31
batas tertentu peneliti memahami beberapa informasi yang dinyatakan penduduk yang terkait dengan suasana-suasana budaya tertentu yang hidup di lingkungan
masyarakat Kampung Tidar Warung baik yang telah menjadi satu kepercayaan dan atau yang masih diperdebatkan kronologisnya. Cara ini memungkinkan
peneliti memperoleh pemahaman yang wajar karena masyarakat kurang begitu memahami bahwa keberadaan mereka diteliti.
1.6.2.2.2. Wawancara
Wawancara dilakukan dalam rangka pengungkapan Upacara Ritual Kirab Pusaka sebagai ritual adat yang menyangkut keterlibatan informan, asal-
usul sejarah dan latar belakang, fungsi dan makna Upacara Ritual Kirab Pusaka, ciri-ciri khusus dalam ritual adat kepercayaan mistik dan nilai-nilai yang
diungkap, terkait dengan kehidupan masyarakat sebagai bentuk budaya, fungsi sosial Upacara Ritual Kirab Pusaka di masyarkat setempat, perhatian pelaku
sebagai generasi pewaris budaya dengan pengalaman-pengalaman khusus pada Kirab Pusaka sebagai Upacara Ritual
Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data yang dirasa tak bisa terjaring dengan cara pengumpulan data lain. Wawancara menjadi sangat penting
dalam pengumpulan data-data yang terkait dengan pernyataan. Wawancara bersifat lentur dan terbuka, tidak ketat tidak selalu dilakukan secara formal dan
dapat dilakukan secara berulang-ulang untuk mengorek narasumber. Pertanyaan yang diajukan kepada narasumber terlebih dahulu dikonsep dan difokuskan agar
informasi yang diperoleh semakin terinci, jelas dan mendalam. Wawancara
32
dilakukan untuk melengkapi data-data penting yang tak terjaring melalui cara pengumpulan data lain; misalnya pengamatan, lebih berperan sebagai cara utama
dalam pengumpulan informasi. Wawancara dilakukan baik pada waktu peristiwa Upacara Ritual Kirab Pusaka berlangsung maupun mengadakan wawancara secara
khusus dengan narasumber, untuk mendapat keterangan yang diperlukan. Wawancara menjadi sangat penting dalam pengumpulan data yang berkait dengan
informasi mengenai bentuk dan fungsi Jathilan dalam Upacara Ritual Kirab Pusaka pada masyarakat Kampung Tidar Warung, Kelurahan Tidar, Magelang.
Ketika melakukan wawancara digunakan struktur pertanyaan yang bersifat terbuka opening ouestion yaitu pertanyaan yang dilakukan memerlukan
jawaban narasumber dengan cara bebas baik menggunakan kata-kata sendiri maupun mengemukakan apa yang diketahui, dipahami dan dilakukan, mengingat
peneliti tidak mengalami kesulitan dalam memahami bahasa mereka. Wawancara dilakukan secara mendalam in depth interview.
Wawancara jenis ini bersifat lentur dan terbuka; tidak berstruktur ketat, tidak juga dilakukan secara formal, dan dapat dilakukan berulang-ulang kepada narasumber
yang sama. Pertanyaan yang diajukan pada narasumber dapat semakin difokuskan sehingga informasi yang diperoleh menjadi semakin jelas, terinci dan mendalam.
Penentuan narasumber yang diwawancarai dilakukan secara purposive melalui teknik snowball sampling, dengan menitikberatkan pada konsep teoretis,
tujuan peneliti dan karakter esensi objek. Melalui seorang narasumber yang telah terenkulturasi, peneliti dapat memperoleh narasumber lain yang dalam hal-hal
33
tertentu baik terenkulturasi pada jenis informasi yang
diperlukan Spradley, 1997 : 62.
Untuk memahami makna informasi peneliti melakukan tafsir dialogis berdasarkan jenis informasi yang diketahui narasumber. Tafsir makna dialogis ini
didasarkan pada penangkapan makna objektif dan subjektif narasumber. Dengan demikian, bentuk wawancara ini masih mengutamakan orietasi pelaku, meskipun
untuk keseragaman tuturan, esensi wawancara itu dipaparkan dalam wujud prafasa.
Wawancara ini dilakukan dengan ketua atau pimpinan Padepokan Makukuhan, Kepala Kantor Kebudayaan dan Pariwisata, Lurah, tokoh seniman di
Kelurahan Tidar, masyarakat sekitar dapat memberikan informasi guna melengkapi sumber tertulis yang telah diperoleh. Adapun narasumber yang
penulis hubungi untuk memperoleh data yang berkait langsung dengan objek penelitian baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu :
H. Habib Sudarmadi usia 56 tahun, sebagai ketua atau pimpinan Padepokan Makukuhan dan tokoh masyarakat yang dapat memberikan informasi
mengenai adat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat Tidar Warung pada umumnya terutama yang menyangkut Upacara Ritual Kirab Pusaka atau bentuk
penyajiannya yang mereka lakukan. Budijono usia 47 tahun, sebagai Kepala Kantor Kebudayaan dan
Pariwisata, yang dapat memberikan informasi tentang keberadaan kebudayaan dan kesenian yang berkembang di Magelang. Selain itu juga secara khusus didapatkan
34
informasi mengenai keberadaan Upacara Ritual Kirab Pusaka yang berkembang di Kampung Tidar Warung, Kelurahan Tidar.
Narman usia 58 tahun, sebagai Lurah Tidar, yang dapat memberikan informasi tentang keberadaan masyarakat di Kelurahan Tidar dan khususnya yang
berada di Kampung Tidar Warung. Baik tentang mata pencaharian, kepercayaan, maupun kebudayaan dan kesenian yang masih berkembang di Kelurahan Tidar.
Supadi usia 53 tahun, sebagai orang kepercayaan H. Habib Sudarmadi untuk penjamasan pusaka. Beliau banyak memberikan informasi mengenai
pusaka yang beliau jamasi. Yoyok usia 30 tahun, seorang tokoh seniman sekaligus pengelola
Jathilan Campur. Beliau banyak memberikan informasi mengenai perkembangan dan bentuk penyajian Jathilan,baik dalam Upacara Ritual Kirab Pusaka maupun
pada umumnya, selain itu juga memberikan tentang koreografi dari Jathilan. Dwi Suryono usia 28 tahun, seorang penari Jathilan, memberikan
informasi peristiwa-peristiwa yang dia alami saat ia menarikan tarian di dalam Jathilan, baik dalam keadaan trance ataupun keadaan yang masih sadar.
1.6.2.2.3. Pengumpulan Dokumen