Upaya meningkatkan hasil belajar kimia siswa dengan menggunakan model pembelejaran Problem Based Learning (PBL)

(1)

ABSTRAK

Achmad Saifudin (104016200427), Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) (Penelitian Tindakan Kelas di MAN 12 Jakarta), Skripsi Jurusan Pendidikan IPA/Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, April 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa adalah dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Penelitian ini dilakukan di MAN 12 Jakarta pada bulan November – Desember 2009 di kelas XI dengan subyek penelitian berjumlah 37 siswa. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 pertemuan. Adapun pokok bahasan yang dibahas adalah Kesetimbangan Kimia. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan tes hasil belajar.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Tes hasil belajar pada siklus I nilai terendah siswa adalah 30, nilai tertinggi siswa adalah 90, dengan nilai rata-rata siswa sebesar 61,19. Jumlah siswa yang telah mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 19 siswa (51,35%). Pada siklus II nilai terendah siswa adalah 55, nilai tertinggi 100, dengan nilai rata-rata kelas sebesar 76,89. Jumlah siswa yang telah mencapai nilai kriteria minimal (KKM) sebanyak 32 siswa (86,49%).

Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Hasil Belajar.


(2)

ABSTRACT

Achmad Saifudin (104016200427), Effort Increases To Usufruct Student Chemical Studying By Use Of Learning Model Problem Based Learning (PBL) (Classroom Action research at MAN 12 Jakarta), Skripsi Department Education Of Science/Chemical, Faculty Science of Tarbiyah and Teachership Of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, April 2010.

To the effect this research is subject to be increase chemical studying result student. One of effort to increase chemical studying result student is by use of learning model Problem Based Learning (PBL).

This research is done at MAN 12 Jakarta on month of November – December 2009 at class XI by total research subject 37 students. Research method that used on this research is Classroom Action Research (CAR) one that consisting of two cycles. Each cycle consisting of 4 appointments. As for discussion fundamental the studied is equilibrium of Chemical. Data collecting is done through observation, interview, and essays studying result.

Acquired result in this research is Essay to usufruct studying on appreciative i. cycle bottommost student is 30, students supreme point be 90, with student average value as big as 61,19. Total student has already reach minimal thoroughness criterion point (KKM) as much 19 students (51,35%). On cycle II. point was contemned by student is 55, supreme point 100, with average value brazes as big as 76,89. Total student has already reach minimal criterion point (KKM) as much 32 students (86,49%).

Key word: Problem Based Learning (PBL), achievement.


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah, ridho serta inayah-Nya kepada seluruh hamba-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa terlimpah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah memberi tuntunan dan pedoman serta suri tauladan yang senantiasa dapat kita contoh.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi IPA/Kimia. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di MAN 12 Jakarta. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat motivasi dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan baik moril maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA beserta staf dan jajarannya.

3. Bapak Dedi Irwandi, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Kimia dan selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.

4. Ibu Dra. Etty Sofyatiningrum, M.Ed selaku Dosen Pembimbing I yang tulus ikhlas penuh kesabaran dan perhatian membimbing serta mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Munasprianto Ramli, S.Si, M.A selaku Dosen Pembimbing II atas motivasi dan saran yang berguna bagi penyusunan skripsi ini.


(4)

6. Seluruh Dosen Pengajar pada Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak Drs. Akmad Djalalul Hadi selaku Kepala Sekolah MAN 12 Jakarta beserta dewan guru dan staf yang telah memberikan izin dan bantuannya ketika penulis mengadakan penelitian.

8. Bapak Abu Hasan, S.Pd selaku Guru Pamong di MAN 12 Jakarta yang telah memberikan motivasi dan bantuan yang sangat besar kepada penulis.

9. Adik-adik MAN 12 Jakarta yang telah membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian.

10.Ibuku, adikku, dan keponakanku Akmal dan Akbar tercinta atas kesabaran dan doanya serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Almarhum bapak semoga ini bisa menjadi kebanggaan bapak.

11.Teman-teman Pendidikan IPA/Kimia khususnya angkatan 2004, yaitu Abdul Rahman S.Pd, Ikhwannudin, Priyo Agung S. Pd, Sadar dan lainnya yang telah menemani penulis dalam menjalani hari-hari selama perkuliahan.

12.Teman-teman T9 (Tetap Sembilan), yaitu Yanuar, Maulana, Kardi, Bogi, Rudi, Arif, Tri, dan Wiwit. Semoga tali persaudaraan kita terus terjalin.

13.Rita Hayati yang telah memberikan motivasi, semangat, dan memberikan masukan yang bermanfaat sehingga skripsi ini selesai.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan penyusunan skripsi ini. Dan atas semua bantuan mereka, penulis tidak dapat memberikan apa-apa. Namun, penulis yakin ketulusan hati mereka semua mudah-mudahan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari sepenuhnya, dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya dalam perkembangan bidang pendidikan kimia.

Jakarta, Mei 2010 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah... 3

C. Pembatasan Masalah ... 3

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Belajar dan Hasil Belajar ... 5

1. Pengertian Belajar ... 5

2. Prinsip-prinsip Belajar ... 6

3. Hasil Belajar... 7

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar ... 9

B. Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 10

1.Pengertian PBL ... 10

2.Manfaat Pembelajaran PBL ... 13

3.Ciri-ciri Pembelajaran PBL... 14

4.Tahap-tahap Pembelajaran PBL... 14

5.Karakteristik Pembelajaran PBL... 15


(6)

7.Lingkungan Pembelajaran PBL ... 17

8.Kelebihan Pembelajaran PBL ... 19

9.Kekurangan Pembelajaran PBL ... 20

C. Kesetimbangan Kimia... 20

D. Bahasan Hasil-hasil Penelitian yang Relevan... 24

E. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan ... 26

F. Hipotesis Tindakan ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

B. Metode Penelitian dan Desain Intervensi Tindakan ... 28

C. Subyek dan Pihak yang Terkait dalam Penelitian... 31

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 31

E. Tahapan Intervensi Tindakan... 31

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan... 34

G. Data dan Sumber Data ... 34

H. Instrumen Pengumpul Data... 34

I. Teknik Pengumpulan Data... 36

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthiness) Studi ... 36

K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ... 39

L. Indikator Keberhasilan... 41

M. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 41

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS, DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan... 43

B. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 59

C. Analisis Data ... 60

D. Interpretasi Hasil Analisis... 61


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 66 B. Saran... 66 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Teknik Pengumpulan Data... 36

Tabel 3.2 : Kriteria Reliabilitas Instrumen... 38

Tabel 3.3 : Kriteria Indeks Kesukaran Soal ... 38

Tabel 3.4 : Pedoman Klasifikasi Daya Pembeda Soal ... 39

Tabel 4.1 : Nilai Ulangan Harian Kimia Kelas XI IPA ... 43

Tabel 4.2 : Statistika Deskriptif Nilai Ulangan Harian Kimia ... 44

Tabel 4.3 : Tindakan Siklus I ... ... 46

Tabel 4.4 : Hasil Lembar Observasi dan Catatan Lapangan Siklus I... 47

Tabel 4.5 : Distribusi Nilai Hasil Belajar Kimia Siswa Siklus I ... 50

Tabel 4.6 : Statistik Deskriptif Nilai Hasil Belajar Kimia Siswa Siklus I ... 50

Tabel 4.7 : Hasil Refleksi Siklus I . ... 51

Tabel 4.8 : Tindakan Siklus II... ... 54

Tabel 4.9 : Hasil Lembar Observasi dan Catatan Lapangan Siklus II ... 55

Tabel 4.10 : Distribusi Nilai Hasil Belajar Kimia Siswa Siklus II... 57

Tabel 4.11 : Statistik Deskriptif Nilai Hasil Belajar Kimia Siklus II... 57


(9)

DAFTAR GAMBAR


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Silabus... 70

Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 72

Lampiran 3 : Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 86

Lampiran 4 : Soal Quiz... 108

Lampiran 5 : Kisi-kisi Tes Hasil Belajar ... 112

Lampiran 6 : Kisi-kisi Jawaban dan Penskoran Tes Hasil Belajar... 118

Lampiran 7 : Soal Tes Hasil Belajar... 134

Lampiran 8 : Validitas dan Reliabilitas Instrumen Siklus I ... 139

Lampiran 9 : Hasil Tes Siklus 1 ... 141

Lampiran 10 : Pedoman Wawancara... 145

Lampiran 11 : Kutipan Hasil Wawancara ... 151

Lampiran 12 : Nama-nama Kelompok ... 162

Lampiran 13 : Perhitungan Tabel Distribusi Frekuensi... 163

Lampiran 14 : Catatan Harian Peneliti ... 167


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu pondasi yang menentukan ketangguhan dan kemajuan suatu bangsa. Jalur pendidikan pun dapat diperoleh melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk melaksanakan proses pembelajaran yang baik dan seoptimal mungkin sehingga dapat mencetak generasi muda bangsa yang cerdas, terampil dan bermoral tinggi. Proses pembelajaran membantu siswa untuk mengembangkan potensi intelektual yang dimilikinya, sehingga tujuan utama pembelajaran adalah usaha yang dilakukan agar intelek setiap pelajar dapat berkembang.1

Pelaksanaan pembelajaran saat ini harus mengalami perubahan, di mana siswa tidak boleh dianggap objek pembelajaran semata, tetapi harus diberikan peran aktif serta dijadikan mitra dalam proses pembelajaran sehingga siswa bertindak sebagai agen pembelajar yang aktif sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dan mediator yang kreatif.

Ilmu kimia sebagai salah satu bidang kajian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sudah mulai diperkenalkan sejak dini. Mata pelajaran kimia menjadi sangat penting kedudukannya dalam masyarakat karena kimia selalu berada di sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari. Kimia adalah salah satu mata pelajaran yang mempelajari mengenai materi dan perubahan yang terjadi di dalamnya. Namun selama ini masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami dan mengikuti pelajaran kimia. Hal ini tidak terlepas dari materi yang dipelajari dalam kimia lebih bersifat abstrak.

Adanya kesulitan atau kekurangsenangan siswa terhadap pelajaran kimia dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang berasal dari

1

Drost, J.S.S, Proses Pembelajaran Sebagai Proses Pendidikan, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1999), h. 3


(12)

dalam diri siswa dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri siswa. faktor internal ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor jasmani, faktor psikologi, dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi siswa dalam kegiatan belajar adalah faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.2

Selama ini pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya berjalan satu arah, di mana guru yang lebih banyak aktif memberikan informasi kepada siswa sehingga hasil belajar yang dicapai siswa rendah.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di MAN 12 Jakarta ternyata hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA MAN 12 Jakarta masih rendah yaitu nilai rata-rata untuk materi laju reaksi pada ulangan harian I adalah 56,76 dengan nilai terendah 35 dan nilai tertinggi 80. Dan nilai rata-rata untuk materi laju reaksi pada ulangan harian II adalah 59,19 dengan nilai terendah 40 dan nilai tertinggi 95. Rendahnya hasil belajar kimia di kelas XI IPA di MAN 12 Jakarta tersebut menunjukkan rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep kimia. Hal ini disebabkan karena pembelajaran didominasi dengan metode ceramah yang berpusat pada guru. Guru lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran sebagai pemberi pengetahuan bagi siswa. Akibatnya siswa memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak dilatih untuk menemukan pengetahuan dan konsep, sehingga siswa cenderung lebih cepat bosan dalam mengikuti pelajaran yang berdampak pada rendahnya hasil belajar.

Hasil wawancara dengan siswa tentang permasalahan dalam mata pelajaran kimia, antara lain: kesulitan dalam memahami dan menghafal konsep kimia yang abstrak, kesulitan dalam hitungan kimia karena kurangnya latihan soal dan kesulitan mengkaitan konsep dengan kehidupan sehari-hari yang mereka alami atau di lingkungan sekitar.

Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan melakukan terobosan dalam pembelajaran kimia sehingga tidak menyajikan materi yang bersifat

2

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), h. 54.


(13)

abstrak, tetapi juga harus melibatkan siswa secara aktif di dalam pembelajaran. Salah satunya adalah dengan menerapkan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran ini diharapkan dapat menarik minat dan keaktifan siswa untuk belajar kimia sehingga diharapkan hasil belajarnya akan meningkat, karena siswa diajak untuk mencari informasi, untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, melakukan penyelidikan atau percobaan untuk menemukan konsep tentang materi pelajaran. Dengan kegiatan ini diharapkan pemahaman siswa akan meningkat yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul ”Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)”.

B. Identifikasi Masalah

Penelitian ini dilakukan pada jenjang tingkat Madrasah Aliyah Negeri (MAN) dengan fokus penelitian mengenai penggunaan Model Pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa, dengan identifikasi masalah:

1. Semangat belajar siswa kurang.

2. Pemahaman konsep dan daya serap siswa masih rendah.

3. Masih banyak siswa yang beranggapan bahwa pelajaran kimia sulit. 4. Potensi siswa belum dimanfaatkan secara optimal.

5. Cara mengajar masih dilakukan secara konvensional. 6. Kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia. C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dibatasi hanya pada : 1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran


(14)

2. Hasil belajar yang dimaksud adalah peningkatan hasil belajar kimia pada ranah kognitif.

3. Materi pelajaran kimia pada penelitian ini adalah kesetimbangan kimia.

D. Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ”Bagaimana meningkatkan hasil belajar kimia siswa dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1. Untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa dengan menggunakan model pembelajaran Problem based Learning (PBL).

2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

3. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran Problem based Learning

(PBL) ini cocok untuk diterapkan pada materi kesetimbangan kimia. F. Manfaat Penelitian

1. Bagi guru. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan guru untuk menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam belajar kimia serta dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa.

2. Bagi siswa, yaitu meningkatkan hasil belajar kimia.

3. Bagi para peneliti lain sebagai masukan atau bahan pertimbangan dalam pengembangan penelitian yang sejenis di dunia pendidikan.


(15)

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A. Belajar dan Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan tindakan dan prilaku individu yang kompleks, kompleksitas belajar tersebut dapat dilihat dari dua subyek, yaitu dari siswa dan guru. Menurut pendapat Chaplin menyatakan bahwa : Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman.1 Belajar dalam pengertian ini di dapat dari adanya proses latihan dan pengalaman yang telah dilakukan, sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang relatif menetap pada diri siswa. Pengertian belajar tersebut tidak selalu perubahan tingkah laku siswa menunjukkan perubahan dalam arti belajar.

Menurut Tohirin perubahan berarti belajar apabila : (1) perubahan yang terjadi secara sadar, (2) bersifat kontinu dan fungsioanal, (3) perubahan bersifat positif dan aktif, (4) perubahan tidak bersifat sementara, (5) bertujuan dan terarah, (6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.2

Belajar merupakan kegiatan berproses, sudah tentu di dalamnya terjadi perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Pembelajaran yang menimbulkan interaksi belajar-mengajar antara guru dengan siswa mendorong perilaku belajar siswa. Perilaku belajar merupakan proses belajar yang dialami siswa. Bagi siswa, dalam kegiatan belajar ada tiga tahap, yaitu tahap sebelum belajar, tahap selama belajar dan tahap sesudah belajar. Keberhasilan dalam belajar yang dicapai merupakan akibat adanya

1

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 65. 2

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 53.


(16)

interaksi dari berbagai faktor. Menurut pendapat A. Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar dan Zainal Arifin faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar yaitu : Dari dalam diri (faktor internal) maupun luar diri (faktor eksternal) individu.3 Tergolong faktor internal adalah faktor jasmani, faktor psikologi (kecerdasan, minat, sikap, motivasi, dll) dan faktor kematangan (fisik maupun psikis). Tergolong faktor eksternal adalah faktor lingkungan social (keluarga, sekolah, masyarakat, kelompok), faktor budaya (adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian), lingkungan fisik (fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim) dan faktor lingkungan spritual atau keagamaan.

Menurut teori condisionig dari Watson disebutkan bahwa faktor yang terpenting dalam belajar adalah adanya latihan-latihan yang kontinu.4 Latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan teratur dapat membentuk keterampilan berpikir dalam pemecahan masalah dan kebiasaan secara otomatis dalam penguasaan bahan pelajaran.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan belajar adalah sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

2. Prinsip-prinsip Belajar

Menurut Slameto prinsip-prinsip belajar meliputi:5 a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

1) dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.

3

Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar, dan Zainal Arifin, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung : Remaja Karya, 1992), h. 81.

4

Ngalim Purwanto, Pengantar Psikologi (Bandung : Remaja Karya, 1987), h. 93. 5

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 27


(17)

2) belajar dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

b. Sesuai hakikat belajar

1) belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.

2) belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan

discovery.

3) belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan

c. Sesuai materi yang harus dipelajari.

1) belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya

2) belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksioanl yang harus dicapainya

d. Syarat keberhasilan belajar.

1) belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang

2) repetisi dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ketrampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

3. Hasil Belajar

Pembelajaran yang menimbulkan interaksi belajar-mengajar antara guru-siswa mendorong perilaku belajar siswa. Proses belajar-mengajar sangat diperlukan hubungan aktif antara guru dan siswa. Hubungan aktif itu bukan merupakan hubungan aktif tanpa tujuan melainkan hubungan aktif yang diikat oleh tujuan pengajaran. Tujuan ini pada dasarnya merupakan rumusan tingkah laku dan kemampuan-kemampuan yang harus


(18)

dicapai dan dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Isi tujuan pengajaran pada hakekatnya adalah hasil belajar yang diharapkan.

Hasil belajar sering kali dikaitkan dengan perubahan tingkah laku. Perkataan tingkah laku dapat diartikan secara harfiah, dapat juga diartikan dengan makna konotasinya. Tingkah laku diartikan secara harfiah berarti bahwa setelah proses belajar mengajar selesai, siswa mempunyai tingkah laku yang lebih baik atau yang berbeda daripada tingkah laku sebelumnya. Sedangkan, tingkah laku yang dapat diamati dan segera nampak perubahan tingkah laku sebagai hasil proses belajar mengajar. Perubahan tingkah laku tersebut dalam arti konotasinya.6

Hasil belajar menurut Sudiyarto menyebutkan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.7 Keterampilan atau penguasaan yang diperoleh siswa tersebut dapat dikatakan hasil belajar.

Benyamin Bloom dalam buku karya Sudjana secara garis besar membaginya menjadi tiga kategori yaitu : (a) ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, (b) ranah afektif berkenaan dengan sikap, (c) ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.8

Diantara ketiga ranah tersebut ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah. Karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi atau materi bahan pengajaran. Proses belajar-mengajar di sekolah guru harus mengetahui hasil belajar yang telah dicapai atau dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Dengan mengetahui hasil belajar yang telah dicapai siswa, dapat

6

H.Y. Waluyo, Baderi, H. Warkitri, Eddy Legowo, Sutarno, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar (Jakarta : Karunika Univesitas Terbuka, 1987), h. 22.

7

H.Y. Waluyo, Baderi, H. Warkitri, Eddy Legowo, Sutarno, Penilaian Penca… , h. 24. 8

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1990), h. 22.


(19)

diambil tindakan perbaikan pengajaran dan perbaikan terhadap siswa yang mengalami kesulitan. Misalnya dengan melakukan perubahan strategi pengajaran dan memberikan bantuan belajar dan bimbingan kepada siswa.

Untuk mengetahui hasil belajar siswa biasanya guru memberikan tes hasil belajar kepada siswa. Hasil tes inilah guru melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu, guna pencapaian hasil belajar siswa secara optimal.

Berdasakan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya tetapi secara umum dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.

a. Faktor intern meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan). b. Faktor ekstern meliputi faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga, suasana rumah, pengertian orang tua), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah) dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).


(20)

B. Pembelajaran Berdasarkan Masalah atau Problem Based Learning (PBL)

1. Pengertian Problem Based Learning (PBL).

Problem Based Learning (PBL) merupakan pelaksanaan pembelajaran berangkat dari sebuah kasus tertentu dan kemudian dianalisis lebih lanjut guna untuk ditemukan pemecahan masalahnya, dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa.9 PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru.10

Menurut Howard Barrows dan Ann Kelson, PBL adalah suatu kurikulum dan proses. Kurikulumnya berisi masalah-masalah telah diseleksi dan dibuat sedemikian rupa yang menuntut pendidikan memperoleh pengetahuan yang kritis, kemampuan bekerjasama dalam kelompok. Prosesnya menggunakan pendekatan sistematik untuk dapat memecahkan masalah atau tantangan yang dihadapi dalam kehidupan dan pekerjaan.11

(Ward, 2002; Stepien, dkk, 1993) yang dikutip I Wayan bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah, dan lebih lanjut Boud dan Felleti (1997), menyatakan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrotasi kepada

9

I Wayan Dasna dan Sutrisno, Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), dari http://lubisgrafura.wordpress.com, Diakses kamis, 15 Januari 2009

10

Wianti Aisyah, dkk, Pembelajaran Melalui Metode PBL (Problem Based Learning) dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran dari http://Wiantimultiply.com/journal/item/7/LKTM, Diakses kamis, 15 Januari 2009

11

James Rhem, Problem-based Learning, dari http:///www.ntlf.com/html/pi/9812/pbl_.htm , diakses kamis, 15 Januari 2009


(21)

pembelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk

illstructured atau open ended melalui stimulus dalam belajar.12

PBL adalah suatu pendekatan pengajaran yang mana masalah rumit bertindak sebagai konteks dan stimulasi untuk belajar di dalam kelas PBL, siswa bergabung dengan kelompok untuk memecahkan satu atau lebih masalah yang berhubungan dengan dunia nyata.13

Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, sebab disini guru berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, pemberi fasilitas penelitian, menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan inkuiri dan intelektual peserta didik.14

Model pembelajaran berbasis masalah yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah faktual sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan terampil dalam pemecahan masalah, sehingga mereka memperoleh pengetahuan dan konsep-konsep yang esensial dari materi pembelajaran.15

Problem based learning menurut Pujiriyatno merupakan pelaksanaan pembelajaran yang berangkat dari sebuah kasus tertentu dan kemudian dianalisis lebih lanjut guna ditemukan pemecahan masalahnya. Rasional Problem based learning adalah menghadapkan peserta didik kepada sebuah persoalan yang menantang, dan dari persoalan tersebut secara aktif dituntut untuk mencoba alternative penyelesaian masalahnya.16

12

I Wayan Dasna dan Sutrisno, Pembelajaran Berbasis..., Diakses 15 Januari 2009 13

Claire H. Major dan Basty Palmer, Assesing the Effectiveness of Problem-Based Learning in Hingher Education, dari http:/www.rapidntellech.com/AEQweb/mop4spr01.htm, diakses Senin, 19 Januari 2009

14

Nurhayati Abbas, Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika di SMU, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, November 2004 Tahun ke-10, No. 051, h. 834

15

Standar Penilaian dan Buku Pelajaran Sosial SD SMP, dari www.dikdasdki.go.id/download/standarbuku/ips.doc. diakses Senin, 19 Januari 2009

16

Pujiriyanto, Pembelajaran Animasi Komputer Menggunakan Metode Experiental Learning, Problem Based Solving dan Goal Scenario Based Learning, dalam majalah Ilmiah Pembelajaran, No 1 Vol 1, Mei 2005, h. 30


(22)

Menurut Ibrahim dan Nur (2002) pembelajaran berdasarkan masalah merupakan salah satu bentuk pengajaran yang memberikan penekanan untuk membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Melalui bimbingan yang diberikan secara berulang akan mendorong mereka mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah konkrit oleh mereka sendiri serta menyelesaikan tugas-tugas tersebut secara mandiri.17

PBL merupakan suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.18

Model pembelajaran berbasis masalah akan memberikan wahana bagi tumbuh dan berkembangnya keterampilan pemecahan masalah berdasarkan pola-pola penalaran yang rasional, analitis, sintesis, dan reflektif. Disamping itu juga memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir hipotetik, berpikir komoinatoral, berpikir divergen, serta latihan metakognisi.19

Menurut Arends dalam Nurhayati pembelajaran seperti ini hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Untuk itu perlu didukung oleh sumber belajar yang memadai bagi peserta didik, alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan, perlengkapan kurikulum, tersedianya waktu yang cukup, serta kemampuan guru dalam mengangkat dan merumuskan

17

Latifah, Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 6 SD Negeri Loktabat 1 melalui Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Word Press, dari http://latifah04.wordpress.com, diakses rabu, 21 Januari 2009.

18

Nurhayati Abbas, Penerapan Model Pembelajaran…, h. 833 19

I Wayan Sadia, Pengembangan Kemampuan Berpikir Formal Siswa SMA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Cycle Learning dalam Pembelajaran Fisika, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Jakarta, No. 1 Th.XXXX Januari 2007, h. 4


(23)

masalah agar tujuan tercapai20, dan secara umum selama pembelajaran PBL guru bertindak sebagai fasilitator atau pelatih metakognitif.21

Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahan masalah tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.

Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut. 2. Manfaat pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri. Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan

20

Nurhayati Abbas, Penerapan Model Pembelajaran…, h. 835 21

Jefrfrey A. Nowak dan Jonathan A. Plucker, Stundent Assesment in Problem Based

Learning, Indiana University School Education, dari http://www.indiana.edu./legobost/q515/pbl.html


(24)

bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.22

3. Ciri-ciri pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Nurhayati mengemukakan bahwa PBL memiliki ciri-ciri sabagai berikut:23

a. Mengajukan pertanyaan atau masalah. b. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. c. Penyelidikkan autentik.

d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya. e. Kerja sama.

4. Tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Menurut Nurhayati, pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah meliputi lima tahapan, yaitu:24

a. Orientasi siswa terhadap masalah autentik. Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan mengajukan masalah.

b. Mengorganisasikan peserta didik. Pada tahap ini guru membagi peserta didik ke dalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. c. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada tahap ini

guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

22

Anwar Holil, Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, dari http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/model -pembelajaran-berdasarkan-masalah.html

23

Ida Bagus Putu Aryana, dkk, Penerapan Model PBL…, h. 236 24


(25)

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada tahap ini guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai.

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam merancang program pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sehingga proses pembelajaran benar-benar menjadi berpusat pada siswa (student center) adalah sebagai berikut:25

a. Fokuskan permasalahan, sekitar pembelajaran konsep-konsep sains yang esensial dan strategis.

b. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi gagasannya melalui eksperimen atau studi lapangan. Siswa akan menggali data-data yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

c. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengelola data yang mereka miliki yang merupakan proses latihan metakognisi.

d. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan solusi-solusi yang mereka kemukakan. Penyajiannya dapat dilakukan dalam bentuk seminar atau publikasi atau dalam bentuk penyajian poster. 5. Karakteristik pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:26 a. Belajar dimulai dengan suatu masalah.

b. Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa.

c. Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu.

25

I Wayan Sadia, Pengembangan Kemampuan Berpikir…, h. 6-7 26


(26)

d. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada pembelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.

e. Menggunakan kelompok kecil.

f. Menuntut siswa untuk mendemostrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.

Sedangkan menurut Barrows (1996) karakteristik pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) meliputi:27

a. Metode pengajaran yang lebih berbasis siswa dibanding dengan pengajaran tradisional satu arah.

b. Pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil. c. Guru berfungsi sebagai pengarah atau fasilitator.

d. Persoalan yang diberikan menjadi fokus dan stimulus pembelajaran. e. Permasalahan yang diberikan menjadi sarana membangun kemampuan

pemecahan masalah.

f. Informasi baru diperoleh melalui belajar mandiri.

6. Hasil belajar (outcome) dari pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Lebih lanjut Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcome) yang diperoleh pembelajar yang diajar dengan PBL yaitu:28

a. Inkuiri dan Keterampilan melakukan pemecahan masalah. b. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role benaviors). c. Keterampilan belajar mandiri.

27

Erkan Polatdemir, Pembelajaran dengan Permasalahan (Problem Based Learning) dan Fisika Kuantum, dalam Jurnal Republik Pusat Sain dan Matematika, Kharismabangsa.or.id/ppt/erkan.ppt

28


(27)

7. Lingkungan pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan balajar yang konstruktivistik. Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor yaitu:29

a. Kasus-kasus berhubungan, membantu siswa untuk memahami pokok-pokok permasalahan secara implisit. Kasus-kasus berhubungan dapat membantu siswa belajar mengidentifikasi akar masalah atau sumber masalah utama yang berdampak pada munculnya masalah lain. Kegiatan belajar seperti itu dapat membantu pembelajar meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari.

b. Fleksibel kognisi, yaitu mempresentasi materi pokok dalam upaya memahamikompleksitas yang berkaitan dengan domain pengetahuan. Fleksibilitas kognisi dapat ditingkatkan dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberikan ide-idenya, yang menggambarkan pemahamannya terhadap permasalahan. Fleksibilitas kognisi dapat menumbuhkan kreativitas berpikir divergen di dalam mempresentasikan masalah. Dari masalah yang siswa terapkan, mereka dapat mengembangkan langkah-langkah pemecahan masalah, mereka dapat mengemukakan ide pemecahan yang logis. Ide-ide tersebut dapat didiskusikan dahulu dalam kelompok kecil sebelum dilaksanakan. c. Sumber-sumber informasi, bermanfaat bagi siswa dalam menyelidiki

permasalahan. Informasi dikonstruksi dalam model mental dan perumusan hipotesis yang menjadi titik tolak dalam memanipulasi ruang permasalahan. Dalam konteks belajar sains (kimia), pengetahuan sains yang dimiliki siswa terhadap masalah yang dipecahkan dapat digunakan sebagai acuan awal dan dalam penelusuran bahan pustaka sesuai dengan masalah yang mereka pecahakan.

29


(28)

d. Cognitive tools, merupakan bantuan bagi siswa pelajar untuk meningkatakan kemampuan menyelesaikan tugas-tugasnya. Cognitive tools membantu pembelajar untuk mempresentasikan apa yang diketahuinya atau apa yang dipelajarinya, atau melakukan aktivitas berpikir melalui pemberian tugas-tugas.

e. Pemodelan yang dinamis, adalah pengetahuan yang memberikan cara-cara berpikir dan menganalisis, mengorganisasi, dan memberikan cara-cara untuk mengungkapkan pemahaman mereka terhadap suatu penomena. Pemodelan membantu siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, ”apa yang saya ketahui” dan ”apa artinya”.

f. Percakapan dan kolaborasi, dilakukan dengan diskusi dalam proses pemecahan masalah. Diskusi secara tidak resmi dapat menumbuhkan suasana kolaborasi. Diskusi yang intensif dimana terjadi proses menjelaskan dan memperhatikan penjelasan peserta diskusi dapat membantu siswa mengembangkan komunikasi ilmiah, argumentasi yang logis, dan sikap ilmiah.

g. Dukungan sosial dan kontekstual, berhubungan dengan bagaimana masalah yang menjadi fokus pembelajaran dapat membuat siswa termotivasi untuk memecahkannya. Dukungan sosial dalam kelompok, adanya kondisi yang paling termotivasi antar pembelajar dapat menumbuhkan kondisi ini. Suasana kompetitif antar kelompok juga dapat mendukung kinerja kelompok. Dukungan sosial dan kontekstual hendaknya dapat diakomodasi oleh para guru untuk mensukseskan pelaksanaan pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pembelajaran PBL sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena:30

a. Dengan pembelajaran PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui

30


(29)

pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan. b. Dalam situasi pembelajaran PBL, siswa mengintegrasikan pengetahuan

dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori mereka akan tenukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung.

c. Pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekrja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

8. Kelebihan pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Kelebihan penggunaan pembelajaran berdasarkan masalah adalah:31

a. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri menemukan konsep tersebut.

b. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.

c. Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna.

d. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan keterkaitan pembelajar terhadap bahan yang dipelajari.

31

Mustaji dan Ketut Arthana, Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Mengembangkan Kemampuan Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah, dalam Laporan Penelitian (Surabaya: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Universitas Negri Surabaya, 2005), h. 21


(30)

e. Menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menenamkan sikap sosial yang positif diantara pembelajar.

f. Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar pembelajar dapat diharapkan.

9. Kekurangan pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Kekurangan penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah adalah:32

a. Untuk siswa yang malas tujuan dari motede tersebut tidak dapat tercapai.

b. Membutuhkan banyak waktu dan dana.

c. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini. C. Kesetimbangan Kimia33

1. Pengertian Kesetimbangan Kimia

Reaksi kimia dapat berlangsung dalam dua jenis. Ada yang berlangsung satu arah (irreversibel) dan dua arah (reversibel). Reaksi

irreversible merupakan reaksi yang tidak dapat balik, sedangkan reaksi

reversibel terjadi jika produk suatu sistem kimia bereaksi membentuk zat-zat asli. Dalam reaksi kimia yang reversibel terdapat suatu kondisi kesetimbangan kimia karena terdapat sepasang reaksi yang berlawanan yakni reaksi maju dan reaksi yang berlangsung mundur. Pada saat setimbang terdapat campuran zat reaktan dan zat produk dalam perbandingan.

2. Reaksi Setimbang

32

Kiranawati, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, dari http://gurupkn.wordpress.com, diakses Sabtu, 24 januari 2009

33


(31)

Berikut ini contoh reaksi reversibel dari awal reaksi sampai dengan tercapainya kondisi reaksi seimbang. Reaksi antara gas N2 dan gas H2 yang arah reaksinya ke kanan membentuk gas NH3

N2(g) + 3H2(g) →2NH3(g)

Ketika bereaksi, konsentrasi N2 dan gas H2 semakin lama semakin berkurang. Sebaliknya konsentrasi NH3 semakin lama semakin bertambah.

Pada reaksi penguraian penguraian gas NH3 menjadi N2 dan H2, persamaan reaksinya ditulis sebagai berikut:

2NH3(g)→N2(g) + 3H2(g)

Pada suatu saat, pembentukan NH3 dan penguraian NH3 memiliki laju yang sama. Saat itulah suatu keadaan yang dinamakan kesetimbangan.

Persamaan reaksi kesetimbangan ditulis dengan tanda panah bolak-balik (⇌). Jadi, persamaan reaksi kesetimbangan NH3 ditulis sebagai berikut:

N2(g) + 3H2(g) ⇌2NH3(g)

Jika laju reaksi ke kanan dimisalkan V1 dan laju reaksi ke kiri adalah V2, pada saat tertentu laju reaksi ke kanan akan tepat sama dengan laju reaksi ke kiri atau V1 = V2. Pada saat tersebut dikatakan reaksi dalam keadaan setimbang atau reaksi setimbang.

Kesetimbangan reaksi itu disebut kesetimbangan dinamis dimana dalam keadaan setimbang reaksi tidak diam (statis), tetai terjadi dua reaksi berlawanan arah yang memepunyai laju reaksi yang sama.

3. Kesetimbangan Homogen dan Heterogen

Menurut fase zatnya reaksi kesetimbangan dibagi menjadi dua, yaitu kesetimbangan homogen dan kesetimbangan heterogen. Kesetimbangan yang semua komponennya satu fase/sama disebut kesetimbangan homogen, sedangkan kesetimbangan yang terdiri dari dua fase atau lebih dan tidak sama disebut kesetimbangan heterogen. Kesetimbangan homogen dapat berupa sistem gas (g) atau larutan (aq),


(32)

sedangkan kesetimbangan heterogen umumnya melibatkan komponen padat-gas atau cair-gas.

Contoh kesetimbangan hmogen antara lain: N2(g) + 3H2(g)⇌ 2NH3(g)

H2O(aq)⇌ H+(aq) + OH-(aq) CH3COOH(aq)⇌ CH3COO

-(aq) + H+(aq)

Contoh kesetimbangan heterogen antara lain: CaCO3(s)⇌ CaO(s) + CO4-(aq)

Ag2CrO4(s)⇌ 2Ag+(aq) + CrO42-(aq)

Adapun ketika tercapai suatu kesetimbangan, dapat dirumuskan suatu tetapan yang disebut dengan tetapan kesetimbangan (K). Penentuan tetapan kesetimbangan bergantung pada jenis reaksinya, homogen atau heterogen. Pada tahun 1864, dua orang ilmuwan berkebangsaan Norwegia, Cato Guldberg dan Peter Wage berhasil merumuskan hubungan antar konsentrasi zat-zat yang berada dalam kesetimbangan. Hubungan ini dikenal dengan hukum kesetimbangan atau hukum aksi massa.

Untuk reaksi kimia pada suhu tertentu, perbandingan hasil kali konsentrasi zat hasil reaksi (produk) dengan hasil kali konsentrasi zat-zat pereaksi (reaktan), yang masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya akan menghasilkan suatu bilangan yang tetap (konstan).

Misalkan reaksi kesetimbangan: pA + qB ⇌ rC + sD

Maka tetapan kesetimbangan berdasarkan konsentrasi (Kc) untuk reaksi di atas adalah:

Kc =

[ ] [ ]

[ ] [ ]

p q s r

B A

D C

Sedangkan tetapan kesetimbangan berdasarkan tekanan (Kp) untuk reaksi kesetimbangan di atas adalah:


(33)

Kp =

[ ] [ ]

[ ] [ ]

p q

s r

PB PA

PD PC

4. Pergeseran Kesetimbangan

Keadaan setimbang pada suatu sistem merupakan keadaan yang stabil jika tidak ada pengaruh dari luar sistem. Jika diberikan suatu pengaruh (aksi) terhadap kesetimbangan, sistem tersebut akan bergeser menuju kesetimbangan baru. Pada kesetimbangan baru ini, komponen zat-zat yang terlibat dalam kesetimbangan berubah dari komposisi semula.

Henry Louis Le Chatelier (1850-1936) seorang ahli kimia berkebangsaan Prancis mengemukakan hukum pergeseran kesetimbangan yang dikenal dengan Asas Le Chatelier yang menyatakan bahwa: ”Bila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan tindakan (aksi), maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung mengurangi pengaruh aksi tersebut”.

a. Pengaruh Perubahan Konsentrasi

Pada suatu sistem kesetimbangan, jika konsentrasi salah satu zat ditambah maka kesetimbangan akan bergeser dari arah zat yang konsentrasinya ditambah. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat dikurangi maka kesetimbangan akan bergeser ke arah zat yang konsentrasinya dikurangi.

b. Pengaruh Perubahan Volume

Pada suatu kesetimbangan, jika volume diperbesar maka konsentrasi setiap zat dalam sistem itu akan berkurang. Sehingga, sistem akan mengadakan reaksi dengan menggeser kesetimbangan ke arah zat jumlah koefisiennya lebih besar.

c. Pengaruh Perubahan Tekanan.

Pada suatu sistem kesetimbangan, jika tekanan diperbesar maka volume menjadi lebih kecil. Dengan demikian, konsentrasi setiap zat pada kesetimbangan itu akan bertambah. Hal itu akan mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke arah zat yang jumlah koefisiennya lebih kecil.


(34)

d. Pengaruh Perubahan Temperatur

Setiap perubahan temperatur akan mengakibatkan perubahan kalor. Pada reaksi kesetimbangan, apabila temperatur diubah maka akan terjadi pergeseran kesetimbangan. Untuk itu, selalu ditetapkan ∆H agar diketahui apakah reaksi itu eksoterm atau endoterm. Pada suatu sistem kesetimbangan, jika temperatur dinaikkan maka sistem akan mengadakan reaksi dengan cara menyerap kalor, sehingga kesetimbangan bergeser ke arah reaksi eksoterm. Sebaliknya, jika temperatur diturunkan maka sistem akan melepaskan kalor dan kesetimbangan bergeser ke arah reaki eksoterm.

e. Pengaruh Katalis.

Katalis tidak menyebabkan kesetimbangan bergeser, melainkan hanya mempercepat tercapainya kesetimbangan. Hal itu karena katalis mempercepat laju reaksi, baik ke kiri maupun ke kanan dengan pengaruh yang sama.

D. Bahasan Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Untuk mendukung penelitian ini, berikut ini disajikan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tersebut antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Titin Khurotul Aeni, program studi Pendidikan Kimia, jurusan Ilmu Pengetahuan Alam Universiatas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008 dengan judul ”Pendekatan Konstruktivisme Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Konsep Laju Reaksi”. Kesimpulan yang didapatkan dalam skripsi tersebut adalah diperoleh gambaran bahwa penelitian tersebut telah mencapai kriteria yang menjadi bahasan indikator keberhasilan yang ditunjukkan melalui peningkatan nilai rata-rata siswa pada siklus I sebesar 70,74 menjadi 80,00 pada siklus II. Dan pada siklus II tidak ada siswa yang mendapat nilai kurang dari 65,00. Begitu pula pada


(35)

angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran menggunakan PBL terjadi peningkatan persentase pada seluruh pertanyaan dari siklus I ke siklus II. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Nia Dwi Wahyuni Lestari, program studi

Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pendidikan Alam Universitas Negeri Semarang tahun 2007 dengan judul ”Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Kimia dengan Pendekatan

CHEMOENTREPRENEURSHIP (CEP) Pada Pokok Bahasan Hidrokarbon di SMA Kesatriaan 2 Semarang”. Kesimpulan yang didapatkan dalam skripsi tersebut adalah Hasil penelitian, nilai rata-rata motivasi belajar awal sebesar 69,24 dengan kriteria sedang 52,17% dan kriteria tinggi 47, 83% meningkat pada motivasi belajar akhir memperoleh nilai rata-rata sebesar 75,78 dengan kriteria sedang 10,87%, kriteria tinggi 86,96% dan kriteria sangat tinggi 2,17%. Hasil belajar kognitif siklus I, memperoleh nilai rata-rata 64,67, pada siklus II 69,26 dan pada siklus III 71,44. Ketuntasan belajar yang dicapai pada siklus I 60,87% meningkat pada siklus II 78,26% dan terjadi peningkatan lagi pada siklus III 84,785. Hasil belajar psikomotorik pertama, siswa secara klasikal yang mendapat kriteria kurang 2,17%, kriteria cukup 32,61% dan kriteria baik 65,22% dengan nilai rata-rata 70,92 meningkat pada psikomotorik kedua dengan kriteria cukup 6,52% dan kriteria baik 93,48% dengan niali rata-rata 77,31. Hasil entrepreneurship spirit siswa memperoleh nilai rata-rata 70,15 dengan kriteria rendah sebesar 4,35%, kriteria sedang sebesar 52,17%, kriteria tinggi sebesar 30,43%, kriteria sangat tinggi sebesar 13,04%.


(36)

E. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan

Kurukulum yang berlaku saat ini sangat menuntut adanya aktifitas siswa yang sangat dominan dibandingkan interfensi guru. Untuk lebih meningkatkan hasil belajar siswa, guru perlu memilih secara tepat model pembelajaran yang menuntut aktifitas yang tinggi dari para siswa.

Paradigma pendidikan pada tataran nasional difokuskan pada empat pilar pendidikan yang dikembang UNESCO yaitu: learning to do, yaitu pengembangan pembelajaran yang akan memberdayakan siswa agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungan; learning to know, yaitu pengembangan pembelajaran yang memungkinkan siswa membangun pemahaman dan pengetahuannya, learning to be; yaitu pengembangan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun kepercayaan diri sekaligus membangun jati diri dan kepribadiannya; Learning to live together, yaitu pengembangan pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menumbuhkan sikap-sikap positif terhadap keragaman dan kemajemukan kehidupan.

Paradigma pendidikan yang dikembangkan dalam oleh UNESCO dapat diaplikasikan dalam pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), dimana siswa diberikan tugas untuk mencari pengetahuannya sendiri sehingga dalam diri siswa akan tumbuh pemahaman dan pengetahuan yang dibangun oleh diri mereka sendiri. Dengan pengetahuan tersebut dapat menjadikan tumbuhnya kepercayaan diri pada siswa dan mereka dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat membantu dalam menjaga dan melestarikan kelangsungan hidup umat manusia beserta lingkungannya.

Keterlibatan siswa untuk turun belajar aktif merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Siswa tidak hanya menerima materi pengajaran yang diberikan oleh guru melainkan siswa berusaha menggali dan mengembangkannya sendiri. Dengan demikian hasil pengajaran tidak hanya menghasilkan pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan berpikir.


(37)

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pokok pikiran tersebut peneliti mengajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: ”Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa”.


(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di MAN 12 Jakarta pada bulan November hingga Desember, pada kelas XI IPA semester ganjil tahun ajaran 2009/2010.

B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Metode penelitian kelas ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada pokok bahasan Kesetimbangan Kimia.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa siklus, dimana tiap-tiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu :

1. Perencanaan (Planning)

Pada tahap perencanaan ini peneliti melakukan rencana kegiatan sebagai berikut:

a. Menyusun rencana pembelajaran sebagai acuan pelaksanaan proses pembelajaran. Rencana pembelajaran pada pertemuan kedua dan seterusnya disusun berdasarkan hasil analisis terhadap metode penelitian yang digunakan pada pertemuan sebelumnya.

b. Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS). c. Menyusun lembar observasi aktifitas siswa. d. Menyusun lembar wawancara siswa dan guru. e. Menyusun tes akhir siklus.


(39)

2. Tindakan (Acting)

Tindakan dilaksanakan berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun sebelumnya dengan rincian sebagai berikut:

a. Peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa.

b. Peneliti melaksanakan pembelajaran dengan memberikan penjelasan dan contoh soal materi kesetimbangan kimia pada siswa.

c. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan. d. Peneliti meminta siswa untuk mengerjakan soal LKS secara

berkelompok.

e. Secara acak guru menunjuk salah satu kelompok untuk mempresentasikan di depan kelas.

f. Peneliti bersama-sama kelompok lain mengevaluasi jawaban pertanyaan.

g. Pada akhir pembelajaran penelitimembantu siswa untuk membuat kesimpulan materi pembelajaran.

h. Pada akhir siklus dilakukan tes akhir untuk mengetahui perkembangan siswa dalam bentuk tes essai. Hasil dari tes pada skhir siklus ini nantinya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk tindakan berikutnya.

3. Pengamatan (Observing)

Pengamatan dilakukan bersamaan dengan proses pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini, dilakukan kolaborasi antara peneliti, guru, dan observer untuk mengisi lembar observasi aktifitas siswa.

4. Refleksi (Reflecting)

Pada tahap ini, hasil pengamatan yang didapat dari lembar observasi aktifitas siswa dianalisis bersama dengan guru pamong sehingga dapat diketahui kekurangan yang ada pada siklus I. Hasil analisis tersebut dapat dijadikan acuan untuk merencanakan tindakan pada siklus II.

Adapun desain penelitian tindakan kelas digambarkan sebagai berikut :


(40)

Tidak

Tidak

Target

tercapai? Siklus 3

Ya

Ya Analisis penyebab masalah

Siklus I

Tahap Persiapan

Persiapan RPP pembelajaran

Tahap Pelaksanaan Tindakan Proses pembelajaran dengan menggunakan model PBL I Tahap Analisis dan Evaluasi

•Pengamatan aktifitas belajar siswa dan wawancara

•Analisis hasil aktifitas belajar siswa dan wawancara

Tahap Refleksi

•Analisis kekurangan yang ada pada siklus I

•Pengecekan kriteria keberhasilan

Siklus II

Tahap Persiapan

Perencanaan RPP II berdasarkan refleksi pada siklus I

Tahap Pelaksanaan Tindakan Proses pembelajaran menggunakan model PBL II

Tahap Analisis dan Evaluasi

• Pengamatan aktifitas belajar siswa dan wawancara

• Analisis hasil aktifitas belajar siswa dan wawancara

Tahap Refleksi

• Analisis kekurangan pada siklus II dan faktor penyebabnya.

• Analisis keberhasilan penelitian dan faktor yang mempengaruhinya.

Tahap Pembuatan Laporan Penelitian

Target tercapai?

Observasi Pendahuluan 1. Wawancara dengan guru dan

siswa

2. Observasi pembelajaran siswa


(41)

C. Subyek dan Pihak yang Terkait dalam Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MAN 12 Jakarta kelas XI IPA. Pihak yang terkait dalam penelitian tindakan ini adalah guru kimia. Dalam penelitian ini guru bidang studi terlibat sebagai kolaborator dan observer.

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Pada penelitian ini peneliti berperan langsung sebagai guru yang melakukan proses pembelajaran yaitu mengajarkan materi dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

E. Tahapan Intervensi Tindakan

Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam dua siklus. Hal ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana hasil belajar siswa pada setiap siklus setelah diberikan tindakan. Jika pada penelitian siklus I terdapat kekurangan maka penelitian pada siklus II lebih diarahkan pada perbaikan dan jika pada siklus I terdapat keberhasilan maka pada siklus II lebih diarahkan pada pengembangan.

1. Observasi Pendahuluan

a. Observasi kegiatan belajar mengajar.

• Pada kegiatan ini peneliti mengamati kondisi pembelajaran kimia pada kelas XI IPA MAN 12 Jakarta.

b. Wawancara dengan guru dan siswa.

• Wawancara dilakukan sebelum melakukan tindakan pada siklus I untuk mengetahui bagaimana kondisi pembelajaran kimia di kelas XI IPA MAN 12 Jakarta.

2. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

• Pembuatan rencana pembelajaran (RPP) I dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).


(42)

• Penentuan materi Kesetimbangan Kimia dalam RPP dan disusun berdasarkan kurikulum tahun 2006.

• Peneliti melakukan diskusi dengan guru pamong untuk pembuatan RPP.

b. Tahap Tindakan

• Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

• Pembelajaran pada siklus I ini terdiri dari 3 pertemuan.

• Pada pertemuan pertama guru mengenalkan kepada siswa model pembelajaran PBL, materi disampaikan guru dengan metode ekspositori dan tanya jawab.

• Pertemuan kedua siswa mulai melakukan belajar kelompok sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan oleh guru secara heterogen dan guru membimbing siswa dalam melakukan diskusi kelompok.

• Pertemuan ketiga dan keempat siswa melakukan pembelajaran dengan model PBL dengan bimbingan guru.

• Pada setiap pertemuan guru pamong melakukan pengamatan dengan mengisi lembar observasi yang telah disediakan sebelumnya.

c. Tahap Analisis dan Evaluasi

• Melakukan pengamatan melalui lembar observasi aktifitas siswa, melakukan wawancara dan pemberian tes kepada siswa.

• Melakukan wawancara dengan guru kimia kelas XI IPA untuk mengetahui tanggapan guru mengenai model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) pada siklus I.

• Pengamatan melalui lembar observasi aktifitas siswa, wawancara dan tes dilakukan setelah siklus I selesai dilaksanakan.

• Tujuan dari pengamatan melalui lembar observasi aktifitas siswa, wawancara dan tes adalah untuk mengetahui hasil belajar kimia siswa setelah belajar dengan menggunakan model pembelajaran


(43)

Problem Based Learning (PBL) serta untuk mengetahui perubahan yang ada pada siswa dari segi aktifitas siswa dalam belajar kimia. d. Tahap Refleksi

• Pada tahap refleksi dilakukan analisis kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I.

• Analisis didiskusikan dengan guru pamong, kemudian dibuat perbaikan-perbaikan berdasarkan kekurangan yang ada.

• Hasil dari analisis tersebut akan menjadi acuan baru dalam menyusun RPP baru pada siklus II.

3. Siklus II

a. Tahap Perencanaan

• Pembuatan RPP II dengan melihat hasil refleksi dari siklus I.

• Peneliti berdiskusi dengan guru pamong dalam pembuatan RPP.

• Materi pada siklus II terdiri dari Kesetimbangan Kimia lanjutan. b. Tahap Tindakan

• Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

• Dalam pelaksanaannya, tindakan kedua ini tidak jauh berbeda dengan tindakan I dan ditambahkan dengan perbaikan-perbaikan dari kekurangan pada tindakan siklus I yang telah disusun sebelumnya.

c. Tahap Analisis dan Evaluasi

• Melakukan pengamatan melalui lembar observasi aktifitas siswa, melakukan wawancara dan tes untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada siswa dengan membandingkan aktifitas siswa, wawancara, dan tes hasil belajar pada siklus I.

• Hasil pengamatan melalui lembar observasi aktifitas siswa dan wawancara dianalisis dengan menggunakan metode yang sama pada tahap analisis siklus I.


(44)

• Menganalisis hasil lembar observasi dan membandingkannya dengan siklus I.

d. Tahap Refleksi

• Mengevaluasi perkembangan kondisi siswa setelah dilakukan tindakan kedua ini dengan melihat hasil dari lembar observasi aktifitas siswa, hasil wawancara dan tes hasil belajar.

• Berdiskusi dengan guru pamong terhadap hasil yang didapat dalam setiap instrumen penelitian.

• Mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penelitian.

• Mengidentifikasikan penyebab ketidakberhasilan penelitian pada siklus II.

• Membandingkan hasil sebelum tindakan dan sesudah tindakan. F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah meningkatnya hasil belajar kimia siswa dengan model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) pada konsep kesetimbangan kimia.

G. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif yang dianalisis berdasarkan hasil dari lembar observasi siswa, hasil wawancara dan tes hasil belajar terhadap siswa. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah guru, siswa, dan peneliti.

H. Instrumen Pengumpul Data

Instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lembar observasi, pedoman wawancara, tes hasil belajar, catatan harian peneliti, dan foto. Berikut penjelasan masing-masingnya :


(45)

1. Lembar Observasi.

Lembar observasi terdiri dari dua macam yaitu lembar observasi guru dan lembar observasi siswa. Lembar observasi guru digunakan untuk mengevaluasi kegiatan mengajar peneliti selama tindakan pada siklus I dan siklus II. Lembar observasi siswa digunakan untuk mengetahui aktifitas siswa dalam proses belajar kimia.

2. Wawancara dengan guru dan siswa.

Wawancara dilakukan untuk mengetahui tanggapan dan kesan guru atau subyek terhadap kegiatan tindakan pada siklus I dan siklus II dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara juga digunakan untuk mengetahui gambaran umum proses pembelajaran dan masalah-masalah pada tindakan siklus I dan II.

3. Tes Hasil Belajar

Tes hasil belajar dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap pelajaran kimia. Tes hasil belajar terdiri dari 10 soal essai yang disusun berdasarkan indikator.

4. Catatan Harian Peneliti.

Catatan harian peneliti digunakan untuk mencatat kejadian-kejadian selama proses pembelajaran berlangsung. Catatan harian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keaktifan siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

5. Foto.

Foto digunakan sebagai alat untuk mendokumentasikan kegiatan yang berlangsung pada siklus I dan siklus II.


(46)

I. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan Data

No Instrumen Teknik Pengumpulan Data

1 Lembar Observasi • Pengisian lembar observasi untuk peneliti dilakukan oleh observer (guru pamong) pada setiap pertemuan.

• Pengisian lembar observasi aktifitas belajar siswa dilakukan oleh peneliti, guru pamong, dan observer pada setiap pertemuan.

2 Pedoman Wawancara Peneliti melakukan wawancara kepada guru pamong dan siswa pada observasi awal dan setiap akhir siklus.

3 Tes Hasil Belajar Tes diberikan pada akhir siklus I dan II. 4 Catatan Lapangan Peneliti Pencatatan kejadian-kejadian pada

setiap pertemuan yang dilakukan oleh peneliti.

5 Foto Pengambilan gambar oleh guru pamong dan peneliti pada setiap pertemuan.

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthiness) Studi

Adapun teknik pemeriksaan keterpercayaan studi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity, dapat diartikan tepat atau sahih, yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.1 Validitas dilakukan terhadap soal tes

1

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, Desember 2006), Cet ke-1, h. 105


(47)

kemampuan pemahaman siswa dan angket. Untuk menghitung validitas soal uraian dan angket menggunakan rumus:2

r

it =

Χ × Χ Χ Χ 2 2 t i t i Keterangan:

r

it : Koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total.

∑xixt : Jumlah Deviasi skor dari XiXt

∑xi2 : Jumlah kuadrat deviasi skor dari Xi2

∑xt2 : Jumlah kuadrat deviasi skor dari Xt2

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas (rely + ability = reliability) bermakna: keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, atau konsistensi; dapat diartikan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dan konsisten.3 Untuk menghtung reabilitas soal uraian dan angket menggunakan rumus:4

rii =

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − 2 2 1 1 t i S S k k Keterangan:

rii : reliabilitas yang dicari k : jumlah soal

∑ Si2 : jumlah varian skor tiap-tiap item.

St2 : varian total

2

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA…,h. 106

3

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA…,h. 105

4

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA…,h. 108


(48)

Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas Instrumen Kriteria Koefisien Reliabilitas Sangat Reliabel > 0,9

Reliabel 0,7 – 0,9 Cukup Reliabel 0,4 – 0,7 Kurang Reliabel 0,2 – 0,4 Tidak Reliabel < 0,2

3. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran merupakan salah satu analisis kuantitatif konvensional paling sederhana dan mudah.5 Untuk mengetahui apakah soal itu sukar, sedang, dan mudah maka soal tersebut diujikan dengan taraf kesukarannya terlebih dahulu. Tingkat Kesukaran soal dihitng dengan menggunakan rumus:

P =

N B

Keterangan:

P : Indeks kesukaran.

B : Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar. N : jumlah seluruh siswa peserta tes.

Tabel 3.3 Kriteria Indeks Kesukaran Soal Skor Indeks Kesulitan Soal Kriteria Soal

0,00 – 0,25 Sukar 0,26 – 0,75 Sedang 0,76 – 1,00 Mudah

5

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA…,h. 103


(49)

4. Daya Pembeda

Daya beda digunakan untuk mengeahui kemampuan butir dalam membedakan kelompok siswa antara kelompok siswa yang pandai dengan kelompok siswa kurang pandai.6

D = N 5 , 0

B Bab

Keterangan:

D : daya pembeda

Ba : jumlah yang menjawab benar pada kelompok atas.

Bb : jumlah yang menjawab benar pada kelompok bawah.

Klasfikasi daya pembeda:

Tabel 3.4 Pedoman Klasifikasi Daya Pembeda Soal Skor Daya Pembeda Soal

(D) Klasifikasi 0,00 – 0,20 Jelek 0,20 – 0,40 Cukup 0,40 – 0,70 Baik 0,70 – 1,00 Baik Sekali

Negatif Semuanya tidak baik

K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis

Dalam penelitian tindakan kelas ini analisis data yang yang dilakukan berupa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

1. Analisis Kualitatif.

Analisis kualitatif dilakukan terhadap data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang memberi gambaran tentang kegiatan siswa yang berkaitan dengan diskusi kelompok selama proses pembelajaran dan sikap siswa terhadap pembelajaran kimia menggunakan lembar kerja siswa pada

6

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA…,h. 104


(50)

konsep kesetimbangan kimia. Analisis ini dilaksanakan terhadap lembar observasi dan hasil wawancara.

a. Lembar Observasi Aktifitas Siswa

Lembar observasi siswa dilakukan untuk memantau proses pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL). Analisis data yang digunakan dalam mengukur aktifitas siswa adalah analisis deskriptif melalui triangulasi data, yaitu reduksi data, pemaparan data, dan simpulan data. Jadi data observasi tidak dilaporkan seluruhnya. Dengan data yang didapatkan, peneliti dapat mengetahui bahwa model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) dapat meningkatkan keaktifan siswa yang berpengaruh pada hasil belajar siswa.

b. Pedoman Wawancara

Pada wawancara, tahap analisis dilakukan dengan menginterpretasikan hasil wawancara guru pamong dan siswa. Hasil wawancara siklus I akan dibandingkan dengan hasil wawancara pada siklus II, sehingga dapat diketahui perubahan kesan guru pamong dan siswa pada proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dilakukan terhadap tes hasil belajar pada akhir siklus I dan siklus II.

Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif berupa skor rata-rata (mean), daya serap, ketuntasan belajar.

a. Untuk menghitung skor rata-rata tes hasil belajar siswa menggunakan rumus7 :

7

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 80


(51)

Keterangan :

N X Mx = Σ

Mx : Mean (skor rata-rata)

ΣX : Jumlah skor siswa

N : Number of Cases (banyak skor)

b. Untuk menghitung daya serap siswa dengan rumus8 :

100% x maksimum

Skor

siswa diperoleh yang

Skor Serap

Daya =

L. Indikator Keberhasilan

Penelitian ini dikatakan berhasil apabila hasil belajar kimia siswa terhadap konsep kesetimbangan kimia mencapai indikator kriteria ketuntasan minimal (KKM) 80% dengan nilai KKM yang ditetapkan sekolah sebesar 60.

M.Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan

Setelah tindakan pada siklus I selesai dilakukan dan hasil yang diharapkan belum mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan maka akan ditindak lanjuti dengan melakukan siklus II dengan perencanaan pembelajaran yang telah diperbaiki sebelumnya.

Adapun perencanaan tindakannya adalah peneliti mempersiapkan instrumen penelitian seperti lembar observasi guru, lembar observasi aktifitas belajar siswa, dan tes hasil belajar. Peneliti juga dapat menggunakan lembar kerja siswa yang dibuat oleh peneliti sendiri atau yang dianjurkan oleh sekolah.

Dalam melakukan penelitian, guru bidang studi dapat berkolaborasi dengan observer yang dalam hal ini adalah teman seprofesi untuk membantu

8

Noehi Nasution dan Adi Suryanto, Evaluasi Pengajaran, (Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, April 2002), Cetakan ke-5, h. 113


(52)

kelancaran penelitian dan dapat juga sebagai kolaborator untuk berdiskusi membicarakan kegiatan pada siklus selanjutnya.


(53)

BAB IV

DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS, DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan

1. Pembelajaran Kimia Kelas XI-IPA MAN 12 Jakarta

Peneliti melakukan wawancara dengan guru kimia kelas XI-IPA pada tanggal 10 November 2009. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui proses pembelajaran kimia di kelas XI-IPA dan mengetahui tentang hasil belajar kimia siswa. Berdasarkan wawancara tersebut, diperoleh informasi bahwa pembelajaran kimia yang selama ini digunakan adalah dengan menggunakan metode ceramah dan penugasan/latihan. Guru menganggap metode inilah yang paling tepat dalam pembelajaran kimia yang memerlukan penjelasan dan latihan soal. Jadwal mengajar yang padat juga menyebabkan guru tidak dapat mencoba alternatif baru dalam pembelajaran. Selain itu, nilai sebagian besar siswa pada kelas ini masih tergolong rendah.

Nilai ulangan harian kimia kelas IX-IPA dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Nilai Ulangan Harian Kimia Kelas XI-IPA Ulangan Harian I Ulangan Harian II No.

Nilai Frekuensi Nilai Frekuensi

1 30 – 38 3 37 – 45 4

2 39 – 47 5 46 – 54 11

3 48 – 56 10 55 – 63 12

4 57 – 65 12 64 – 72 3

5 66 – 74 4 73 – 81 2

6 75 – 83 2 82 – 90 4

7 84 – 92 1 91 – 100 1


(54)

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Nilai Ulangan Harian Kimia Statistik Deskriptif Ulangan Harian I Ulangan Harian II

Nilai Tertinggi 80 95

Nilai Terendah 35 40

Rata-rata 56,76 59,19

Selain dengan wawancara, peneliti juga melakukan observasi dengan mengamati pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Pada observasi tanggal 11 November 2009 terlihat beberapa siswa memperhatikan guru namun kurang adanya interaksi antara guru dan siswa. Siswa lebih cenderung diam sampai jam pelajaran habis, hanya 2 orang siswa yang bertanya kepada guru. Beberapa siswa terlihat tidak memperhatikan guru dan lebih memilih mengobrol dengan temannya. 2. Tindakan Pembelajaran Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Pembelajaran pada siklus I ini terdiri dari 3 kali pertemuan dengan berdurasi 2 x 40 menit. Materi yang diajarkan pada siklus I ini adalah mengenai kesetimbangan dinamis, faktor-faktor yang mempengaruhi arah dan pergeseran kesetimbangan.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan pada siklus I ini adalah peneliti membuat Rencana Pembelajaran (RPP) yang telah dilengkapi dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada setiap pertemuan. RPP yang dibuat didiskusikan dengan guru pamong untuk menyempurnakan proses pembelajaran. Materi yang diajarkan pada siklus I ini mengenai pengertian kesetimbangan dinamis, kesetimbangan homogen dan heterogen, tetapan kesetimbangan, meramalkan arah pergeseran kesetimbangan dengan menggunakan azas Le Chatelier, dan menganalisis pengaruh perubahan suhu, konsentrasi, tekanan, dan volume pada pergeseran kesetimbangan melalui percobaan. Untuk menunjang pembelajaran, peneliti


(1)

Berdasarkan hasil observasi siklus I aktifitas siswa belum memuaskan. Hal ini terlihat dari kurangnya komunikasi dalam kelompok, sebagian besar kelompok masih mengandalkan siswa yang pintar untuk mengerjakan tugas, masih sedikitnya jumlah siswa yang bertanya maupun yang menjawab pertanyaan, serta munculnya rasa bosan siswa dalam berdiskusi.

Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang tejadi pada siklus I, guru melakukan perbaikan-perbaikan yang dilaksanakan pada siklus II seperti: mengarahkan siswa untuk berdikusi dengan teman sekelompoknya, mengarahkan siswa untuk lebih banyak membaca buku pelajaran dan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, membimbing siswa untuk saling bekerja sama dalam diskusi dan adanya pembagian tugas yang jelas dalam kelompok, guru memberikan motivasi pada setiap pertemuan dengan menyisipkannya ketika penjelasan materi, serta mengadakan permainan antar kelompok.

Pada akhir pembelajaran siklus II, dilaksanakan tes untuk melihat perkembangan penguasaan konsep kimia para siswa. Hasilnya adalah rata-rata kelas 76,89 dengan nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendah 55. Persentase ketuntasan siswa pada siklus II ini mencapai 86,49% yaitu sebanyak 32 siswa, sedangkan persentase siswa yang belum tuntas hanya mencapai 13,51% sebanyak 5 orang. Berdasarkan hasil tersebut, maka indicator ketercapaian telah terpenuhi yaitu Jumlah siswa yang telah tuntas dalam belajar kimia mencapai lebih dari 80%.

Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, dapat dikatakan bahwa jalannya pembelajaran pada siklus II telah berhasil memperbaiki berbagai kelemahan yang terjadi pada siklus I. Perbaikan tersebut berakibat pada peningkatan aktifitas siswa dalam pembelajaran dan pada akhirnya mengakibatkan pada pencapaian hasil belajar yang memuaskan, yaitu lebih dari 80% siswa mencapai ketuntasan belajar.

Selain itu siswa juga memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang diterapkan karena siswa dapat saling membantu dan mengajarkan dalam memahami materi yang


(2)

65

diajarkan. Siswa juga merasa senang dengan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) karena dapat memudahkan siswa dalam menyerap materi yang diajarkan.

Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menumbuhkan solidaritas dan tanggung jawab siswa. Dengan adanya diskusi kelompok, membuat sebagian besar siswa merasa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan soal pada LKS. Dalam diskusi, setiap anggota saling membantu anggota lain untuk memahami materi pelajaran kimia. Hal ini menumbuhkan rasa solidaritas pada setiap kelompok. Dengan tumbuhnya rasa solidaritas ini, setiap siswa akan merasa terbantu dalam belajar kimia.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa. Hal ini berdasarkan hasil yang diperoleh selama penelitian pada pengamatan melalui lembar observasi, wawancara, dan tes hasil belajar.

2. Tes hasil belajar pada siklus I nilai terendah siswa adalah 30, nilai tertinggi siswa adalah 90, dengan nilai rata-rata siswa sebesar 61,19. Jumlah siswa yang telah mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 19 siswa (51,35%). Pada siklus II nilai terendah siswa adalah 55, nilai tertinggi 100, dengan nilai rata-rata kelas sebesar 76,89. Jumlah siswa yang telah mencapai nilai kriteria minimal (KKM) sebanyak 32 siswa (86,49%).

3. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat diterapkan pada pokok bahasan Kesetimbangan Kimia.

Dengan demikian, hasil belajar kimia siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

B. Saran

1. Guru kimia khususnya pada sekolah ini, disarankan dapat menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) karena model pembelajaran ini mampu meningkatkan hasil belajar kimia siswa.

2. Pihak sekolah hendaknya memberikan dukungan pada pengembangan model Problem Based Learning (PBL) dengan menyediakan peralatan laboratorium yang lengkap sehingga membantu siswa dalam belajar kimia. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai referensi untuk

melakukan penelitian sejenis dalam pembelajaran yang berbeda. 66


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Nurhayati, Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika di SMU, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, November 2004 Tahun ke-10, No. 051.

Adrian, Metode Mengajar Berdasarkan Tipologi Siswa, www.joeilymultiply.com, diakses: 22/01/2008.

Aisyah, Wianti dkk, Pembelajaran Melalui Metode PBL (Problem Based Learning) dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan, Fakultas

Farmasi Universitas Padjadjaran, http://Wiantimultiply.com/journal/item/7/, Diakses: 15 Januari 2009.

Anonim. Standar Penilaian dan Buku Pelajaran Sosial SD SMP, dari www.dikdasdki.go.id/download/standarbuku/ips.doc. diakses Senin, 19 Januari 2009

Dasna, I Wayan dan Sutrisno, Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning),http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajaran-berbasis-masalah/, Diakses: 6 September 2009, 21.19.

Holil, Anwar, Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, dari http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/model-pembelajaran-berdasarkan-masalah.html, diakses: 29 April 2010.

J.S.S, Drost. 1999. Proses Pembelajaran Sebagai Proses Pendidikan,. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Kiranawati, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, dari http://gurupkn.wordpress.com, diakses Sabtu, 24 Januari 2009.

Major, Claire H., Basty Palmer. Assesing the Effectiveness of Problem-Based

Learning in Hingher Education. dari http:/www.rapidntellech.com/AEQweb/mop4spr01.htm, diakses Senin, 19

Januari 2009


(5)

Mustaji dan Ketut Arthana. 2005. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Mengembangkan Kemampuan Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah, dalam Laporan Penelitian Surabaya: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Universitas Negeri Surabaya.

Nowak, Jefrfrey A., Jonathan A. Plucker. Stundent Assesment in Problem Based Learning, Indiana University School Education. dari http://www.indiana.edu./legobost/q515/pbl.html

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Polatdemir, Erkan. Pembelajaran dengan Permasalahan (Problem Based Learning) dan Fisika Kuantum. dalam Jurnal Republik Pusat Sain dan Matematika, Kharismabangsa.or.id/ppt/erkan.ppt

Pujiriyanto. Pembelajaran Animasi Komputer Menggunakan Metode Experiental Learning, Problem Based Solving dan Goal Scenario Based Learning. dalam majalah Ilmiah Pembelajaran, No 1 Vol 1. Mei 2005

Purba, Michael. 2000. Kimia 2000 Untuk SMU Kelas 2 Jilid 2A, Jakarta: Erlangga,

Purwanto, Ngalim. 1987. Pengantar Psikologi. Bandung : Remaja Karya.

Redhana, I Wayan, Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi Pemecahan Masalah, (IKIP Singaraja: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.3 TH. XXXVI, Juli 2003).

Rhem, James. Problem-based Learning, dari http:///www.ntlf.com/html/pi/9812/pbl_.htm , diakses kamis, 15 Januari

2009

Rusyan, Tabrani, Atang Kusdinar, dan Zainal Arifin. 1992. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Karya,


(6)

69

Sadia, I Wayan, Pengembangan Kemampuan Berpikir Formal Siswa SMA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Cycle Learning dalam Pembelajaran Fisika, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Jakarta, No. 1 Th.XXXX Januari 2007.

Sadia, I Wayan,.dkk., Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking Skills) Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), (Buleleng: Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan Ganesha, 2007).

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Sofyan, Ahmad, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama. 2006. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta: UIN Jakarta Press.

Sudjana, Nana. 1990. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Syah , Muhibbin. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Tohirin. 2005. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Waluyo, H.Y., Baderi, H. Warkitri, Eddy Legowo, Sutarno. 1987. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Jakarta : Karunika Univesitas Terbuka.