Struktur Seni Pertunjukan Kerangka Teoritis

14 Adapun yang berkaitan dengan ritual atau upacara adalah sesaji. Penggunaan sesaji dengan tujuan untuk menjauhkan dari malapetaka, sehingga dalam pementasan dapat berjalan dengan lancar dan selalu mendapatkan keselamatan. Dalam sesaji disiapkan beberapa ubarampe sebagai simbol yang berhubungan dengan roh leluhur. Terlepas dari sifat pertunjukan yang sakral atau tidak, pada masa sekarang dengan tetap diselenggarakannya pertunjukan Jathilan pada peristiwa- peristiwa tersebut di atas menunjukkan, bahwa sebenarnya kedudukan seni pertunjukan Jathilan tidak berubah dari fungsi semula, yaitu memiliki fungsi yang bersifat protektif. b. Fungsi Hiburan Pertunjukan Jathilan untuk keperluan tontonan atau hiburan yang dimaksud adalah pertunjukan yang sifatnya menghibur, tanpa terkait dengan peristiwa-peristiwa yang dianggap penting atau sakral. Misalnya pertunjukan dalam rangka memeriahkan acara menyambut tahun baru dan perayaan lainnya yang bersifat hiburan belaka.

1.5.3. Struktur Seni Pertunjukan

Untuk mengungkap struktur Jathilan dan Kirab Pusaka di Kampung Tidar Warung, Kelurahan Tidar, Magelang akan digunakan teori strukturalisme. Levi Strauss dalam Putra, 2001 : 61 mengungkapkan bahwa struktur adalah model yang dibuat oleh ahli antropologi untuk memahami atau menjelaskan gejala kebudayaan yang dianalisisnya yang tidak ada kaitannya dengan fenomena 15 empiris kebudayaan itu sendiri. Model ini merupakan relasi-relasi yang berhubungan satu sama lain atau saling mempengaruhi. Dalam fenomena budaya struktur dibedakan menjadi dua yaitu struktur lahir atau luar, dengan pengertian relasi dapat dibuat atau dibangun berdasar ciri- ciri empiris atau nyata dari bentuk yang terlihat. Misalnya koreografi Jathilan yang meliputi gerak, jumlah penari, pola lantai, kostum, rias, cerita, tempat pertunjukan, dan sebagainya. Sedangkan struktur batin atau struktur dalam mempunyai pengertian susunan atau konstruk makna, nilai yang dibangun atau dipahami atas struktur lahir yang telah berhasil dibuat. Memahami struktur batin adalah menganalisis “teks dalam konteks”, sebuah fenomena tari bagian kebudayaan, struktur batin dalam hal ini digunakan untuk memahami berbagai fenomena budaya. Di bagian lain Putra 2001 : 66 juga menjelaskan bahwa tujuan dari analisis struktural adalah untuk menentukan struktur dari fenemona yang diteliti. Oleh karena itu pula analisis struktural tidak berbicara tentang proses perubahan. Hal ini tidak berarti bahwa strukturalisme menolak atau anti terhadap proses perubahan, tetapi pada soal keberadaan struktural. Oleh karena itu dalam memahami strukturalisme Levi Strauss berarti harus memahami asumsi-asumsi dasar yang ada dalam aliran ini. Asumsi ini sebenarnya cukup banyak, namun asumsi yang dianggap penting yang akan dipaparkan. Pertama, dalam struktutalisme ada anggapan bahwa berbagai aktivitas sosial dan hasilnya, seperti misalnya, dongeng, upacara-upacara, sistem-sistem kekerabatan dan perkawinan, pola tempat tinggal, pakaian dan sebagainya, secara formal semuanya dapat dikatakan sebagai bahasa-bahasa Lane, 1970 : 13-14 atau lebih tepatnya merupakan perangkat tanda dan simbol yang menyampaikan 16 pesan-pesan tertentu. Oleh karena itu terdapat ketertataan order serta keterulangan regularites pada berbagai fenomena tersebut. Adanya keterulangan dan ketertataan ini memungkinkan kita melihat gejala budaya, melakukan abstraksi atas gejala-gejala tersebut dan merumuskan aturan-aturan abstrak di baliknya, yang dapat kita sebut “bahasa” atau kode. Kode seni diartikan sebagai semua jenis sistem komunikasi yang dimanfaatkan secara sosial, oleh banyak orang. Kedua, para penganut strukturalisme beranggapan bahwa dalam diri manusia terdapat kemampuan dasar yang diwariskan secara genetis sehingga kemampuan ini ada pada semua manusia yang “normal”, yaitu kemampuan untuk structuring, untuk menstruktur pada gejala-gejala yang dihadapinya. Ketiga, mengikuti pandangan dari Saussure yang berpendapat bahwa suatu istilah ditentukan maknanya oleh relasi-relasinya pada suatu titik waktu tertentu, yaitu secara sinkronis, dengan istilah-istilah yang lain, para penganut strukturalisme berpendapat bahwa relasi-relasi suatu fenomena budaya dengan fenomena-fenomena yang lain pada titik waktu tertentu inilah yang menentukan makna fenomena tersebut. Keempat, relasi-relasi yang berada pada struktur dalam dapat diperas atau disederhanakan lagi menjadi oposisi berpasangan binary opposition yang paling tidak punya dua pengertian. Pertama oposisi binair yang bersifat eksklusif seperti misalnya menikah dan tidak menikah. Pengertian yang kedua adalah oposisi binair yang tidak eksklusif, yang kita temukan dalam berbagai macam kebudayaan, seperti misalnya oposisi-oposisi ini memang tidak eksklusif, namun 17 dalam konteks yang khusus, mereka menggunakannya menganggap eksklusif, sebagaimana terlihat pada mitos-mitos yang dianalisis oleh Levi Strauss, Putra, 2001 : 67-70.

1.5.4. Jathilan