yang lebih banyak dan analisisnya lebih cepat dan handal dibandingkan dengan protein Comi et al. 2005; Mackie et al. 1999.
Autentikasi spesies berbasis DNA secara teknis dilakukan setelah diamplifikasi melalui proses PCR Polymerase Chain Reaction. DNA tersebut
selanjutnya digunakan dalam identifikasi spesies dengan teknik-teknik seperti FINS Forensically Informative Nucleotide Sequencing Espiñeira et al. 2009,
RFLP Restriction Fragment Length Polymorphism Rea et al. 2009, SSCP Single Strand Conformation Polymorphisms Colombo et al. 2005, real time
PCR Pafundo et al. 2005, RAPD Random Amplification of Polymorphic DNA Martinez Yman 1999 dan DNA barcoding Filonzi et al. 2010.
Teknik DNA barcoding merupakan teknik yang mulai banyak dikembangkan untuk mengidentifikasi suatu spesies, karena relatif mudah
dilakukan dan murah dibandingkan teknik lainnya Wong Hanner 2008. Teknik ini biasanya dilakukan dengan menjadikan gen cythochrome b cyt b dan
cythochrome c oksidase I COI pada DNA mitokondria mtDNA sebagai target Filonzi et al. 2010. Kedua gen tersebut digunakan karena ditemukan dalam
jumlah besar di mtDNA dan dapat menjadi penanda spesies pada mahluk hidup eukariot. Selain itu, gen tersebut memiliki tingkat keragaman yang tinggi namun
terdapat suatu kecocokan pada ekspresi gen dari perbedaan yang ada sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu spesies. Hasil analisis DNA
barcoding dalam proses autentikasi juga tidak dipengaruhi oleh penggunaan bahan-bahan tambahan yang digunakan pada suatu produk, karena setiap spesies
memiliki karakteristik genetik yang berbeda-beda, sehingga kesalahan analisis dapat dihindari. Melihat hal tersebut maka pengembangan teknik DNA barcoding
dalam penelusuran dan pendeteksian cepat penipuan perdagangan tuna perlu dilakukan, diharapkan nantinya teknik ini dapat dikembangkan secara luas untuk
mencegah terjadinya penipuan dengan biaya yang relatif murah.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi metode DNA barcoding dalam autentikasi aneka produk tuna Thunnus sp, serta mengetahui keaslian
bahan baku yang digunakan untuk pembuatan produk dari sampel yang digunakan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuna
2.1.1 Klasifikasi
Ikan tuna merupakan ikan ekonomis penting yang termasuk dalam golongan ikan pelagis. Ikan ini merupakan spesies penting dalam perdagangan
perikanan dunia, karena banyak dimanfaatkan sebagai sasimi dan ikan kaleng. Ikan tuna yang termasuk dalam famili Scombridae dan subfamili Thunnini
memiliki karakteristik yang mirip dengan spesies lainnya dari famili Scombridae. Ikan tuna dan spesies mirip tuna dalam famili Scombridae dapat diklasifikasikan
dalam 4 genus, yaitu Thunnus, Euthynnus, Katsuwonus, dan Auxis, dengan jumlah spesies sebanyak 15 spesies Majkowski 2007. Taksonomi dan klasifikasi ikan
tuna menurut Collette Nauen 1983 adalah : Phylum
: Chordata Subphylum
: Vertebrata Superclass
: Gnathostomata Class
: Osteichthyes Subclass
: Actinopterygii Infraclass
: Teleostei Superorder
: Acanthopterygii Order
: Perciformes Suborder
: Scombroidei Family
: Scombridae Subfamily
: Thunnini Genus
: Thunnus 8 species Katsuwonus 1 species
Euthynnus 3 species Auxis 2 species
Ikan tuna memiliki tubuh berbentuk tegak, memanjang dan fusiform streamline dengan dua buah sirip dorsal terpisah yang memiliki satu jari-jari
keras pada jari-jari pertamanya dan sirip kaudal berbentuk bulan sabit. Sirip
ventral berukuran lebih kecil atau sama dengan sirip pektoral, serta terletak menjorok kebelakang dari dasar sirip pektoral. Seluruh ikan scombroids memiliki
finlet dibelakang sirip dorsal dan sirip anal, serta sepasang caudal peduncle keel di tengah pangkal ekornya. Sirip dorsal pertama dan sirip anal pertama dapat melipat
ke dalam lipatan, sedangkan sirip pektoral dan sirip ventral menekan ke dalam tubuh pada saat berenang dengan cepat. Ikan ini memiliki empat lekuklengkung
insang pada setiap sisinya dan filamen insangnya mengeras sebagai gill rays Collette Nauen 1983.
Ciri morfologi ikan tuna dari genus Thunnus juga berbeda-beda. Ikan tuna sirip biru bluefin tuna merupakan spesies tuna terbesar yang panjangnya dapat
mencapai 5 meter dengan berat mencapai 850 kg. Ikan ini tersebar di seluruh perairan hangat dan sejuk, termasuk laut mediterania dan laut hitam, dan
sepanjang pantai Atlantik Eropa. Ikan tuna sirip biru merupakan ikan tuna yang paling terancam punah diantara spesies tuna lainnya, akibat kegiatan overfishing.
Ikan tuna albakora albacore tuna merupakan ikan tuna yang paling mudah dikenali dengan sirip pektoral yang memanjang, seperti pedang, dengan
perpanjangan sirip dorsal kedua hingga undermeath. Persebaran ikan tuna albakora mirip dengan tuna sirip biru, namun dapat berenang lebih jauh ke utara
bersamaan dengan arus hangat dan pada musim dingin berenang ke selatan kembali. Ikan ini biasanya berada di Samudera Pasifik dan selalu bermigrasi
setiap tahunnya Van Nostrand’s Scientific Encyclopedia 2005. Ikan tuna sirip kuning yellowfin tuna merupakan ikan tuna yang hanya
ditemukan di samudera dengan perairan yang hangat. Panjang ikan ini dapat mencapai lebih dari 2,5 meter dengan berat lebih dari 225 kilogram. Ciri khas
spesies ini adalah memiliki bentuk sirip lancip, sirip dorsal kedua lancip, dan sirip anal yang mirip. Kedua sirip terdapat tambahan sisik dan di bagian perut depat
terlihat warna kuning mengkilap. Dalam satu tahun bobot ikan ini dapat bertambah hingga 27 kg. Ikan tuna mata besar bigeye tuna memiliki
karakteristik morfologi yang sangat mirip dengan ikan tuna sirip kuning, tetapi memiliki sirip pektoral yang lebih pendek dan mata yang lebih besar, serta
memiliki habitat pada kolom perairan yang lebih dalam Van Nostrand’s Scientific Encyclopedia 2005.
Gambar 1. Ikan tuna FAO 2010 Ikan tuna merupakan ikan perenang cepat yang memiliki kebiasaan untuk
bermigrasi sepanjang hidupnya sehingga dapat ditemukan di beberapa perairan, bahkan spesies tertentu dapat ditemukan hampir di seluruh perairan dunia.
Kebiasaan ikan tuna untuk bermigrasi didukung oleh sistem metabolisme tuna yang dapat mengatur jumlah panas yang ada di dalam tubuh untuk mencapai
kondisi biologis yang efektif FAO 2010. Kemampuan metabolisme tuna untuk mengatur jumlah panas didalam tubuhnya dilakukan dengan Rete mirabile yang
dapat memindahkan panas dari pembuluh darah vena ke pembuluh darah arteri untuk mengurangi pendinginan permukaan tubuh dan menjaga otot tetap hangat
sehingga tuna mampu berenang lebih cepat dengan energi yang lebih sedikit Block Stevens 2001. Selain itu, kandungan mioglobin yang tinggi pada
daging ikan tuna juga mendukung kemampuan tuna untuk bermigrasi. Kandungan mioglobin yang tinggi pada daging ikan tuna membuat daging tuna menjadi
berwarna merah muda sampai merah tua Knower et al. 1999. Spesies tuna dari genus Thunnus merupakan komoditas utama dalam pasar
tuna dunia. Spesies dari genus Thunnus yang banyak diperdagangkan adalah tuna sirip kuning T. albacares, tuna mata besar T. obesus, tuna albakora
T. alalunga, tuna sirip biru atlantik T. thynnus, tuna sirip biru pasifik T. orientalis dan tuna sirip biru selatan T. maccoyii. Selain itu, ikan cakalang
Katsuwonus pelamis yang termasuk dalam genus Katsuwonus juga menjadi spesies penting dalam perdagangan spesies tuna dunia. Ketujuh spesies tersebut
merupakan komoditas utama pada pasar tuna dunia karena menguasai lebih dari 80 dari jumlah ikan tuna di pasar internasional FAO 2010. Penangkapan ikan
tuna dapat dilakukan dengan berbagai alat tangkap, seperti rawai tuna, pukat cincin, pancing huhate, dan tombak harpoon. Selain itu, saat ini ikan tuna mulai
dibudidayakan di perairan yang tertutup seperti di daerah teluk, karena ketersediaannya di alam semakin sedikit Joseph et al. 2010.
2.1.2 Karakteritik Mutu Perdagangan Tuna
Nilai ekonomis tiap spesies ikan tuna berbeda-beda, tergantung pada permintaan pasar dan ketersediaannya di alam. Ikan tuna sirip biru yang biasa
digunakan untuk produk sashimi merupakan spesies yang paling tinggi nilainya mencapai 23,35 dolar AS per kilogram dibandingkan spesies lainnya, seperti
tuna sirip kuning 6,23 dolar AS per kilogram dan cakalang 4,20 dolar AS per kilogram Globefish 2011. Selain itu, nilai ekonomis ikan tuna juga dipengaruhi
oleh tempat ikan tersebut diperoleh. Ikan tuna sirip biru yang besar di laut yang tertutup budidaya memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan yang
ditangkap dari samudera Majkowski 2007. Ikan tuna untuk produk kaleng, spesies albakora memiliki harga yang
paling tinggi, yaitu 200-350 yen per kilogram hal ini dikarenakan ikan ini memiliki daging berwarna putih. Kemudian diikuti oleh spesies tuna sirip kuning
180-250 yen per kilogram dan cakalang 110-160 yen per kilogram. Harga yang relatif rendah pada ikan yang digunakan untuk pengalengan merupakan akibat
dari sangat besarnya hasil tangkapan ikan tersebut, terutama dalam kasus cakalang dan tuna sirip kuning. Saat ini, ikan tuna dari spesies Thunnus tonggol
longtail tuna semakin penting untuk pengalengan dan perdagangan internasional. Konsumsi tuna dan spesies yang mirip tuna dalam bentuk produk selain ikan
kaleng dan sashimi meningkat Majkowski 2007.
2.2 Metode Autentikasi Berbasis DNA
Autentikasi dan identifikasi produk merupakan proses yang dilakukan untuk mengetahui komposisi dan kandungan bahan baku yang digunakan untuk
membuat suatu produk. Metode autentikasi berbasis DNA merupakan metode
yang paling banyak digunakan saat ini, karena memiliki spesifitas dan sensitifitas yang lebih baik dibandingkan metode berbasis protein protein spesifik spesies.
Selain itu, metode ini juga sederhana, mudah digunakan dan hasil yang diperoleh dapat diketahui dengan cepat Comi et al. 2005; Lockley Bardsley 2000.
Deoxyribose Nukleic Acid DNA merupakan unit terkecil di dalam sel yang berisi sifat keturunan suatu mahluk hidup dan dapat ditemukan pada nukleus
DNA inti dan organel-organel dalam sitoplasma DNA mitokondria Schwagele 2005. Penggunaan DNA sebagai ciri suatu spesies memiliki
beberapa kelebihan, yaitu lebih termostabil dari pada protein, lebih sensitif, tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor pertumbuhan, serta hampir semua
jaringan dapat digunakan sebagai sumber material genetik Teletchea et al. 2005. Sebagai material genetik, DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi
suatu spesies dengan mencari gen target yang menjadi ciri khusus dari suatu spesies. Saat ini, penggunaan DNA mitokondria mtDNA sebagai gen target
semakin banyak dilakukan Kyle Wilson 2007. Kelebihan yang dimiliki oleh mtDNA sebagai target dalam identifikasi spesies, diantaranya adalah berevolusi
lebih cepat dibandingkan DNA inti, berukuran lebih kecil dibandingkan DNA inti, hanya diwariskan induk betina, terdapat beberapa salinan didalam sel dan
sekuensi lengkap DNA mitokondria beberapa organisme perairan telah diketahui Teletchea et al. 2005; Lockley Bardsley 2000; Mackie et al. 1999. Perbedaan
antara DNA inti dengan DNA mitokondria dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perbedaan antara DNA mitokondria dengan DNA inti
Parameter DNA mitokondria
DNA inti
Ukuran Kecil
Besar Lokasi di dalam sel
Mitokondria Inti sel
Kecepatan evolusi Lebih cepat dari DNA inti
Lebih lambat dari mtDNA Keturunan
Hanya diwariskan induk betina
Diwariskan oleh induk jantan dan betina
Sumber : Teletchea et al. 2005; Mackie et al. 1999
Teknik utama dalam autentikasi berbasis DNA adalah PCR Polymerase Chain Reaction. PCR merupakan teknik yang dilakukan untuk memperbanyak
potongan DNA target dengan cepat secara in vitro. Proses PCR memerlukan
empat komponen utama, yaitu DNA target, pasangan primer oligonukleotida, enzim
DNA polimerase
stabil terhadap
suhu tinggi
dan dNTP
deoksiribonukleotida trifosfat Teletchea et al. 2005. Proses dalam PCR merupakan suatu siklus sehingga segmen DNA yang
diinginkan dapat digandakan secara eksponensial dengan reaksi rantai polimerase yang berulang-ulang Lockley Bardsley 2000. Siklus yang terjadi dalam PCR
adalah denaturasi pita ganda double-stranded DNA target, penempelan annealing primer oligonukleotida pada DNA pita tunggal single-stranded dan
ekstensi pemanjangan primer yang dikatalisis oleh DNA polimerase Unseld et al. 1995. Proses yang terjadi dalam proses PCR dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Proses dalam teknik PCR
Sumber : Anonim 2007
Informasi yang diperoleh dari DNA sebagian besar berasal dari sekuensi produk PCR. Produk PCR dapat juga dilakukan screening tanpa melakukan
sekuensi untuk membedakan spesies apabila tidak memiliki akses terhadap fasilitas sekuensi secara langsung. Hal ini dilakukan dengan menjadikan
amplicons sebagai subjek untuk inkubasi dengan variasi yang luas dari enzim
restriksi dan observasi empiris Lockley Bardsley 2000. Berbagai macam metode autentikasi berbasis DNA yang telah berhasil dilakukan adalah dengan
teknik hibridisasi DNA Gil 2007, Species-specific primer Lin Hwang 2008, FINS Wen et al. 2010, PCR-RFLP Wen et al. 2010, PCR-SSCP Rehbein
1999, RAPD Martinez Yman 1999, real-time PCR Pafundo et al. 2009 dan DNA barcoding Wong Hanner 2008. Perbandingan teknik identifikasi spesies
berbasis DNA dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan teknik identifikasi spesies berbasis DNA
Hybridization Species-
specific primer
RFLP SSCP
RAPD Traditional
sequencing DNA
barcoding Dapat
digunakan pada bahan
yang sudah terdegradasi
X X
X X
Membutuhkan sedikit sampel
DNA X
X X
X X
X Protokol
sederhana X
X X
X X
Deteksi bahan campuran
X X
Efisiensi waktu
X X
X X
X X
Tidak membutuhkan
pengetahuan sebelumnya
X X
X Dapat
diterapkan antar
laboratorium X
X X
X Standarisasi
melalui Taxa yang luas
X Keterangan :
Teknik yang ditandai dengan ‘X’ menunjukkan keutamaan yang dimiliki setiap teknik Hanya diterapkan pada fragmen kecil dalam beberapa kasus sampel terdegradasi
Sumber : Wong Hanner 2008
2.3 DNA Barcoding