan bahwa, kegiatan analisis pemecahan masalah tidak dilakukan siswa

dengan tidak adanya siswa yang

bertanya/menanyakan hal-hal yang telah didiskusikan. Pada siklus I untuk indikator sikap siswa terhadap permasalahan yang disajikan ternyata masih rendah, yaitu 60,53%. Sedangkan pada indikator respon siswa terhadap implementasi PBL dalam konsep koloid cukup baik. Hal ini didukung oleh persentase pernyataan siswa yang menjawab ya pada pernyataan tersebut sebesar 75%. Hal ini cukup membuktikan bahwa model PBL menarik minat dan antusias siswa dalam memeroleh konsep koloid. Dengan demikian siswa cukup merespon positif model PBL yang diterapkan dalam pembelajaran tersebut.

Berdasarkan hasil tes yang diberikan pada siklus I, dapat diketahui bahwa rata-rata hasil belajar siswa menunjukan nilai sebesar 75,47 dan terdapat 15 dari 38 siswa yang belum mencapai KKM. KKM yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 78 dan indikator keberhasilan penelitian adalah 75%. Keberhasilan yang dicapai siswa dalam siklus I ini adalah sebesar 60,53%. Angka ini belum memenuhi indikator keberhasilan penelitian yang mencapai 75%. Berdasarkan hasil tersebut, penelitian harus berlanjut ke siklus selanjutnya.

d. Tahap Refleksi

Setelah dilakukan observasi terhadap aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran, maka dilakukan refleksi. Refleksi bertujuan untuk mengidentifikasi hal-hal positif dan masalah-masalah yang muncul pada siklus pertama ini dan akan diperbaiki pada siklus kedua dengan memberikan perlakukan-perlakuan (treatment) tertentu. Berdasarkan data hasil observasi, pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)cukup efektif untuk diterapkan dalam meningkatkan keaktifan siswa pada proses


(6)

pembelajaran dan pembentukan pengetahuan baru di dalam kelas.

2. Siklus II

Siklus II pada penelitian ini dilakukan pada 23 Mei 2016 yang membahas tentang materi cara pembuatan sistem koloid, yaitu cara dispersi dan cara kondensasi. Berbeda dengan siklus I yang dilaksanakan dengan dua kali pertemuan, siklus II hanya dilakukan dengan sekali pertemuan atau 2 jam pelajaran (2 x 45 menit).

a. Tahap Perencanaan

Berdasarkan refleksi siklus I, penerapan penggunaan model PBL cukup efektif dalam meningkatkan keaktifan siswa pada proses pembelajaran. Dari hasil evaluasi dilakukan di akhir siklus I dilihat dari tes hasil belajar masih terdapat 15 siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 78. Aktivitas dan partisipasi siswa di dalam kelas sudah aktif, tetapi masih perlu ditingkatkan lagi seperti kurangnya kerjasama antar anggota kelompok, masih terdapat anggota kelompok yang belum memiliki kontribusi yang lebih dalam menyumbangkan ide pemecahan masalah yang dihadapi.

Pada siklus II ini hanya terdiri dari satu pertemuan saja atau dua jam pelajaran kimia yang membahas proses dan cara pembuatan sistem koloid. Pada siklus II ini, peneliti mencoba untuk memberikan pengertian yang lebih kepada siswa seperti penjelasan mengenai tahap-tahap pembelajaran berdasarkan model PBL yang diterapkan serta mengatur waktu agar pas dengan jadwal yang telah ditentukan.

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Sebelum pelajaran dimulai, terlebih dahulu guru memberikan motivasi maupun apersepsi konsep yang akan dibahas. Karena, konsep pada pertemuan ke-3 di siklus II ini membahas tentang cara-cara pembuatan sistem koloid, guru terlebih dahulu menjelaskan secara umum cara pembuatannya secara dispersi maupun kondensasi. Kemudian, guru memorganisasi siswa dalam belajar dengan memberikan perintah kepada setiap kelompok untuk mulai membaca wacana masalah yang terdapat dalam

LKS pertemuan ke-3. Guru memberikan arahan atau instruksi kepasa segenap siswa untuk menjawab dan memecahkan masalah secara berkelompok dan memfasilitasi kegiatan diskusi kelompok tersebut.

c. Tahap Observasi

Pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar siklus II, pengamatan/observasi sama halnya denga pengamatan yang dilakukan di siklus I. Adapun pengamatan yang dilakukan ialah terhadap aktivitas belajar mengajar yang berkaitan dengan langkah-langkah pembelajaran model PBL. Observer sebagai pengamat melakukan check-list pada lembar observasi yang tersedia. Berdasarkan observer yangdilakukan dapat diketahui bahwa tidak semua tahapan model PBL dilakukan oleh siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Terdapat satu indikator pada tahap keempat yaitu melibatkan dirinya aktif dalam kegiatan diskusi kelompok. Menurut observer, ketika tahap pengembangan dan penyajian hasil karya terdapat beberapa anggota dari masing-masing kelompok yang kurang terlibat dalam kegiatan diskusi kelas. Namun, jika dibandingkan dengan hasil observasi pada siklus I dimana 3 indikator belum dapat dipenuhi oleh siswa, pada hasil observasi siklus II hanya terdapat satu indikator saja yang belum mampu terpenuhi. Oleh karena itu, pengamatan aktivitas pembelajaran pada siklus II dirasa lebih baik daripada siklus I.

Berdasarkan hasil tes pada siklus II diperoleh informasi bahwa bahwa hanya 8 siswa yang belum mendapatkan nilai di atas KKM sebesar 78. Nilai rata-rata kelas pada siklus II mengalami peningkata yaitu dari 75,47 menjadi 83,00 (perhitungan ada pada lampiran). Selain itu, indikator keberhasilan penelitian ini juga telah tercapai sebesar 78,74%, nilai ini jauh lebih besar daripada nilai indikator keberhasilan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu 75%. Oleh karena itu, penelitian ini dianggap cukup sampai siklus II dan tidak dilanjutkan pada siklus selanjutnya.

d. Tahap Refleksi

Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi data pada siklus II, diperoleh gambaran bahwa menggunkan model PBL telah efektif digunakan


(7)

dalam proses pembelajaran kimia pada konsep sistem koloid antara lain: 1) Perhatian guru terhadap siswa sudah meningkat dan tidak hanya pada sebagian siswa melainkan seluruh siswa; 2) Motivasi untuk terlibat di dalam kegiatan belajar cukup tinggi, siswa lebih percaya diri, lebih berani mengungkapkan pendapatnya, lebih berkonsentrasi dan lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar; 3) Kegiatan siswa dalam melakukan langkah-langkah atau sintaks model PBL seperti mencari informasi yang relevan, menyajikan hasil karya serta menganalisis proses pemecahan masalah yang diajukan oleh gutu telah mengalami peningkatan dibandingkan siklus pertama; 4) Hasil belajar kimia yang diperoleh siswa telah mencapai indikator pencapaian keberhasilan; 5) Hal-hal yang kurang dan perlu diperbaiki dalam siklus pertama sudah terlihat adanya penyempurnaan dalam siklus kedua berdasarkan hasil tes dan lembar observasi serta kuesioner/angket implementasi model PBL.

Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka diperoleh hasil temuan penelitian. Temuan penelitian pada siklus I menunjukan bahwa aktivitas belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru di dalam kelas dalam melakukan langkah-langkah model PBL masih perlu peningkatan, karena berdasarkan hasil observasi masih terdapat aktivitas/indikator yang belum dilakukan oleh siswa seperti menuliskan konsep-konsep terdahulu yang dimiliki untuk dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru di dalam lembar kerja siswa (LKS). Menurut Bridges dan Hallinger (2007, hal. 215) pelaksanaan model PBM terdiri dari lima tahapan utama. [15] Hal itu dikarenakan kurangnya pengawasan dari guru seperti membantu memperjelas tugas-tugas yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing, mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan membantu siswa dengan informasi atau data yang dibutuhkan siswa, dan mengamati siswa dalam melakukan kegiatan. Sedangkan pada siklus kedua, aktivitas siswa

selama proses pembelajaran dengan

menggunakan model PBL telah memenuhi sebagian besar pernyataan dalam lembar observasi. Temuan ini didukung berdasarkan observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, dimana pada siklus ke-2 ini siswa dirasa lebih serius dan tenang pada saat pembelajaran berlangsung, interaksi antara siswa dengan siswa dalam hal kerjasama antar kelompok dan pembagian tugas masing-masing dalam kelompok meningkat dan didukung oleh pengawasan guru yang optimal, sehingga siswa merasa lebih fokus dalam memecahkan masalah serta pencarian informasi dari berbagai sumber. Senada menurut oleh Hmelo-Silver dan Eberbach (2012) bahwa PBM merupakan metode pengajaran instruksional yang berpusat pada peserta didik. Siswa belajar melalui masalah tidak terstruktur (ill-structured) yang harus dipecahkan di dalam diskusi kelompok. [16] Dalam PBL, siswa melibatkan kemandirian belajar dengan mengaplikasikan pengetahuan terdahulu maupun sekarang untuk dihubungkan dengan masalah yang diberikan serta merefleksikan pengetahuan yang mereka dapatkan dan menilai keefektivitasan strategi yang mereka gunakan dalam proses belajar atau pencarian pengetahuan baru.

Peneliti juga melakukan tes hasil belajar yang diberikan pada tiap akhir siklus. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan kognitiif siswa pada konsep sistem koloid.

Tabel 1. Deskripsi Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II

Deskripsi Nilai

Siklus I Siklus II

Tertinggi 90 100

Terendah 50 68

Rata-rata 75,57 83,00

Berdasarkan hasil tes yang telah dilakukan, kemampuan siswa di bidang kognitif mengalami peningkatan signifikan dari siklus I dengan nilai rata-rata sebesar75,47 ke siklus II dengan nilai rata-rata sebesar 83,00.


(8)

Gambar 2. Hasil Belajar Siklus I dan Siklus II

Gambar 3. Kuesioner Tanggapan Siswa Terhadap PBL Hasil kuesioner yang dilakukan kepada

siswa mendapat tanggapan positif pada siklus I ke siklus II. Siswa merasa antusias dan termotivasi dengan model PBL yang diterapkan dalam proses pembelajaran.

Hasil penelitian di atas, dapat

membuktikan bahwa dengan belajar

menggunakan model PBL, aktivitas belajar berpusat pada siswa, karena siswa dibiarkan menemukan sendiri konsep yang sudah ada atau menglami proses mental sehingga keingintahuan siswa bertambah dan pada akhirnya hasil belajar siswa menjadi lebih baik dan meningkat. Hal ini sesuai dengan keunggulan model Problem Based Learning yaitu: 1) Perolehan pengetahuan dan pengembangan keterampilan yang penting dalam memecahkan masalah. Informasi, konsep, dan keterampilan yang didapat oleh siswa disimpan di dalam memorinya yang tergabung dengan

masalah yang telah dipecahkan. Jadi, ketika menemui masalah yang hampir sama, maka tidak susah bagi siswa untuk mengingat pengetahuan, konsep, dan informasi baru. Siswa dipaksa untuk mengembangkan berbagai keterampilan seperti, pemecahan masalah, penalaran, dan analisis. Mereka harus mencari informasi, clue, menganalisis dan mensintesis data yang ada, membuat hipotesis, dan menerapkan deduktif yang kuat terhadap masalah yang susah. 2) Pendekatan ini sangat

memotivasi siswa dalam belajarPBM

mengajarkan keterampilan yang akan berguna dalam kehidupan nyata dan karir secara profesional 3) Pendekatan ini sangat menyenangkan, disukai oleh siswa, dan tidak membutuhkan banyak waktu. Teaching Excellent in Adult Literacy (2012) menyebutkan pendapat yang menarik bahwa, model PBM

Tertinggi Terendah Rata-rata

Siklus I 90 50 75.47

Siklus II 100 68 83

0 50 100 150

Ren

ta

n

g

Nil

a

i H

a

sil

B

ela

ja

r

Nilai Hasil Setiap Siklus Siklus I Siklus II

Indikator 1

Indikator 2

Indikator 3

Indikator 4

Indikator 5

Indikator 6 Siklus 1 60.53% 71.92% 71.93% 71.93% 74.56% 75.00% Siklus 2 75.44% 77.19% 74.56% 73.68% 79.82% 84.86% 0.00%

20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00%

P

er

sent

a

se

T

a

ng

g

a

pa

n Sis

w

a

Hasil Persentase Setiap Siklus Siklus 1 Siklus 2


(9)

merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menempatkan peserta didik untuk berperan aktif dalam memecahkan masalah melalui berbagai cara yang serupa dengan para profesional menyelesaikan pekerjaan mereka (TEAL, 2012). sehingga pembelajaran dengan

menggunakan model PBL dapat

membangkitkankegairahan belajar siswa dalam memeroleh pengetahuan yang lebih pekat sehingga pada akhirnya memungkinkan siswa untuk mendapatkan hasil belajar kimia yang lebih baik dan meningkat.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia dengan menggunkan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid. Peningkatan hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid dapat dilihat berdasarkan nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus I sebesar 75,47 mengalami peningkatan signifikan menjadi 83,00 pada siklus II. Dengan demikian, maka berdasarkan data-data yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar kimia siswa mengalami peningkatan dengan menggunakan model Problem Based Learning pada konsep sistem koloid.

SARAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan, yaitu: 1) Guru kimia hendaknya sering mengadakan pembahasan soal-soal dikelas, 2) Guru kimia mengatasi kekurangan buku paket kimia yang dirasakan siswa, misalnya dengan cara membuat ringkasan materi pelajaran, kemudian diperbanyak dan disebarkan kepada siswa, 3) diharapkan guru kimia dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan membuat materi kimia yang kompleks dan abstrak dapat menyenangkan

bagi siswa, 4) Hendaknya guru mau mendengarkan dan memperhatikan keluhan dan kesulitan yang dihadapi di dalam atau di luar kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Kurikulum 2013: kompetensi dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Jakarta: Kemendikbud OECD. (2014). PISA 2012 results in focus:

what 15-year-olds know and what they can do with what they know. Diakses dari

http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa -20120results-overview.pdf

Subiantoro, A. (2011). Pentingnya praktikum dalam pembelajaran IPA. Makalah yang

pada kegiatan PPM “Pelatihan

pengembangan praktikum IPA berbasis lingkungan”. Yogyakarta: UNY. Diakses dari

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/ PPM_PENTINGNYA%20PRAKTIKUM. pdf

Tosun, C., & Senocak, E. (2013). The effect of problem-based learning on metacognitive awareness and attitude toward chemistry of prospective teachers with different academic background. Australian Journal of Teacher Education, 38(3), 61-73.

Hallinger, P., & Bridges, E. M. (2007). A problem-based approach for management education. Dordrecht, The Netherlands: Springer.

Barge, S. (2010). Principles of problem and project based learning. Aalborg, Denmark: Aalborg University Press

Poikela, E., & Nummenmaa, A. R. (2006). Understanding problem based learning. Finland: Tampere University Press


(10)

Borrows, H. S., & Tamblyn, R. M. (1980). Problem-based learning: an approach to medical education. New York: Springer Publishing Company

Barell, J. (2007). Problem-based learning: an inquiry approach (2nd ed). California: Corwin Press

Poikela, E., & Nummenmaa, A. R. (2006). Understanding problem based learning. Finland: Tampere University Press

Wasonawati, R. T., Redjeki, T., & Ariani, S. (2014). Penerapan model problem based learning (PBL) pada pembelajaran hukum-hukum dasar kimia ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X IPA SMAN 2 Surakarta tahun pelajaran 2013/3014. Jurnal Pendidikan Kimia, 3(3), 66-75 Sanjaya, W. (2013). Penelitian pendidikan:

jenis, metode dan prosedur (edisi pertama). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Kusumah, Wijaya (2012). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks

Creswell, J. W. (2012). Educational research: planning, conducting and evaluating quantitative and qualitative research. Boston: Pearson

Biggs, J., & Tang, C. (2007). Teaching for quality learning at university: what the student does (3rd ed.). Berkshire, England: Open University Press-McGraw-Hill Education

Hmelo-Silver, C. E., & Eberbach, C. (2012). Learning theories and problem-based learning. Dalam S. Bridges, C. McGrath, & T.L. Whitehill (Eds.), Innovation and change in professional education problem based learning in clinical education: the next generation. Dordrecht: Springer Teaching Excellent in Adult Literacy (TEAL).

(2012). Just write! Guide. Washington DC: American Institute for Research.


(1)

fasilitator saja dan siswa yang aktif sepenuhnya dalam mencari informasi yang dibutuhkan di dalam LKS. Kemudian setiap kelompok menyimpulkan hasil praktikumnya di dalam kelas. Pembelajaran dilakukan dengan siswa pada masalah yang akan dicari jawabannya. Untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang diajukan guru, siswa dapat mencarinya dengan melakukan kegiatan praktikum bersama teman kelompoknya sesuai acuan yang ada dalam LKS. LKS yang diberikan guru kepada setiap kelompok memiliki topik yang berbeda. Pada pertemuan ini materi yang dipelajari yaitu jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersiya. Sebelum memasuki pembahasan jenis koloid, peneliti memberikan apersepsi terlebih dahulu kepada siswa sesuai dengan konsep yang akan dibahas, yaitu peneliti menggambil “Debu” sebagai pangantar dalam kegiatan pembelajaran. Setelah selesai, siswa bersama kelompoknya memecahkan masalah yang telah disajikan di dalam LKS untuk dicari solusi atau penyelesaiannya.

c. Tahap Observasi

Pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar siklus I, pengamatan dilakukan terhadap aktivitas guru dan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan model PBL. Adapaun lembar pengamatan tersebut berupa lembar observasi yang terdiri dari berbagai tahapan/langkah model PBL yang diturunkan menjadi beberapa indikator. Indikator-indikator tersebut kemudian menjadi

subjek pengamatan observer yang

mengobservasi kegiatan belajar mengajar dengan memberikan tanda ceklis pada kolom Ya atau Tidak serta apaila diperlukan suatu komentar dapat ditambahkan pada kolom catatan.

Berdasarkan lembar observasi dapat diketahui bahwa tidak semua tahapan model PBL dilakukan oleh siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Terdapat beberapa indikator seperti pada tahap ke-2, mengorganisasi siswa dalam masalah, indikatornya adalah siswa mulai menuliskan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi, namun siswa tidak

melakukan tahapan ini. Selain itu, terdapat tahapan lainnya yaitu pada tahap terakhir atau ke-5, melakukan analisis evaluasi hasil kerja kelompoknya dalam pemecahan masalah. Siswa tidak melakukan tahapan tersebut, menurut catatan yang terdapat dalam lembar observasi tersebut menyebutkan bahwa, kegiatan analisis pemecahan masalah tidak dilakukan siswa

dengan tidak adanya siswa yang

bertanya/menanyakan hal-hal yang telah didiskusikan. Pada siklus I untuk indikator sikap siswa terhadap permasalahan yang disajikan ternyata masih rendah, yaitu 60,53%. Sedangkan pada indikator respon siswa terhadap implementasi PBL dalam konsep koloid cukup baik. Hal ini didukung oleh persentase pernyataan siswa yang menjawab ya pada pernyataan tersebut sebesar 75%. Hal ini cukup membuktikan bahwa model PBL menarik minat dan antusias siswa dalam memeroleh konsep koloid. Dengan demikian siswa cukup merespon positif model PBL yang diterapkan dalam pembelajaran tersebut.

Berdasarkan hasil tes yang diberikan pada siklus I, dapat diketahui bahwa rata-rata hasil belajar siswa menunjukan nilai sebesar 75,47 dan terdapat 15 dari 38 siswa yang belum mencapai KKM. KKM yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 78 dan indikator keberhasilan penelitian adalah 75%. Keberhasilan yang dicapai siswa dalam siklus I ini adalah sebesar 60,53%. Angka ini belum memenuhi indikator keberhasilan penelitian yang mencapai 75%. Berdasarkan hasil tersebut, penelitian harus berlanjut ke siklus selanjutnya.

d. Tahap Refleksi

Setelah dilakukan observasi terhadap aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran, maka dilakukan refleksi. Refleksi bertujuan untuk mengidentifikasi hal-hal positif dan masalah-masalah yang muncul pada siklus pertama ini dan akan diperbaiki pada siklus kedua dengan memberikan perlakukan-perlakuan (treatment) tertentu. Berdasarkan data hasil observasi, pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)cukup efektif untuk diterapkan dalam meningkatkan keaktifan siswa pada proses


(2)

pembelajaran dan pembentukan pengetahuan baru di dalam kelas.

2. Siklus II

Siklus II pada penelitian ini dilakukan pada 23 Mei 2016 yang membahas tentang materi cara pembuatan sistem koloid, yaitu cara dispersi dan cara kondensasi. Berbeda dengan siklus I yang dilaksanakan dengan dua kali pertemuan, siklus II hanya dilakukan dengan sekali pertemuan atau 2 jam pelajaran (2 x 45 menit).

a. Tahap Perencanaan

Berdasarkan refleksi siklus I, penerapan penggunaan model PBL cukup efektif dalam meningkatkan keaktifan siswa pada proses pembelajaran. Dari hasil evaluasi dilakukan di akhir siklus I dilihat dari tes hasil belajar masih terdapat 15 siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 78. Aktivitas dan partisipasi siswa di dalam kelas sudah aktif, tetapi masih perlu ditingkatkan lagi seperti kurangnya kerjasama antar anggota kelompok, masih terdapat anggota kelompok yang belum memiliki kontribusi yang lebih dalam menyumbangkan ide pemecahan masalah yang dihadapi.

Pada siklus II ini hanya terdiri dari satu pertemuan saja atau dua jam pelajaran kimia yang membahas proses dan cara pembuatan sistem koloid. Pada siklus II ini, peneliti mencoba untuk memberikan pengertian yang lebih kepada siswa seperti penjelasan mengenai tahap-tahap pembelajaran berdasarkan model PBL yang diterapkan serta mengatur waktu agar pas dengan jadwal yang telah ditentukan.

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Sebelum pelajaran dimulai, terlebih dahulu guru memberikan motivasi maupun apersepsi konsep yang akan dibahas. Karena, konsep pada pertemuan ke-3 di siklus II ini membahas tentang cara-cara pembuatan sistem koloid, guru terlebih dahulu menjelaskan secara umum cara pembuatannya secara dispersi maupun kondensasi. Kemudian, guru memorganisasi siswa dalam belajar dengan memberikan perintah kepada setiap kelompok untuk mulai membaca wacana masalah yang terdapat dalam

LKS pertemuan ke-3. Guru memberikan arahan atau instruksi kepasa segenap siswa untuk menjawab dan memecahkan masalah secara berkelompok dan memfasilitasi kegiatan diskusi kelompok tersebut.

c. Tahap Observasi

Pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar siklus II, pengamatan/observasi sama halnya denga pengamatan yang dilakukan di siklus I. Adapun pengamatan yang dilakukan ialah terhadap aktivitas belajar mengajar yang berkaitan dengan langkah-langkah pembelajaran model PBL. Observer sebagai pengamat melakukan check-list pada lembar observasi yang tersedia. Berdasarkan observer yangdilakukan dapat diketahui bahwa tidak semua tahapan model PBL dilakukan oleh siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Terdapat satu indikator pada tahap keempat yaitu melibatkan dirinya aktif dalam kegiatan diskusi kelompok. Menurut observer, ketika tahap pengembangan dan penyajian hasil karya terdapat beberapa anggota dari masing-masing kelompok yang kurang terlibat dalam kegiatan diskusi kelas. Namun, jika dibandingkan dengan hasil observasi pada siklus I dimana 3 indikator belum dapat dipenuhi oleh siswa, pada hasil observasi siklus II hanya terdapat satu indikator saja yang belum mampu terpenuhi. Oleh karena itu, pengamatan aktivitas pembelajaran pada siklus II dirasa lebih baik daripada siklus I.

Berdasarkan hasil tes pada siklus II diperoleh informasi bahwa bahwa hanya 8 siswa yang belum mendapatkan nilai di atas KKM sebesar 78. Nilai rata-rata kelas pada siklus II mengalami peningkata yaitu dari 75,47 menjadi 83,00 (perhitungan ada pada lampiran). Selain itu, indikator keberhasilan penelitian ini juga telah tercapai sebesar 78,74%, nilai ini jauh lebih besar daripada nilai indikator keberhasilan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu 75%. Oleh karena itu, penelitian ini dianggap cukup sampai siklus II dan tidak dilanjutkan pada siklus selanjutnya.

d. Tahap Refleksi

Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi data pada siklus II, diperoleh gambaran bahwa menggunkan model PBL telah efektif digunakan


(3)

dalam proses pembelajaran kimia pada konsep sistem koloid antara lain: 1) Perhatian guru terhadap siswa sudah meningkat dan tidak hanya pada sebagian siswa melainkan seluruh siswa; 2) Motivasi untuk terlibat di dalam kegiatan belajar cukup tinggi, siswa lebih percaya diri, lebih berani mengungkapkan pendapatnya, lebih berkonsentrasi dan lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar; 3) Kegiatan siswa dalam melakukan langkah-langkah atau sintaks model PBL seperti mencari informasi yang relevan, menyajikan hasil karya serta menganalisis proses pemecahan masalah yang diajukan oleh gutu telah mengalami peningkatan dibandingkan siklus pertama; 4) Hasil belajar kimia yang diperoleh siswa telah mencapai indikator pencapaian keberhasilan; 5) Hal-hal yang kurang dan perlu diperbaiki dalam siklus pertama sudah terlihat adanya penyempurnaan dalam siklus kedua berdasarkan hasil tes dan lembar observasi serta kuesioner/angket implementasi model PBL.

Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka diperoleh hasil temuan penelitian. Temuan penelitian pada siklus I menunjukan bahwa aktivitas belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru di dalam kelas dalam melakukan langkah-langkah model PBL masih perlu peningkatan, karena berdasarkan hasil observasi masih terdapat aktivitas/indikator yang belum dilakukan oleh siswa seperti menuliskan konsep-konsep terdahulu yang dimiliki untuk dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru di dalam lembar kerja siswa (LKS). Menurut Bridges dan Hallinger (2007, hal. 215) pelaksanaan model PBM terdiri dari lima tahapan utama. [15] Hal itu dikarenakan kurangnya pengawasan dari guru seperti membantu memperjelas tugas-tugas yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing, mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan membantu siswa dengan informasi atau data yang dibutuhkan siswa, dan mengamati siswa dalam melakukan kegiatan. Sedangkan pada siklus kedua, aktivitas siswa

selama proses pembelajaran dengan menggunakan model PBL telah memenuhi sebagian besar pernyataan dalam lembar observasi. Temuan ini didukung berdasarkan observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, dimana pada siklus ke-2 ini siswa dirasa lebih serius dan tenang pada saat pembelajaran berlangsung, interaksi antara siswa dengan siswa dalam hal kerjasama antar kelompok dan pembagian tugas masing-masing dalam kelompok meningkat dan didukung oleh pengawasan guru yang optimal, sehingga siswa merasa lebih fokus dalam memecahkan masalah serta pencarian informasi dari berbagai sumber. Senada menurut oleh Hmelo-Silver dan Eberbach (2012) bahwa PBM merupakan metode pengajaran instruksional yang berpusat pada peserta didik. Siswa belajar melalui masalah tidak terstruktur (ill-structured) yang harus dipecahkan di dalam diskusi kelompok. [16] Dalam PBL, siswa melibatkan kemandirian belajar dengan mengaplikasikan pengetahuan terdahulu maupun sekarang untuk dihubungkan dengan masalah yang diberikan serta merefleksikan pengetahuan yang mereka dapatkan dan menilai keefektivitasan strategi yang mereka gunakan dalam proses belajar atau pencarian pengetahuan baru.

Peneliti juga melakukan tes hasil belajar yang diberikan pada tiap akhir siklus. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan kognitiif siswa pada konsep sistem koloid.

Tabel 1. Deskripsi Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II

Deskripsi Nilai

Siklus I Siklus II

Tertinggi 90 100

Terendah 50 68

Rata-rata 75,57 83,00

Berdasarkan hasil tes yang telah dilakukan, kemampuan siswa di bidang kognitif mengalami peningkatan signifikan dari siklus I dengan nilai rata-rata sebesar75,47 ke siklus II dengan nilai rata-rata sebesar 83,00.


(4)

Gambar 2. Hasil Belajar Siklus I dan Siklus II

Gambar 3. Kuesioner Tanggapan Siswa Terhadap PBL Hasil kuesioner yang dilakukan kepada

siswa mendapat tanggapan positif pada siklus I ke siklus II. Siswa merasa antusias dan termotivasi dengan model PBL yang diterapkan dalam proses pembelajaran.

Hasil penelitian di atas, dapat

membuktikan bahwa dengan belajar

menggunakan model PBL, aktivitas belajar berpusat pada siswa, karena siswa dibiarkan menemukan sendiri konsep yang sudah ada atau menglami proses mental sehingga keingintahuan siswa bertambah dan pada akhirnya hasil belajar siswa menjadi lebih baik dan meningkat. Hal ini sesuai dengan keunggulan model Problem Based Learning yaitu: 1) Perolehan pengetahuan dan pengembangan keterampilan yang penting dalam memecahkan masalah. Informasi, konsep, dan keterampilan yang didapat oleh siswa disimpan di dalam memorinya yang tergabung dengan

masalah yang telah dipecahkan. Jadi, ketika menemui masalah yang hampir sama, maka tidak susah bagi siswa untuk mengingat pengetahuan, konsep, dan informasi baru. Siswa dipaksa untuk mengembangkan berbagai keterampilan seperti, pemecahan masalah, penalaran, dan analisis. Mereka harus mencari informasi, clue, menganalisis dan mensintesis data yang ada, membuat hipotesis, dan menerapkan deduktif yang kuat terhadap masalah yang susah. 2) Pendekatan ini sangat memotivasi siswa dalam belajarPBM mengajarkan keterampilan yang akan berguna dalam kehidupan nyata dan karir secara profesional 3) Pendekatan ini sangat menyenangkan, disukai oleh siswa, dan tidak membutuhkan banyak waktu. Teaching Excellent in Adult Literacy (2012) menyebutkan pendapat yang menarik bahwa, model PBM

Tertinggi Terendah Rata-rata

Siklus I 90 50 75.47

Siklus II 100 68 83

0 50 100 150

Ren

ta

n

g

Nil

a

i H

a

sil

B

ela

ja

r

Nilai Hasil Setiap Siklus Siklus I Siklus II

Indikator 1

Indikator 2

Indikator 3

Indikator 4

Indikator 5

Indikator 6 Siklus 1 60.53% 71.92% 71.93% 71.93% 74.56% 75.00% Siklus 2 75.44% 77.19% 74.56% 73.68% 79.82% 84.86% 0.00%

20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00%

P

er

sent

a

se

T

a

ng

g

a

pa

n Sis

w

a

Hasil Persentase Setiap Siklus Siklus 1 Siklus 2


(5)

merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menempatkan peserta didik untuk berperan aktif dalam memecahkan masalah melalui berbagai cara yang serupa dengan para profesional menyelesaikan pekerjaan mereka (TEAL, 2012). sehingga pembelajaran dengan

menggunakan model PBL dapat

membangkitkankegairahan belajar siswa dalam memeroleh pengetahuan yang lebih pekat sehingga pada akhirnya memungkinkan siswa untuk mendapatkan hasil belajar kimia yang lebih baik dan meningkat.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia dengan menggunkan model Problem Based Learning

dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid. Peningkatan hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid dapat dilihat berdasarkan nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus I sebesar 75,47 mengalami peningkatan signifikan menjadi 83,00 pada siklus II. Dengan demikian, maka berdasarkan data-data yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar kimia siswa mengalami peningkatan dengan menggunakan model

Problem Based Learning pada konsep sistem koloid.

SARAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan, yaitu: 1) Guru kimia hendaknya sering mengadakan pembahasan soal-soal dikelas, 2) Guru kimia mengatasi kekurangan buku paket kimia yang dirasakan siswa, misalnya dengan cara membuat ringkasan materi pelajaran, kemudian diperbanyak dan disebarkan kepada siswa, 3) diharapkan guru kimia dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan membuat materi kimia yang kompleks dan abstrak dapat menyenangkan

bagi siswa, 4) Hendaknya guru mau mendengarkan dan memperhatikan keluhan dan kesulitan yang dihadapi di dalam atau di luar kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Kurikulum 2013: kompetensi dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Jakarta: Kemendikbud OECD. (2014). PISA 2012 results in focus:

what 15-year-olds know and what they can do with what they know. Diakses dari

http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa -20120results-overview.pdf

Subiantoro, A. (2011). Pentingnya praktikum dalam pembelajaran IPA. Makalah yang

pada kegiatan PPM “Pelatihan

pengembangan praktikum IPA berbasis lingkungan”. Yogyakarta: UNY. Diakses dari

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/ PPM_PENTINGNYA%20PRAKTIKUM. pdf

Tosun, C., & Senocak, E. (2013). The effect of problem-based learning on metacognitive awareness and attitude toward chemistry of prospective teachers with different academic background. Australian Journal of Teacher Education, 38(3), 61-73.

Hallinger, P., & Bridges, E. M. (2007). A problem-based approach for management education. Dordrecht, The Netherlands: Springer.

Barge, S. (2010). Principles of problem and project based learning. Aalborg, Denmark: Aalborg University Press

Poikela, E., & Nummenmaa, A. R. (2006).

Understanding problem based learning. Finland: Tampere University Press


(6)

Borrows, H. S., & Tamblyn, R. M. (1980).

Problem-based learning: an approach to medical education. New York: Springer Publishing Company

Barell, J. (2007). Problem-based learning: an inquiry approach (2nd ed). California: Corwin Press

Poikela, E., & Nummenmaa, A. R. (2006).

Understanding problem based learning. Finland: Tampere University Press

Wasonawati, R. T., Redjeki, T., & Ariani, S. (2014). Penerapan model problem based learning (PBL) pada pembelajaran hukum-hukum dasar kimia ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X IPA SMAN 2 Surakarta tahun pelajaran 2013/3014.

Jurnal Pendidikan Kimia, 3(3), 66-75 Sanjaya, W. (2013). Penelitian pendidikan:

jenis, metode dan prosedur (edisi pertama). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Kusumah, Wijaya (2012). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks

Creswell, J. W. (2012). Educational research: planning, conducting and evaluating quantitative and qualitative research. Boston: Pearson

Biggs, J., & Tang, C. (2007). Teaching for quality learning at university: what the student does (3rd ed.). Berkshire, England: Open University Press-McGraw-Hill Education

Hmelo-Silver, C. E., & Eberbach, C. (2012). Learning theories and problem-based learning. Dalam S. Bridges, C. McGrath, & T.L. Whitehill (Eds.), Innovation and change in professional education problem based learning in clinical education: the next generation. Dordrecht: Springer Teaching Excellent in Adult Literacy (TEAL).

(2012). Just write! Guide. Washington DC: American Institute for Research.