PEMILIHAN ANTIOKSIDAN Penentuan Formula Antioksidan Untuk Menghambat Ketengikan Pada Bumbu Ayam Goreng Kalasan Selama Satu Bulan

106 pemasakan dapat menurunkan jumlah mikroba dan bahkan dapat membunuh mikroba pada suhu sterilisasi.

D. PEMILIHAN ANTIOKSIDAN

Salah satu cara pencegahan proses ketengikan oleh oksidasi lemak pada bumbu ayam goreng kalasan adalah dengan penambahan antioksidan. Menurut Winarno 1992, adanya antioksidan dalam lemak dapat menghambat dan mengurangi timbulnya rasa dan aroma tengik. Antioksidan yang terpilih diharapkan mampu menghambat ketengikan pada bumbu ayam goreng kalasan. Menurut Buck 1991, seleksi antioksidan dapat dilakukan dengan memperhatikan tipe antioksidan, efektivitas carry trough, kelarutan antioksidan, tipe proses pengolahan produk, flavor dan odour, ketersediaan produk mudah didapatkan, serta status peraturan dan legalitas penggunaan antioksidan. Bumbu ayam goreng kalasan pada proses pembuatannya mengalami proses penumisan pada suhu tinggi lebih dari 90 C. Menurut Ketaren 1986, suhu tinggi dapat mempercepat berlangsungnya reaksi oksidasi. Oleh sebab itu untuk mencegah atau mengurangi reaksi oksidasi diperlukan antioksidan yang cukup tahan pada suhu tinggi sehingga efektif penggunaannya. Antioksidan seperti BHA, BHT, dan askorbil palmitat merupakan antioksidan yang memiliki titik lebur di atas 90 C Madhavi et al, 1996. Antioksidan yang dipilih merupakan antioksidan yang larut lemak karena produk bumbu ayam goreng kalasan dalam penelitian ini memiliki kandungan lemak bumbu yang cukup tinggi yaitu 37,53. Antioksidan yang dipergunakan dalam produk pangan juga diharapkan tidak mempengaruhi flavor dan bau serta perubahan warna dari produk bumbu ayam goreng kalasan sehingga citarasa dan penampakan dari ayam goreng kalasan tetap khas dan sama dengan aslinya walaupun menggunakan bumbu yang mengandung antioksidan. Selain pertimbangan tersebut, diharapkan antioksidan yang terpilih memiliki efek carry trough yang baik pada produk akhir dan mudah 107 didapatkan serta terjamin keberadaannya di pasaran. Ketiga antioksidan seperti BHA, BHT, dan askorbil palmitat merupakan antioksidan yang telah meluas penggunaannya Gordon, 1990. Ketiga antioksidan tersebut dapat dengan mudah didapatkan untuk memenuhi kebutuhan antioksidan dalam aplikasinya pada produk pangan. Berdasarkan kriteria tersebut di atas diperoleh beberapa jenis antioksidan yang dapat diaplikasikan untuk bumbu ayam goreng kalasan untuk menghambat reaksi oksidasi, antara lain BHA, BHT, dan askorbil palmitat Ivory, 1994. Ketiga antioksidan saling dikombinasikan penggunaannya dalam produk ayam goreng kalasan menurut kisaran konsentrasi efektif. Menurut Fennema 1985, kombinasi antioksidan dengan kesinergisannya dapat meningkatkan kemampuan antioksidan untuk menghambat reaksi oksidasi. Konsentrasi antioksidan yang dipilih adalah berkisar antara 25-100 ppm dan dipakai kontrol sebagai pembanding karena menurut Madhavi et. al 1996, BHA pada konsentrasi 0.005-0.01 cukup efektif digunakan pada bahan pangan, BHT efektif pada 0.005-0.02, dan askorbil palmitat efektif pada konsentrasi 0.003-0.5. Pemilihan kombinasi jenis antioksidan dan konsentrasi antioksidan yang akan digunakan didasarkan pada uji TBA, diena terkonjugasi, dan uji sensori.

1. Nilai Thiobarbituric Acid TBA

Bilangan TBA menunjukkan jumlah malonaldehid yang ada pada produk, yaitu hasil oksidasi lemak. Menurut Gordon 1990, pengukuran malonaldehid merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat ketengikan lemak. Prinsip utamanya adalah dengan mereaksikan asam 2-thiobarbiturat dengan lemak yang mengalami ketengikan dan mengandung malonaldehid Fennema, 1985 Salah satu keuntungan dari penggunaan parameter ini adalah reagen asam TBA dapat langsung digunakan pada lemak bahan yang diuji tanpa diperlakukan ekstraksi terlebih dahulu. Selain itu keuntungan yang lain, penggunaan metode TBA langsung menganalisa 108 1 2 3 4 5 6 10 20 30 40 Lama Penyimpanan hari B ila n g a n T B A m g m a lo n a ld eh id k g b a h a n Formula 1 BHA 25 ppm + BHT 25 ppm Formula 2 BHA 50 ppm +BHT 50 ppm Formula 3 BHA 100 ppm + BHT 100 ppm Formula 4 BHA 25 ppm +AP 25 ppm Formula 5 BHA 50 ppm + AP 50 ppm Formula 6 BHA 100 ppm+AP 100 ppm Formula 7 BHT 25 ppm + AP 25 ppm Formula 8 BHT 50 ppm + AP 50 ppm Formula 9 BHT 100 ppm+ AP 100 ppm Formula 10 tanpa antioks idan aldehid yang telah diketahui menyebabkan ketengikan pada lemak Buck, 1991. Tingkat ketengikan lemak yang diukur dapat dilihat dari intensitas warna merah yang dihasilkan akibat reaksi tersebut. Makin kuat warna merah yang dihasilkan dari reaksi tersebut, maka tingkat ketengikannya makin tinggi Ketaren, 1986. Hasil pengukuran bilangan TBA bumbu ayam goreng kalasan selama penyimpanan disajikan pada Gambar 10 dan Lampiran 5. Gambar 10. Hubungan Antara Bilangan TBA dengan Lama Penyimpanan 109 Gambar 10 menunjukkan kenaikan bilangan TBA pada sampel bumbu ayam goreng kalasan selama penyimpanan. Data kenaikan bilangan TBA secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa kombinasi BHA+BHT dan kombinasi BHT+askorbil palmitat dengan konsentrasi 50 ppm dan 100 ppm memiliki nilai TBA 3 mg malonaldehidkg bahan pada akhir penyimpanan hari ke-30. Menurut Ketaren 1986, bahan pangan telah mengalami ketengikan yang lanjut apabila telah mencapai nilai malonaldehid 3 mg malonaldehidkg bahan. Hasil itu menunjukkan bahwa perlakuan pada sampel tersebut cukup efektif untuk menghambat ketengikan bumbu selama 30 hari penyimpanan. Nilai TBA sampel dengan perlakuan tanpa penambahan antioksidan Formula 10 telah mengalami ketengikan pada hari ke-8 penyimpanan. Hal tersebut ditandai dengan nilai TBA rata-rata 3.09 mg malonaldehidkg bahan. Sampel dengan tanpa penambahan antioksidan pada dasarnya telah memiliki antioksidan alami. Antioksidan alami tersebut berasal dari senyawa endogenous yang terdapat dalam rempah-rempah yang merupakan penyusun bumbu. Menurut Pratt dan Hudson 1990, sumber antioksidan alami pada rempah-rempah pada umumnya dari kelompok fenolik. Koschhar 1993 juga mengungkapkan bahwa tidak kurang dari 30 jenis tanaman rempah-rempah menunjukkan sifat antioksidan. Ketengikan yang terjadi pada sampel tanpa penambahan antioksidan kemungkinan disebabkan karena kurangnya konsentrasi antioksidan alami pada bahan untuk menghambat proses oksidasi apalagi dalam proses pembuatan bumbu terdapat proses penumisan menggunakan suhu 90 o C. Menurut Ketaren 1986, suhu penggorengan 90-180 o C dapat mempercepat reaksi oksidasi. Darmini 1998 juga meneliti aktivitas antioksidan pada bumbu tradisional Indonesia seperti bumbu ayam goreng, rawon, rendang, dan bumbu opor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwajumlah bumbu yang biasa digunakan untuk memasak sehari-hari 100-300 g 110 bumbukg bahan belum cukup mampu untuk menghambat ketengikan yang terjadi. Berdasarkan Gambar 10 pun dapat dilihat bahwa sampel dengan perlakuan penambahan antioksidan 25 ppm memiliki peningkatan bilangan TBA yang lebih tinggi dibanding perlakuan penambahan antioksidan 50 ppm dan 100 ppm. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penambahan antioksidan 25 ppm belum cukup efektif menghambat ketengikan bumbu setelah penyimpanan 30 hari. Hasil tersebut didukung oleh penelitian Darmini 1998 bahwa penggunaan BHA dan BHT 30 ppm tidak dapat mencegah peningkatan bilangan TBA hingga di bawah 3 mg malonaldehidkg bahan pada bumbu ayam goreng tradisional selama satu bulan penyimpanan. Gambar 10 menunjukkan bahwa sampel dengan perlakuan penambahan BHA dan BHT konsentrasi 100 ppm merupakan sampel dengan kenaikan bilangan TBA terendah dibandingkan sampel lainnya. Berdasarkan Uji Duncan Lampiran 7 pun dapat dilihat bahwa sampel dengan perlakuan penambahan BHA dan BHT 100 ppm tidak berbeda nyata dari sampel dengan perlakuan penambahan BHA+askorbil palmitat 100 ppm. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan kombinasi BHA+BHT dan BHA+askorbil palmitat 100 ppm pada sampel memiliki kemampuan untuk menghambat reaksi oksidasi yang tidak berbeda. BHA dan BHT merupakan kombinasi antioksidan yang dapat memberikan efek sinergis yang efektif bila digunakan dalam bahan pangan Fennema, 1985. Mekanisme sinergisme antara BHA dan BHT dapat dilihat pada Gambar 11. Kombinasi BHA+askorbil palmitat 100 ppmGambar 8 yang merupakan salah satu kombinasi antioksidan yang memiliki efektifitas untuk menghambat ketengikan pada bumbu selama satu bulan. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena kedua antioksidan dengan konsentrasi 100 ppm saling mendukung untuk mencegah oksidasi pada bumbu. Menurut Madhavi et al 1996, askorbil palmitat dapat 111 mengikat oksigen sehingga pembentukan radikal ROO pada proses oksidasi dapat terhambat. Sedangkan BHA yang merupakan antioksidan primer, bekerja dengan mendonorkan hidrogen untuk membentuk radikal yang lebih stabil Gordon, 1990. Gambar 11 . Sinergisme antara BHA dan BHT Madhavi et. al, 1996 Hasil pengukuran nilai bilangan TBA Lampiran 5 menunjukkan bahwa kombinasi BHA+askorbil palmitat lebih efektif daripada kombinasi BHT+askorbil palmitat. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena sifat carry trough dan kelarutan BHA lebih baik dari BHT. Menurut Madhavi et al 1996, BHA memiliki keefektifan, sifat carry trough, dan kelarutan yang lebih baik dari BHT pada minyak nabati. Uji bilangan TBA merupakan uji yang sensitif tetapi tidak spesifik untuk menganalisis malonaldehid sebagai produk sekunder dari rekasi oksidasi Heras et. al, 2003. Kekurangan metode tersebut menurut Ketaren 1986, asam TBA bersifat tidak stabil dan mengalami dekomposisi di bawah kondisi pengujian dengan adanya pemanasan dan asam keras. Hasil degradasi tersebut memiliki warna yang sama terabsorbsi pada panjang gelombang yang sama dengan kompleks TBA malonaldehid. Oleh sebab itu diperlukan uji lain sebagai pendukung untuk memilih kombinasi dan konsentrasi antioksidan yang akan digunakan pada bumbu ayam goreng kalasan. 112

2. Nilai Conjugated Diene Hydroperoxide CDHP

Pengukuran nilai hidroperoksida diena terkonjugasi adalah suatu cara untuk mengetahui potensi atau peluang lemak untuk mengalami kerusakan oksidatif berupa ketengikan selama penyimpanan. Diena terkonjugasi merupakan salah satu hasil perubahan primer oksidatif lipid yang cenderung stabil dibanding peroksida merupakan indikator yang sensitif terhadap kerusakan oksidatif pada tahap awal Madhavi et al, 1996. Metode tersebut dipilih karena menurut Shahidi dan Wanasundara 1997, metode diena terkonjugasi merupakan metode yang lebih cepat, lebih sederhana, dan tidak tergantung pengembangan warna serta membutuhkan jumlah sampel yang lebih sedikit dibandingkan pengukuran bilangan peroksida yang lebih dahulu populer. Hasil pengukuran diena terkonjugasi dapat dilihat Gambar 12 dan lebih jelasnya pada Lampiran 6. Gambar 12 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai diena terkonjugasi pada masing-masing sampel selama penyimpanan 30 hari. Peningkatan nilai diena terkonjugasi terjadi karena adanya perubahan primer oksidatif lipid yang membentuk senyawa hidroperoksida. Peningkatan tersebut dipercepat dengan adanya ekspos oksigen, cahaya dan suhu lebih tinggi saat proses penyimpanan Ketaren, 1986. Peningkatan nilai bilangan diena terkonjugasi kontrol terlihat sangat signifikan dibandingkan dengan sampel. Menurut Koschhar 1993, adanya penambahan antioksidan akan mengakibatkan pemisahan radikal bebas sehingga mampu menekan terjadinya proses oksidasi. Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa peningkatan bilangan diena terkonjugasi terendah dimiliki oleh sampel dengan penambahan BHA+askorbil palmitat 100 ppm. Nilai bilangan diena terkonjugasi adalah 0.901. Hal tersebut menunjukkan bahwa kombinasi BHA dan askorbil palmitat 100 ppm merupakan perlakuan yang lebih efektif untuk mencegah reaksi oksidasi dibandingkan perlakuan lainnya. 113 0,5 1 1,5 2 2,5 10 20 30 40 Lama Penyimpanan hari B il a n gan D ie n a T e r k on ju gas i .1 m l .1 m l v v Formula 1 BHA 25 ppm + BHT 25 ppm Formula 2 BHA 50 ppm +BHT 50 ppm Formula 3 BHA 100 ppm + BHT 100 ppm Formula 4 BHA 25 ppm +AP 25 ppm Formula 5 BHA 50 ppm + AP 50 ppm Formula 6 BHA 100 ppm+AP 100 ppm Formula 7 BHT 25 ppm + AP 25 ppm Formula 8 BHT 50 ppm + AP 50 ppm Formula 9 BHT 100 ppm+ AP 100 ppm Formula 10 tanpa antioksidan Gambar 12 . Hubungan antara Nilai Diena Terkonjugasi dengan Lama Penyimpanan Dugan 1984 juga melaporkan bahwa kombinasi BHA+askorbil palmitat 100 ppm lebih efektif untuk mencegah ketengikan pada minyak nabati daripada kombinasi BHT+askorbil palmitat 100 ppm. Hasil tersebut sejalan dengan pengukuran nilai TBA sebelumnya yang menunjukkan bahwa penambahn BHA+askorbil palmitat lebih efektif menghambat ketengikan pada bumbu ayam kalasan selama penyimpanan satu bulan. 114 Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa pebngaruh antar perlakuan berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa perlakuan perlakuan BHA+askorbil palmitat 100 ppm berbeda nyata dari perlakuan lainnya. Hal tersebut didukung hasil pengamatan pada Lampiran 6 yang menunjukkan bahwa rata-rata nilai diena terkonjugasi perlakuan BHA+BHT pada taraf konsentrasi yang sama lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya yaitu 0.901. Menurut Sherwin 1990, BHA dan askorbil palmitat bila digunakan bersama juga bersifat lebih efektif dalam memperpanjang umur simpan lemak atau minyak dalam bahan pangan bila dibandingkan dengan kombinasi BHA dan antioksidan lain seperti asam askorbat, asam galat, atau TBHQ.

3. Uji Skalar

Uji skalar garis merupakan salah satu uji skalar yang menggunakan garis sebagai parameter penentuan suatu kesan dari suatu rangsangan Lea dan Tormad, 1998. Menurut Meilgaard 1999, skala garis digunakan untuk mengetahui besaran kesan yang diperoleh suatu komoditi hingga dapat diketahui mutu dari komoditi tersebut. Skala yang digunakan pada uji skalar adalah 0-100. Berdasarkan Lea dan Tormad 1998, skala yng biasa digunakan pada uji sensori adalah 1-7, 1-9, dan 0-100. Hasil penilaian panelis dengan uji skalar dapat dilihat pada Gambar 13. Penilaian panelis pada Gambar 13 telah dikonversi pada skala 0-100 berdasarkan standar Balai Pasca Panen 2000 pada Tabel 7. Lembar penilaian panelis dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa selama penyimpanan skor penilaian panelis terhadap sampel mengalami peningkatan. Skor penilaian panelis yang makin meningkat 115 20 40 60 80 100 120 Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5 Formula 6 Formula 7 Formula 8 Formula 9 Formula 10 Sa m p e l Skor Panelis H30 H22 H14 H7 H0 mengindikasikan penerimaan panelis terhadap sampel makin berkurang. Gambar 13 . Hasil Uji Skalar Penilaian Panelis terhadap Sampel Berdasarkan Gambar 13 peningkatan skor panelis yang cukup tajam terjadi pada sampel dengan perlakuan tanpa penambahan Ket Formula 1BHA 25 ppm + BHT 25 ppm Formula 6 BHA 100 ppm+Askorbil palmitat 100 ppm Formula 2 BHA 50 ppm +BHT 50 ppm Formula 7 BHT 25 ppm + Askorbil palmitat 25 ppm Formula 3 BHA 100 ppm + BHT 100 ppm Formula 8 BHT 50 ppm + Askorbil palmitat 50 ppm Formula 4 BHA 25 ppm +Askorbil palmitat 25 ppm Formula 9 BHT 100 ppm+ Askorbil palmitat 100 ppm Formula 5 BHA 50 ppm + Askorbil Palmitat 50 ppm Formula 10 tanpa penambahan antioksidan 116 antioksidan dan sampel dengan penambahan konsentrasi antioksidan paling rendah yaitu 25 ppm. Penilaian panelis terhadap sampel dengan perlakuan penambahan antioksidan 25 ppm disebabkan meningkatnya aroma ketengikan pada sampel tersebut. Menurut komentar panelis, berkurangnya aroma rempah dalam bumbu selama penyimpanan makin menyebabkan panelis dapat mencium ketengikan yang terjadi selama penyimpanan. Hasil tersebut sesuai dengan pengukuran objektif bilangan TBA dan nilai bilangan diena konjugasi yang juga menunjukkan perlakuan penambahan antioksidan 25 ppm belum mampu menghambat ketengikan pada bumbu ayam goreng kalasan selama 1 bulan penyimpanan. Peningkatan skor penilaian yang cukup tinggi terlihat pada sampel tanpa penambahan antioksidan. Sampel tersebut telah mengalami ketengikan menurut panelis pada hari ke-7. Hasil penilaian panelis pada akhir penyimpanan Gambar 13 dapat dilihat bahwa sampel yang belum mengalami ketengikan adalah sampel dengan penambahan BHA dan BHT dengan konsentrasi 50 dan 100 ppm serta sampel dengan penambahan BHA dan askorbil palmitat 100 ppm. Hasil tersebut sejalan dengan uji TBA dan uji diena terkonjugasi yang telah dilakukan sebelumnya.

4. Uji Hedonik

Uji hedonik pada penelitian ini juga dilakukan. Uji hedonik merupakan salah satu uji penerimaan Maynard et al, 1965. Menurut Meilgaard 1999, uji hedonik merupakan uji panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaan yang bertujuan untuk mengetahui penilaian panelis terhadap sifat mutu yang umum seperti penampakan, aroma, rasa, warna, dan tekstur. Tingkat kesukaan tersebut disebut sebagai skala hedonik. 117 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Formula P e ni la ia n P a ne li s Aroma Bumbu Hasil uji hedonik terhadap aroma bumbu ayam goreng kalasan saat akhir penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 14 yang menunjukkan bahwa pada sampel dengan penambahan BHA+BHT, BHA+askorbil palmitat, dan BHT+askorbil palmitat 25 ppm berada pada kisaran 2-3 antara tidak suka dan agak tidak Ket : Formula 1BHA 25 ppm + BHT 25 ppm Formula 6 BHA 100 ppm+Askorbil palmitat 100 ppm Formula 2 BHA 50 ppm +BHT 50 ppm Formula 7 BHT 25 ppm + Askorbil palmitat 25 ppm Formula 3 BHA 100 ppm + BHT 100 ppm Formula 8 BHT 50 ppm + Askorbil palmitat 50 ppm Formula 4 BHA 25 ppm +Askorbil palmitat 25 ppm Formula 9 BHT 100 ppm+ Askorbil palmitat 100 ppm Formula 5 BHA 50 ppm + Askorbil Palmitat 50 ppm Formula 10 tanpa penambahan antioksidan Gambar 14 . Diagram Rata-rata Uji Hedonik terhadap Aroma Bumbu Ayam Goreng Kalasan pada Akhir Penyimpanan suka. Hasil Uji Lanjut Duncan pada Lampiran 10 menunjukkan perlakuan penambahan BHT+askorbil palmitat merupakan perlakuan yang berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya. Bumbu dengan penambahan BHT dan askorbil palmitat konsentrasi 25 ppm dengan nilai 2.05 menunjukkan penilaian tidak suka. Nilai kesukaan yang rendah disebabkan karena adanya aroma tengik yang tidak disukai oleh panelis. Berdasarkan uji Duncan Lampiran 10, dihasilkan sampel dengan penambahan BHA+BHT 50 ppm dan 100 ppm serta 118 sampel dengan penambahan BHA+askorbil palmitat dan BHT+askorbil palmitat 100 ppm tidak berbeda nyata. Sampel tersebut memiliki skor antara 4 dan 5 agak suka sampai suka Hasil penilaian uji hedonik oleh para panelis sejalan dengan pengukuran objektif dengan menggunakan bilangan TBA dan nilai diena terkonjugasi yang telah dilakukan saat penyimpanan bumbu ayam goreng Kalasan selama 30 hari yang menunjukkan bahwa sampel dengan perlakuan penambahan BHA+BHT dan BHA+askorbil palmitat 100 ppm cukup efektif untuk menghambat ketengikan pada bumbu ayam goreng kalasan. Aroma Ayam Goreng Kalasan Nilai skor rata-rata aroma ayam goreng kalasan denagn berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil uji sidik ragam Lampiran 13 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antar sampel Uji kemudian dilanjutkan dengan Uji Duncan yang pada lampiran 13 menunjukkan bahwa sampel dengan penambahan BHT+askorbil palmitat berbeda nyata dari sampel lainnya. Hasil penilaian panelis terhadap sampel dengan perlakuan penambahan antioksidan 25 ppm berada pada titik agak tidak suka hingga agak suka. Panelis mencium adanya bau tengik pada sampel ayam goreng kalasan selain aroma ayam goreng yang khas. Berdasarkan Gambar 15, panelis masih menyukai sampel dengan penambahan BHT+BHT, BHA+askorbil palmitat, 100 ppm dan BHT+BHT 50 ppm. Panelis mengemukakan masih menyukai sampel-sampel tersebut karena bau tengik pada ketiga sampel tersebut belum tercium. 119 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Formula P e n ila ia n P a n e lis G a m b a Gambar 15 . Diagram Rata-rata Uji Hedonik terhadap Aroma Ayam Goreng Kalasan pada Akhir Penyimpanan Selain itu juga menurut panelis karena adanya aroma ayam goreng yang khas. Menurut Ketaren 1986, penggunaan minyak dalam menggoreng dapat menghasilkan aroma yang menyenangkan. Mottram 1991 pun mengungkapkan bahwa selama pemanasan daging terjadi reaksi-reaksi kompleks yang melibatkan senyawa amino, karbonil, dan lipid PUFA yang berkontribusi terhadap aroma daging ayam. Rasa Ayam Goreng Kalasan Pengujian hedonik terhadap rasa ayam goreng kalasan juga dilakukan. Rasa dapat dinilai dengan indera pencicip dalam rongga mulut terutama lidah dan sebagian langit-langit lunak Meilgaard, 1999. Nilai skor rata-rata aroma ayam goreng kalasan dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 16. Hasil uji sidik ragam Lampiran 14 penilaian panelis terhadap aroma ayam Ket : Formula 1BHA 25 ppm + BHT 25 ppm Formula 6 BHA 100 ppm+Askorbil palmitat 100 ppm Formula 2 BHA 50 ppm +BHT 50 ppm Formula 7 BHT 25 ppm + Askorbil palmitat 25 ppm Formula 3 BHA 100 ppm + BHT 100 ppm Formula 8 BHT 50 ppm + Askorbil palmitat 50 ppm Formula 4 BHA 25 ppm +Askorbil palmitat 25 ppm Formula 9 BHT 100 ppm+ Askorbil palmitat 100 ppm Formula 5 BHA 50 ppm + Askorbil Palmitat 50 ppm Formula 10 tanpa penambahan antioksidan 120 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Formula P e n ila ia n P a n e lis goreng kalasan memberikan pengaruh yang berbeda nyata antar sampel. Uji kemudian dilanjutkan dengan Uji Duncan yang ditunjukkan pada Lampiran 14. Skor kesukaan panelis terendah adalah sampel penambahan BHA+askorbil palmitat 25 ppm dengan nilai rata-rata 3.25 agak tidak suka. Sampel penambahan BHT+askorbil palmitat berdasarkan uji Duncan lampiran 14 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan sampel penambahan BHA+askorbil palmitat 25 ppm. G a m b a Gambar 16 . Diagram Rata-rata Uji Hedonik terhadap Rasa Ayam Goreng Kalasan pada Akhir Penyimpanan Hasil penilaian panelis terhadap sampel dengan perlakuan penambahan antioksidan 25 ppm pun rendah pada agak tidak suka hingga agak suka. Ketengikan karena proses oksidasi lanjut turut mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa ayam goreng. Hasil tersebut didukung oleh pengukuran dengan uji TBA dan diena Ket : Formula 1BHA 25 ppm + BHT 25 ppm Formula 6 BHA 100 ppm+Askorbil palmitat 100 ppm Formula 2 BHA 50 ppm +BHT 50 ppm Formula 7 BHT 25 ppm + Askorbil palmitat 25 ppm Formula 3 BHA 100 ppm + BHT 100 ppm Formula 8 BHT 50 ppm + Askorbil palmitat 50 ppm Formula 4 BHA 25 ppm +Askorbil palmitat 25 ppm Formula 9 BHT 100 ppm+ Askorbil palmitat 100 ppm Formula 5 BHA 50 ppm + Askorbil Palmitat 50 ppm Formula 10 tanpa penambahan antioksidan 121 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Formula P e nila ia n P a ne lis terkonjugasi yang menunjukkan bahwa perlakuan penambahan antioksidan 25 ppm belum cukup efektif untuk mencegah ketengikan pada bumbu ayam goreng kalasan. Hasil uji Duncan Lampiran 14 menunjukkan bahwa ayam dengan penambahan sampel yang diberi BHA+BHT, BHA+askorbil palmitat 100 ppm, serta BHT+askorbil palmitat dengan konsentrasi 50 ppm tidak berbeda nyata satu sama lain. Sampel-sampel tersebut berada pada kisaran agak suka hingga suka. Kesukaan panelis terhadap ayam goreng kalasan dipengaruhi oleh rasa tengik dan rasa gurih akibat proses penggorengan. 4.4 Penampakan Keseluruhan Perlakuan tanpa penambahan antioksidan menurut uji Duncan Lampiran 15 berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya. Nilai kesukaan panelis pada kisaran 1-2 sangat tidak suku hingga tidak suka. Panelis tidak menyukai sampel tersebut karena aroma dan rasa tengik yang terasa jelas. G a Gambar 17 . Diagram Rata-rata Uji Hedonik terhadap Penilaian Keseluruhan padaAyam Goreng Kalasan Ket : Formula 1BHA 25 ppm + BHT 25 ppm Formula 6 BHA 100 ppm+Askorbil palmitat 100 ppm Formula 2 BHA 50 ppm +BHT 50 ppm Formula 7 BHT 25 ppm + Askorbil palmitat 25 ppm Formula 3 BHA 100 ppm + BHT 100 ppm Formula 8 BHT 50 ppm + Askorbil palmitat 50 ppm Formula 4 BHA 25 ppm +Askorbil palmitat 25 ppm Formula 9 BHT 100 ppm+ Askorbil palmitat 100 ppm Formula 5 BHA 50 ppm + Askorbil Palmitat 50 ppm Formula 10 tanpa penambahan antioksidan 122 Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan ayam goreng dengan penambahan sampel yang menggunakan antioksidan 25 ppm agak disukai panelis. Hal tersebut karena rasa dan aroma dari ketiga ayam goreng tersebut agak tidak disukai panelis. Menurut Maynard 1965, atribut rasa dan aroma bahan pangan memang berperan penting dalam mempengaruhi konsumen. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Fianto 2001, atribut penting yang mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap ayam goreng sebagian besar adalah rasa 47,4 dan aroma 27,1. Berdasarkan uji lanjut Duncan ayam goreng yang dibumbui sampel dengan penambahan BHA+ BHT 50 ppm, BHA+BHT 100 ppm, dan BHA+askorbil palmitat 100 ppm tidak berbeda nyata. Ketiga sampel tersebut memiliki skor penerimaan panelis yang tinggi antara 5 dan 6 dengan kisaran suka hingga sangat suka. Menurut panelis kesukaan terhadap ketiga sampel tersebut karena tidak adanya bau atau rasa tengik pada ayam goreng tersebut. Berdasarkan pengukuran objektif dengan menggunakan dua hasil uji yaitu bilangan TBA dan nilai diena terkonjugasi didapatkan sampel yang efektif menghambat ketengikan pada bumbu ayam goreng kalasan selama satu bulan adalah sampel dengan penambahan BHA+askorbil palmitat dengan konsentrasi 100 ppm. Hasil penilaian didukung dengan uji skalar dan uji hedonik pada bumbu ayam goreng kalasan menunjukkan bahwa sampel tersebut belum memiliki aroma tengik dan masih disukai oleh panelis. 123 KESIMPULAN DAN SARAN